Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGREN FOURNIER
DIRUANG KUMALA II
RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

DISUSUN OLEH :

Nama : Emi Karmila


NIM : 11409717007
Tingkat : II
Semester : IV (Empat)

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
TAHUN AJARAN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Emi Karmila


NIM : 11409717007
Ruangan : Kumala II

Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyelesaikan laporan


pendahuluan GANGGREN FOURNIER di ruang KUMALA II

Banjarmasin,19 Mei 2019

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik (CT) Mahasiswa

Emi Karmila
……………………….. ………………………..
11409717007
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Fournier's gangrene (FG) merupakan fasciitis nekrotikans yang progresif
pada daerah penis, skrotum, dan perineum. FG termasuk penyakit infeksi
yang fatal namun jarang terjadi. FG pertama kali ditemukan pada tahun 1883
oleh seorang venerologis Prancis Jean Alfred Fournier. Infeksi pada FG
memiliki karakteristik khas, yaitu akan menyebabkan trombosis pada
pembuluh darah subkutis yang akan menyebabkan nekrosis kulit di
sekitarnya.
Penyakit ini merupakan kedaruratan di bidang urologi karena mula
penyakitnya (onset) berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang, bisa
menjadi gangren yang luas dan menyebabkan septisemia. Pada beberapa
tahun terakhir ini insiden FG cenderung meningkat yang disebabkan oleh
faktor predisposisi dari FG seperti diabetes mellitus, imunosupresi, dan
penyakit hati dan ginjal kronik juga meningkat. Infeksi pada sebagian besar
kasus FG merupakan gabungan sinergis antara bakteri aerob dan anaerob.

2. Etiologi
FG disebabkan infeksi bakteri aerob dan anaerob seperti E. coli, coliform,
Klebsiella spp., Bacteroides spp., Streptococcus spp., Enterococcus spp.,
Pseudomonas spp., Proteus spp. dan Clostridium spp.

Penyebab FG dari anorektal meliputi: abses perianal, perirektal, dan iskiorektalis;


fisura anal; dan perforasi kolon. Hal ini bias merupakan konsekuensi dari cedera
kolorektal atau komplikasi keganasan kolorektal, penyakit radang usus,
divertikulitis kolon, atau apendisitis.

Penyebab dari saluran urogenital meliputi: infeksi di kelenjar bulbourethral,


cedera uretra, cedera iatrogenik sekunder untuk manipulasi striktur uretra,
epididimitis, orkitis, atau infeksi saluran kemih bawah (misalnya, pada pasien
dengan penggunaan jangka panjang kateter uretra).
Penyebab Dermatologis meliputi: supuratif hidradenitis, ulserasi karena tekanan
skrotum, dan trauma. Ketidakmampuan untuk menjaga kebersihan perineum
seperti pada pasien lumpuh menyebabkan peningkatan risiko.

Trauma bedah aksidental ataupun disengaja dan adanya benda asing juga dapat
menyebabkan penyakit. Pada wanita, sepsis aborsi, abses vulva atau kelenjar
Bartholini, histerektomi, dan episiotomi dapat dicurigai sebagai penyebab FG.
Pada pria, seks anal dapat meningkatkan risiko infeksi perineum, baik dari
trauma tumpul langsung atau dengan penyebaran mikroba dari rektal.
Sedangkan pada anak-anak yang bisa menyebabkan FG seperti sirkumsisi,
strangulasi hernia inguinalis, omphalitis, gigitan serangga, trauma, perirektal
abses dan infeksi sistemik.

3. Manifestasi klinis
Ciri Fournier gangren adalah rasa sakit dan nyeri tekan di alat kelamin.
Perjalanan klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap berikut:
• Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari
• Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada kulit
di atasnya yang disertai pruritus
• Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya
• Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi)
• Gangren jelas dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen dari luka
Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit tidak sesuai dengan temuan fisik.
Gangren dapat berkembang, tetapi nyeri dapat hilang akibat jaringan saraf
menjadi nekrotik. Efek sistemik dari proses ini bervariasi dari nyeri lokal tanpa
disertai syok septik dan kemerahan. Secara umum, semakin besar derajat
nekrosis, yang lebih mendalam efek sistemik.
Pada Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah palpasi dari alat
kelamin, perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk menilai tanda-tanda
penyakit dan untuk mencari potensi masuknya portal infeksi. Dapat juga
ditemukan krepitasi jaringan lunak, nyeri lokal, ulkus yang disertai eritem,
edema, sianosis, indurasi, blister, maupun gangren. Dari inspeksi kulit
tersebut dapat menentukan derajat dari bau amis ditimbulkan akibat infeksi
dari bakteri anaerob dan krepitasi yang disebabkan mikroorganisme
Clostridium yang dapat memproduksi gas. Gejala sistemik dapat terjadi
seperti demam, takikardia dan hipotensi.

5. Patofisiologi
Infeksi lokal berdekatan dengan portal masuk adalah dasar terjadinya FG. Pada
akhirnya, suatu endarteritis obliterative berkembang menyebabkan kulit,
subkutan dan pembuluh darah menjadi nekrosis kemudian berlanjut iskemia
lokal dan proliferasi bakteri. Tingkat kerusakan fasia dapat mencapai 2-3 cm/jam.

Infeksi fasia perineum (fasia colles) dapat menyebar ke penis dan skrotum
melalui fasia buck dan dartos, atau ke dinding perut anterior melalui fasia scarpa,
atau sebaliknya. Fasia colles melekat pada perineum dan diafragma urogenital
secara posterior dan pada ramus pubis secara lateral, sehingga membatasi
perkembangan ke arah ini. Keterlibatan testis jarang, karena arteri testis berasal
langsung dari aorta dan dengan demikian memiliki suplai darah terpisah dari area
infeksi.

Infeksi merupakan ketidakseimbangan antara (1) imunitas host, yang sering


terganggu oleh satu atau lebih proses sistemik penyerta, dan (2) virulensi dari
mikroorganisme penyebab. Faktor etiologi ini memungkinkan untuk masuknya
mikroorganisme ke dalam perineum, sistem imun yang turun memberikan
lingkungan yang baik untuk memulai infeksi, dan virulensi mikroorganisme
mempercepat penyebaran cepat penyakit ini.
Faktor etiologi

(Virulensi mikroba + Penurunan imun)

Infeksi polymicrobial di daerah perineum

Sinergi polymicroba dalam pembentukan enzim

Koagulasi pembuluh nutrient

Trombus pembuluh nutrient

Penurunan suplai darah

Penurunan oksigen jaringan

Pertumbuhan organisme anaerob & aerob

Produksi enzim lecithinase & collagenase

Digesti barrier fascia

Obliterative endartheritis

Nekrosis pembuluh darah kutan dan subkutan

Iskemia lokal dan proliferasi bakteri lebih lanjut

Infeksi pada fascia perineum (colles fascia)


6. Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis, dapat dibantu dengan beberapa pemeriksaan
penunjang. Di antaranya adalah:

1. Tes Darah Lengkap

Untuk menilai respon kekebalan yang ditimbulkan oleh proses infeksi dan
untuk memeriksa jumlah dari sel darah merah, dan mengevaluasi potensi
sepsis-yang menyebabkan trombositopenia. Profil koagulasi seperti,
prothrombin time (PT), Activated Partial Thromboplastin Time (APTT),
jumlah trombosit, kadar fibrinogen sangat membantu untuk mencari
sepsis-induced koagulopati seperti pada ITP. Kultur darah juga diperlukan
untuk menetahui jenis mikroba yang terlibat serta menilai keadaan
septisemia. Kimia darah untuk mengevaluasi gangguan elektrolit, untuk
mencari bukti dehidrasi dapat diperiksa blood urea nitrogen [BUN] /
kreatinin rasio, yang cenderung terjadi sebagai akibat perlangsungan
penyakit, juga kadar gula dalam darah mengevaluasi intoleransi glukosa,
yang mungkin disebabkan untuk DM atau sepsis yang disebabkan
gangguan metabolisme. Arterial blodd gas (ABG) untuk memberikan
penilaian yang lebih akurat gangguan asam dan basa. Asidosis dengan
yang dapat terjadi dengan hiperglikemia atau hipoglikemia

2. CT Scan

CT Scan memainkan peranan yang penting untuk diagnosis sama seperti


pentingnya untuk evaluasi dalam tindakan bedah. Etiologi, jalur
penyebaran, adanya cairan dan abses dapat dievaluasi dengan baik
melalui CT scan.

Gambaran Fournier Gangren yang tampak pada CT Scan berupa


penebalan soft tissue dan inflamasi. CT Scan menunjukkan penebalan
fascia yang asimetris, penumpukan cairan dan abses, penumpukan
lemak di sekitar jaringan, dan emfisema subkutan yang terbentuk karena
adanya gas yang dtimbulkan oleh bakteri.
Gambar 1. Gambaran CT Scan pada pasien berusia 60 tahun yang menunjukkan
adanya udara dan cairan yang terjebak dalam dua korpus kavernosum.

3. Radiografi

Pada radiografi, hiperlusen menunjukkan adanya gas pada soft tissue


yang terdapat di region skrotum atau perineum. Emfisema subkutis dapat
terlihat di regio inguinal, skrotum, perineum, dinding anterior abdomen,
dan paha.

Radiografi dapat menunjukkan adanya udara di soft tissue sebelum


secara klinis menunjukkan krepitasi, dan ketidakberadaannya pada
pemeriksaan fisik tidak menyingkirkan diagnosis Fournier gangren.

Radiografi juga menunjukkan pembengkakan yang signifikan pada soft


tissue skrotum. Gas pada fascia yang dalam jarang terlihat pada
radiografi.
Gambar 2. Fournier gangrene pada laki-laki usia 32 tahun dengan riwayat nyeri
pada testis dan infeksi pada kulit.

4. Ultrasonografi

USG dapat mendeteksi adanya Fournier gangren dengan menunjukkan


penebalan pada dinding dan gambaran hiperechoik, sehingga
menyebabkan adanya shadow yang kotor yang menunjukkan adanya gas
pada dinding skrotum. Kadangkala nampak pula gambaran hidrocele
unilateral atau bilateral. Testis dan epididimis seringkali ditemukan dalam
ukuran dan echostruktur yang normal karena terpisahkan oleh aliran
darah. Vaskularisasi testis seringkali bertahan karena aliran darah ke
skrotum berbeda dengan aliran darah ke testis.

USG juga bermanfaat untuk membedakan Fournier gangren dengan


hernia inkaserata inguinoskortal. Di lain kondisi, gas diobservasi pada
obstruksi lumen usus, jauh dari dinding skrotum.
Gambar 3. Suspek Fournier gangrene pada laki-laki usia 71 tahun dengan
demam. USG menunjukkan adanya daerah echogenik

7. Penatalaksanaan medis
Prinsip terapi pada gangren Fournier ada terapi suportif memperbaiki keadaan
umum pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen. Pengobatan Fournier
gangren melibatkan beberapa modalitas. Pembedahan diperlukan untuk
diagnosis definitif dan eksisi jaringan nekrotik. Pada pasien dengan gejala
sistemik terjadi hipoperfusi atau kegagalan organ, resusitasi agresif untuk
memulihkan perfusi organ normal harus lebih diutamakan daripada prosedur
diagnostik. Dengan demikian, pengobatan pasien dengan gangren Fournier
meliputi resusitasi agresif dalam mengantisipasi operasi.

 Antibiotik

Pengobatan Fournier gangren melibatkan antibiotik spektrum luas terapi


antibiotik. Spektrum harus mencakup staphylococci, streptokokus,
Enterobacteriaceae organisme, dan anaerob. Dimana secara empiris
ciprofloksasin dan klindamisin dapat digunakan. Klindamisin sangat berguna
dalam pengobatan nekrosis jaringan lunak infeksi karena spektrum gram positif
dan anaerob. Klindamisin telah terbukti untuk menghasilkan tingkat respons
unggul daripada penisilin atau eritromisin.

 Debridemen

Tujuan debridemen adalah mengangkat seluruh jaringan nekrosis (devitalized


tissue) sebelum dilakukan debridement sebaiknya dicari sumber infeksi dari
uretra atau dari kolorektal dengan melakukan uretroskoi atau proktoskopi.
Kadang-kadang perlu dilakukan diversi urine melalui sistotomi atau diversi feces
dengan melakukan kolostomi. Setelah nektrotomi, dilakukan perwatan terbuka
dan kalau perlu pemasangan pipa drainase. Setelah 12 dan 24 jam lagi dilakukan
evaluasi untuk menilai demarkasi jaringan nekrosis dan kalau perlu dilakukan
operasi ulang. Debridement yang kurang sempurna seringkali membutuhkan
operasi ulang.

 Oksigen Hiperbarik

Oksigen hiperbarik (HBO) telah digunakan sebagai tambahan dalam pengobatan


gangren Fournier. Protokol yang biasa digunakan antara lain : ismultiple sesi
sebesar 2,5% 90min dan atmfor 100 oksigen inhalasi setiap 20 menit. HBO
meningkatkan kadar tekanan oksigen dalam jaringan dan memiliki efek
menguntungkan berbagai penyembuhan luka. Oksigen radikal bebas adalah
jaringan dari hipoksik yang dibebaskan, yang secara langsung beracun terhadap
bakteri anaerob. Aktifitas fibroblast meningkat dengan angiogenesis berikutnya
mengarah ke penyembuhan luka dipercepat.

 Rekonstruksi Bedah

Tergantung pada tingkat cacat kulit, pilihan dalam rekonstruksi menjahit,


ketebalan kulit perpecahan pencangkokan, atau vaskularisasi miomukotaneus
pedikel. Cacat kecil dapat ditutup oleh penjahitan primer, terutama dikulit yang
lentur seperti pada skrotum. Kecacatan besar biasa paling sering timbul saat
pencangkokan kulit. Kulit kaki yang sehat, pantat, dan lengan dapat digunakan
untuk pencangkokan. Cacat pada kulit batang penis harus terhindar dari
pencangkokkan untuk mencegah pembentukan bekas luka fibrosis karena
berhubungan dengan masalah ereksi.

8.Prognosis
Prognosis untuk pasien setelah rekonstruksi Fournier gangren biasanya
baik. Skrotum memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan regenerasi
setelah infeksi dan terjadi nekrosis Namun demikian, sekitar 50% dari laki-laki
dengan keterlibatan penis mengalami sakit dengan ereksi, sering berhubungan
dengan jaringan parut pada daerah genital. Jika jaringan lunak yang luas hilang,
mungkin terjadi gangguan pada drainase limfatik, sehingga terjadi, edema dan
selulitis.

Pada 1995, Laor dkk memperkenalkan the Fournier Gangrene Severity Index
(FGSI). FGSI berdasar pada penyimpangan dari rentang referensi parameter
klinis berikut:

Masing-masing parameter berupa skor antara 0-4, dengan semakin tinggi nilai
mengindikasikan semakin besar penyimpangan dari normal. FGSI merupakan
jumlah dari semua nilai parameter. FGSI lebih besar dari 9 berhubungan dengan
peningkatan mortalitas.

.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan
antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi
bedah, debridemen atau kuretase. Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk
mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila disebabkan oleh benda asing
karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda
asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersama dengan
pemberian obat analgetik. Drainase, abses dengan menggunakan pembedahan
biasanya diindikasi apabila abses telah berkembang dari peradangan serasa
yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak.

Fokus Pengkajian

Data tergantung pada tipe,lokasi,durasi dari proses infektif dan organ-organ yang
terkena

1. Aktifitas/istirahat

Gejala : Malaise

2. Sirkulasi

Tanda : Tekanan darah normal/sedikit dibawah jangkauan normal (selama


curah jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat (perifer hiperdinamik);
lemah/lembut/mudah hilang, takikardi ekstrem (syok). Suara jantung : disritmia
dan perkembangan S3 dapat mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari
asidosis/ketidakseimbangan elektrolit. Kulit hangat, kering, bercahaya
(vasodilatasi), pucat, lembab, burik (vasokonstriksi).

3. Eliminasi

Gejala : Diare

4. Makanan/cairan

Gejala : Anoreksia, mual, muntah.


Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/masa otot
(malnutrisi). Penurunan haluaran, konsentrasi urine; perkembangan ke arah
oliguria, anuria.

5. Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, pusing, pingsan.

Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma

6. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Kejang abdominal, lokalisasi nyeri/ketidaknyamanan, urtikaria,


pruritus umum.

7. Pemafasan

Tanda : Takipnea dengan penurunan kedalaman pemafasan, penggunaan


kortikosteroid, infeksi baru, penyakit viral.

Tanda : Suhu umumnya meningkat (37,95°C atau lebih) tetapi mungkin


normal pada lansia mengganggu pasien, kadang sub normal (dibawah 36,5°C),
menggigil, luka yang sulit/lama sembuh, drainase purulen, lokalisasi eritema,
ruam eritema makuler.

8. Sexualitas

Gejala : Perineal pruritus

Tanda : Maserasi vulva, pengeringan vaginal purulen.

9. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : Masalah kesehatan kronis/melemahkan misal: DM, kanker, hati,


jantung, ginjal, kecanduan alkohol. Riwayat splenektomi. Baru saja menjalani
operasi prosedur invasif, luka traumatik.

10. Pertimbangan : Menunjukan lama hari rawat 7,5 hari.


11. Rencana pemulangan : Mungkin dibutuhkan bantuan dengan
perawatan/alat dan bahan untuk luka, perawatan, perawatan diri, dan tugas-
tugas rumah tangga

Prioritas Keperawatan

a. Menghilangkan infeksi.

b. Mendukung perfusi jaringan/volume sirkulasi.

c. Mencegah komplikasi.

d. Memberikan informasi mengenai proses penyakit, prognosa dan kebutuhan


pengobatan.

(Doenges,2000:240)

Diagnosa Keperawatan

1. Ansietas b/d kurangnya pengetahuan tentang diagnosis sekunder terhadap


Fournier Gangren

Intervensi: Dapatkan riwayat kesehatan untuk menentukan:

- Kekhawatiran pasien
- Tingkat pengertian
- Pemberian edukasi

2. Retensi Urin b/d obstruksi uretral sekunder terhadap Fournier Gangren

Intervensi:

- Kaji tanda-tanda retensi urin


- Kateterisasi pasien
- Berikan agen kolinergik yang diresepkan
- Monitor efek medikasi
3. Kurang pengetahuan b/d kurangnya indormasi sekunder terhadap Fournier
Gangren

Intervensi:

- Pastikan tingkat pengetahuan pasien


- Dukung komunikasi dengan pasien
- Tentukan kemampuan dan kesiapan pasien dan hambatan dalam belajar
- Identifikasi keluarga yang membutuhkan informasi

4. Disfungsi seksual b/d efek terapi sekunder terhadap Fournier Gangren

Intervensi:

- Informasikan pasien tentang terapi


- Tentukan riwayat
- Libatkan pasangan dalam membangun pengertian

5. Nyeri akut b/d insisi surgikal

Intervensi:

- Tingkatkan kenyamanan pasien


- Posisikan dengan hati-hati
- Berikan analgesik
- Kompres hangat atau dingin

6. Gangguan citra tubuh b/d perubahan dalam fungsi

Intervensi:

- Kaji perasaan pasien terhadap citra tubuh


- Dukung pasien untuk menyatakan kekhawatirannya
- Identifikasi potensi terhadap harga diri:
o Perubahan penampilan
o Penurunan fungsi seksual
o Penurunan energy
DAFTAR PUSTAKA

1. Hohenfellner, Markus, Richard. Emergencies and Urology. London :


Springer. 2016. 50-140
2. Lovensoon RB, Singh AK, Novelline RA. 2008. Fournier Gangrene: Role of
Imaging. Radiographics (28) 519-528.
3. Pais VM. Fournier Gangerene. [online]. 2015. [diakses 2 Juni, 2014].
http://emedicine.medscape.com/article/2028899-overview
4. Setiawan F, Novianti R, MTP Wicaksono. 2016. Fournier’s Gangrene. CDK-
205/ vol. 40 no. 6.

Anda mungkin juga menyukai