Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR LISIS SINDROM DI RUANG KEMOTERAPI ANAK


RSUD ULIN BANJARMASIN

DISUSUN OLEH :

NAMA : RACHMAT BIN MISRA


NIM : 11409717022
TINGKAT : III (TIGA)
SEMESTER : V (LIMA)

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNGPURA
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Rachmat Bin Misra


NIM : 11409717022
Ruangan : Kemoterapi Anak

Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah menyelesaikan laporan pendahuluan
Tumor Lisis Sindrom di ruang Kemoterapi Anak RSUD Ulin Banjarmasin.

Banjarmasin, Januari 2020

Mahasiswa

Rachmat Bin Misra

11409717022

Mengetahui,

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik (CT)

……………………….. ………………………..
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Sindrom lisis tumor adalah suatu kelainan metabolik yang mengacam jiwa akibat
pelepasan sejumlah zat intraseluler kedalam aliran darah akibat tingkat
penghancuran sel tumor yang tinggi karena pemberian kemoterapi.
Zat interseluler tersebut adalah hasil degradasi asam nukleat akibat destruksi
sejumlah besar sel tumor yang mengakibatkan meningkatnya metabolisme purin,
diikuti oleh meningkatnya pembentukan asam urat.
Sindrom lisis tumor merupakan salah satu kegawadaruratan dibidang onkologi
sehingga penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan.

B. Etiologi
Sindrom lisis tumor terjadi paling sering pada pasien dengan leukemia akut
dengan sel darah putih (WBC) tinggi jumlahnya dan pada mereka dengan limfoma
grade tinggi dalam respon untuk pengobatan agresif. Sindrom lisis tumor juga bisa
terjadi pada keganasan hematologi lain dan dalam berbagai tumor padat seperti
hepatoblastoma dan neuroblastoma stadium IV. Hal ini kadang-kadang terjadi
secara spontan, sebelum mendapat berbagai bentuk terapi.

Pasien berisiko tinggi memiliki kemungkinan yang besar untuk terjadinya


tumor lisis sindrom, perkembang tumor yang cepat dan tumor yang sensitifitas
terhadap pengobatan. Tingkat dehidrogenase pretreatment laktat yang tinggi, yang
berkorelasi dengan volume tumor yang tinggi, merupakan indikator penentuan
prognosis yang kuat dari perkembangan klinis yang signifikan dari terapi. Insufisiensi
ginjal sebelum terapi juga berkorelasi dengan kemungkinan peningkatan sindrom
lisis tumor.

Dari laporan yang ada, tumor lisis sindrom berhubungan dengan pemberian
terapi radiasi, kortikosteroid, agen hormonal, pengubah respons biologis, dan
antibodi monoklonal.

Dilaporkan Agen menyebabkan tumor lisis sindrom adalah sebagai berikut

 Paclitaxel
 Fludarabine
 Etoposid
 Thalidomide
 Bortezomib
 Asam zoledronic

Kadang-kadang sindrom lisis tumor juga dapat terjadi setelah penggunaan obat
kemoterapi dibawah ini
 Interferon alfa
 Tamoxifen
 Cladribine
 Metotreksat intratekal
 Rituximab

Perkembangan tumor lisis sindrom tidak terbatas pada pemberian agen


sistemik; dapat juga terjadi pada pemberian intratekal kemoterapi dan kemo-
embolisasi.

Pada situasi-situasi tertentu, tumor lisis sindrom terjadi pada kehamilan dan
demam. Pasien di bawah anestesi umum juga mengalami tumor lisis sindrom.

C. Tanda gejala
Diagnosis ditegakan dengan ditemukanyan tanda-tanda sindrom yang disebutkan
diatas yaitu: hiperuriksema, hiperfosfatemia, hiperkalemia dan hipokalsemia serta
tanda gangguan ginjal berupa peningkatan kadar ureum, kreatinin penurunan volume
urine, asidosis metabolik dengan pernafasan kussmaul, atau gejala sesak nafas
karena over load cairan tubuh, tetani, kejang otot, gangguan irama jantung sampai
penurunan kesadaran.
Pada tumor lysis syndrome, kumpulan gejala klinis dapat berkembang sebelum
memulai kemoterapi atau, lebih sering, dalam waktu 72 jam setelah pemberian terapi
sitotoksik.
Hal-hal yang perlu diperhatikant:

 Waktu timbulnya gejala keganasan


 Adanya sakit perut dan distensi
 Adanya gejala saluran urinaria : seperti disuria, oliguria , nyeri pinggang,
dan hematuria.
 Terjadinya gejala hipokalsemia : Seperti anoreksia, muntah, kram, kejang,
spasme, perubahan status mental, dan tetani.
 Gejala hiperkalemia : seperti kelemahan dan kelumpuhan.

Gejala lain dari sindrom lisis tumor meliputi berikut ini.


 Kelesuan
 Kelebihan cairan
 Gagal jantung kongestif
 Detak jantung tak beraturan(disaritmia)
 Sinkop
 Kematian mendadak

Hipokalsemia parah dapat menyebabkan gejala berikut:

 Paresthesia dan tetani dengan tanda Chvostek, Trousseau positif


 Kegelisahan
 Bronkospasme
 Kejang
 Gagal jantung

Deposisi kalsium fosfat di berbagai jaringan dapat ditemukan gejala berikut:


 Pruritus
 Perubahan gangren kulit
 Iritis
 Artritis

Hiperuresemia dapat menghasilkan gejala berikut:

 Kelelahan
 Kelemahan
 Malaise
 Mual
 Muntah
 Anorexia
 Cegukan
 Iritabilitas neuromuskuler
 Kesulitan berkonsentrasi
 Pruritus
 Ekimosis

Hiperkalemia dapat menimbulakan gejala-gejala sebagai berikut :

 Anoreksia
 Muntah
 Kram
 Kejang
 Tetani
 Penurunan kesadaran
 Aritmia

Tanda-tanda volume overload, seperti dyspnea, ronki kering paru, edema, dan
hipertensi, dapat berkembang.
Peningkatan kadar asam urat dapat ditemukan adanya lesu, mual, dan
muntah. Cepat meningkatkan kadar asam urat dapat menyebabkan arthralgia dan kolik
ginjal.
D. Patogenesis

Pemberian kemoterapi pada sel tumor yang sensitif akan berakibat terjadinya
penghancuran “medadak” sejumlah besar sel tumor sehingga terjadi degradasi asam
nukleat, mengakibatkan katalisis hipoksantin dan xantin oleh xantin oksidase yang
meningkatkan pembentukan asam urat yang relatif tidak larut dalam air. Ekskresi asam
urat yang meningkat mengakibatkan konsentrasi intratubular yang meningkat pula
sampai melebihi tingkat/batas kelarutan (limites of solubility) sehingga terjadi keadaan
supersaturasi dan kristal asam urat pada tubulus renal dan distal collecting system yang
mengakibatkan gangguan fungsi ginjal. Keadaan terakhir ini mengakibatkan terjadinya
hiperfosfatemia yang makin memperburuk fungsi ginjal sehingga terjadi penurunan
ekskresi kalium sampai terjadi hiperkalemia, disamping hiperfosfatemia sendiri
mengakibatkan terjadinya hipokalemia.

Hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung, sedangkan hipokalsemia


dapat mengakibatkan kejang otot, penurunan kesadaran (confusion), tetani dan
gangguan irama jantung berupa pemanjangan interval QT. 1
E. Penatalaksanaan

Pencegahan adalah langkah terbaik yang dilakaukan. Pengenalan jenis tumor dan
pasien resiko tinggi harus dilakukan sebelum kemoterapi dimulai, sehingga tindakan
pencegahan dapat di lakukan untuk melindungi fungsi ginjal. Sebuah unit onkologi atau
unit perawatan intensif (ICU), monitoring jantung dan hemodialisis terus menerus harus
tersedia.
Jika langkah-langkah perawatan dasar tidak efektif dalam mengendalikan
gangguan elektrolit atau fungsi ginjal, nefrologi dan konsultan perawatan kritis harus
dapat diakses untuk membantu dalam manajemen lebih lanjut.

Hidrasi

Hidrasi tidak hanya membantu untuk memperbaiki gangguan elektrolit dengan


cara pengenceran cairan ekstraseluler, tetapi juga meningkatkan volume
intravaskular. Peningkatan volume meningkatkan aliran darah ginjal, laju filtrasi
glomerulus, dan volume urin untuk mengurangi konsentrasi zat terlarut dalam nefron
distal dan mikrosirkulasi meduler.

Idealnya, IV hidrasi pada pasien risiko tinggi harus dimulai 24-48 jam sebelum
memulai terapi kanker dan terus selama 48-72 jam setelah selesai kemoterapi.

Pemberian infus 4-5 L sehari (atau 3 L / m 2 hari), menghasilkan volume urin


minimal 3 L setiap hari, tindakan ini harus dilakukan pada pasien gangguan ginjal akut
dan oligouria dan tidak boleh dilakukan pada pasien dengan status kardiovaskular
menunjukkan tanda kelebihan volume.

Diuresis

Penggunaan furosemide atau manitol untuk diuresis osmotik belum terbukti


bermanfaat sebagai terapi lini depan. Bahkan, modalitas ini dapat berkontribusi untuk
pengendapan asam urat atau kalsium fosfat di tubulus ginjal pasien.

Diuretik harus disediakan untuk pasien yang terhidrasi dengan cukup diuresis,
dan furosemide harus dipertimbangkan untuk pasien dengan hiperkalemia
normovolemic atau untuk pasien dengan bukti overload cairan.
Furosemide (lasix) 20-40 mg iv dengan menghasilkan volume urin >
100mL/m2/jam (maintain) dengan syarat tidak ada sumbatan saluran kemih dan
hipovolemia.

Alkalinisasi urin

Alkalinisasi urin bertujuan untuk meningkatkan pH urin 7,0 sehinga dapat


memaksimalkan kelarutan asam urat dalam tubulus ginjal dan pembuluh.

Kelemahan terapi alkali sistemik adalah dapat memperberat hipokalsemia klinis.


Kemungkinan peningkatan kalsium fosfat di tubulus ginjal merupakan kelemahan
tambahan. Untuk alasan ini, alkalinisasi urin masih kontroversial, dan jika digunakan,
harus mencakup pemantauan ketat pH urin, bikarbonat serum, dan kadar asam urat
untuk memandu terapi dan menghindari alkalinisasi berlebihan. alkalinisasi urin dengan
pemberian bikarbonat 50-100 mEq untuk setian liter cairan intravena yang diberikan.
Jika alkalinisasi urin tidak dicapai dengan pemberian bikarbonat, IV acetazolamide
pada dosis 250-500 mg sehari (5 mg / kg sehari) dapat ditambahkan, sehingga
meningkatkan pH urin.

Walaupun fungsi ginjal normal sebelum kemoterapi dimulai, tidak tertutup


kemungkian terjadinya sindrom tumor lisis akibat pemecahan sejumlah besar sel tumor
dalam waktu yang singkat, sehingga harus dilakukan pemantauan elektrolit, ureum,
creatinin, kalsim, fosfat, asam urat dan PH urin paling sedikit sekali sehari selama 4 hari
setelah kemoterapi dimulai. Demikian pula pemantauan balans cairan harus dilakukan
setiap hari terutama pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan jantung yang
sudah ada sebelumnya. Pemeriksaan electrocardiogram dilakukan bila ada
hiperkalemia dan hipokalsemia. Frekuensi monitor yang dilakukan tergantung pada
keadaan klinis.

F. Pengobatan Hiperurisemia
1. Allopurinol

Allopurinol merupakan inhibitor xantin oksidase; itu diberikan untuk mengurangi


konversi sampingan asam nukleat ke asam urat untuk mencegah nefropati urat
dan gagal ginjal.

Dosis pemberian :

 Allopurinol 100 mg/m2 oral, tiap 8 jam (maximun dosis 800mg/hari) atau
 Allopurinol 10 mg/kg/hari dibagi 3 dosis/ per 8 jam, oral, (maximun dosis
800mg/hari) atau
 Allopurinol 200-400 mg/m2/hari iv dibagi -13 dosis (maximum 600mg/hari)
Efek samping termasuk ruam ringan sampai berat, batu xanthine urolithiasis
diinduksi, nefritis interstitial akut, pneumopathy, demam, dan eosinofilia. Selain itu,
penghambatan sintesis asam urat menybabkan peningkatan xanthine dalam
plasma dan sistem ginjal; meskipun dilaporkan jarang terjadi, xanthine memiliki
kapasitas untuk mengendapkan dalam tubulus ginjal. dapat juga menyebabkan
mula dan muntah

2. Rasburicase

Rasburicase (rekombinan urat oksidase) dapat digunakan saat kadar asam urat
tidak dapat diturunkan cukup dengan pendekatan standar. Rasburicase berguna
dalam kasus hyperuricemia dan telah terbukti aman dan efektif pada pasien anak,
serta pada orang dewasa. Ini juga memiliki onset tindakan lebih cepat dari pada
allopurinol.

Manusia tidak menghasilkan urat oksidase, yang mengkatalisis konversi asam


urat kurang larut terhadap allantoin larut. Dengan mengubah asam urat untuk
metabolit yang larut dalam air, asam urat oksidase efektif menurunkan kadar
asam urat urin dan plasma.

Tidak seperti allopurinol, uricase tidak meningkatkan ekskresi xanthine dan


metabolit purin lainnya; Oleh karena itu, senyawa ini tidak meningkatkan
kristalisasi tubulus.

Dosis pemberian:

Rasburicase suntikan intramuskular atau infus IV pada dosis 50- 100U/kg setiap
hari atau

 Rasburicase 0,15-0,2 mg/kg/hari hingga 5 hari.


Kontraindikasi obat ini yaitu pada kekurangan dehidrogenase glukosa-6-fosfat
G-6-PD) dan kehamilan. Selain itu, karena manusia tidak menghasilkan urat
oksidase, rasburicase dapat berpotensi menimbulkan reaksi imunitas.
Studi sedang dilakukan untuk menentukan keamanan dan kemanjuran
rasburicase dalam populasi yang berisiko tinggi untuk tumor lysis
syndrome. Hal ini disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA)
untuk pencegahan dan pengobatan hiperurisemia dan lisis tumor sindrom
pada pasien anak dengan leukemia, limfoma, atau keganasan organ padat
kemoterapi menerima.

Rasburicase juga diindikasikan dalam pengobatan orang dewasa di berbagai


belahan dunia, termasuk Australia, Kanada, dan sebagian Eropa. Sebuah
tinjauan sistematis dan meta-analisis dari penggunaan rasburicase untuk
sindrom lisis tumor pada orang dewasa menyimpulkan bahwa rasburicase
efektif dalam mengurangi kadar asam urat serum tapi harga obat ini mahal,
dan bukti apakah menghasilkan hasil klinis yang lebih baik daripada alternatif
lain saat ini masih belum ada. Penulis menunjukkan bahwa sampai bukti baru
tersedia, penggunaan rasburicase pada orang dewasa mungkin terbatas
pada pasien dengan risiko tinggi.

3. Febuxostat

Febuxostat (Uloric) adalah xantin oksidase inhibitor baru yang tampaknya


tidak memiliki profil hipersensitivitas seperti allopurinol. Selain itu, agen ini
tidak memerlukan dosis modifikasi untuk gangguan ginjal.

Penelitian awal menunjukkan bahwa febuxostat efektif dan aman untuk


mencegah sindrom lisis tumor. Sebuah uji coba secara acak
membandingkan febuxostat dengan allopurinol, febuxostat untuk Pencegahan
Tumor Lisis Syndrome di Hematologi Keganasan (FLORENCE) , telah
selesai, namun hasilnya belum dipublikasikan . Ukuran hasil utama di
FLORENCE adalah mengendalikan kadar asam urat serum dan pelestarian
fungsi ginjal.

Febuxostat jauh lebih mahal daripada allopurinol. Namun, pada pasien


dengan gangguan ginjal atau hipersensitivitas terhadap allopurinol, febuxostat
mungkin menjadi pilihan yang masuk akal untuk profilaksis sindrom lisis
tumor, sambil menunggu penerbitan lanjut hasil uji klinis.

4. Pengobatan Hiperkalemia
Hiperkalemia adalah keadaan yang mengacam jiwa, sehingga keadaan ini
harus sgera ditangani. Heperkalemia dapat timbul 12-24 jam setealah
kemoterapi.

Dosis pemberian :

a. Kalsium infus
 Calcium gluconate 10%, 5-30 mL iv atau
 Calsium chloride 5%, 5-30 mL iv
b. Glukosa dan insulin
 50% glucose 25g (1 ampule) iv, ditambah
 Regulasi insulin 5-10 unit iv atau
 20-30 U.I insulin reguler dalam 200-300 gram glukosa 20% intravena
selama 30 menit, bisa di tambahkan 15 gram kayesalate setiap 6 jam
peroral.
c. Sodium bikarbonat
 Sodium bikarbonat 44-88 mEq, (1-2 amule) iv
d. Nebulizer terapi
 Nebulized albuterol 10-20 mg di larutkan menjadi 4 mL, habis dalam
10-15 minute
e. Potassium biding resins
 Sodium polystyrene sulfonate 15-50 g oral, dapat di ulang setiap 6
jam sekali.
f. Dialysis

5. Pengobatan Hyperphosphatemia dan Hipokalsemia .

Hierphospatemia dapat timbul 24-28 jam setelah kemoterapi. Bila timbul


hiperfosfatemia maka tindakan alkalinisasi harus dihentikan karena dapat
meningkatkan presipitasi kalsium fosfat. Bila volume urine tetap sedikit,
gangguan asam basa, dan gangguan elektrolit tetap terjadi disertai adanya
perburukan fungsi ginjal, maka tindakan dialisis harus dilakukan untuk
menyelamatkan jiwa. Hiperfosfatemia dapat menyebabkan hipokalsemia,
yang biasanya sembuh dengan tingkat fosfat diperbaiki. 1,2,3
Dosis pemberian (hiperphospatemia):
 Aluminium hydroxide 15-30 mL oral setiap 6 jam
 Hemodialysis
Dalam beberapa kasus, penuruna serum 1,25-dihidroksikolekalsiferol
berkontribusi terhadap hipokalsemia, dan pemberian calcitriol dapat
memperbaiki kadar kalsium. Namun terapi tersebut tidak boleh dilakukan
sampai tingkat fosfat serum telah dinormalisasi untuk menghindari
penyebaran kalsifikasi kalsium fosfat.
6. Cuci Darah

Jika terapi yang dijelaskan sebelumnya gagal mengatasi komplikasi tumor


sindrom lisis, pertimbangkan inisiasi dini dialisis. Dialisis mencegah gagal
ginjal yang ireversibel dan komplikasi yang mengancam jiwa lainnya.

Hemodialisis lebih disukai daripada dialisis peritoneal karena tingkat fosfat


dan asam urat yang lebih baik. Hemofiltration terus menerus juga telah
digunakan dan efektif dalam mengoreksi kelainan elektrolit dan kelebihan
cairan.

Karena hiperkalemia dapat kambuh setelah dialisis dimulai dan karena beban
fosfat tinggi pada beberapa pasien dengan sindrom lisis tumor, kadar
elektrolit harus sering dipantau dan dialisis diulang sesuai kebutuhan.

No Indikasi hemodialisa pada sindrom


lisis tumor
1 Kalsium serum > 6 mcg/i
2 Asam urat serum > 10 mg/dl
3 Kreatinin serum > 10 mg/dl
4 Fosfat serum > 10 mg/dl
5 Volume overloaded stase
6 Hipokalsemia yang simtomatik
7 Perburukan fungsi ginjal
8 Oligouri
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata MK, Setiati Siti,. Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.
2. Medscape. Tumor Lysis Syndrome. 2014. Link :
http://emedicine.medscape.com/article/282171-overview
3. Boyiadzis M Michel, Frame James N, Fojo Tito, Lebowitz Peter F. Hematology-
Onkologi Therapy. Mc Graw Hill. 2012.
4. Johnston P G, Spence OBE. Oncologi Emergencies. Oxford University. 2010

Anda mungkin juga menyukai