Anda di halaman 1dari 8

HIPERPARATIROIDIS

ME SEKUNDER
Definisi
◦ Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan
karena rangsangan produksi yang tidak normal sebagai respons terhadap penurunan
kadar kalsium terionisasi didalam serum. Secara khusus, kelainan ini berkaitan dengan
gagal ginjal. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D.
◦ Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar
yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Pada sebagian
besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak mengalami
peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi
normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia.
◦ https://www.scribd.com/document/117902928/Referat-Hiperparatiroid-Sekunder-Dr-
Pujo-H
Etiologi
◦ Hiperparatiroid sekunder merupakan ◦ Pada keadaan gagal ginjal, ada
suatu keadaan dimana sekresi hormon banyak factor yang merangsang
paratiroid meningkat lebih banyak produksi hormon paratiroid berlebih.
dibanding dengan keadaan normal, Salah satu faktornya termasuk
karena kebutuhan tubuh meningkat hipokalsemia, kekurangan produksi
sebagai proses kompensasi. Pada vitamin D karena penyakit ginjal, dan
keadaan ini terdapat hiperplasi dan hiperpospatemia. Hiperpospatemia
hiperfunsi merata pada keempat berperan penting dalam
kelenjar paratiroid, terutama dari chief perkembangan hyperplasia paratiroid
cells. Biasanya penyebab yang akhirnya akan meningkatkan
hiperparatiroid sekunder adalah produksi hormon paratiroid.
osteogenesis imperfekta, penyakit
paget multiple mieloma, karsinoma
dengan metastase tulang.
Patofisiologi
Gambaran patologi anatomi
Tatalaksana
Konservatif Berikut pilihan terapi non bedah yang
dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme
1. Pada kasus defisiensi vitamin D dapat
sekunder pada kasus gagal ginjal kronik:
dikoreksi dengan pemberian kapsul
vitamin D a. Restriksi konsumsi fosfat,
b.Phosphate binder
2. Pada kasus gagal ginjal kronik, National
Kidney Foundation (NKF) ◦ Calcium-based phosphate binders,
merekomendasikan penurunan kadar ◦ Non-calcium-based phosphate binders,
PTH untuk menormalkan turnover ◦ Calcitriol
mineral tulang dan meminimalisasi ◦ Analog calcitriol
terbentuknya kalsifikasi ektopik. Pasien c.Suplementasi kalsium
yang mengalami dialisis gagal ginjal,
d.Vitamin D dan analognya:
biasanya mengalami peningkatan
kadar hormon paratiroid. e. Kalsimimetik
Tatalaksana
◦ Operatif Intraoperatif

◦ Pasien yang mengalami nyeri tulang atau patah ◦ Keempat kelenjar paratorid harus diperhatikan
tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dan dibiopsi jika dibutuhkan untuk meyakinkan
dengan pendekatan operatif. Kegagalan pada kebenaran identifikasi. Pada kebanyakan kasus,
terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme hyperplasia difus banyak ditemukan meskipun
juga mengindikasikan untuk menjalani operasi. ukuran kelenjar dapat berbeda.
Umumnya, jika terjadi hiperparatiroidisme persisten ◦ Pilihan operasi dapat berupa paratiroidektomi
berat dengan kadar hormon paratiroid lebih tinggi total dengan autotransplantasi atau
dari 800 pg/mL dan keadaan hiperkalsemia dan paratiroidektomi subtotal (3,5 kelenjar). Pada
hiperfosfatemia walaupun dengan pengoreksian beberapa kasus harus dilakukan timektomi.
kadar kalsium dan fosfor, serta tebukti adanya Penelitian Rothmud, et al (1991) menyatakan
kelainan pada tulang, paratiroidektoimi sebaiknya pada paratiroidektomi subtotal kemungkinan
dipertimbangkan. dapat kembali terjadi hiperkalsemia dan
membutuhkan eksplorasi ulang, sedangkan pada
paratiroidektomi total tidak terjadi peningkatan
kadar kalsium darah. Sekarang, kebanyakan lebih
digunakan teknik paratiroidektomi total dengan
autotransplantasi.
Tatalaksana
◦ Post-operatif
◦ Post-operatif ◦ Pada eksplorasi paratiroid, perlu dimonitor kadar kalsium setiap 12 jam sampai
stabil. Keadaan hipokalsemia terjadi pada 24-72 jam post operasi. Pemberian
◦ Pada eksplorasi paratiroid, perlu dimonitor kadar kalsium setiap 12 jam sampai terapi diindikasikan hanya jika terdapat gejala yang menyertainya.
stabil. Keadaan hipokalsemia terjadi pada 24-72 jam post operasi. Pemberian
terapi diindikasikan hanya jika terdapat gejala yang menyertainya. ◦ Jika terjadi keadaan hipoparatiroidisme persisten, berikan suplementasi oral
dengan kalsium dan vitamin D. Calcium citrate atau calcium carbonate
◦ Jika terjadi keadaan hipoparatiroidisme persisten, berikan suplementasi oral dapat dimulai 2 tablet 4 kali/hari. Beberapa pasien memerlukan lebih atau
dengan kalsium dan vitamin D. Calcium citrate atau calcium carbonate bahkan kurang dari itu. Dosis Calcitriol dimulai 1 mcg/hari untuk hari pertama,
dapat dimulai 2 tablet 4 kali/hari. Beberapa pasien memerlukan lebih atau 0.5 mcg/hari untuk hari kedua, kemudian 0.25 mcg/hari untuk berikutnya.
bahkan kurang dari itu. Dosis Calcitriol dimulai 1 mcg/hari untuk hari pertama,
0.5 mcg/hari untuk hari kedua, kemudian 0.25 mcg/hari untuk berikutnya. ◦ Jika dilakukan paratiroidektomi total dengan autotransplantasi, pasien harus
diberikan terapi pemeliharaan untuk jangka waktu tertentu berupa
◦ Jika dilakukan paratiroidektomi total dengan autotransplantasi, pasien harus suplementasi calcium dan calcitriol.
diberikan terapi pemeliharaan untuk jangka waktu tertentu berupa
suplementasi calcium dan calcitriol. ◦ Jika terjadi kerusakan nervus yang ditunjukan dengan suara yang serak,
mengindikasikan dilakukan laringoskopi. Jika terjadi paralysis plika vokalis,
◦ Jika terjadi kerusakan nervus yang ditunjukan dengan suara yang serak, dilakukan operasi untuk memperbaiki kerusakan nervus. Reeksplorasi setelah
mengindikasikan dilakukan laringoskopi. Jika terjadi paralysis plika vokalis, 24-48 jam tidak dianjurkan mengingat resiko tinggi akibat inflamasi pada
dilakukan operasi untuk memperbaiki kerusakan nervus. Reeksplorasi setelah daerah operasi.
24-48 jam tidak dianjurkan mengingat resiko tinggi akibat inflamasi pada
daerah operasi. ◦ Kedaruratan yang bersifat mengancam jiwa terjadi jika terdapat hematoma
pada ruang pretrakeal. Komplikasi ini harus segera didiagnosis dan dilakukan
◦ Kedaruratan yang bersifat mengancam jiwa terjadi jika terdapat hematoma evakuasi hematoma. Jika penanganan terlambat atau tidak dilakukan, dapat
pada ruang pretrakeal. Komplikasi ini harus segera didiagnosis dan dilakukan terjadi edema laring seingga akan terjadi obstruksi jalan nafas. Pada
evakuasi hematoma. Jika penanganan terlambat atau tidak dilakukan, dapat hematoma minimal tidak memerlukan penanganan operatif.
terjadi edema laring seingga akan terjadi obstruksi jalan nafas. Pada
hematoma minimal tidak memerlukan penanganan operatif. ◦ Adanya kumpulan cairan pada subplatisma mungkin dapat terbentuk, dan
dapat dilakukan aspirasi dan dapat diulang jika diperlukan, kadang diperlukan
◦ Adanya kumpulan cairan pada subplatisma mungkin dapat terbentuk, dan drainage untuk evakuasi cairan tersebut.
dapat dilakukan aspirasi dan dapat diulang jika diperlukan, kadang diperlukan
drainage untuk evakuasi cairan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai