ANEMIA
Oleh :
Salma Fairuz Fernando 1940312030
Yolanda Erdiansari 1940312037
Preseptor :
dr. Drajad Priyono, Sp.PD-KGH,
Sp.PD FINASIM
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Clinical Science
Session yang berjudul “Anemia”
Referat ini merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik
senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Drajad Priyono, Sp.PD-KGH,
FINASIM selaku preseptor yang telah memberikan masukan dalam pembuatan
Clinical Science Session ini.
Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan Clinical Science Session ini. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa penulisan ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan tulisan
ini. Semoga Clinical Science Session ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB 1 PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Batasan Masalah 5
1.3 Tujuan Penulisan 5
1.4 Metode Penulisan 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Definisi 6
2.2 Etiologi dan Klasifikasi Anemia 6
2.3 Epidemiologi 8
2.4 Patogenesis dan Patofisiologi 9
2.5 Manifestasi Klinis 12
2.6 Diagnosis 13
2.7 Tatalaksana 17
2.8 Prognosis 25
BAB 3 PENUTUP 26
Daftar Pustaka 27
2.1 Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen
dalam jumlah cukup ke jaringan perifer. Anemia bukanlah suatu kesatuan
penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar.6
Parameter yang paling umum menunjukkan penurunan massa eritrosit
adalah kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit. Pada umumnya ketiga
parameter tersebut saling bersesuaian. Nilai normal hemoglobin sangat bervariasi
tergantung umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal.
Kriteria anemia menurut WHO :6
2.3 Epidemiologi
Anemia adalah penyakit yang sangat umum yang menyerang sepertiga
populasi global. Penduduk dunia yang mengalami anemia berjumlah sekitar 30%
atau 2,20 miliar orang dengan sebagian besar diantaranya tinggal di daerah tropis.
Prevalensi anemia secara global sekitar 51%.7
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering ditemui,
baik di klinik maupun di masyarakat, terutama pada kelompok berisiko seperti
anak-anak, remaja wanita, wanita hamil. Insiden tahunan anemia defiensi besi di
Italia, Belgia, Jerman dan Spanyol dilaporkan 7,2 – 13,96 per 1000 orang per
tahun.8 Di negara-negara dengan sedikit mengonsumsi daging dalam makanan
seperti di Amerika Utara dan Eropa, anemia defisiensi besi terjadi 6-8 kali lebih
tinggi.9 Kemenkes RI menunjukkan angka prevalensi anemia secara nasional pada
semua kelompok umur adalah 21,70%. Prevalensi anemia pada perempuan relatif
lebih tinggi (23,90%) dibanding laki-laki (18,40%). Di wilayah geografis tertentu,
2.6 Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien sangat penting untuk
mengarahkan diagnosis anemia walaupun tidak spesifik. Tetapi pada umumnya
diagnosis anemia memerlukan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium ini terdiri dari:
1. Pemeriksaan penyaring (Screening test): hb, indeks eritrosit,
hapusan darah tepi (dapat diketahui adanya anemia dan jenis morfologiknya)
2. Pemeriksaan darah seri anemia: hitung leukosit, trombosit,
retikulosit dan laju endap darah
3. Pemeriksaan sumsum tulang: untuk menilai keadaan hematopoiesis yang
diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta kelainan
hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid seperti sindrom
mielodisplastik (MDS).
4. Pemeriksaan khusus: hanya dikerjakan atas indikasi khusus,
misalnya pada
a. Anemia defisiensi besi: serum besi, TIBC, saturasi transferin,
protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin, dan pengecatan besi pada
sumsum tulang (Perl’s stain).
b. Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi
deoksiuridin, dan tes Schiling.
c. Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis
hemoglobin, dan lain-lain.
d. Anemia aplastik: biopsi sumsum tulang.
e. Pemeriksaan non-hematologik tertentu: pemeriksaan fungsi hati, ginjal
2.7 Tatalaksana
A. Anemia Defisiensi Besi
Terapi anemia defisiensi besi dibagi atas terapi kausal untuk mencegah
kekambuhan anemia serta terapi untuk mengganti kekurangan besi melalui
pemberian preparat besi. Beerikut tatalaksana yang dapat diberikan pada pasien
dengan anemia defisiensi besi:6,19
- Terapi besi oral: ferrous sulphat 3 x 200 mg.
- Terapi besi parenteral berupa iron dextran complex (50 mg besi/ml)
sesuai indikasi, yakni sebagai berikut:
a) Intoleransi pemberian besi oral.
b) Kepatuhan obat yang rendah.