Anda di halaman 1dari 25

Thalassemia

Pembimbing

dr. Joko Mulyanto, M.Sc.

Kelompok

:
G1A010001 G1A010021 G1A010022 G1A010041 G1A010042 G1A010062 G1A010063 G1A010085 G1A010086 G1A010105 G1A010106

NAELIN NIKMAH ANNA RUMAISYAH A. MAYUNDA RIANI ANDRISTI MUTIARA CANDRA DEWI GILANG RIDHA FATHURROHMAN DASEP PADILAH EVIYANTI RATNA SUMINAR LILIS INDRI ASTUTI DESSRIYA AMBAR R. RIZKA AMALIA FULINDA KHOIRUR RIJAL ASHSHOLIH

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2011

LEMBAR PENGESAHAN

THALASSEMIA

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 1 BLOK HEMATOIMUNOLOGI

Disusun untuk memenuhi tugas referat Blok Hematoimunologi Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Diterima dan disahkan Purwokerto, September 2011

Tutor Pembimbing,

dr. Joko Mulyanto, M.Sc.

KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayahNya kepada kita semua, karena atas berkat rahmatNya kami dapat menyelesaikan refrat yang merupakan salah satu tugas dalam blok HI. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu kami dalam penyusunan refrat ini, terutama untuk dokter pembimbing kami dr. Joko Mulyanto, M.Sc. sebagai dosen pembimbing kami. Refrat ini berisikan pembahasan mengenai penyakit Thalassemia. Tujuan dalam pembuatan refrat ini yaitu untuk memenuhi tugas dalam blok HI dan sebagai media informasi bagi pembaca terutama bagi orang yang belum atau kurang dalam pemahaman kesehatan yang dikhususkan penyakit Thalassemia ini. Sehingga diharapkan refrat ini akan sangat bermanfaat bagi kami khususunya dan bagi seluruh para pembaca pada umumnya. Akhir kata kami selaku penyusun laporan yaitu kelompok 1

berterimakasih sebanyak-banyaknya kepada seluruh pihak yang membantu dan memohon maaf jika ada kekurangan dalam penyusunan laporan ini.

Purwokerto, September 2011

Kelompok 1

Daftar Isi

Lembar Pengesahan............................................................................................ 2 Kata Pengantar ................................................................................................... 3 Daftar Isi ............................................................................................................ 4 Bab I Pendahuluan Pendahuluan ....................................................................................................... 5 Bab II Isi Tanda dan Gejala Klinis ...................................................................................... Pemeriksaan Penunjang....................................................................................... Penegakkan Diagnosis ....................................................................................... Rencana Terapi ................................................................................................... Prognosis ............................................................................................................ Komplikasi .......................................................................................................... Bab III Pembahasan ......................................................................................... Bab VI Kesimpulan Kesimpulan .......................................................................................................... Daftar Pustaka.......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

Thalassemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetic pada sintesis Hb yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin. Konsekuensi berkurangnya sintesis satu rantai globin berasal tidak saja dari kadar Hb intrasel yang rendah, tetapi juga dari kelebihan relative rantai globin yang lain. Thalasemia diwariskan sebagai sifat kodominan autosomal. Bentuk heterozigot (thalasemia minor atau sifat thalasemia) mungkin asimtomatik atau bergejala ringan. Bentuk homozigot, thalasemia mayor, berkaitan dengan anemia hemolitik yang berat.(Depkes, 1999). Sebaran thalassemia terentang lebar dari Eropa Selatan- Mediterania, Timur Tengah, dan Afrika sampai dengan Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara (Ilmu Penyakit Dalam, 2010). Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia. Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak; menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di dunia.Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia. Thalassemia- lebih sering ditemukan di negara-negara Mediteraniam seperti Yunani, Itali, dan Spanyol. Banyak pulau-pulau Mediterania seperti Ciprus, Sardinia, dan Malta, memiliki insidens thalassemia- mayor yang tinggi secara signifikan. Thalassemia- juga umum ditemukan di Afrika Utara, India, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia- lebih sering ditemukan di Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika. Umumnya, talasemia adalah lazim dalam populasi yang berevolusi pada iklim lembab di mana penyakit malaria merupakan endemik. Thalassemia bisa menyerang semua ras, para penderita thalassemia harus dicegah dari malaria karena sel-sel darahnya mudah degradasi. Di Indonesia, kasus thalassemia dapat dikatakan seperti fenomena gunung es (iceberg phenomenon), yakni hanya sedikit jumlah kasus yang terdeteksi dibandingkan dengan jumlah penderita sebenarnya. Pertumbuhan jumlah penderita thalassemia di Indonesia meningkat mencapai 8,3% per tahun. Dewi (2009) menyatakan berdasarkan data sekunder dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) diketahui bahwa penderita thalassemia di Jakarta meningkat 18,8% dari tahun 2006 2009. Berdasarkan data dari Palang Merah Indonesia (PMI) Kabupaten Banyumas, penderita thalassemia pada tahun

2008 sebanyak 44 orang jumlahnya meningkat menjadi 65 orang pada tahun 2009 atau sebesar 32,3% Pendekatan diagnosis thalassemia, di perlukan langkah langkah sebagai berikut : Riwayat penyakit (Ras, riwayat keluarga, usia awal penyakit, pertumbuhan)

Pemeriksaan fisik (Pucat, ikterus, deformitas skeletal, pigmentasi, splenomegali)

Laboratorium darah dan sediaan apus (Hemoglobin, MCV, MCH, retukulosit, jumlah eritrosit, gambaran darah tepi / termasuk badan inklusi dalam eritrosit darah tepi atau sumsum tulang, dan presipitasi HbH

Elektrofosresis hemoglobin (Adanya Hb abnormal, termasuk analisis pada pH 6 7 untuk HbH dan H Barts)

Penentuan HbA2 dan HbF (untuk memastikan thalassemia )

Distribusi HbF intraseluler

Sintesis rantai globin

Analisis structural Hb varian

Komplikasi yang dapat terjadi akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolitis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun di dalam

berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Lempa yang besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan saja. Kadang-kadang talasemia disertai tanda hipersplerisme seperti leokopenia dan trombosito penia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung. (Price, 2005)

BAB II ISI

A.

Patofisiologi Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritroipoeisis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit . Sedangkan bertambahnya limpa dan hati. Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-a dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari 2 rantai-a dan 2 rantai-b = a2b2), Hb F(< 2% = a2g2) dan HbA2 (< 3% = a2d2). Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta-a (a-thalassemia), rantai-b (bthalassemia), rantai-g (g-thalassemia), rantai-d (d-thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai-d dan rantai-b (bd-thalassemia). Pada thalassemia-b, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan kekurangan pembentukan a2b2 (Hb A); kelebihan rantai-a akan berikatan dengan rantai-g yang secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffective erythropoesis). sekunder ialah krena defisiensi yang asam folat, volume palsma intravaskular mengakibatkan

hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam

B.

Patogenesis Thalasemia mayor beta terjadi akibat kegagaln sintesis rantai globin ,baik parsial maupun total. Dan dengan demikian menyebabkan gangguan sintesis hemoglobon dan anemia kronik. Bila pewaris adalah autosomal resesif. Kelainan pada gen globin (terdapat bersama gen dan pada kromosom) biasanya berupa suatu mutasi titik yang mempengaruhi ekspresi gen ataupun pengolahan oleh messenger RNA. Telah diketahui beragam bentuk mutasi dan keragaman ini menjadi penyebab atas luasnya variasi derajat klinis kondisi ini

C.

Tanda dan Gejala Klinis 1. Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6 bulan setelah kelahiran ketika seharusnya pergantian dari produksi rantai ke rantai 2. Pembesaran hati dan limpa terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoiesis ekstramedular, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limpa yang besar akan meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan volume plasma, dan meningkatkan destruksi eritrosit dan cadangan eritrosit 3. Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hiperplasia sum-sum tulang yang hebat menyebabkan terjadinya facies thalasemia dan penipisan korteks di banyak tulang, dengan suatu kecenderungan terjadinya fraktur dan penonjolan tengkorak dengan suatu gambaranrambut berdiri pada foto rontgen 4. Usia pasien dapat diperpanjang dengan cara tranfusi darah, dan penimbunan Fe akibat adanya tranfusi bisa diantisipasi dengan pemberian khelasi 5. Menjadikan kerentanan penderita terhadap infeksi bakteri,Infeksi pneumokokus, Haemophilu, dan meningokokus setelah dilakukannya splenektomi tanpa pemberian profilaksis penisilin (Hoffard et al., 2005)

D.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada diagnosis thalasemia meliputi beberapa pemeriksaan laboraturium dan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan laboraturium hematologi mulai dari pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, retikulosit, sediaan apus darah tepi, indeks eritrosit) dan analisis hemoglobin (elektroforesis hemoglobin, metode HPLC (Beta Short Variant Biorad)).

1.

Darah tepi lengkap a. b. c. d. Hemoglobin Hematokrit Retikulosit SDAT (sediaan apus darah tepi) : anemia mikrositer, hipokrom, anisositosis, poilkilositosis, sel eritrosit muda (normoblas), fragmentosit, sel target. e. Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC, RDW) bila tidak ada cell counter, lakukan uji resistensi osmotik 1 tabung (fragilitas) f. Nilai normal Nilai normal hemoglobin menurut Dacie : BBL 3-6 bl 1 th 2-6 th 6-12 th Dewasa wanita Dewasa pria Pria dewasa Wanita dewasa Bayi baru lahir 1 tahun 6-12 tahun : 18 4 g% : 12,6 1,5 g% : 12,6 1,5 g% : 12,5 1,5 g% : 13,5 2 g % : 13,5 1,5 g% : 15 2 g% : 4.000-10.000/mm3 : 4.000-10.000/mm3 : 10.000-26.000/mm3 : 6.000-16.000/mm3 : 5.000-13.000u/mm3

Nilai normal leukosit menurut Dacie: 2.

Analisis hemoglobin a. Elektroforesis hemoglobin Hb varian kualitatif (electroforesis sellulose acetaet membrane) HbA2 kuantitatif (metode mikrokolom)

b. 3. 4.

HbF (alkali denaturasi modifikasi Betke 2 menit) HbH inclusion bodies (pewarnaan supravital/ retikulosit)

Metode HPLC (Beta short variant Biorad): analisis kualitatif dan kuantitatif

Feritin, SI dan TIBC : Untuk melihat status besi Analisis DNA : untuk diagnosis prenatal (pada janin) dan penelitian.

Pada talasemia mayor: Darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, poikilositosis dan aanya sel target; jumlah retikulosit meningkat serta adanya sel seri eritrosit muda (normoblas). Hb rendah, resistensi osmotik patologis. Nilai eritrosit rata-rata (MC), volume eritrosit rata-rata (VER/MCV), hemoglobin eritrosit rata-rata (HER/MCH) dan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER/MCMC) menurun. Jumlah leukosit normal atau meningkat. Kadar besi dalam serum normal atau meningkat. Kadar bilirubin dalam serum meningkat. SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parenkim hati oleh hemosiderosis.

Gambar 1 : Preparat SADT Thalasemia mayor Pada thalasemia minor:

Kadar Hb bervariasi. Gambaran darah tepi dapat menyerupai thalasemia mayor atau hanya sebagian. Nilai VER dan HER biasanya menurun, sedangkan KHER biasanya normal. Resistensi osmotik meningkat. Pemeriksaan lebih maju adalah analisa DNA, DNA probing, gene blotting dan pemeriksaan PCR (polymerase Chain Reaction).

Gambar 2 : Preparat SADT Thalasemia minor

E.

Penegakan Diagnosis a. Anammesis Tanyakan kepada pasien ataupun keluarganya mengenai identitas pasien, perlu ditanyakan juga pekerjaan orang tua untuk menunjang pengobatan nantinya. Tanyakan keluhan yang dialaminya,tanyakan juga riwayat keluarga, b. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik ditemukannya anemis (+), wide epicanthus prominent upper-jaw. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan pembesaran hati x , pembesaran limpa: schoeffner II. Pada ekstremitas : pucat pada telapak tangan. Terdapat juga retardasi pertumbuhan. Pada kasus-kasus lain terdapat juga murmur jantung ataupun tanda-tanda gagal jantung dan intolerance terhadap aktivitas akibat komplikasi dari anemia yang berat. Pada pasien yang kelebihan besi akan timbul tanda-tanda endokrinipati.

c. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium Diagnosis dari talasemia dapat diketahui dengan melakukan beberapa pemeriksaan darah, seperti: FBC (Full Blood Count) Pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa jumlah sel darah merah yang ada, berapa jumlah hemoglobin yang ada di sel darah merah, dan ukuran serta bentuk dari sel darah merah. Sediaan Darah Apus

Pada pemeriksaan ini darah akan diperiksa dengan mikroskop untuk melihat jumlah dan bentuk dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Selain itu dapat juga dievaluasi bentuk darah, kepucatan darah, dan maturasi darah. Pada talasemi mayor dapat dijumpai gambaran anemia mikrositik hipokrom berat dengan persentase retikulosit tinggi disertai normoblas, sel target dan titik basofilik. Iron Studies Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek penggunaan dan penyimpanan zat besi dalam tubuh. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk membedakan apakah penyakit disebabkan oleh anemia defisiensi besi biasa atau talasemia. Elektroforesis hemoglobin Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif hemoglobin yang ada dalam darah (HbA, HbF, dan HbA2). Analisis DNA Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang memproduksi rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan tes yang paling efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada talasemia. Pemeriksaan sitogenetik Merupakan pemeriksaan komposisi kromosom sel, fungsi normal, dan setiap deviasi dari yang normal. Analisis sitogenetik bisa dilakukan pada jaringan yang diambil aspirasi dan biopsi sumsum

tulang pada darah tepi jika jumlahnya meningkat, dan pada kelenjar getah bening, hati, limpa, serta cairan amnion. Pemeriksaan radiologis Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medulla yang lebar, korteks tipis dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar kadang-kadang terlihat brush appearance. Sering pula ditemukan gangguan pneumatisasi rongga sinus paranasalis. Pemeriksaan auditorik dan funduskopi secara teratur apabila telah dilakukan program transfusi darah untuk menghindari terjadinya komplikasi akibat efek samping obat desferioksamin diantaranya tuli nada tinggi dan kerusakan retina (Buku Ajar Patologi II, Robbins & Kumar Jakarta :EGC, 1995). F. Rencana Terapi Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin (komponen darah). Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang

atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Pasien dengan talasemia minor biasanya tidak memerlukan perawatan khusus. Pengobatan untuk pasien dengan talasemia mayor termasuk terapi darah transfusi kronis, khelasi besi, splenektomi, dan transplantasi hematopoietik alogenik. Splenektomi adalah adalah sebuah metode operasi pengangkatan limpa, yang mana organ ini merupakan bagian dari system getah bening. Splenektomi biasanya dilakukan pada trauma limpa, penyakit keganasan tertentu pada limpa (hodkin`s disease dan non-hodkin`s limfoma, limfositis kronik, dan CML), hemolitik jaundice, idiopatik trombositopenia purpura, atau untuk tumor, kista dan splenomegali. Indikasi lainnya dilakukan splenektomi ialah pada keadaan luka yang tidak disengaja pada operasi gaster atau vagotomy dimana melibatkan flexura splenika di usus.1,2 Penanganan yang dapat dilakukan terhadap pemderita Thalasemia adalah transfusi PRC (packed red cell) untuk mengatasi anemia yang terjadi. Kemudian setelah diputuskan untuk diberi transfusi darah, Hb harus selalu dipertahankan di atas 12 g/dl dan tidak melebihi 15 g/dl. Pemberian transfusi darah yang berulangkali dapat mengakibatkan kondisi kelebihan zat besi dalam tubuh, tetapi kelebihan ini dapat diatasi dengan memberikan kelasi besi, yaitu Desferal secara im dan iv, dan vitamin C 200 mg setiap hari. Splenektomi diindikasikan jika limpa sudah telalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan tekanan intraabdominal yang mengganggu napas dan berisiko mengalami ruptur. Indikasi splenektomi adalah Peningkatan kebutuhan transfusi darah yang melebihi 50% dari yang dibutuhkan semula secara intensiv selama 6 bulan atau lebih.Kebutuhan transfusi PRC (packed Red Cell) tahunan yang melebihi 250 ml/kg/tahun Trombositopenia dan leukositopenia .

Splenektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas, saat fungsi limpa dalam sistem imun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain. Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada penderita, transplantasi ini dapat dilakukan dengan HLA yang cocok. Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C juga perlu dilakukan untuk mencegah infeksi virus tersebut melalui transfusi darah. Dan yang terakhir secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hati, endokrin termasuk kadar gula, gigi, telinga, mata, dan tulang. Jumlah leukulosit yang meniggi mungkin diakibatkan oleh infeksi yang dialami anak tersebut sehingga tonsil dan faring anak ini kemerahan. Mungkin pula karena penghancuran debris sel oleh makrofag mengakibatkan jumlah makrofag yang dibutuhkan untuk menghancurkan debris sel eritrosit meningkat, sehingga jumlah leukosit juga meningkat. Atau jumlah kenaikan leukosit dapat pula berupa kenaikan semu. Maksudnya kenaikan ini merupakan kesalahan perhitungan lab, karena ertikulosit juga ikut terhitung sehingga kenaikan jumlah eritrosit melebih yang sebenarnya. G. Prognosis Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Thalassemia sendiri dapat dibagi menjadi thalassemia mayor dan minor. (Buku Ajar IPD,2009). Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, akan kelebihan zat besi bisa bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung. Oleh karena itu, untuk memastikan seseorang mengalami thalassemia atau tidak, dilakukan dengan pemeriksaan darah. Gejala thalassemia dapat dilihat pada anak usia 3 bulan hingga 18 bulan. Bila tidak terawat dengan baik maka anak-anak penderita thalassemia hidup hingga 8 tahun saja. Satu-satunya perawatan dengan transfusi darah seumur hidup. Jika tidak

diberikan transfusi darah maka penderita akan lemas dan akan meninggal. (Buku Ajar IPD, 2009). Penderita thalassemia sendiri bisa menderita berbagai macam komplikasi penyakit sebagai berikut : a. Splenomegali b. Kolelitiasis c. Hemopoiesisekstramedular d. Kelainantulang e. Trombosis (DVT, Stroke, APS) f. Kelainanjantung g. Kelainanhati

H.

Komplikasi yang Dapat Terjadi Thalasemia yang terdiri dari beberapa jenis juga memiliki tingkatan komplikasi yang berbeda,untuk talasemia mayor akan menyebabkan kegagalan jantung dan masalah hati, dan membuat seseorang lebih mungkin untuk terkena infeksi dan infeksi ini akan lebih mudah berkembangbiak. Transfusi darah dapat membantu mengendalikan beberapa gejala, tetapi dapat mengakibatkan terlalu banyak zat besi yang dapat merusak jantung, hati, dan sistem endokrin.( Linda J. Vorvick.2010) Sedangkan untuk thalasemia intermedia dapat dipatkan komplikasi yang disebabkan oleh proses penyakitnya atau oleh pengobatannya. Komplikasi akibat penyakit thalasemia akan mancakup: a. b. c. d. e. Kardiomegali Ekstramedullary hematopoeiesis Kolelitiasis Splenomegali Hemokromatosis

f. g. h.

Kejadian thrombosis ( hiperkoagulasi, risiko aterogenesis, lesi iskemik cerebral asimtomatis) Ulkus maleolar Deformitas dan kelainan tulang

(Aru W.Sudoyo.2009)

BAB III PEMBAHASAN 1. Tranfusi darah kronik Sejak jaman dahulu transfusi darah kronik digunakan untuk menangani pasien talasemia. Transfusi darah kronik dapat menyebabkan blood-born infection atau infeksi melalui darah, alloimunisasi, demam, dan kelebihan besi yang mematikan. Sebuah unit packed RBCs (eritrosit pekat) mengandung 250-300 mg dikemas zat besi (1 mg / mL). Besi dilebur oleh transfusi satu dari dua unit sel darah merah dikemas dengan demikian sama dengan 1 - untuk 2-tahun asupan zat besi. Besi terakumulasi pada pasien transfusi kronis karena tidak ada mekanisme untuk meningkatkan ekskresi besi: perluasan eritron menyebabkan

pembangunan yang cepat dari kelebihan zat besi karena eritropoiesis yang dipercepat menyebabkan penyerapan zat besi yang berlebihan. Vitamin C tidak harus diberikan karena menghasilkan radikal bebas di negara-negara kelebihan besi. Pasien yang menerima > 100 unit sel eritrosit pekat biasanya mengalami hemosiderosis. Tingkat feritin yang naik diikuti oleh disfungsi endokrin awal (intoleransi glukosa dan pubertas yang tertunda), sirosis, dan kardiomiopati(fauci et all, 2008). Kelebihan zat besi dapat dikurangi dengan pemberian deferoxamine. Obat ini dapat membuat kompleks dengan besi dan menginduksi eksresi. Tapi obat ini juga memiliki efek samping. Komplikasi klinis lain dari kelebihan zat besi dan efek dari pemberian iron-chelating therapy seperti deferoxamine dapat menyebabkan penyakit jantung, hati, gangguan fungsi endokrin dan pertumbuhan, disfungsi organ dan diabetes(Olivieri and Brittenham, 1997). 2. Transplantasi Sumsum Tulang dan Terapi Gen Transplantasi sumsum tulang menginduksi stem sel untuk dapat mengekspresikan hemoglobin normal, hal ini sudah digunakan pada sejumlah besar pasien talasemia dan sejumlah kecil pasien anemia sel sabit (fauci et all, 2008). Transplantasi dengan HLA identik memberi manfaat besar. Darah tali pusar (Umbilical Cord Blood/UCB) terbukti menjadi pilihan kedua setelah sumsum tulang. Keuntungan UCB adalah dapat menyebrangkan hambatan HLA, dan terbukti (Graft-versus-Host Disease/GvHD) berkurang, tapi stem sel dari UCB juga harus hati-hati karena ketidaksesuaian pada satu atau tiga antigen HLA akan sangat bernilai(Agrawal, 2003). Transplantasi sumsum tulang sudah berhasil dicangkokkan merespon pada lebih dan dari 1000 pasien. Inokulum (sindrom yang ditransplantasikan berisi sel limfoid donor kompeten yang mampu kekebalan menolak penerima GvHD). Pengurangan GvHD dapat dilakukan dengan pencocokan sel induk donor dengan penerima, yaitu untuk antigen mayor leukosit manusia (HLA).

Ketidakcocokan hal ini akan mengakibatkan immunocompromised. Jika transplantasi ditolak, pasien mungkin punya aplasia sumsum tulang dan/atau kekambuhan penyakit. Jika keluarga pasien tidak ada yang punya HLA identik, maka disarakan untuk membawa ke pusat transplantasi. A. Sumber Stem Sel Mayoritas transplantasi sel induk dilakukan dengan menggunakan HLA kompatibel sumsum tulang saudara. Saat ini telah berkembang , tidak hanya sumsum tulang, tetapi juga sel induk darah perifer ( Peripheral Blood Stem Cell) dan sel induk tali pusar (Cord Blood Stem Cell/CBSC) untuk transplantasi. Sejak CBSC pertama pada pasien dengan anemia Fanconi's (Gluckman et al. 1989) berhasil, lebih dari 600 kabel darah telah digunakan sebagai sumber sel induk hemotopoietik untuk transplantasi untuk mengobati berbagai gangguan hematologi nonmalignant dan malignan (Gluckman et al. 1989; Gluckman et al. 1997; Rubinstein et al. 1998; Kelly et al. 1997). B. Faktor Prognosis yang Berpengaruh terhadap Hasil setelah Transplantasi Sumsum Tulang Resiko HLA saudara yang identik dapat diprediksi dengan ada atau tidaknya 3 kriteria, yaitu hepatomegali, bukti fibrosis portal di hati dalam biopsi, dan tidak memadainya iron chelation terapi (Lucarelli et al 1990). Pasien yang tidak mempunyai faktor-faktor resiko dapat dikategorikan sebagai kelas I, dengan satu atau dua faktor-faktor resiko sebagai kelas II,dan dengan semua tiga faktor resiko sebagai kelas III. Ketika dilakukan analisis, maka dapat dilihat bahwa kemungkinan bebas dari penyakit adalah masing-masing 94%, 77% dan 53% untuk kelas I, II dan III (Lucarelli et al 1990). C. Pengondisian Regimen Kebanyakan pusat Transplatasi Sumsum Tlan (Bone Marrow Transplant/BMT) menggunakan kombinasi busulfan dan siklofosamid,

dengan siklosporin +/- metotreskat pendek sebagai profilaksis GvHD. Rejimen yang paling banyak digunakan adalah total dosis 14 mg/kg cyclophosphsmide selama 4 hari berikutnya (Lucarelli and Galimberti, 1990). D. Konsekuensi Jangka Panjang Untuk mencegah kerusakan jantung dan hati progresif pada pasien yang memiliki tingkat besi yang berlebih, maka disarankan "Exthalassemic" pasien atau pasien talasemia yang mengalami BMT dan diakuisisi normal status hematologi pasca transplantasinya, mengurangi total beban besi terhadap tingkat normal reguler venesection atau desferrioxamine administrasi. Ada bukti bahwa fungsi kelenjar gonad dari beberapa pasien yang telah mengalami BMT untuk talasemia terganggu, tetapi tidak jelas berapa banyak, efeknya adalah kelebihan besi atau konsekuensi dari persiapan rejimen (Giardini et al 2005). Terapi gen untuk talasemia menjadi tujuan yang sulit dicapai. Serapan vektor gen ke dalam hematopoietic stem cells yang tidak membelah tidak efisien. Jenis vektor lentiviral yang dapat mentranduksi sel yang belum membelah mungkin dapat menyelesaikan masalah ini (fauci et all, 2008). Pembahasan Sejak dulu penganganan untuk pasien talasemia adalah transfusi darah terus menerus. Hal ini juga berakibat buruk karena adanya akumulasi besi pada tubuh, kerusakan beberapa organ karena akumulasi besi dan lain-lain. Untuk mengatasi efek samping dari hemoderosis adalah pemberian iron-chelating agent. Efek lain dari transfusi yaitu tertular penyakit lewat transfusi seperti penyakit hepatitis B,C, dan HIV. Metode penanganan talasemia sekarang yang masih dikembangkan adalah BMT tapi hal ini juga tidak mudah dilakukan, mahal, dan mempunyai beberapa resiko.

BAB IV KESIMPULAN
Thalassemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu. Thalassemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen, yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai atau dengan berbagai derajat keparahan. Jenis penyakit thalassemia juga beragam. Ada yang ringan hingga yang parah. Pada Thalassemia minor, kerusakan gen yang terjadi umumnya ringan. Penderitanya hanya menjadi pembawa gen thalassemia. Dan umumnya tidak mengalami masalah kesehatan, kecuali gejala anemia ringan yang ditandai dengan lesu, kurang nafsu makan, sering terkena infeksi dan sebagainya.

Adapun thalassemia mayor terjadi kerusakan gen yang berat, sehingga jantung penderita mudah berdebar-debar. Berkurangnya hemoglobin berakibat pada kurangnya oksigen yang dibawa, sehingga jantungnya terpaksa bekerja lebih keras. Selain itu, sel darah merahnya cepat rusak sehingga harus senantiasa dibantu suplai dari luar melalui transfusi. Thalassemia intermediate merupakan kondisi antara mayor dan minor, dapat mengakibatkan anemia berat dan masalah lain seperti deformitas tulang dan pembengkakan limpa. Rentang keparahan klinis pada thalassemia intermedia ini cukup lebar, dan batasnya dengan kelompok thalassemia mayor tidak terlalu jelas. sehingga keduanya dibedakan berdasarkan ketergantungan sang penderita pada tranfusi darah. Hingga saat ini, belum ada pengobatan yang tepat bagi penderita thalassemia. Pengobatan yang sering adalah transfusi darah atau splenektomi. Selain itu, penderita juga disarankan untuk diet zat besi agar zat besi di tubuh tidak menumpuk.

DAFTAR PUSTAKA
Atmakusuma, Djumhana. 2009. Ilmu Penyakit Dalam: Thalassemia: Manifestasi Klinis, Pendekatan Diagnosis, dan Thalassemia Intermedia . Jakarta: Interna Publishing Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC Depkes. (1999). Indonesia Sehat 2010, Visi Baru, Misi, Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing. Robbins, Kumar Cotran. 1995. Buku Ajar Patologi Vol.2. Jakarta: EGC Vorvick, Linda J. 2010 . Thalasemia (United States: Nasional Library Of Medicine. September, 22 2011. Agrawal, S. 2003. Stem Cell Transplantation in Thalassemia. Int J Hum Genet , 3(4): 205-208. Fauci, Anthony S; et all. 2008. Harrisons:Principle of Internals Medicine 17th Edition. McGraw-Hill Companies, Inc:USA. 99. Giardini C , La Nasa G, Caocci G, Argiolu F, Locatelli F, Vacca A, Orofino MG, Piras E, Addari MC, Ledda A, Contu L: Unrelated Donor Stem Cell Transplantation in Adult Patients With Thalassemia. Bone Marrow Transplantation 2005, 36:971-975. Gluckman et al. 1989; Gluckman et al. 1997; Rubinstein et al. 1998; Kelly et al. 1997. Haemoglobinopathies. The Pathophysiology of Beta-thalassemia Major, C.B. Modell, from the Department of Paediatrics, University College Hospital, London, J. clin. Path., 27, Suppl. (Roy. Coll. Path.), 8, 12-18. Lucarelli G, Galimberti M. 1990. Marrow Transplantation in Patients with Thalassemia Responsive to Iron Chelation Therapy. New England Journal of Medicine. 329:840-844. Lucarelli G, Giardina C, Baroncini D. 1995. Bone Marrow Transplantation in Seminars in Hematology. 32:297-303. Olivieri, Nancy F; Brittenham, Gary M. 1997. Blood Vol 89 No.3:Iron-Chelating Therapy and the Treatment of Thlassemia. The Journal of the American Society of Hematology:Washington DC. 740-754. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001613/. Accessed at:

Anda mungkin juga menyukai