DESEMBER 2015
SERANGAN SIANOSIS
Nama
No. Stambuk
: N 101 11 037
Pembimbing
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi
akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase
awal perkembangan janin. Secara fisiologi, PJB diklasifikasikan sebagai PJB lesi
pirau kiri kekanan, lesi kanan ke kiri dan lesi obstruksi. PJB lesi kanan ke kiri
yang dikenal juga dengan PJB tipe sianotik.1,2
PJB sianotik ditandai dengan kondisi hipoksemia yaitu saturasi oksigen
darah arteri yang kurang dari 90%. Hipoksemia yang berlangsung lama telah
membawa beberapa konsekuensi dalam kehidupan penderita dengan PJB sianotik.
Pada kasus yang berat beberapa konsekuensi tersebut bahkan sudah terjadi sejak
tahun pertama kehidupannya, yang merupakan penyulit dalam penanganan
penderita PJB sianotik dan sangat menentukan prognosis. Rata-rata bertahan
hidup yang makin kecil dengan bertambahnya usia, sangat berhubungan dengan
timbulnya penyulit pada PJB sianotik.2
Beberapa penyulit pada PJB sianotik adalah serangan sianosis, polisitemia,
sindrom hiperviskositas, stroke, abses serebri, pelbagai diatesis hemoragik,
nefropati, sehingga diperlukan tatalaksana yang optimal untuk mencegah hal hal
tersebut diatas.1
Bila dilihat dari penampilan klinisnya, secara garis besar terdapat 2
golongan PJB sianotik, yaitu (1) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang
berkurang, misalnya Tetralogi of Fallot (TF) dan Pulmonal Atresia (PA) Dengan
VSD, dan (2) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang bertambah, misalnya
Transposition of the Great Arteries (TGA) dan Common Mixing.1
Pasien TOF akan terlihat sianotik sejak berusia 1 (satu) tahun dan akan
semakin berat sejalan peningkatan aktivitas fisis anak. Serangan sianosis atau tet
spells dapat terjadi baik secara spontan atau ketika anak sedang menangis,
defekasi, agitasi, injuri, atau saat demam sehingga meningkatkan tonus simpatis
dengan kontraktilitas jantung yang meningkat, serta akhirnya akan mengakibatkan
spasme infundibular.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Nama lain Serangan sianotik adalah cyanotic spells, hypoxic spells atau tet
spell, merupakan suatu kegawatan yang sering ditemukan pada bayi dan anak
yang menderita PJB sianotik. Onset mendadak, Hal ini terkait dengan sianosis
progresif, hiperpnea (peningkatan laju dan kedalaman pernapasan) dan
hilangnya murmur jantung. Jika tidak diobati pada waktunya mungkin
akhirnya menyebabkan sensorium berubah, komplikasi neurologis dan
kematian.4
Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung
sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik
yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi
sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau terdapat percampuran
darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir
dan mulut serta kuku jari tangankaki dalah penampilan utama pada golongan
PJB ini dan akan terlihat bila reduce haemoglobin yang beredar dalam darah
lebih dari 5 gram %.4
Bila dilihat dari penampilan klinisnya, secara garis besar terdapat 2
golongan PJB sianotik, yaitu (1) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang
berkurang, misalnya Tetralogi of Fallot (TF) dan Pulmonal Atresia (PA)
dengan VSD, dan (2) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang
bertambah, misalnya Transposition of the Great Arteries (TGA)4
darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis yang baik, melalui pirau
baik di tingkat atrium (ASD), ventrikel (VSD) ataupun arterial (PDA).
Ada 2 macam TGA, yaitu (1) dengan Intact Ventricular Septum (IVS)
atau tanpa VSD, dan (2) dengan VSD. Masing-masing mempunyai
spektrum presentasi klinis yang berbeda dari ringan sampai berat
tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru.
Penampilan klinis yang paling utama pada TGA dengan IVS adalah
sianosis sejak lahir dan kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada
terbukanya PDA. Sianosis akan makin nyata saat PDA mulai menutup
pada minggu pertama kehidupan dan bila tidak ada ASD akan timbul
hipoksia berat dan asidosis metabolik. Sedangkan pada TGA dengan
VSD akan timbul tanda dan gejala akibat aliran ke paru yang berlebih
dan selanjutnya gagal jantung kongestif pada usia 23 bulan saat tahanan
vaskuler paru turun. Karena pada TGA posisi aorta berada di anterior dari
arteri pulmonalis maka pada auskultasi akan terdengar bunyi jantung dua
yang tunggal dan keras, sedangkan bising jantung umumnya tidak ada
kecuali bila ada PDA yang besar, VSD atau obstruksi pada alur keluar
ventrikel kiri.1
2.2 EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 810 bayi dari 1000 kelahiran
hidup dan 30 % diantaranya telah memberikan gejala pada minggu-minggu
pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani
dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan. Di
negara maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan
pada usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang
baru terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB
yang berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis
PJB tertentu sangat diperlukan pengenalan dan diagnosis dini agar segera
dapat diberikan pengobatan serta tindakan bedah yang diperlukan.4
2.3 PATOMEKANISME
Mekanisme spel hipoksik berupa sirkulus vitiosus dimana penurunan
tekanan O2 di arteri pulmonalis (PaO2) yang disertai peningkatan tekanan
CO2 di arteri pulmonalis (PCO2) dan penurunan pH akan merangsang sentral
pernafasan sehingga terjadi hiperventilasi. Sebaliknya keadaan ini membuat
pompa tekanan negative toraks lebih efisien dan dengan akibat peningkatan
systemic venous return. Pada keadaan adanya resistensi RV outflow yang
menetap atau pembukaan katup pulmonal yang menetap menyebabkan
systemic venous return yang meningkat masuk ke ventrikel kanan dan
kemudian ke ventrikel kiri dan keluar melalui aorta. Keadaan ini memulai
penurunan pada saturasi darah arterial dan keadaan ini merupakan sirkulus
vitiosus pada spel hipoksik yang dapat dilihat pada skema dibawah ini.2
Menangis dll
Aliran balik
Hyperpnea
diatas bahu orang tuanya dengan lutut ditekuk serta orang lain memberikan
oksigen. Hindarkan agitasi iatrogenic seperti pemeriksaan yang berlebihan
dan vena pungsi.
2. Berikan morfin sulfat dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg secara subcutan atau
intravena yang bertujuan untuk menekan sentral pernafsan dan mengurangi
hyperpnea, juga menurunkan tonus simpatetik dan menurunkan konsumsi
oksigen
3. Berikan oksigen untuk meningkatkan saturasi darah arterial.
4. Koreksi asidosis dengan pemberian NaHCO3 1-2 mEq/kgBB secara iv.
Dosis yang sama dapat diulangi 10-15 menit kemudian. NaHCO3
mengurangi
respiratory
centre-stimulating
effect
acidosis
Dengan
6. Ketamin dengan dosis 1-3 mg/kg BB/iv (rata-rata 2 mg/kg BB) dapat
diberikan dalam waktu 60 detik. Obat ini akan menambah SVR dan dapat
memberi efek sedasi bayi.
7.
8. Propranolol oral dengandosis 2-6 mg/kg BB/hari dalam 3-4 kali pemberian
dapat di berikan untuk mencegah berulangnya spells hipoksik dan
memperlambat prosedur koreksi bedah pada kasus dengan resiko tinggi.
Gambar 4. Blalock-Taussig
shunt
Neonatus dengan TGA dan sianosis berat harus segera diberikan infus
PGE1 untuk mempertahankan terbukanya PDA sehingga terjadi pencampuran
yang baik antara vena sistemik dan vena pulmonal. Selanjutnya bila ternyata
tidak ada ASD atau defeknya kecil, maka harus secepatnya dilakukan Balloon
Atrial Septostomy (BAS), yaitu membuat lubang di septum atrium dengan
kateter balon untuk memperbaiki percampuran darah di tingkat atrium.6
Operasi arterial switch dan penutupan VSD pada TGA dengan VSD, tidak
perlu dilakukan pada usia neonatus dan tergantung pada kondisi penderita
dapat ditunda sampai usia 36 bulan, dimana berat badan penderita lebih baik
dan belum terjadi penyakit obstruktif vaskuler paru akibat hipertensi pulmonal
yang ada.6
BAB III
KESIMPULAN
Kondisi hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan timbulnya
beberapa penyulit pada PJB sianotik. Beberapa penyulit pada PJB sianotik adalah
serangan sianosis, polisitemia, sindrom hiperviskositas, stroke, abses serebri,
pelbagai diatesis hemoragik, nefropati yang akan sangat mempengaruhi perjalanan
hidup penderita PJB sianotik. Penyulit yang terjadi ada yang bersifat reversibel
tetapi ada juga yang meninggalkan gejala sisa yang irreversibel. Untuk mencegah
timbulnya penyulit pada PJB sianotik yaitu dengan cara tidak menunda bedah
koreksi atau paliatif bagi penderita PJB sianotik. Sehingga pengetahuan tentang
indikasi dan waktu optimal intervensi bedah pada lesi pirau kanan ke kiri PJB
sangat diperlukan untuk mendapat prognosa paska bedah yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudigdo,S., Bambang Madiyono, 1994, Buku Ajar Kardiologi Anak, IDAI,
Jakarta
2.
3. Edwina Elisabeth, 2012, Perbedaan status gizi anak dengan penyakit jantung
sianotik, FK Universitas Diponegoro.
4. Endah Sri, 2009, Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan Sianotik, Cardiology
update, Jakarta.
5. Djer Mulyadi, madiyono Bambang, 2000, Petunjuk Praktis Tatalaksana
Penyakit Jantung Bawaan. Sari Pediatri vol 2. No. 3. FKUI, Jakarta.
6. Roebiono Poppy, 2010, Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan,
FKUI, Jakarta