Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1

LATAR BELAKANG
Ketoasidosis merupakan komplikasi akut yang paling serius yang terjadi pada anak

pada DM tipe 1 dan merupakan kondisi gawat darurat yang menimbulkan morbiditas dan
mortalitas, walaupun telah banyak kemajuan yang diketahui baik dari patogenesisnya
maupun dalam hal diagnosis dan tata laksananya.1 Diagnosis KAD didapatkan sekitar 1680% pada penderita anak baru dengan DM tipe 1, tergantung lokasi geografi. Eropa dan
Amerika utara angkanya bekisar 15-67% sedangkan di Indonesia dilaporkan antara 3366%.2
Prevalensi KAD di Amerika serikat diperkirakan sebesar 4,6-8 per 1000 penderita
diabetes, dengan mortalitas kurang dari 5% atau sekitar 2-5%. KAD juga merupakan
penyebab kematian tersering pada anak dan remaja dengan DM tipe 1, yang diperkirakan
setengah dari penyebab kematian DM dibawah usia 24 tahun. 1 Sementara itu di Indonesia
belum didapatkan angka yang pasti mengenai hal ini. Diagnosis dan tata laksana yang
tepat sangat diperlukan dalam pengelolaan kasus-kasus KAD untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas.
2

TUJUAN
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memahami lebih dalam tentang Ketoasidosis

Diabetikum pada DM tipe 1 dan sebagai calon dokter harus bisa memahami cara yang baik
dalam penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum pada DM tipe 1.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 INSULIN
Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel
beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin
disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk
keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik
diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar
pankreas.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami
pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembunggelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan
enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang
keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal,
karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada
dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang
memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin.
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya
rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati
membran sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain.
Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai
sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan
pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2
(GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya
glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi
tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan
fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP.
2.2 DEFINISI

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam
jiwa yang disebabkan oleh penurunan kadar insulin efektif di dalam tubuh, atau berkaitan
dengan resistensi insulin dan peningkatan produksi hormon-hormon kontra regulator yakni
glukagon, katekolamin, kortisol dan growth hormone.2
2.2 EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Kejadian ketoasidosis pada anak meliputi wilayah geografik yang luas dan
bervariasi bergantung onset diabetes dan sebanding dengan insidensi IDDM di suatu
wilayah. Frekuensi di Eropa dan Amerika Utara adalah 15% - 16%. Di Kanada dan Eropa,
angka kejadian KAD yang telah dihospitalisasi dan jumlah pasien baru dengan IDDM
telah diteliti yaitu sebanyak 10 dari 100.000 anak.3
Onset KAD pada IDDM lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda (berusia <
4 tahun), memiliki orang tua dengan IDDM, atau mereka yang berasal dari keluarga
dengan status sosial ekonomi rendah. Pemberian dosis tinggi obat-obatan seperti
glukokortikoid, antipsikotik atipik dan sejumlah immunosuppresan dilaporkan mampu
menimbulkan KAD pada individu yang sebelumnya tidak mengalami IDDM.6
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 10% per pasien per tahun. Risiko meningkat
pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami
episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan gangguan psikiatri
(termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit (termasuk status sosial
ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan). Pengobatan dengan insulin yang tidak
teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.3
Anak yang mendapat terapi insulin secara teratur dan terkontrol jarang mengalami
episode KAD. Sekitar 75% episode KAD berkaitan dengan kelalaian pemberian insulin
atau pemberian yang salah. Angka mortalitas KAD di sejumlah negara relatif konstan,
yaitu 0,15% di Amerika Serikat, 0,18% di Kanada, 0,31% di Inggris. Di tempat dengan
fasilitas medik yang kurang memadai, risiko kematian KAD relatif tinggi, dan sebagian
penderita mungkin meninggal sebelum mendapatkan terapi.4
Edema serebri terjadi pada 57% - 87% dari seluruh kematian akibat KAD.
Insidensi edema serebri relatif konstan pada sejumlah negara yang diteliti: Amerika Serikat
0,87%, Kanada 0,46%, Inggris 0,68%. Dari penderita yang bertahan, sekitar 10-26%
mengalami morbiditas yang signifikan. Meski demikian, sejumlah individu ternyata tidak

mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas bermakna setelah kejadian KAD dan
edema serebri.3
2.3 FAKTOR PENCETUS
Beberapa faktor yang sering menjadi pencetus KAD adalah infeksi, stres/trauma,
penghentian terapi insulin atau terapi insulin yang tidak adekuat dan gangguan psikologis
yang berat. Demikian juga beberapa obat-obatan telah dilaporkan dapat mencetuskan KAD
pada penderita DM tipe-1 yakni kortikosteroid dosis tinggi, anti-psikotik dan
imunosupresan.
Sedangkan faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya KAD pada DM tipe1 adalah : penderita dengan kontrol metabolik yang buruk atau telah mengalami KAD
sebelumnya, penderita baru DM tipe-1 usia muda (kurang dari 5 tahun), pubertas, anakanak dengan gangguan psikiatri dan status sosial ekonomi rendah.5
2.4 PATOFISIOLOGI3
Ketoasidosis terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena dipakainya
jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan terbentuk keton. Bila hal ini
dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam sehingga jaringan tubuh akan rusak dan
bisa menderita koma. Hal ini biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan,
menghentikan sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan
sebagainya.
Menurunnya

transport

glukosa

kedalam

jaringan

jaringan

tubuh

akan

menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya lipolisis akan


menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan
dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia, asidosis metabolik dan
ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan
air dan elektrolit seperti sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida.
Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat
menimbulkan syok hipovolemik. Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan
dikompensasi oleh peningkatan derajad ventilasi (pernafasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan
air dan elektrolit. Sehingga, perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus
4

interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan


metabolisme karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua
faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa
yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air
dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi
yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita
ketoasidosis diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400
hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.Akibat
defisiensi insulin yang lain adlah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati. Pada
ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan keton yang berlebihan sebagai akibat dari
kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan
keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan
menimbulkan asidosis metabolik.

Gambar 1 Patofisiologi ketoasidosis diabetik


Dikutip dari Diabetes care 2006:29(5):1150-9

2.5 GEJALA KLINIS


Gejala klinis KAD biasanya berlangsung cepat dalam waktu kurang dari 24 jam.
Poliuri, polidipsi dan penurunan berat badan yang nyata biasanya terjadi beberapa hari
menjelang KAD dan seringkali disertai gejala mual, muntah dan nyeri perut.
Adanya nyeri perut sering disalahartikan sebagai acute abdomen dan dilaporkan dijumpai
pada 40-75% kasus KAD.6 Walaupun penyebabnya belum diketahui secara pasti, asidosis
metabolik diduga menjadi penyebab utama gejala nyeri abdomen, gejala ini akan
menghilang dengan sendirinya setelah asidosisnya teratasi.7
Pada pemeriksaan klinis sering dijumpai penurunan kesadaran dan bahkan koma
(10% kasus), tanda-tanda dehidrasi dan syok hipovolemia (kulit/mukosa kering dan
penurunan turgor, hipotensi dan takikardi). Tanda klinis lain adalah napas cepat dan dalam
(kussmaul) yang merupakan kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik disertai
bau aseton pada napasnya.7
2.6 DIAGNOSIS2
Diagnosis KAD didasarkan atas adanya trias biokimia yakni hiperglikemia,
ketonemia dan asidosis. Kriteria diagnosis yang telah disepakati luas adalah sebagai
berikut :

Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (>200 mg/dL)


Asidosis, bila pH darah <7,3
Kadar bikarbonat <15 mmol/L)

Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :

Ringan : bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L


Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L
Berat : bila pH darah <7,1, bikarbonat <5 mmol/L

2.7 TATA LAKSANA


Semua kasus KAD sebaiknya dikelola di rumah sakit, di ruang perawatan intensif
untuk dapat melakukan monitoring klinik dan laboratorium yang ketat serta dengan
melihat respon penderita secara individual yang sangat penting untuk dapat memberikan
penanganan yang optimal.11
Tujuan penatalaksanaan KAD adalah sebagai berikut :1
1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
2) Menghentikan ketogenesis (insulin)
6

3) Koreksi gangguan elektrolit


4) Mencegah komplikasi
5) Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus
Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
Penilaian klinik awal
a. Riwayat polidipsi, poliuri
b. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis

(hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS) dan derajat dehidrasi.


5%
: turgor kulit menurun, mukosa kering
10% : capillary refill > 3 detik, mata cowong
>10% : syok, nadi lembut, hipotensi5
Resusitasi
a. Pertahankan jalan napas
b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker
c. Jika syok berikan segera larutan isotonik (saline 0,9%) 20 cc/KgBB secara
bolus dan bisa diulangi bila diperlukan
d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gastric tube

untuk menghindari asam lambung.11


Pemeriksaan dasar11
a. Kadar glukosa darah
b. Elektrolit darah dan osmolalitas serum
c. Analisis gas darah, ureum dan kreatinin
d. Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis), HbA1c urinalisis
e. Foto polos dada
f. Keton urin
Observasi klinik5,7,11
Penanganan yang aman dari KAD pada anak-anak bergantung pada observasi klinik
yang cermat dari waktu ke waktu. Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas
a. Frekuensi nadi, frekuensi napas dan tekanan darah setiap jam
b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c. Pengukuran balans cairan setiap jam (pemasangan kateter urine mutlak diperlukan
pada kasus-kasus yang berat).
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam
Rehidrasi
Terapi initial/awal ditujukan untuk memperbaiki volume cairan intra dan
ekstravaskuler serta perfusi ginjal. Kebutuhan cairan harus diperhitungkan untuk
mencegah timbulnya edema serebri akibat pemberian cairan yang terlalu cepat dan
berlebihan. Cairan yang diberikan pada 1 jam pertama berupa cairan isotonik (0,9%
NaCl) dengan kecepatan 10-20 ml/kgBB/jam. Pada pasien yang mengalami dehidrasi
berat, pemberian cairan perlu diulang, namun tidak boleh melebihi 50 ml/kgBB dalam
4 jam. Terapi cairan lanjutan diperhitungkan untuk mengganti kekurangan cairan
selama 48 jam. Umumnya pemberian cairan 1,5 kali selama 24 jam berupa cairan
7

0,45% - 9% NaCl dapat menurunkan osmolalitas tidak melebihi 3 mOsm/kgBB/jam.


Setelah fungsi ginjal membaik dengan adanya diuresis, diberikan infus kalium 20-40
mEq/l (2/3 KCl atau K asetat dan 1/3 K fosfat). Setelah kadar glukosa serum mencapai
250 mg/dl, cairan sebaiknya diganti dengan 5% glukosa dan 0,45% - 0,75% NaCl.
Status mental sebaiknya dimonitor secara ketat untuk mencegah agar tidak terjadi
kelebihan cairan iatrogenik yang dapat menyebabkan edema serebri
Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di
dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya kalium intraseluler ke
ekstraseluler. Konsentrasi kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan
asidosis teratasi.7
1.

Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan


resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari
atau 40 mmol/L cairan.

2.

Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda,
pemberian kalium segera dimulai setelah jumlah urin cukup adekuat.

Pemberian Insulin7
Berdasarkan rekomendasi ADA, terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah
diagnosis KAD dan rehidrasi yang memadai.
Jika tidak terdapat hipokalemia, dapat diberikan insulin reguler 0,1 u/kgBB bolus,
diikuti dengan infus kontinyu 0,1 u/kgBB/jam (5-7 u/jam) atau dengan insulin reguler
0,14 u/kgBB drip. jika gula darah tidak menurun sedikitnya 10% dari nilai awal pada
jam pertama, periksa status hidrasi pasien. Jika status hidrasi mencukupi dapat
diberikan insulin reguler 0,14 u/kgBB bolus IV kemudian evaluasi ulang. Ketika kadar
gula darah mencapai 200 mg/dl, turunkan infus insulin menjadi 0,02-0,05 u/kgBB/jam
dan tambahkan infus dextrose 5-10%. Setelah itu kecepatan pemberian insulin atau
konsentrasi dextrose harus disesuaikan untuk memelihara nilai glukos sampai keadaan
asidosis membaik
Fase Pemulihan11
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk:
1) Memulai diet per-oral.
2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
8

Memulai diet per-oral.


1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD < 250 mg/dL,
pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak mual/muntah.
2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 30 menit
sesudah snack berakhir.
3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan utama.
4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x sampai 60
menit sesudah makan utama berakhir.

Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.


1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik, metabolisme stabil, dan
anak dapat menghabiskan makanan utama.
2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan insulin iv
diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan diberikan.
3. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual tergantung
kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1 unit/kg BB/hari atau
disesuaikan dosis basal sebelumnya.

2.8 KOMPLIKASI8
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan kadar
glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera. Keterlambatan
dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai
berupa koma dan kejang-kejang
2. Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita
mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya terdapat protein.
Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun
waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal
dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan
gagal jantung koresif.
3. Hipertensi

Karena harus

membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni,

ginjal

penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan darah
pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh
kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan
signal ke otak untuk menambah tekanan darah.
9

2.9 PENCEGAHAN
Dua faktor yang paling berperan pada timbulnya KAD adalah terapi insulin yang
tidak adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju keduanya dapat diatasi dengan
memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,
komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dengan penderita dan keluarganya di
saat sakit serta edukasi.
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM
tipe-1 agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi metabolik dan
penatalaksanaan yang tepat. Hal praktis yang dapat dilakukan adalah :7,8
1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan
2.
3.
4.
5.

pemberian insulin, manajemen insulin yang tepat disaat sakit).


Menghindari stres.
Mencegah dehidrasi.
Mengobati infeksi secara adekuat.
Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.

2.10 PROGNOSIS
Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian
pada pasien ini bukan disebabkan oleh sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh
penyakit yang mendasar atau menyertainya.Angka kematian masih berkisar 30-50%. Di
negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan
osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di negara maju angka kematian dapat ditekan
menjadi sekitar 12%. Ketoasidosis diabetik sebesar 14% dari seluruh rumah sakit
penerimaan pasien dengan diabetes dan 16% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan
diabetes.Angka kematian keseluruhan

adalah

2%

atau

kurang

saat

ini.

Pada

anak-anak muda dari 10 tahun, ketoasidosis diabetikum menyebabkan 70% kematian


terkait diabetes.12

10

BAB III
PENUTUP
1

Kesimpulan

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang


ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif.

Penyebab ketoasidosis diabetikum adalah infeksi, stres/trauma, penghentian


terapi insulin atau terapi insulin yang tidak adekuat, gangguan psikologis

yang berat, obat-obatan seperti antipsikotik dan immunosupresan


Ketoasidosis diabetikum memberikan gejala poliuri, polidipsi dan penurunan
berat badan dan seringkali disertai gejala mual, muntah dan nyeri perut.
Tanda klinis lain adalah napas cepat dan dalam (kussmaul) yang merupakan
11

kompensasi hiperventilasi akibat asidosis metabolik disertai bau aseton pada

napasnya.
Tujuan penatalaksanaan ketoasidosis diabetikum adalah untuk memperbaiki
sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi), menghentikan
ketogenesis (insulin), Koreksi gangguan elektrolit, mencegah komplikasi dan
untuk mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.

DAFTAR PUSTAKA
1

Kitabchi AE, et al. Management of hyperglycemic Crises in Patients with Diabetes.


Diabetes Care 2001:24(1) :131-53

Dunger DB, et al. European Society for Pediatric Endocrinology/Lawson Wilkins


Pediatric Endocrine Society Consensus Statement on Diabetic Ketoasidosis in
Children and Adolescents. Pediatric 2004: 113:113-40.

Syahputra, Muhammad. Diabetik ketoacidosis. Bagian Biokimia Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan:2003.hal 1-14

Yehia BR, Epps KC, Golden SH. Diagnosis and mangement of diabetic
ketoacidosis and hyperglycemic in adults. Hospital Physician 2008;15:2135

APEG. Clinical Practice Guildelines: Type -1 Diabetes in children and


Adolescents.2005
12

Felner El, White PC. Improving management of diabetic ketoacidosis in children.


Pediatics 2001;108:735-40

Wallace TM, Matthews DR. Recent Advance in The Monitoring and


management of Diabetic Ketoacidosis. QJ Med 2004

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patient With


Diabetes Mellitus. Diabetes Care 2002;25

Wolfsdore J, Glaser N, Sperling MA. Diabetic ketoacidosis in infant,


children and adolescent: A consensus statement from American Diabetes
Association. Diabetes care 2006;29(5):1050-9

10 Clement S, McDermott MT. Acute complication of Diabetes Mellitus. In: McDermott


MT, ed. Endocrine Secrets. 3rd Edition. Philadelpia: Hanley & Belfus, inc 2002:32-8
11 Netty EP. Manajemen Ketoasidosis Diabetik pada Anak dan Remaja. In: Sjaifullah
Noer M, Ismodijanto, Untario MC, eds. Bunga Rampai Pediatri.surabay: Lab/SMF
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unair/RSUD Dr.Soetomo;2002:18-29
12 Dr. MHD. Syahputra. Diabetic ketosidosis. www. Library.usu.ac.id. Diakses pada
tanggal 17 November 2010.
13 Mansjoer A, Setiowulan W, Wardhani W I, Savitri R, Triyanti K, Suprohaita. Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi ke III, Jilid I, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2000

13

Anda mungkin juga menyukai