Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

Disususn guna melengkapi tugas Stase Keperawatan Medikal

Oleh
Mellynda Dwi Astutik, S. Kep
NIM 222311101154

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI


NERS FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
JEMBER 2023
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Review Anatomi Fisiologi


Pankreas adalah salah satu organ tubuh yang agak panjang dan terletak
retroperitonial dalam abdomen bagian atas, di depan vertebrae lumbalis I dan
II. Kepala pankreas terletak dekat kepada duodenum, sedangkan ekornya
sampai ke lien. Pankreas mendapat darah darah dari arteri lienalis dan arteri
masentrika superior. Pankreas menghasilkan dua kelenjar yakni kelenjar
endokrin dan kelenjar eksokrin.

Pankreas menghasilkan kelenjar endokrin pada bagian dari kelompok sel


yang membentuk pulau-pulau Langerhans. Pulau-pulau Langerhans
berbentuk oval tersebar di seluruh pankreas. Dalam tubuh manusia terdapat 1-
2 jub pulau-pulau Langerhans yang dibedakan atas granulasi dan pewarnan
Setengah dari sel ini menyekresi hormon insulin. Dalam tubuh manusia
normal pulau Langerhans menghasilkan empu jenis sel:
1. Sel-sel A (alfa) sekitar 20-40% memproduksi glukagon menjadi faktor
hiperglikemik, mempunyai anti-insulin aktif.
2. Sel-sel B (beta) 60-80% fungsinya membuat insulin.
3. Sel-sel D 5-15% membuat somatostatin.
4. Sel-sel F 1% mengandung dan menyekresi pankreatik polipeptida.
Insulin merupakan protein kecil terdiri dari dua rantai asam amino, satu
sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Sebelum dapat berfungsi ia
harus berikatan dengan protein reseptor yang besar dalam membran sel.
Sekresi insulin dikendalikan oleh kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah
yang berlebihan akan merangsang sekresi insulin dan bila kadar glukosa
normal atau rendah maka sekresi insulin akan berkurang.
Mekanisme kerja insulin:
1. Insulin meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel/jaringan tubuh kecuali
otak, tubulus ginjal, mukosa usus halus, dan sel darah merah. Masuknya
glukosa adalah suatu proses difusi, karena perbedaan konsen- trasi glukosa
bebas antara luar sel dan dalam sel.
2. Meningkatkan transpor asam amino ke dalam sel.
3. Meningkatkan sentesis protein di otak dan hati.
4. Menghambat kerja hormon yang sensitif terhadap lipase, meningkatkan
sintesis lipida. 5. Meningkatkan pengambilan kalsium dari cairan sekresi
(Syaifuddin, 2011).
2. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis dan kompleks yang
ditandai dengan hiperglikemia yang diakibatkan oleh sel β pankreas yang
kurang menghasilkan insulin (hormon yang mengatur glukosa darah) yang
adekuat (Okur dkk., 2017).
Diabetes mellitus (DM) yaitu suatu kumpulan problema anatomik dan
kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor. Pada diabetes mellitus
didapatkan defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin
(Decroli, 2019).
Diabetes Mellitus menyebabkan terjadinya rasa haus yang terus menerus,
banyak kencing, terjadinya penurunan berat badan meskipun selera makan
tetap baik, penurunan daya tahan tubuh (tubuh mengalami kelemahan dan
mudah terjadi sakit). Hal tersebut terjadi karena adanya kandungan gula
dalam air kencing, dan adanya zat-zat keton dan adanya asam (Hurst, 2016).
Diabetes bukanlah penyakit tunggal, melainkan sekelompok kondisi yang
secara luas dikategorikan oleh satu kriteria diagnostik - hiperglikemia, di
mana gangguan metabolisme yang berbeda bertemu (Cole dan Florez, 2020).
3. Epidemiologi
Di negara maju, sekitar 87% hingga 91% orang yang didiagnosis diabetes
diperkirakan menderita diabetes tipe II, 7% hingga 12% mengalami diabetes
tipe 1, sementara 1% hingga 3% memiliki diabetes tipe lain (Okur dkk.,
2017). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan pada tahun
2018 melakukan pengumpulan data penderita diabetes melitus pada penduduk
berumur ≥ 15 tahun dengan hasil yang menunjukkan bahwa prevalensi
diabetes melitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥ 15
tahun sebesar 2%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan
prevalensi diabetes melitus pada penduduk ≥ 15 tahun pada hasil Riskesdas
2013 sebesar 1,5%. Namun prevalensi diabetes melitus menurut hasil
pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5% pada
tahun 2018. Angka ini menunjukkan bahwa baru sekitar 25% penderita
diabetes yang mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes (Kementrian
kesehatan republik indonesia, 2020).
4. Etiologi dan Klasifikasi
Diabetes melitus diklasifikasikan atas DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe
lain, dan DM pada kehamilan.
a. Diabetes Melitus Tipe 1
sebagai akibat dari penghancuran sel yang biasanya memicu insufisiensi
insulin lengkap disebabkan oleh reaksi autoimun, di mana sistem
kekebalan menyerang sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Pada
DM tipe 1 pasien memerlukan pemberian insulin setiap hari untuk
menormalkan kadar glukosa dalam darah. Apabila seseorng belum
mengonsumsi insulin, maka nyawa mereka akan terancam dan berakibat
fatal. Penyebab DM tipe I belum teridentifikasi secara jelas namun saat
ini belum dapat dicegah. Meskipun penyebab diabetes tipe I masih belum
jelas, perubahan faktor risiko lingkungan dan/atau infeksi virus dapat
berdampak pada munculnya DM (Okur dkk., 2017).
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes tipe II merupakan DM yang paling umum. Pada tipe ini, tubuh
mampu memproduksi insulin tetapi menjadi sangat resisten sehingga
insulin tidak efektif. Pada saat itu, kadar insulin dapat menjadi tidak
tercukupi. Penyebab kadar glukosa darah tinggi adalah resistensi dan
defisiensi insulin. Mengingat bahwa gejala umumnya kurang terlihat,
penyakit DM tipe II dapat diabaikan dan tidak terdiagnosis selama
bertahun-tahun, dan sampai komplikasi meningkat. Selama beberapa
tahun, DM tipe II hanya ditemukan pada orang dewasa, namun saat ini
sudah mulai terlihat juga pada anak-anak. Sampai saat ini penyebab pasti
perkembangan diabetes tipe II tidak diketahui, beberapa faktor risiko
signifikan telah ditunjukkan. Yang paling signifikan meliputi: kelebihan
berat badan, aktivitas fisik dan gizi buruk. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah etnis, riwayat keluarga DM, riwayat diabetes
gestasional sebelumnya dan usia lanjut (Okur dkk., 2017).
c. Diabetes Gestasional
DM yang ditentukan pada trimester kedua atau ketiga kehamilan yang
tidak jelas diabetes. GDM adalah gangguan sementara yang terjadi pada
kehamilan dan membawa bahaya abadi diabetes tipe II. Wanita dengan
kadar glukosa darah yang sedikit meningkat didiagnosis menderita
diabetes gestasional, sedangkan wanita dengan kadar glukosa darah yang
meningkat secara substansial diklasifikasikan sebagai diabetes mellitus
dalam kehamilan. GDM cenderung muncul dari minggu ke-24 kehamilan.
Oleh karena itu, skrining melalui tes toleransi glukosa oral
direkomendasikan dan harus dilakukan pada awal kehamilan untuk wanita
berisiko tinggi, dan antara minggu ke-24 dan ke-28 kehamilan pada
semua wanita lainnya. Wanita dengan hiperglikemia yang didiagnosis
selama kehamilan berisiko lebih besar mengalami hasil kehamilan yang
merugikan seperti: tekanan darah sangat tinggi dan makrosomia janin,
dengan persalinan pervaginam menjadi sulit dan berisiko. diabetes
gestasional biasanya menghilang setelah melahirkan tetapi wanita yang
telah didiagnosis sebelumnya berisiko mengalami GDM pada kehamilan
berikutnya dan DM tipe II di kemudian hari. Selain itu, bayi yang
dikandung oleh ibu dengan GDM juga memiliki risiko lebih tinggi
terkena diabetes tipe II pada masa remaja atau dewasa awal (Okur dkk.,
2017).
5. Patofisiologi
Mengenai patofisiologi penyakit, gangguan fungsi loop umpan balik
antara kerja insulin dan sekresi insulin menghasilkan kadar glukosa darah
yang tinggi secara abnormal. Dalam kasus disfungsi sel, sekresi insulin
berkurang, membatasi kapasitas tubuh untuk mempertahankan kadar glukosa
fisiologis. Di sisi lain, IR berkontribusi pada peningkatan produksi glukosa di
hati dan penurunan pengambilan glukosa baik di otot, hati, dan jaringan
adiposa. Bahkan jika kedua proses berlangsung di awal patogenesis dan
berkontribusi pada perkembangan penyakit, disfungsi sel biasanya lebih parah
daripada IR. Namun, ketika kedua disfungsi sel dan IR hadir, hiperglikemia
diperkuat yang mengarah ke perkembangan T2DM (Galicia-Garcia dkk.,
2020).
a) Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 1
Manifestasi DM tipe 1 terjadi akibat kekurangan insulin untuk
menghantarkan glukosa menembus membran sel ke dalam sel. Molekul
glukosa menumpuk dalam peredaran darah, mengakibatkan hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan hipoosmolaritas serum, yang menarik air dari
ruang intraseluler ke dalam sirkulasi umum. Peningkatan volume darah
meningkatkan aliran darah ginjal dan hiperglikemia bertindak sebagai
diuretik osmosis. Diuretik osmosis yang dihasilkan meningkatkan haluaran
urine. Kondisi ini disebut poliuria. Ketika kadar glukosa darah melebihi
ambang batas glukosa-biasanya sekitar 180 mg/dl- glukosa diekskresikan
ke dalam urine, suatu kondisi yang disebut glukosuria. Penurunan volume
intraseluler dan peningkatan haluaran urine menyebabkan dehidrasi, Mulut
menjadi kering dan menyebabkan orang tersebut minum jumlah air yang
banyak (polidipsia).
Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin sehingga
produksi energi menurun. Penurunan energi ini menstimulasi rasa lapar
dan orang makan lebih banyak (polifagia). Meski asupan makanan
meningkat, berat badan orang tersebut turun saat tubuh kehilangan air dan
memecah protein dan lemak sebagai upaya memulihkan sumber energi.
Malaise dan keletihan menyertai penurunan energi. Penglihatan yang
buram juga umum terjadi, akibat pengaruh osmotik yang menyebabkan
pembengkakan lensa mata (LeMone, Priscilla, 2016). Oleh sebab itu,
manifestasi klinik meliputi poliuria, polidipsia, dan polifagia, disertai
dengan penurunan berat badan, malaise, dan keletihan. Bergantung pada
tingkat kekurangan insulin, manifestasinya bervariasi dari ringan hingga
berat. (Maria, 2021).
b) Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2
Patogenesis DM tipe 2 berbeda signifikan dari DM Tipe 1. Respons
terbatas sel beta terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor mayor
dalam perkembangannya. Sel beta terpapar secara kronis terhadap kadar
glukosa darah tinggi menjadi secara progresif kurang efisien ketika
merespons peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena ini dinamai
desensitisasi, dapat kembali dengan menormalkan kadar glukosa. Rasio
proisulin (prekursor insulin) terhadap insulin tersekresi juga meningkat.
Kadar insulin yang dihasilkan pada DM tipe 2 berbeda-beda dan meski
ada, fungsinya dirusak oleh resistensi insulin di jaringan perifer. Hati
memproduksi glukosa lebih dari normal, karbohidrat dalam makanan tidak
dimetabolisme dengan baik, dan akhimya pankreas mengeluarkan jumlah
insulin yang kurang dari yang dibutuhkan.
Proses patofisiologi dalam DM tipe 2 adalah resistansi terhadap
aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan perifer. Keadaan ini
disebut sebagai resistansi insulin. Orang dengan DM tipe 2 memiliki
penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa, yang
mengakibatkan produksi glukosa hepatik berlanjut, bahkan sampai dengan
kadar glukosa darah tinggi. Hal ini bersamaan dengan ketidakmampuan
otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa. Mekanisme
penyebab resistansi insulin perifer tidak jelas; namun, ini tampak terjadi
setelah insulin berikatan terhadap reseptor pada permukaan sel. Insulin
adalah hormon pembangun (anabolik) (Maria, 2021).
6. Manifestasi Klinis
Gejala utama DM ditandai hiperglikemia yang dikombinasikan dengan
poliuria, polidipsia, polifagia juga dikenal sebagai tanda 3 P. Adanya 3 P
dapat menunjukkan bahwa kadar gula darah sedang tinggi.
Pada tipe I, 3 P dapat diamati pada tingkat yang lebih tinggi sementara
mereka dapat dikembangkan dengan cepat. Pada tipe 2, 3 tanda hampir tidak
terdeteksi dan berkembang lebih bertahap. Tidak terlalu sering, penurunan
berat badan, penglihatan kabur serta kerentanan terhadap infeksi juga dapat
dibangkitkan oleh hiperglikemia kronis. Komplikasi paling akut dari DM
tidak terkontrol yang dapat mengancam kehidupan adalah hiperglikemia yang
disertai dengan ketoasidosis atau sindrom hiperosmolar nonketotik.
Pasien diabetes mungkin juga memiliki tekanan darah tinggi dan anomali
metabolisme lipoprotein. Di antara gejala jangka panjang lainnya, retinopati
dengan kemungkinan kehilangan penglihatan, nefropati yang menyebabkan
gagal ginjal, neuropati perifer terkait dengan adanya lesi kaki, amputasi, dan
sendi Charcot. Lebih lanjut, neuropati otonom yang menghasilkan tanda-
tanda gastrointestinal, genitourinari, dan kardiovaskular serta disfungsi
seksual dapat terjadi pada pasien diabetes. Akhirnya, orang yang didiagnosis
dengan DM biasanya muncul penyakit kardiovaskular aterosklerotik, arteri
perifer, dan serebrovaskular (Okur dkk., 2017).
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilaukan pada penderita diabetes mellitus
diantaranya (Trinova, 2020):
a. HbAic
Pengukuran gula darah jangka panjang, sesuai masa hidup sel darah
merah, berguna dalam memantau kepatuhan. Mengukur presentase gula
darah yang terikat dengan hemoglobin. Hemoglobin merupakan zat
pembawa oksigen keseluruh tubuh, hemoglobin yang terikat gula darah
disebut hemoglobin terglikasi. Semakin tinggi hemoglobin A1c semakin
tinggi juga kadar gula darah.
1) Normal : <5.7%
2) Prediabetes : 5,7%-6,4%
3) Diabetes : >6,5%
b. Tes Gula Darah Puasa
Pemeriksaan dilakukan setelah 8 jam puasa, melalui darah vena atau
kapiler
1) Plasma vena : normal <110, prediabetes 110-125, diabetes >126
2) Darah kapiler : normal <90, prediabetes 90-109, diabetes >110
c. Tes Gula Darah Sewaktu
Dilakukan kapan saja tanpa melihat kapan waktu makan terkahir,
biasanya sudha muncuk gejala diabetes seperti seing buang air kecil,
kehausan atau pasien yang tidak memungkinkan diperiksa gula darah
puasa/HbA1c
1) Plasma vena : normal <110, prediabetes 110-199, diabetes >200
2) Darah kapiler : normal <90, prediabetes 90-199, diabetes >200
d. Tes Toleransi Glukosa Oral
Dilakukan apabila hasil pemeriksaan metode lain masih meragukan,
sering dilakukan untuk DM gestasional, pemeriksaan dilakuakn setelah
puasa selama 30 menit, 1 jam dan 2 jam setelah minum glukosa 75 mg
1) Normal : <140 mg/dL
2) Prediabetes : 140-199 mg/dL
3) Diabetes : >200 mg/dL
e. AG (Albumin Glikat)
Pemeriksaan berdasarkan reaksi antar glukosa dengan albumin,
menggambarkan kadar glukosa 2-3 minggu sebelumnya, hanya sebagai
pemantauan, kelebihanya tidak dipengaruhi anemia, Hb-pathy, kehamilan
dan nefropati, kekuranganya tidak bisa untuk nefrotik syndrom.
8. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus dikenal dengan 5 pilar (Caropeboka,
2020), yakni :
1) Edukasi
Pemberian pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan serta
keterampilan diabetisi yang bertujuan menunjang perubahan perilaku.
Dengan edukasi diharapkan dapat meningkatkan pemahaman penderita
akan penyakit diabetes yang diderita, seperti bagaimana mengelola
penyakit dan komplikasi yang dapat terjadi bila penderita tidak mengelola
penyakitnya dengan baik. Edukasi diperlukan untuk mencapai keadaan
sehat yang optimal, serta penyesuaian keadaan psikologis dan kualitas
hidup yang lebih baik sehingga menurunkan angka kesakitan dan
kematian.
2) Perencanaan Makanan
terapi gizi adalah membantu pasien diabetes memperbaiki kebiasaan
gizinya dan ditujukan pada pengendalian gula darah, lemak serta
hipertensi. Perencanaan makanan sebaiknya mengandung zat gizi yang
cukup, artinya pengaturan porsi makan yang cukup sepanjang hari. Ingat
selalu 3J : Jumlah , Jenis , Jadwal.
3) Latihan Fisik
Manfaat kegiatan jasmani (olahraga) pada pasien diabetes adalah
pengaturan kadar gula darah, menurunkan berat badan dan lemak tubuh
serta menjaga kebugaran. Pada saat berolahraga, resistensi insulin akan
berkurang dan sensitivitas insulin meningkat. Respon seperti ini hanya
terjadi saat berolahraga. Prinsip olahraga diabetes yaitu F.I.T.T :
 Frekuensi : jumlah olahraga per minggu ( teratur 3-5 kali per minggu)
 Intensitas : ringan dan sedang (60%-70% maximal heart race /MHR
). Cara menghitung (MHR): 220- umur.
 Waktu : 30-60 menit
 Jenis : aerobik ( jalan,jogging, berenang, bersepeda)
4) Pengelolaan Farmakologi
Obat antihiperglikemia oral:
1) Pemacu sekresi insulin (insulin secretagogue)
- Sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas,
efek samping hipoglikemia dan peningkatan berat badan.
- Glinid : mirip sulfonilurea namun beda lokasi reseptor, hasil akhir
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
2) Peningkatan sensivitas terhadap insulin
- Metformin : mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),
memperbaiki ambilan glukosa dijaringan perifer. Pilihan pertama
DMT2.
- Tiazolidinedion (TZD): efeknya menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, seingga
meningkatkan ambila glukosa di jaringan perifer.
3) Penghambat alfa glukosidase : Menghambat kerja enzim alfa
glukosidase dalam saluran pencernaan sehingga menghambat
absorbsi glukosa dalam usu halus.
4) Penghambat enzim Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4 inhibitor).
Menghambat reabsobsi glukosa didalam tubulus proksimal dan
meningkatkan eksresi glukosa melalui urin.
5) Pemeriksaan Gula Darah Mandiri (GDM)
PGDM bertujuan untuk menjaga kestabilan kadar gula darah, panduan
dalam penggunaan obat-obatan maupun pola hidup dan pola makan
penderita diabetes. Sebaiknya pemeriksaan tersebut dicatat/direkam
dalam buku harian penderita diabetes.
9. Komplikasi
Diabetes dikaitkan dengan kerusakan jangka panjang pada pembuluh darah
besar dan kecil di seluruh tubuh, masing-masing disebut sebagai sistem
makrovaskular dan mikrovaskular. Meskipun kerusakan sistem
makrovaskular yang diinduksi hiperglikemia, termasuk arteri koroner dan
serebrovaskular, adalah penyebab utama kematian pada individu dengan
diabetes, kerusakan yang diinduksi hiperglikemia pada jaringan
mikrovaskular di ginjal, mata dan saraf jauh lebih umum dan juga memiliki
efek substansial pada kematian.
Komplikasi Mikrovaskular :
a. Penyakit ginjal diabetes
adalah gangguan progresif yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
akibat hiperglikemia, sering terjadi bersamaan dengan albuminuria.
Individu dengan diabetes juga dapat hadir dengan penyakit ginjal
nonspesifik di mana penurunan fungsi ginjal mereka adalah akibat dari
faktor risiko independen atau tidak langsung berhubungan dengan
diabetes mereka, seperti hipertensi, obesitas atau dislipidemia. Meskipun
DKD terutama didiagnosis oleh dua penanda klinis - peningkatan
albuminuria dan penurunan perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR) -
hubungan temporal antara diagnosis diabetes dan timbulnya penyakit
ginjal dapat membantu membedakan antara DKD spesifik diabetes dan
nonspesifik (Cole dan Florez, 2020).
b. Retinopati diabetik
Hiperglikemia dapat menyebabkan kerusakan progresif pada pembuluh
darah di retina, yang dapat menyebabkan perdarahan, ablasi retina dan
kebutaan. Retinopati diabetik dapat diklasifikasikan sebagai bentuk non-
PDR awal yang lebih umum, ditandai dengan melemahnya pembuluh
darah, dan sebagai bentuk PDR tahap akhir yang lebih parah, ditandai
dengan pertumbuhan pembuluh darah baru yang rapuh dan bocor di
seluruh retina dan ke dalam retina. yang vitreus. Bentuk yang berbeda dari
retinopati diabetik melibatkan kerusakan langsung pada makula, yang
didefinisikan sebagai edema makula yang signifikan secara klinis (Cole
dan Florez, 2020).
c. Neuropati diabetik
Diabetes adalah penyebab utama kerusakan saraf, terutama untuk saraf
perifer yang lebih panjang yang mempersarafi tungkai bawah. Secara
umum, neuropati diabetik dapat dibagi menjadi beberapa subtipe,
termasuk bentuk yang paling umum, polineuropati simetris distal (sejenis
neuropati perifer), neuropati otonom, neuropati atipikal dan juga
neuropati nondiabetik yang umum pada diabetes. Mirip dengan
komplikasi diabetes vaskular lainnya, neuropati diabetik adalah kondisi
multifaktorial yang terkait dengan beberapa faktor risiko seperti kadar
HbA1c, hipertensi, status merokok dan BMI (yang dengan sendirinya
memiliki komponen genetik) (Cole dan Florez, 2020).
Komplikasi Makrovaskular :
 Penyakit Kardiovaskular (CVD)
Dislipidemia dan hipertensi dapat memperparah risiko lanjutan CVD
karena berefek pada disfungsi endotel yang selanjutnya dapat
mempercepat aterosklerosis. Faktor risiko kardiovaskular utama lainnya
termasuk merokok, hipertensi, dan kolesterol serum tinggi juga bertindak
sebagai kontributor independen untuk CVD pada pasien dengan DM, di
berbagai kelompok ras dan etnis. Selanjutnya, penanda inflamasi seperti
protein C-reaktif (CRP) pada pasien diabetes juga dapat menandakan
risiko lebih lanjut dari CVD dan penyakit arteri perifer (PAD). CVD dan
PAD telah terbukti lebih umum pada mereka dengan sindrom metabolik
atau DM yang memiliki peningkatan CRP, sehingga meningkatkan lebih
banyak informasi prognostik pada pasien DM, selain faktor risiko
tradisional lainnya (Glovaci dkk., 2019).
10. Clinical Pathway Obesitas, Gaya hidup,
keturunan, lansia, riwayat
Reaksi Autoimun Diabetes Gestasional

Sel beta pankreas Sele betha mengalami


rusak desentaisasi glukosa

Insufisiensi Insulin Retensi Insulin

DM tipe 1 Penumpukan glukosa DM tipe 2


dalam plasma darah

Gangguan Kadar GD
Hiperglikemia toleransi GD meingkat

Glukosa gagal masuk


ke dalam sel Lelah dan lesu
Hiperosmolaritas
serum Perubahan glukosa
ke energi tidak terjadi Ketidakstabilan kadar glukosa

Volume darah ke Produksi energi


ginjal meningkat menurun Glukoneogenesis
meningkat
Metabolisme
Diuretik osmosis lemak dan protein
Pengurangan massa
otot meningkat Cadangan lemak dan
protein menurun
Volume intrasel
BB turun
menurun Kelemahan Ateroskelrosis

Defisit nutrisi
Urine meningkat Intoleransi Aktivitas Sirkulasi ke jaringan
kestremitas terganggu
Suplai oksigen
Turgor kulit menurun
menurun dan mukosa
kering
Hipovolemia Iskemia

Lemah dan
haus Resiko perfusi Ulkus
meningkat perifer tidak
efektif

Gangguan
Integritas
Kulit/Jaringan
11. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Assessment/ Pengkajian
Pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan
komunikasi data tentang klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua
langkah : pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder
(keluarga, tenaga kesehatan), dan analis data sebagai dasar untuk diagnosa
keperawatan (Potter dan Perry, 2005)
1. Identitas Klien
Pada pasien DM sering kali didapatkan umur > 15 tahun atau mungkin
>40 tahun
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan untama yang dirasakan yakni sering BAK di malam hari, sering
lapar, sering haus, penglihatan kabur, luka sulit sembuh, Cemas, lelah,
anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada perempuan pernah mengalami Diabetes Gestasional, Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah didapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4
kg, riwayat glukosuria selama stres (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid,
kontrasepsi oral).
3. Pola Fungsional
1) Sirkulasi
- Adanya riwayat hipertensi, MCI
- Klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas
- Ulkus, penyembuhan luka lama
- Takikardi, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tak ada, disritmia, krekles
- Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
2) Eliminasi
- Poliuri, nokturia, disuria, sulit brkemih, ISK baru atau berulang
- Diare, nyeri tekan abdomen
- Urin encer, pucat, kuning, atau berkabut dan berbau bila ada infeksi
- Bising usus melemah atau turun, terjadi hiperaktif ( diare ), abdomen
keras, adanya asites
3) Makanan/ Cairan
- Anoreksia, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan
glukosa / karbohidrat
- Penurunan berat badan
4) Nyeri/ Kenyamanan
Abdomen tegang/nyeri, wajah meringis, palpitasi, Kulit kering, gatal, ulkus
kulit
5) Seksualitas
- Cenderung infeksi pada vagina.
- Masalah impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
4. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
penderita tampak lemah atau pucat. Tingkat kesadaran apakah sadar,
koma, disorientasi.
2) Tanda-tanda Vital
Tekanan darah tinggi jika disertai hipertensi. Pernapasan reguler ataukah
ireguler, adanya bunyi napas tambahan, Respiration Rate (RR) normal16-
20 kali/menit, pernapasan dalam atau dangkal. Denyut nadi reguler atau
ireguler, adanya takikardia, denyutan kuat atau lemah. Suhu tubuh
meningkat apabila terjadi infeksi.
3) Mata : Terjadi gangguan penglihatan pad pasien retino diabetik
4) Hidung : adanya sekret, pernapasan cuping hidung, ketajaman saraf
hidung menurun.
5) Mulut : mukosa bibir kering
6) Thorak
7) Paru : sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung
ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise ototpernapasan (jika kadar
kalium
menurun tajam), RR >24x/menit, nafas berbau aseton
Jantung : takikardia/nadi menurun, perubahan TD postural, hipertensi
disritmia dan krekel.
8) Abdomen : Adanya nyeri tekan pada bagian pankreas, distensi
abdomen, suara bising usus yang meningkat.
9) Genitalia : Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan impotensi
pada pria, dan sulit orgasme pada wanita
10) Ekstremitas : Kekuatan otot dan tonus otot melemah. Adanya luka pada
kaki atau kaki diabetik
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan kadar serum glukosa
 Gula darah puasa : glukosa lebih dari 120 mg/dl pada 2x tes
 Gula darah 2 jam pp : 200 mg / dl
 Gula darah sewaktu : lebih dari 200 mg / dl
3) Tes toleransi glukosa
Nilai darah diagnostik : kurang dari 140 mg/dl dan hasil 2 jam serta satu nilai
lain lebih dari 200 mg/ dlsetelah beban glukosa 75 gr
4) HbA1C
> 8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol
5) Pemeriksaan Kadar Glukosa Urin
Pemeriksaan reduksi urin dengan cara Benedic atau menggunakan enzim
glukosa . Pemeriksaan reduksi urin positif jika didapatkan glukosa dalam urin
c. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan standar diagnosis keperawatan Indonesia, masalah keperawatan
yang muncul dengan DM yaitu :
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)
Adalah Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
mengganggu metabolisme tubuh.
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif (fidak tersedia)
Objektif : Pengisian kapiler >3 detik, Nadi perifer atau tidak teraba, Akral
teraba dingin, Warna kulit pucat, Turgor kulit menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Parastesia, Nyeri ekstremitas (klaudiikasi intermiten)
Objektif : Edema, Penyembuhan luka lambat, Indeks ankle-brachial <0,90,
Bruit femoralis
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027)
Adalah Variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang
normal. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif :
Hipoglikemia : Mengantuk, Pusing
Hiperglikemia : Lelah atau lesu
Objektif :
Hipoglikemia : Gangguan koordinasi, Kadar glukosa dalam darah/urin
rendah
Hiperglikemia : Kadar glukosa dalam darah/urin tinggi
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
Hipoglikemia : Palpitasi, Mengeluh lapar
Hiperglikemia : Mulut kering, Haus
meningkat Objektif :
Hipoglikemia : Gemetar, Kesadaran menurun, Perilaku aneh, Sulit bicara,
Berkeringat
Hiperglikemia : Jumlah urin menigkat
3. Hipovolemia (D.0023)
Adalah penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau
intraselular. Gejala dan tanda mayor
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif : frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume
urin menurun, hematokrit meningkat
Gejala dan tanda minor
Subjektif : merasa lemah dan mengeluh haus
Objektif : pengisian vena menurun, status mental berubah, suhu ubuh meningkat,
konsentrasi urin meningkat, berat badan turun tiba-tiba.
4. Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129)
Adalah kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan
(membran mukosa, kornea, fasia, otot,, tendon, tulan, kartilago, kapsul
sendi dan/atau ligamen)
Gejala dan tanda mayor
Objektif : kerusakan jaringan dan/atau lapisan
kulit Gejala dan tanda minor
Objektif : nyeri, perdaraha, kemerahan, hematoma
5. Defisit Nutrisi (D.0019)
Adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : (tidak tersedia)
Objektif : Berat badan menurun minimal 10% di rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Cepat kenyang setelah makan, Kram/nyeri perut, Nafsu makan
menurun
Objektif : Bising usus hiperaktif, Otot pengunyah lemah, Otot menelan lemah,
Membran mukosa pucat, Sariawan, Serum albumin turun, Rambut rontok
berlebihan, Diare.
d. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No.
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif Perfusi Perifer (L.02011) Perawatan Sirkulasi (I.02079)
(D.0009) 1. Denyut nadi perifer meningkat Observasi
a. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, edema,
2. Penyembuhan luka meningkat
pengisian kapiler, wama, suhu, ankle- brachial index) ·
3. Sensasi meningkat b. Identifkasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis.
4. Warna kulit pucat menurun dlabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar
kolesteroi tinggi)
5. Edema perifer menurun
c. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
6. Nyeri ekstremitas menurun pada ekstremitas
7. Parastesia menurun Terapeutik
d. Hindari permasangan infus atau pengambilan darah
8. Kelemahan otot menurun
di area keterbatasan perfusi
9. Kram otot menurun e. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas
10. Bruit femoralis menurun dengan keterbatasan perfusi
11. Nekrosis menurun f. Hindari penekanan dan pemasangan toumiquet pada
area yang cedera
12. Pengisian kapiler membaik g. Lakukan pencegahan infeksi
13. Akral membaik h. Lakukan perawatan kaki dan kuku
14. Turgor kulit membaik i. Lakukan hidrasi
Edukasi
15. Tekanan darah sistolik membaik j. Anjurkan berhenti merokok
16. Tekanan darah diastolik k. Anjurkan berolahraga rutin
membaik l. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar
17. Tekanan arteri rata-rata
m. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
membaik antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
18. Indeks ankle-brachial membaik n. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah
secara teratur
o. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
p. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
(mis. melembabkan kulit kering pada kaki)
q. Anjurkan program rehabilitasi vaskular
r. Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
s. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. rasa sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
2. Ketidakstabilan kadar glukosa Kestabilan Kadar Glukosa Darah Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
darah (D.0027) (L.03022) Observasi
1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
1. Koordinasi meningkat
2. Identifikesi situasi yang menyebabkan
2. Kesadaran meningkat kebutuhan insulin meningkat (mis. penyakit
3. Mengantuk menurun kambuhan)
3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
4. Pusing menurun
4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis.
poliuria, polidipsia, polifagia, kelemahan, malaise,
pandangan kabur, sakit kepala)
5. Lelah / lesu menurun 5. Monitor intake dan output cairan
6. Keluhan lapar menurun 6. Monitor keton urin, kadar analisa gas darah, elektrolit,
tekanan darah ortostatik dan frekuersi nadi
7. Gemetar menurun Terapeutik
8. Berkeringat menurun 7. Berikan asupan cairan oral
9. Mulut kering menurun 8. Konsultasi dengan medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia tetap ada atau memburuk
10. Rasa haus menurun
9. Fasiitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
11. Perilaku aneh menurun Edukaşi
12. Kesulitan bicara menurun 10. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 250 mg/dL.
13. Kadar glukosa dalam darah
11. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
membaik 12. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
14. Kadar glukosa dalam urine 13. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine,
membaik jika perlu
14. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. penggunaan
15. Palpitasi membaik insullin, obat oral, monitor asupan cairan, penggantian
16. Perilaku membaik karbohidrat, dan bantuan profesional kesehatan)
17. Jumlah urine membaik Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian insulin, jika pertu
16. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
17. Kolaborasi pemberian kalium, Jika perlu
3. Hipovolemia (D.0023) Status Cairan (L.03028) Manajemen Hipovolemia (I.03116)
1. Kekuatan nadi meningkat Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
2. Turgor kulit meningkat 2. Monitor intake dan output cairan
3. Perasaan lemah meningkat Terapeutik
3. Hitung kebutuhan cairan
4. Suhu tubuh membaik
4. Berikan posisi modified trendelenburg
5. Keluhan haus menurun 5. Berikan asupan cairan oral
6. Tekanan darah membaik Edukasi
6. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
7. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis
9. Kolaborasi pemberia cairan IV hipertonis
10. Kolaborasi pemberian cairan koloid
11. Kolaborasi pemberian produk darah
4. Gangguan integritas Integritas kulit dan jaringan Perawatan Luka (I.14564)
kulit/jaringan (D.0129) (L.14125) Observasi
1. Monitor karakteristik luka (mis. drainase,
1. Elastisitas meningkat
warna, ukuran, bau) Monitor tanda-tanda infeksi
2. Hidrasi meningkat Terapeutik
3. Perfusi jaringan meningkat 2. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
3. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
4. Kerusakan jaringan menurun
4. Bersihkan dengan cairan NaCl atau
5. Kerusakan lapisan kulit pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
menurun 5. Bersihkan jaringan nekrotik
6. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
6. Nyeri menurun
7. Pasang balutan sesuai jenis luka
7. Perdarahan menuun 8. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan
8. Kemerahan menurun luka
9. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
9. Hematoma menurun
10. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai
10. Pigrnentasi abnormal menurun kondisi pasien
11. Jaringan parut menurun 11. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkalkgBB/hari dan
protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
12. Nekrosis menurun
12. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. vitamin
13. Abrasi kornea menurun A, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai indikasi
14. Suhu kulit membaik 13. Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transkutaneous), jika perlu
15. Sensasi membaik
Edukasi
16. Tekstur membaik 14. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
17. Pertumbuhan rambut membaik 15. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan
protein
16. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
17. Kolaborasi prosedur debridement (mis, enzimatik,
biologis, mekanis, autolitik), jika perlu
18. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
5. Defisit Nutrisi (D.0019) Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
1. Serum albumin meningkat Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Verbalisasi keinginan untuk
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
meningkatkan nutnisi meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
3. Pengetahuan tentang pilihan 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
makanan yang sehat meningkat
7. Monitor berat badan
4. Pengetahuan tentang pilihan 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
minuman yang sehat meningkat Terapeutik
9. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
5. Pengetahuan tentang standar
10. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
asupar nutrisi yang tepat piramida makanan)
meningkat 11. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
12. Berikan makanan tinggi serat untuk
6. Penyiapan dan peryimpanan
mencegah konstipasi
makanan yang aman meningkat 13. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
7. Penyapan dan penyimpanan 14. Berikan suplemen makanan, jika perlu
15. Hentikan pemberian makan melalui selang
minuman yarng amen
nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi
meningkat Edukasi
8. Sikap terhadap 16. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
makanan/minuman sesuai 17. Ajarkan diet yang
diprogramkan Kolaborasi
dengan tujuan kesehatan
18. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
meningkat (mis. pereda nyeri, antlemetik). jika pertu
9. Perasaan cepat kenyang 19. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
menurun
10. Nyeri abdomen menurun
11. Sariawan menurun
12. Rambut rontok menurun
13. Diare menurun
14. Berat badan membaik
15. Indeks Massa Tubuh
(IMT) membaik
16. Frekuensi makan membaik
17. Nafsu makan membaik
18. Bising usus membaik
19. Tebal lipatan kulit trisep
membaik
20. Membran mukosa membaik
DAFTAR PUSTAKA

Caropeboka, L. C. 2020. 5 Pilar Utama Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1 Dan


2. https://bethsaidahospitals.com/diabetes-mellitus-tipe-1-dan-2-
penatalaksanaan/

Cole, J. B. dan J. C. Florez. 2020. Genetics of diabetes mellitus and diabetes


complications. Nature Reviews Nephrology. 16(7):377–390.

Decroli, E. 2019. Diabetes Mellitus Tipe 2. Edisi I. Padang: Pusat Penerbitan


Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Galicia-Garcia, U., A. Benito-Vicente, S. Jebari, A. Larrea-Sebal, H. Siddiqi, K.


B. Uribe, H. Ostolaza, dan C. Martín. 2020. Pathophysiology of type 2
diabetes mellitus. International Journal of Molecular Sciences. 21(17):1–34.

Glovaci, D., W. Fan, dan N. D. Wong. 2019. Epidemiology of diabetes mellitus


and cardiovascular disease. Current Cardiology Reports. 21(4):1–8.

Hurst, M. 2016. Belajar Mudah Keperawatan Medikal - Bedah. Edisi 2. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kementrian kesehatan republik indonesia. 2020. Tetap Produktif, Cegah Dan


Atasi Diabetes Mellitus. pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI.
2020.

Maria, I. 2021. Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus Dan Asuhan Keperawatan


Stroke. Edisi I. Sleman, Yogyakarta: Deepublish.

Okur, M. E., I. D. Karantas, dan P. I. Siafaka. 2017. Diabetes mellitus: a review


on pathophysiology, current status of oral medications and future
perspectives. Acta Pharmaceutica Sciencia. 55(1):61–82.

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Krikulum Berbasis Kompetensi Untuk


Keperawatan Dan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Trinova, A. 2020. Pemeriksaan Laboratorium Diabetes Mellitus.


http://www.rsudhjannalasmanah.com/2020/02/08/pemeriksaan-laboratorium-
diabetes-mellitus/

Anda mungkin juga menyukai