Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS PASIEN NY.

R DENGAN

DIABETES MELLITUS ULKUS PEDIS SINISTRA DI RUANG MERPATI

DI RUMAH SAKIT DEPATI BAHRIN SUNGAILIAT

TAHUN 2022

Disusun Oleh :
Ervan Efendi
22300015

Dosen Pembimbing Lapangan:


Ns.Kgs Muhammad Faizal, M.Kep

Preseptor Klinik:
Ns.Nuri Novianti, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN(STIKES) CITRA
DELIMA BANGKA BELITUNG

TAHUN 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

I. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi

Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolik yang terjadi

ketika pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin atau ketika tubuh tidak

dapat menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif sehingga terjadi

hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa dalam darah. Diabetes Melitus

merupakan penyakit kronis yang bersifat kompleks yang membutuhkan

perawatan medis secara terus-menerus dengan pengurangan risiko komplikasi

dan resiko multifaktorial di luar kontrol glikemik yang berkaitan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan dari beberapa organ terutama

mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (WHO, 2016).

Ulkus kaki diabetik adalah lesi non traumatis pada kulit (sebagian atau

seluruh lapisan) pada kaki penderita diabetes melitus. Ulkus kaki diabetik

biasanya disebabkan oleh tekanan berulang (geser dan tekanan) pada kaki

dengan adanya komplikasi terkait diabetes dari neuropati perifer atau penyakit

arteri perifer, dan penyembuhannya sering dipersulit oleh perkembangan infeksi.

Ulkus diabetikum didefinisikan sebagai ulkus di bawah pergelangan kaki karena

berkurangnya sirkulasi kapiler dan / atau arteri, neuropati, dan kelainan bentuk

kaki darah (American Diabetes Association (ADA, 2018).

2. PENYEBAB (ETIOLOGI)

Diabetes adalah suatu penyakit yang disebabkan karena peningkatan kadar

gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin absolut

ataupun relatif. Namun dari beberapa kasus juga ditemukan beberapa penyebab

terjadinya diabetes antara lain :

a. Virus dan Bakteri

Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus

B4.Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini


mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang

melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel

beta.Diabetes mellitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi.Namun, para

ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.

b. Bahan Toksik atau Beracun

Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan,

pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan

lain adalah sianida yang berasal dari singkong.

c. Genetik atau Faktor Keturunan

Diabetes mellitus cenderung diturunkan atau diawariskan, bukan

ditularkan.Anggota keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan

lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga

yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga menyebutkan DM

merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin.Biasanya

kaum laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan

sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada anak-

anaknya.  (Soegondo S, dkk. 2007)

Faktor risiko yang berkaitan dengan DM adalah sebagai berikut:

a. Obesitas (kegemukan) Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan

kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 25 dapat

menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200 mg%.

b. Faktor Genetik

DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental Penyakit

ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko

emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali

lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami penyakit ini.
c. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak

tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam

tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.

d. Riwayat Keluarga DM S

Seorang yang menderita DM diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa

bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot

dengan gen resesif tersebut yang menderita DM.

e. Dislipedimia

Dislipidemia dalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah

(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan 10 plasma

insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien

diabetes. Selain itu timbunan lemak bebas yang tinggi dapat menyebabkan

meningkatnya uptake sel terhadap asam lemak bebas dan memacu oksidasi

lemak yang pada akhirnya akan menghambat penggunaan glukosa dalam otot

yang menyebabkan resistensi insulin.

f. Umur

Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena DM adalah > 45 tahun.

Resiko seseorang untuk menderita diabetes melitus tipe 2 akan bertambah

seiring berjalannya usia terutama usia diatas 45 tahun. Hal ini dikarenakan

jumlah sel beta pankreas produktif semakin berkurang dengan bertambahnya

usia

g. Riwayat Persalinan

Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau berat badan bayi >4000

gram.

h. Alkohol dan Rokok

Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan

frekuensi DM tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan ini dihubungkan

dengan peningkatan obesitas dan pengurangan ketidak aktifan fisik,


faktorfaktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan

tradisional kelingkungan kebarat- baratan yang meliputi perubahan-perubahan

dalam konsumsi alkohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan DM tipe

2. Alkohol akan menganggu metabolisme gula darah terutama pada penderita

DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan

tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila

mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml

proof wiski, 240 ml wine atau 720 ml.

Faktor resiko penyakit tidak menular, termasuk DM Tipe 2, dibedakan

menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah

misalnya umur, faktor genetik, pola makan yang tidak seimbang jenis kelamin,

status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan

merokok, konsumsi alkohol, Indeks Masa Tubuh.

3. ANATOMI PANKREAS

a. Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal

sekitar 12,5 cm dan tebal +2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai ke

lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke

duodenum (usus 12 jari). Organ ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua

bagian yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin. Pankreas terdiri dari :

b. Kepala prankreas merupakan bagian yang paling lebar, terletak di

sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum dan

yang praktis melingkarinya. 
c. Badan pancreas merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di

belakang lambung dan di depan %ertebralumbalis pertama.

d. Ekor Pankreas merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan

yang sebenarnya menyentuh limpa. Pada  pankreas terdapat dua

saluran yang mengalirkan hasil sekresi pankreas ke dalam duodenum :

ductus wirrsung, yang bersatu dengan duktus choledukus, kemudian masuk

ke dalam duodenum melalui sphincter oddi. ductus sartorini, yang lebih

kecil langsung masuk ke dalam duodenum disebelah atas sphincter

oddi. saluran ini memberi petunjuk dari pankreas dan

mengosongkan duodenum sekitar 2,5 cm di atas ampulla hepatopankreatik

4. FISIOLOGI SISTEM

Pankreas merupakan kelenjar ensokrin (pencernaan) sekaligus kelenjar

endokrin.

a. Fungsi endokrin

a. Sek pankreas yang memproduksi hormone disebut sel pulau

Langerhans, yang terdiri dari sel alfa yang memproduksi glukagon

dan sel beta yang memproduksi insulin.

b. Glukagon. Efek glucagon secara keseluruhan adalah meningkatkan

kadar glukosa darah dan membuat semua jenis makanan yang dapat

digunakan untuk proses energi. Glukagon merangsang hati untuk

mengubah glikogen menurunkan glukosa (glikoginesis) dan

meningkatkan penggunaan lemak dan asam amino untuk produksi

energi. Proses glukogenesis merupakan perubahan kelebihan asam

amino yang menjadi karbohidrat sederhana yang dapat memasuki

reaksi terhadap respirasi sel. Sekresi glukagon dirangsang oleh

hipoglikemi. Hal ini dapat terjadi pada keadaan lapar atau selama

stress fisiologi, misalnya olahraga.

c. Insulin. Efek insulin adalah menurunkan kadar glukosa darah dengan

meningkatkan penggunaan glukosa untuk produksi energi. Insulin


meningkatkan transport glukosa dari sel darah dengan meningkatkan

permeabilitas membran sel terhadap glukosa (namun otak, hati, dan

sel-sel ginjal tidak bergantung pada insulin untuk asupan glukosa). Di

dalam sel, glukosa digunakan pada respirasi sel untuk menghasilkan

energi. Hati dan otot rangka mengubah glukosa menjadi glikogen

(glikogenesis) yang disimpan untuk digunakan di lain waktu. Insulin

juga memungkinkan sel-sel untuk mengambil asam lemak dan asam

amino untuk digunakan dalam sintesis lemak dan protein (bukan untuk

produksi energi). Insulin merupakan hormone vital, kita tidak dapat

bertahan hidup untuk waktu yang lama tanpa hormone tersebut.

Sekresi insulin dirangsang oleh hiperglikemi. Keadaan ini terjadi

setelah makan, khususnya makanan tinggi karbohidrat. Ketika glukosa

diabsorbsi dari usus halus kedalam darah, insulin disekresikan untuk

meningkatkan sel menggunakan glukosa untuk energi yang

dibutuhkan segera. Pada saat bersamaan, semua kelebihan glukosa

akan disimpan di hati dan otot sebagai glikogen.

5. Fungsi eksokrin

a. Kelenjar eksokrin pada pankreas disebut acini, yang mengalirkan

enzim yang terlibat pada proses pencernaan ketiga jenis molekul

kompleks makanan.

b. Enzim pankreatik amilase akan mencerna zat pati menjadi maltose.

Kita bisa menyebutnya enzim cadangan untuk amilase saliva.

c. Lipase akan mengubah lemak yang teremisi menjadi asam lemak dan

gloserol. Pengemulsifan atau pemisahan lemak pada garam empedu

akan meningkatkan luas permukaan sehingga enzime lipase akan

dapat bekerja secara efektif.

d. Tripsinogen adalah suatu enzim yang tidak aktif, yang akan menjadi

tripsin aktif di dalam duodenum. Tripsin akan mencerna polipeptida

menjadi asam-asam amino rantai pendek.


e. Cairan enzim pankreatik dibawa oleh saluran-saluran kecil kemudian

bersatu membentuk saluran yang lebih besar, dan akhirnya masuk

kedalam duktus pankreatikus mayor. Duktus tambahan yang bisa

muncul. Duktus pankreatikus mayor bisa muncul dari sisi medial

pankreas dan bergabung dengan duktus koledukus komunis untuk

kemudian menuju duodenum.

f. Pankreas juga memproduksi cairan bikarbonat yang bersifat basa,

karena cairan lambung yang memasuki duodenum bersifat sangat

asam, ia harus menetralkan untuk mencegah kerusakan mukosa

duodenum. Proses penetralan ini dilaksanakan oleh natrium

bikarbonat didalam getah pankreas, dan pH kimus yang berada di

dalam duodenum akan naik menjadi 7,5.

g. Sekresi cairan pankreas dirangsang oleh hormon sekretin dan

kolesistokinin akan merangsang sekresi enzim pankreas.

5. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klasik diabetes adalah rasa haus yang berlebihan sering kencing

terutama malam hari, banyak makan serta berat badan yang turun dengan cepat.

Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan

dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan jadi kabur, gairah seks menurun,

luka sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg.Kadang-

kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan, mereka

mengetahui adanya diabetes karena pada saat periksa kesehatan diemukan kadar

glukosa darahnya tinggi.

Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :

Pada tahap awal sering ditemukan :

a. Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai

melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic


diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien

mengeluh banyak kencing.

b. Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan

banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak

minum.

c. Polipagi (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami

starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan.

Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya

akan berada sampai pada pembuluh darah.

d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa,

maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain

yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh

selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk

yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM

walaupun banyak makan akan tetap kurus.

e. Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)

yang disebabkan karena insufisiensi insulin.Akibat terdapat penimbunan

sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

6. PATOFISIOLOGI

Menurut Smeltzer dan Bare (2010: 1223), patofisiologi dari diabetes

mellitus adalah :

1.      Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin

karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.

Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati.Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan

dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan

hiperglikemia postprandial (sesudah makan).Jika konsentrasi glukosa dalam

darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang

tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).

Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan

disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini

dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang

berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)

dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme

protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.Pasien dapat

mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya

simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses

ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan

hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang

mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk

samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu

keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis

diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala

seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton

dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma

bahkan kematian.

2.      Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,

yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan

terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya

insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II

disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin


menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan.Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif

maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.Jika gejalanya

dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup

kelelahan, iritabilitas, poliuria.polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi

vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan

pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik.Penyakit ini

berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar

(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus

(mikrovaskular) disebut mikroangiopati.Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas

sentral biasanya lebih besar disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus

keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan

hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai

vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada

daerah kaki yang mengalami beban terbesar.Neuropati sensoris perifer

memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya

kerusakan jaringan dibawah area kalus.Selanjutnya terbentuk kavitas yang

membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan

ulkus.Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.

Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.

Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya

sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan

dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).


PATHWAY PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS

7. Komplikasi

Menurut Subekti (2010: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus

adalah sebagai berikut:

a. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan

penurunan glukosa darah.Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai

berat berupa koma dengan kejang.Penyebab tersering hipoglikemia adalah

obat-obat hiperglikemik oral golongan sulfonilurea.


b. Hiperglikemia Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang

berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress

akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. Ulkus

Diabetik jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus, kulit melepuh, kuku

kaki yang tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari, pembengkakan ibu jari

kaki, plantar warts, jari kaki bengkok, kulit kaki kering dan pecah, kaki

atlet, (Dr. Nabil RA).

8. Pemeriksaan diagnostik Penunjang

Menurut Arora (2009: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4

hal yaitu:

a. Postprandial

Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl

mengindikasikan diabetes.

b. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai

kadar gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1%

menunjukkan diabetes.

c. Tes toleransi glukosa oral

Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula,

dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua

jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.

d. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah

jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam

celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk

memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

e. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dengan

cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada

urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ )

f. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai

dengan jenis kuman.

9. Penatalaksanaan

1. Medis

Menurut Soegondo (2009: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien

dengan Diabetes Mellitus meliputi:

a.       Obat hiperglikemik oral (OHO).

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :

1)      Pemicu sekresi insulin.

2)      Penambah sensitivitas terhadap insulin.

3)      Penghambat glukoneogenesis.

4)      Penghambat glukosidase alfa.

b.      Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

1)      Penurunan berat badan yang cepat.

2)      Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

3)      Ketoasidosis diabetik.

4)      Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

c.       Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,

untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar

glukosa darah.

2. Keperawatan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus

antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan

mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic

ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan

penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara


mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka

amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan

Bare (2010: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes

Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,

sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya

komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus

Diabetik:

a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan

semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah

kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.

b. Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan

menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan

glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.

c. Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri

diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara

optimal.

d. Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan

kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

e. Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari

keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan

mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.

f. Kontrol nutrisi dan metabolic

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam

penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh


dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan

pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan

selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi

protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat

mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan

pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol

gula darah.Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi,

kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik

harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.

g. Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus.Modifikasi

weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang

tertutup dan sepatu khusus.Semua pasien yang istirahat ditempat tidur, tumit

dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap

hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap

rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama

menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.

h. Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan

pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:

Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.

Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.


ASUHAN KEPERAWATAN

A.   PENGKAJIAN

Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan

mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat

keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang

perlu dikaji pada klien degan diabetes melitus :

1.  Aktivitas dan istirahat :

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,

tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma

2.  Sirkulasi

Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas

bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.

3.  Eliminasi

Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.

4.  Nutrisi

Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.

5.  Neurosensori

Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,

koma dan bingung.

6.  Nyeri

Pembengkakan perut, meringis.

7.  Respirasi

Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.

8.  Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.

9.  Seksualitas

B.   DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b/d agen biologis

2. Resiko ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan manajemen diabetes tidak tepat

3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi,

imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)

4. Resiko infeksi berhubungan dengan tubuh tidak adekuat akibat gangguan integritas

kulit.

C.   RENCANA KEPERAWATAN


No Diagnosa KRITERIA INTERVENSI
EVALUASI/HASIL
1 Nyeri akut b/d Tingkat nyeri Manajemen nyeri :
Kriteria: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
agen biologi
1. Berat komprehensif termasuk lokasi,
2. Cukup berat karakteristik, durasi, frekuensi,
3. Sedang kualitas dan ontro presipitasi.
4. Ringan 2. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
5. Tidak ada untuk mengetahui pengalaman nyeri
 Nyeri yang dan sampaikan penerimaan pasien
dilaporkan (3) terhadap nyeri
 Ekspresi nyeri 3. kurangi faktor faktor yang dapat
wajah (4) mencetuskan
 Tidak bisa istirahat 4. Kontrol ontro lingkungan yang
 Iritabilitas mempengaruhi nyeri seperti suhu
 Meringis ruangan, pencahayaan, kebisingan.
 Mengeluarkan 5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
keringat (farmakologis/non farmakologis)..
6. Ajarkan teknik non farmakologis
 Kehilangan nafsu
(relaksasi, distraksi dll) untuk
makan
mengetasi nyeri..
7. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri.
8. Evaluasi tindakan pengurang
nyeri/kontrol nyeri.
9.Kolaborasi dengan dokter bila ada
komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.

Administrasi analgetik :.
1. Cek riwayat alergi..
3. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama
saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala efek samping.
2. Resiko Manajemen diri : Manajemen diabetes :
Kriteria : 1. Monitor kadar gula darah
ketidakstabilan
1. Tidak pernah 2. Monitor tanda-tanda dan gejala
gula darah menunjukkan hiperglikemi
2. Jarang menunjukkan 3. Dorong pemantauan sendiri kadar
berhubungan
3. Kadang-kadang glukosa darah
dengan menunjukkan 4. Instruksikan pada pasien dengan
4. Jarang menunjukkan keluarga mengenai manajemen
manajemen
5. Secara konsisten diabetes selama periode aktif
diabetes tidak menunjukkan 5. Anjurkan pasien untuk pemeriksaan
 Mencari informasi kaki terutama ketika sensori terasa
tepat
tentang metode berkurang
untuk mencegah 6. Anjurkan pasien dan keluarga untuk
komplikasi mengenal tanda dan gejala infeksi
 Melakukan tindakan
pencegahan dengan
perawatan kaki
 Memantau glukosa
darah
 Menggunakan obat-
obatan sesuai resep
 Melaporkan luka
yang tidak sembuh
kepada pemberi
pelayanan primer
3. Kerusakan Penyembuhan luka : Perawatan luka :
sekunder 1. Beri control nyeri yang memadai
integritas jaringan
Kriteria : (mis.relaksasi)
bd faktor 1. Tidak ada 2. Gambarkan karakteristik ulkus, catat
2. Terbatas ukuran, lokasi, cairan yang keluar,
mekanik:
3. Sedang warna, perdarahan, myeri, baud an
perubahan 4. Besar edema
5. Sangat besar 3. Catat perubahan evolusi ulkus yang
sirkulasi,
diamati
imobilitas dan  Granulasi 4. Bersihkan ulkus dimulai dengan area
 Pembentukan bekas terbersih menuju area kotor
penurunan
luka 5. Oleskan obat topical
sensabilitas  Ukuran luka 6. Gunakan balutan berdaya serap tinggi
berkurang pada kasus dengan cairan yang sangat
(neuropati)
banyak
7. Demonstrasikan kepada pasien dan
keluarga bagaimana membuang
balutan bekas
8. Bantu pasien untuk mengambil
tangggungjawab yang lebih besar
terhadap perawatan diri.

4.. Resiko infeksi Penyembuhan luka Perawatan luka :


sekunder 1. Angkat balutan dan plaster perekat
berhubungan
Kriteria : 2. Monitor karakteristik luka (warna,
dengan 1. Sangat besar ukuran dan bau)
2. Besar 3. Ukur luas luka
pertahanan tubuh
3. Sedang 4. Berikan perawatan ulkus pada kulit
tidak adekuat 4. Terbatas yang diperlukan
5. Tidak ada 5. Oleskan salep sesuai dengan kulit
akibat gangguan
6. Pertahankan teknik balutan steril
integritas kulit  Peradangan luka ketika melakukan perawatan luka
 Nekrosis dengan tepat
 7. Ganti balutan sesuai dengan jumlah
Lubang pada luka
 Bau busuk luka eksudat dan drainase
8. Rujuk pada preksisi ostomy dengan
tepat
9. Anjurkan pasien dan keluarga untuk
mengenal tanda dan gejala infeksi
10. Dokumentasikan lokasi luka ukuran
dan tampilan
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA. (2018). Standards Of Medical Care In Diabetes — 2018
Brunner & Suddart, 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit
RGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2010, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Bukchech, Gloria, et al (2012). Nursing Intervention Classification (NIC).Lowa : Mosbysp
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2010 .Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC:Jakarta.
Noer, Prof.dr.H.M.Sjaifoellah. 2010. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus.[ serial Online] cited 12
Februari 2012], avaible from URL:  http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-
keperawatan-diabetes-mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2009. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga
World Health Organization. (2016). Global Report on Diabetes. Isbn, 978, 88.
https://doi.org/ISBN 978 92 4 156525 7

Anda mungkin juga menyukai