Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN DIABETES MELITUS (DM)

DI RUANG BENGKIRAI RSUD HARAPAN INSAN SENDAWAR

KUTAI BARAT

OLEH :

NAMA : EVERT CANDRA

NIM : P07220221076

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN
KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI
NERS TAHAP SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
SAMARINDA
TAHUN 2022
LAPORAN

PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Diabetes mellitus adalah sekelompok gangguan metabolisme yang

ditandai oleh peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) dan

kekurangan dalam produksi atau aksi insulin yang diproduksi oleh

pankreas di dalam tubuh. (Ullah & Khan, 2016)

Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang

ditandai oleh hiperglikemia akibat defek pada sekresi insulin, aksi insulin,

atau kedua. Hiperglikemia kronis diabetes terkait dengan kerusakan jangka

panjang, disfungsi, dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal,

saraf, jantung, dan pembuluh darah. (Purnamasari, 2011)

2. Anatomi fisiologi

Gambar 2.1

(Wanennoor, 2014)

7
8

a. Kelenjar pankreas

Pankreas adalah suatu alat tubuh yang agak panjang terletak

retroperitonial dalam abdomen bagian atas, di depan vertebrae lumbalis I

dan II. Kepala pankreas terletak dekat kepala duodenum, sedangkan

ekornya sampai ke lien (limpa). Pankreas mendapat darah dari arteri

lienalis dan arteri masenterika superior. Duktus pankreatikus bersatu

dengan duktus koledukus dan masuk ke duodenum, pankreas

menghasilkan dua kelenjar yaitu kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin.

Pankreas menghasilkan kelenjar endokrin bagian dari kelompok sel

yang membentuk pulau-pulau langerhans. Pulau-pulau langerhans

berbentuk oval tersebar di seluruh pankreas. Dalam tubuh manusiaterdapat

1-2 juta pulau-pulau langerhans yang dibedakan atas granulasi dan

pewarnaan, setengah dari sel ini menyekresi hormon insulin.

Dalam tubuh manusia normal pulau langerhans menghasilkan empat jenis

sel:

1) Sel-sel A (alfa) sekitar 20-40% memproduksi glukagon menjadi

factor hiperglikemik, mempunyai anti-insulin aktif

2) Sel-sel B (beta) 60-80% fungsinya membuat insulin

3) Sel-sel D 5-15% membuat somatostasin

4) Sel-sel F 1% mengandung dan menyekresi pankreatik

polipeptida

Insulin merupakan protein kecil terdiri dari dua rantai asam amino,

satu sama lain di hubungkan oleh ikatan disulfide. Sebelum dapat


9

berfungsi ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar dalam

membrane sel. Sekresi insulin dikendalikan oleh kadar glukosa darah.

Kadar glukosa darah yang berlebihan akan merangsang sekresi insulin dan

bila kadar glukosa normal atau rendah maka sekresi insulin akan

berkurang.

b. Mekanisme kerja insulin:

1) Insulin meningkatkan transpor glukosa kedalam sel/jaringan tubuh

kecuali otak, tubulus ginjal, mukosa usus halus, dan sel darah merah.

Masuknya glukosa adalah suatu proses difusi, karena perbedaan

konsentrasi glukosa bebas luar sel dan dalam sel.

2) Meningkatkan transpor asam amino ke dalam sel.

3) Meningkatkan sentesis protein di otak dan hati.

4) Menghambat kerja hormone yang sensitive terhadap lipase,

meningkatkan sekresi lipida.

5) Meningkatkan pengambilan kalsium dari cairan sekresi.

c. Efek insulin:

1) Efek insulin pada metabolisme karbohidrat, glukosa yang diabsorbsi

dalam darah menyebabkan sekresi insulin lebih cepat, meningkatkan

penyimpanan dan penggunaan glukosa dalam hati, dan meningkatkan

metabolisme glukosa dalam otot. Penyimpanan glukosa dalam otot

meningkatkan transpor glukosa melalui membran sel otot.

2) Efek insulin pada metabolisme lemak dalam jangka panjang.

Kekurangan insulin menyebabkan arteriosklerosis, serangan jantung,


10

stroke, dan penyakit vascular lainnya. Kelebihan insulin menyebabkan

sintesis dan penyimpanan lemak, meningkatkan transpor glukosa ke

dalam sel hati, kelebihan ion sitrat, dan isositrat. Penyimpanan lemak

dalam sel adiposa menghambat kerja lipase yang sensitif hormon dan

meningkat transpor ke dalam sel lemak.

3) Efek insulin pada metabolisme protein: Transpor aktif banyak asam

amino ke dalam sel, membentuk protein baru meningkatkan translasi

messenger RNA, meningkatkan kecepatan transkipsi DNA.

Kekurangan insulin dapat menyebabkan kelainan yang dikenal

dengan diabetes melitus, yang mengakibatkan glukosa tertahan di luar sel

(cairan ekstraseluler), mengakibatkan sel jaringan mengalami kekurangan

glukosa/energi dan akan merangsang glikogenolisis di sel hati dan sel

jaringan. Glukosa akan dilepaskan ke dalam cairan ekstrasel sehingga

terjadi hiperglikemia. Apabila mencapai nilai tertentu sebagian tidak

diabsorbsi ginjal, dikeluarkan melalui urine sehingga terjadi glikosuria dan

poliuria.

Konsentrasi glukosa darah mempunyai efek yang berlawanan

dengan sekresi glukagon. Penurunan glukosa darah meningkatkan sekresi

glukosa yang rendah. Pankreas menyekresi glukagon dalam jumah yang

besar. Asam amino dari protein meningkatkan sekresi insulin dan

menurunkan glukosa darah.

Pada orang normal, konsentrasi glukosa darah diatur sangat sempit

90 mL/100 ml. Orang yang berpuasa setiap pagi sebelum makan 120-140
11

mg/100 ml, setelah makan akan meningkat, setelah 2 jam kembali ke

tingkat normal. Sebagian besar jaringan dapat menggeser ke penggunaan

lemak dan protein untuk energi bila tidak terdapat glukosa. Glukosa

merupakan satu-satunya zat gizi yang dapat digunakan oleh otak, retina,

dan epitel germinativum.(Syarifuddin, 2013)

3. Etiologi

Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :

a. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus /IDDM )

Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-

sel beta pankreas disebabkan oleh :

1) Faktor genetik

Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi

suatu predisposisi / kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM

tipe 1. Ini ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen

HLA ( Human Leucocyte Antigen ) tertentu. HLA merupakan

kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi

dan proses imun lainnya.

2) Faktor Imunologi

Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal

tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.


12

3) Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang

menimbulkan destruksi sel beta.

b. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM )

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin

dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui.

Diabetes tipe ini adalah gangguan heterogen yang disebabkan oleh

kombinasi faktor genetik yang terkait dengan gangguan sekresi insulin,

resistensi insulin dan faktor lingkungan seperti obesitas, makan

berlebihan, kurang olahraga, dan stres serta penuaan. Selain itu

terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan yaitu :

1) Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara

dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.

Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin

pankreas untuk memproduksi insulin.

2) Obesitas

Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami

hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi

insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban

metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi

energi sel yang terlalu banyak.


13
3) Riwayat Keluarga

Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada

kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali

lebih besar daripada subjek (dengan usiadan berat yang sama) yang

tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti

diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA.

Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2

tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing

memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga

dipengaruhi oleh lingkungan.

4) Gaya hidup (stres)

Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang

cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula.Makanan ini

berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan

meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan

akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas.

Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga

berdampak pada penurunan insulin. (Asdie, 2010)

4. Patofisiologi

Bermacam - macam penyebab diabetes mellitus yang berbeda - beda,

akhirnya akan mengarah kepada defisiensi insulin. Diabetes Mellitus

mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glikogen meningkat, sehingga

terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) yang menyebabkan


14
metabolisme lemak meningkat. Kemudian terjadi proses pembentukan

keton (ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan

menyebabkan ketonuria (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun

serta pH serum menurun yang menyebabkan asidosis.

Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi

menurun, sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Jika

hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul

Glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yang

meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi)

sehingga terjadi dehidrasi. Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi

insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi

sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai

kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah

lelah dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi

tersebut.

Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil

sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang

akan menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena suplai makanan dan

oksigen tidak adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadinya

gangguan.

Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina

menurun, sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang,

akibatnya pandangan menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari


15
perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal,

sehingga terjadi nefropati.

Diabetes mempengaruhi syaraf – syaraf perifer, sistem syaraf otonom

dan sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan gangguan pada saraf

(Neuropati) . (Hanum, 2013)


16

5. Pathway/patoflowdiagram diabetus mellitus

 Faktor genetic
Kerusakan sel beta Kerusakan produksi insulin Gula dalam darah tidak dapat
 Infeksi virus dibawa
 Pengrusakan
masuk dalam sel
imunologik
Glikosuria Batas melebihi ambang ginjal Hiperglikemia Anabolisme protein
menurun
Diaresis osmotik Vikositas darah meningkat
Syok hiperglikmik Kerusakan pada antibodi

Poliuri Aliran darah lambat

Koma diabetik Kekebalan tubuh


Kehilangan sel elektrolit dalam Iskemik jaringan menurun
sel
Nekrosis luka
Perfusi perifer tidak efektif Neuropati sensori
Dehidrasi perifer

Gangrene
Resiko infeksi Klien tidak merasa sakit
Risiko Hipovolemi Kehilangan kalori

Sel kekurangan bahan Protein dan lemak Gangguan Integritas jaringan


Merangsang
untuk dibakar
hipotalamus
Pemecahan
Pusat lapar dan Katabolisme lemak Intoleransi
protein Keletihan
haus Aktifitas
Ketonuria
Polidipsia dan polipagida Asam lemak Keton

Bagan 2.1 Pathway Diabetes Mellitus


Defisit Nutrisi Ketoasidosis (Nurarif & Kusuma, 2016 dan Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2017)
6. Klasifikasi

Diabetes mellitus dapat digolongkan dalam berbagai cara tetapi satu

bentuk klasifikasi adalah sebagai berikut :

a. Diabetes tipe I (tergantung insulin) disebabkan oleh kerusakan sel beta

yang dimediasi oleh kekebalan tubuh, menyebabkan untuk defisiensi

insulin.

b. Diabetes idiopatikdiabetes adalah tipe 1 tanpa etiket yang diketahui

dan sangat diturunkan.

c. Diabetes tipe II (tidak tergantung insulin) disebabkan oleh defek

sekresi insulin dan resistensi insulin.

d. Diabetes mellitus gestasional adalah segala bentuk intoleransi terhadap

glukosa dengan onset atau pengakuan pertama kehamilan.

Namun diabetes sebagian besar pada dasarnya diklasifikasikan menjadi

DUA tipe utama: Diabetes Tipe I (IDDM) dan Diabetes Tipe II (NIDDM).

(Ullah & Khan, 2016)

7. Manifestasi Klinis

a. Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic

defisiensi insulin (Price & Wilson)

1) Kadar glukosa puasa tidak normal

2) Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi

dieresis osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (polyuria)

dan timbul rasa haus (polydipsia)

17
18

3) Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang

4) Lelah dan mengantuk

5) Gejala lain yang di keluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur,

impotensi, peruritas vulva.

b. Kriteria diagnosis DM:

1) Gejala klasik DM+glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1

mmol/L)

2) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada

suatu hari tanpa memperhatikan waktu

3) Gejala klasik DM+glukosa plasma ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)

4) Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200mg/dL (11,1mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban

glukosa yang setara dengan 75gram glukosa anhidrus dilarutkan

kedalam air. (Nurarif & Kusuma, 2015)

8. Komplikasi

Menurut (Laurentia, 2015) komplikasi yang timbul pada diabetus melitus

adalah :

a. Penderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit

jantung, stroke, aterosklerosis, dan tekanan darah tinggi.

b. Kerusakan saraf atau neuropati.

Kadar gula darah yang berlebihan dapat merusak saraf dan

pembuluh darah halus. Kondisi ini bisa menyebabkan munculnya

sensasi kesemutan atau perih yang biasa berawal dari ujung jari tangan
19

dan kaki, lalu menyebar ke bagian tubuh lain. Neuropati pada sistem

pencernaan dapat memicu mual, muntah, diare, atau konstipasi.

c. Kerusakan mata, salah satunya dibagian retina.

Retinopati muncul saat terjadi masalah pada pembuluh darah di

retina yang dapat mengakibatkan kebutaan jika dibiarkan. Glaukoma

dan katarak juga termasuk komplikasi yang mungkin terjadi pada

penderita diabetes.

d. Gangren

Sulistriani (2013) menyatakan faktor yang berpengaruh terhadap

kejadian gangrene pada penderita DM diantaranya adalah neuropati,

tidak terkontrol gula darah (hiperglikemi yang berkepanjangan akan

menginisiasi terjadinya hiperglisolia (keadaan dimana sel kebanjiran

masuknya glukosa akibat hiperglikemia kronik), hiperglisolia kronik

akan mengubah homeostasis biokimiawi sel yang kemudian berpotensi

untuk terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi DM.

Gangren adalah rusak dan membusuknya jaringan, daerah yang

terkena gangren biasanya bagian ujung-ujung kaki atau tangan.

Gangren kaki diabetik luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan

berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi dipembuluh darah sedang

atau besar ditungkai, luka gangren merupakan salah satu komplikasi

kronik DM.
20

9. Penatalaksanaan

Insulin pada DM tipe 2 diperlukan pada keadaan (Nurarif & Kusuma,

2015):

a. Penurunan berat badan yang cepat

b. Hiperglikemia berat disertai ketosis

c. Ketoasidosis diabetik (KAD) atau Hiperglikemia hyperosmolar non

ketotik (HONK)

d. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

e. Gagal dengan kombinasi obat hipoglikemik oral (OHO) dosis optimal

f. Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA atau infark miokard

akut, stroke)

g. Kehamilan dengan DM/diabetes mellitus gestasional yang tidak

terkendali dengan perencanaan makanan

h. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

i. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap obat hipoglikemik oral (OHO)

10. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Smelzer dan Bare, pemeriksaan penunjang untuk penderita

diabetes melitus antara lain :

a. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi

keringatnya (menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol

kaki berkurang (-).


21

2) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah-pecah , pucat, kering

yang tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau

bisa juga teraba lembek.

b. Pemeriksaan Vaskuler

1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya

benda asing, osteomelietus.

2) Pemeriksaan Laboratorium

a) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah

Sewaktu), GDP (Gula Darah Puasa),

b) Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau

tidaknya kandungan glukosa pada urine tersebut.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diabetes Melitus

1. Pengkajian

a. Identitas

Nama, usia (DM Tipe 1 usia < 30 tahun. DM Tipe 2 usia > 30

tahun, cenderung meningkat pada usia > 65 tahun), kelompok

etnik di Amerika Serikat golongan Hispanik serta penduduk asli

Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar, jenis

kelamin, status, agama, alamat, tanggal : MRS, diagnosa masuk.

Pendidikan dan pekerjaan, orang dengan pendapatan tinggi

cenderung mempunyai pola hidup dan pola makan yang salah.

Cenderung untuk mengkonsumsi makananyang banyak

mengandung gula dan lemak yang berlebihan. Penyakit ini


22

biasanya banyak dialami oleh orang yang pekerjaannya dengan

aktifitas fisik yang sedikit.

b. Keluhan Utama

1) Kondisi Hiperglikemi

Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak BAK,

dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.

2) Kondisi Hipoglikemi

Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah, rasa lapar,

sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan

daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan

emosional, penurunan kesadaran.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Dominan muncul adalah sering kencing, sering lapar dan haus,

berat badan berlebih. Biasanya penderita belum tahu kalau itu

penyakit DM, baru tahu setelah memeriksakan diri ke pelayanan

kesehatan.

d. Riwayat Penyakit Terdahulu

DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan

penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat–obatan

seperti glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker,

kontrasepsi yang mengandung estrogen, hipertensi, dan obesitas.


23

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Menurun menurut silsilah karena kelainan gen yang

mengakibatkan tubuhnya tidak dapat menghasilkan insulin

dengan baik.

f. Pola Fungsi Kesehatan

1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan

dan penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan

atau menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu

aktivitas pasien.

2) Pola aktivitas dan latihan

Kaji keluhan saat beraktivitas. Biasanya terjadi perubahan

aktivitas sehubungan dengan gangguan fungsi tubuh.

Kemudian pada klien ditemukan adanya masalah dalam

bergerak, kram otot tonus otot menurun, kelemahan dan

keletihan.

3) Pola nutrisi dan metabolic

Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari

klien (pagi, siang dan malam). Kemudian tanyakan

bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah,

pantangan atau alergi.

4) Pola eliminasi
24

Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan

karakteristiknya. Berapa kali miksi dalam sehari,

karakteristik urin dan defekasi. Serta tanyakan adakah

masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah

penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi.

5) Pola istirahat dan tidur

Tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien. Dan

bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur, apakah

merasa segar atau tidak.

6) Pola kognitif persepsi

Kaji status mental klien, kemampuan berkomunikasi dan

kemampuan klien dalam memahami sesuatu, tingkat

ansietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien,

dan identifikasi penyebab kecemasan klien.

7) Pola sensori visual

Kaji penglihatan dan pendengaran klien.

8) Pola toleransi dan koping terhadap stress

Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS

(financial atau perawatan diri). Kemudian kaji keadaan

emosi klien sehari – hari dan bagaimana klien mengatasi

kecemasannya (mekanisme koping klien). Tanyakan pakah

ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien

sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat,


25

apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan dan

tanyakan apakah sedang mengalami stress yang

berkepanjangan.

9) Persepsi diri/konsep diri

Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan

dirinya sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien

mengubah gambaran dirinya. Kemudian tanyakan apa yang

menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi

atau takut, apakah ada hal yang menjadi pikirannya.

10) Pola seksual dan reproduksi

Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan

penyakitnya, kapan klien mulai menopause dan masalah

kesehatan terkait dengan menopause, apakah klien

mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan

kebutuhan seks.

11) Pola nilai dan keyakinan

Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-

pantangan dalam beragama serta seberapa taat klien

menjalankan ajaran agamanya.

2. Diagnosa Keperawatan

Setelah didapatkan data dari pengkajian yang dilakukan secara

menyeluruh, maka dibuatlah analisa data dan membuat kesimpulan

diagnosis keperawatan. Berikut adalah uraian dari masalah yang


26

timbul bagi klien dengan diabetus mellitus dengan menggunakan

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) dalam Tim

Pokja SDKI DPP PPNI 2017 (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):

1) Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia (D.0009)

a. Definisi Perfusi Perifer Tidak Efektif

Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat

mengganggu metabolisme tubuh.

b. Gejala dan Tanda Mayor

1. Subjektif : (tidak tersedia)

2. Objektif : warna kulit pucat , Turgor kulit

menurun

c. Gejala dan Tanda Minor

1. Subjektif : (tidak tersedia)

2. Objektif : Edema, Penyembuhan luka lambat

d. Kondisi Klinis terkait

1) Tromboflebitis

2) Diabetes mellitus

3) Anemia

4) Gagal jantung kongestif

5) Kelainan jantung kongenital

6) Trombosis arteri

7) Varises

8) Trombosis vena dalam


27

9) Sindrom kompartemen

2) Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme

(D.0019)

a. Definisi defisit nutrisi

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme.

b. Gejala dan Tanda Mayor

1. Subjektif : (tidak tersedia)

2. Objektif : Berat badan menurun minimal 10%

dibawah rentang ideal.

c. Gejala dan Tanda Minor

1. Subjektif : Nafsu makan menurun

2. Objektif : Membran mukosa pucat, Diare

d. Kondisi klinis terkait


1) Stroke

2) Parkinson

3) Mobius syndrome

4) Cerebral palsy

5) Cleft lip

6) Cleft palate

7) Amytropic lateral sclerosis

8) Kerusakan neuromuskular

9) Luka bakar

10) Kanker
28

11) AIDS

3) Risiko Hipovolemia (D.0034)

a. Definisi

Berisiko mengalami penurunan volume cairan

intravaskuler, interstisiel,dan/atau intraseluler.

b. Faktor risiko

Kehilangan cairan secara aktif.

c. Kondisi klinis terkait

a) Penyakit Addison

b) Trauma/perdarahan

c) Luka bakar

d) AIDS

e) Penyakit Crohn

f) Muntah

g) Diare

h) Kolitis ulseratif

4) Gangguan integritas kulit/ jaringan b.d nekrosis luka

(D.0129)

a. Definisi gangguan integritas kulit/jaringan

Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau

jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,

tulang, kartilago, kapsul, sendi dan/atau ligmen).


29

b. Gejala dan Tanda Mayor

1. Subjektif :(tidak tersedia)

2. Objektif : Kerusakan jaringan dan/atau lapisan

kulit

c. Gejala dan Tanda Minor

1. Subjektif :(tidak tersedia)

2. Objektif : Nyeri, Perdarahan, Kemerahan,

Hematoma

5) Intoleransi Aktivitas

a. Definisi

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari

hari

b. Gejala dan Tanda mayor

1. Subjektif : Pasien mengeluh lelah

2. Objektif : Frekuensi jantung meningkat

c. Gejala dan Tanda mayor

1. Subjektif : Dispnea saat/setelah aktivitas,

Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas,

Merasa lemah

2. Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari

kondisi istirahat, Gambaran EKG menunjukkan

aritmia saat/setelah aktivitas, Gambaran EKG

menunjukkan iskemia, Sianosis


30

d. Kondisi klinis terkait

1. Anemia

2. Gagal jantung kongestif

3. Penyakit jantung koroner

4. Penyakit katup jantung

5. Aritmia

6. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

7. Gangguan metabolik

8. Gangguan muskuloskeletal

6) Risiko infeksi bd hiperglikemia (D.0142)

a. Definisi risiko infeksi

Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme

potegenik.

b. Faktor risiko

Risiko infeksi dibuktikan dengan adanya penyakit

kronis (mis. Diabetes Melitus)

c. Kondisi klinis terkait

1. AIDS

2. Luka bakar

3. Penyakit paru obstruktif

4. Diabetes mellitus

5. Tindakan invasif

6. Kondisi penggunaan terapi steroid


31

7. Penyalahgunaan obat

8. Kanker

9. Gagal ginjal

10. Imunosupresi

11. Lymphedema

12. Leukositopenia

13. Gangguan fungsi hati

3. Intervensi Keperawatan
Berikut adalah uraian tujuan dan kriteria hasil untuk intervensi

bagi klien dengan diabetus mellitus dengan menggunakan Standar

Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran

Keperawatan Indonesia (SLKI). (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018;

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)

a. Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia

Tabel 2.1 Intervensi Perfusi perifer tidak

efektif

No
Tujuan Intervensi
1.setelah dilakukan intervensi Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer,
keperawatan maka diharapkan edema, pengisian kapiler, warna, suhu,
perfusi perifer dapat meningkat. ankle-brachial index)
Kriteria hasil: Identifikasi faktor risiko gangguan
1. Denyut nadi perifer sirkulasi(mis.diabetes,perokok,
2. meningkat Sensai meningkat orangtua,hipertensidan kolestrol kadar
3. Penyembuhan luka meningkat tinggi)
4. Warna kulit pucat menurun 1.3 Monitor panas, kemerahan, nyeri,
5. Nekrosis menurun atau bengkak pada ekstremitas
6. Pengisian kapiler cukup 1.4 Hindari pengukura dara pad
membaik ekstremitasdengan
n hketerbatasa
a
7. Turgor kulit cukup membaik perfusi n
8. Tekanan darah cukup 1.5 Informasikan tanda gejala darurat
membaik yang harus dilaporkan (mis. rasa sakit
yang tidak hilang saat istirahat, luka
32

tidak sembuh, hilangnya rasa)

b. Defisit nutrisi bd peningkatan kebutuhan metabolisme

Tabel 2.2 Intervensi Defisit Nutrisi

No
Tujuan Intervensi

2. setelah dilakukan intervensi maka Identifikasi status nutrisi


diharapkanstatus nutrisi dapa Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
membaik. t nutrien
Kriteria hasil: Monitor asupan makanan
1. Porsi makan yang dihabiskan Monitor berat badan
cukup meningkat Pengetahuan Monitor adanya mual dan muntah
2. tentang pilihan makanan yang Ajarkan diet yang di programkan
sehat Pengetahuan tentang 2.7 Kolaborasi pemberia medikasi
3. pilihan minuman yang sehat sebelum makann (mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
Perasaan cepat kenyang
4. menurun Berat badan cukup
5. membaik Indeks massa tubuh
6. cukup membaik
Nafsu makan membaik
7.

c. Resiko Hipovolemi

Tabel 2.3 Intervensi Resiko Hipovolemi


No
Tujuan Intervensi

3. setelah dilakukan intervensi maka Periksa tanda dan gejala hipovolemia


diharapkan statu cairandapat ( mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi
membaik. s teraba lemah, tekanan darah menurun,
Kriteria hasil : tekanan nadi menyempit, turgor kulit
Kekuatan nadi meningkat menurun, membrane mukosa kering,
Turgor kulit meningkat volume urine menurun, hematocrit
Edema perifer menurun meningkat, haus, lemah).
Tekanan darah membaik Monitor intake dan output cairan.
Berikan asupan cairan oral.
Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral.Kolaborasi pemberian cairan IV.
3.5
33

d. Gangguan integritas jaringan/kulit b.d nekrosis luka

Tabel 2.4 Intervensi Gangguan Integritas Jaringan

No
Tujuan Intervensi
4.setelah dilakukan intervensi 4.1 Monitor karakteristikluka(mis.
keperawatanmaka diharapka drainase, warna, ukuran, bau)
integritas kulit dan jaringanndapat Monitor tanda-tanda infeksi
meningkat. Lakukan perawatan luka
Kriteria hasil: Lakukanpembalutanlukasesuai kondisi
1. Perfusi jaringan cukup meningkat luka
2. Kerusakan jaringan menurun Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
3. Kerusakan lapisan kulit menurun perlu
4. Nyeri,perdarahan,kemerahan,
hematoma menurun
5. Nekrosis menurun
6. Sensasi dan tekstur membaik

e. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan


Tabel 2.5 Intoleransi aktivitas
No
Tujuan Intervensi
5.setelah dilakukan intervensi5.1 Identifikasi gangguan fungsi tubuh
keperawatan maka diharapkanyang mengakibatkan kelelahan
toleransi aktivitas dapat 5.2 Monitorkelelahan fisikdan
meningkat. Kriteria hasil: emosional
1. Frekuensi nadi meningkat Monitor pola dan jam tidur
2. Kemudahandalammelakukan Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
aktivitas sehari-hari meningkat stimulus (mis.cahaya, suara, kunjungan)
3. Keluhan lelah menurun Anjurkan melakukan aktifitas secara
bertahap
4. Warna kulit membaik Tekanan
5. darah membaik
34

f. Resiko infeksi b.d hiperglikemia

Tabel 2.6 Intervensi Resiko

Infeksi

No.
Tujuan Intervensi
6.setelah dilakukan intervensi Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
keperawatan maka diharapkan sistemik
tingkat infeksi menurun. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
Kriteria hasil : dengan pasien dan lingkungan pasien
Kebersihan tangan dan Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
meningkat badan
Demam, kemerahan nyeri,
bengkak menurun , 6.4 Kolaborasi denga pemberia
Kadar sel darah putih meningkat antibiotik n n
Integritas kulit normal

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan

yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah

status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry,

2011).

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses

keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan

melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada

tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas

yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar

implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap

biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan

klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan


35

mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan

mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan

kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat

mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses

keperawatan berikutnya.

Komponen tahap implementasi

1. Tindakan keperawatan mandiri.

2. Tindakan keperawatan edukatif

3. Tindakan keperawatan kolaboratif.

4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien

terhadap asuhan keperawatan

5. Evaluasi Keperawatan

Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh

manaperawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik

terhadap asuhan keperawatan yang diberikan (Tarwoto &

Wartonah, 2011). Untuk menentukan masalah teratasi, teratasi

sebagian, tidak teratasi atau muncul masalah baru adalah dengan

cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan, kriteria hasil

yang telah di tetapkan. Format evaluasi mengguanakan :

1) Evaluasi Formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses

keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif

ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan


36

rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan.Perumusan evaluasi

formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan

istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan klien),

objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan

data dengan teori), dan perencanaan.

a. S (Subjektif)

Data subjektif adalah keluhan yang berupa ungkapan yang

didapat dari klien.

b. O (Objektif)

Data objektif dari hasil observasi yang dilakukan oleh

perawat, misalnya tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi

fisik, tindakan keperawatan, atau akibat pengobatan.

c. A (Analisis/assessment)

Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang

dianalisis/dikaji dari data subjektif dan data objektif.

Karena status klien selalu berubah yang mengakibatkan

informasi/data perlu pembaharuan, proses

analisis/assessment bersifat dinamis. Oleh karena itu sering

memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan

perubahan diagnosis, rencana, dan tindakan.


37

d. P (Perencanaan/planning)

Perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan

keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang

(hasil modifikasi rencana keperawatan) dengan tujuan

memperbaiki keadaan kesehatan klien.Proses ini

berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan periode yang

telah ditentukan.

2) Evaluasi Sumatif (Hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah

semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evalusi

sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan

keperawatan yang telah diberikan.Metode yang dapat

digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara

pada akhir pelayanan, menanyakan respon klien dan keluarga

terkait pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada

akhir layanan.

Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan

pencapaian tujuan keperawatan, yaitu:

a) Tujuan tercapai/masalah teratasi jika klien menunjukkan

perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

b) Tujuan tercapai sebagian/masalah teratasi sebagian atau

klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien


38

menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah

ditetapkan.

c) Tujuan tidak tercapai/masalah belum teratasi jika klien

hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada

kemajauan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.


39

DAFTAR PUSTAKA

Asdie, A. H. (2010). Patogenesis dan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2. (2003), 14–

33.

Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik &

Riwayat Kesehatan

Clevo, Margareth. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. In Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Fakultas Kedokteran. (2018). Basic Physical Examination : Teknik Inspeksi,

Palpasi, Perkusi Dan Auskultasi, (0271).

Paduch, Andrea. (2017). Hambatan psikososial untuk penggunaan layanan

kesehatan di antara individu dengan diabetes mellitus : Tinjauan sistematis.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia

(edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.


PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia

(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Purnamasari, D. (2011). Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam., 1880–1883.

Anda mungkin juga menyukai