Disusun Oleh :
BANYUWANGI
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Menyetujui,
( ) ( )
Mengetahui,
Kepala Ruangan
( )
KONSEP DIABETES MELLITUS
A. Konsep Penyakit
1. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
a) Anatomi Pankreas
Pankreas menghasilkan :
1) Garam NaHCO3 : membuat suasana basa.
2) Karbohidrase : amilase ubah amilum → maltosa.
3) Dikarbohidrase : a.maltase ubah maltosa → 2 glukosa.
4) Sukrase ubah sukrosa → 1 glukosa + 1 fruktosa.
5) Laktase ubah laktosa → 1 glukosa + 1 galaktosa.
6) lipase mengubah lipid → asam lemak + gliserol.
7) enzim entrokinase mengubah tripsinogen → tripsin dan ubah pepton →
asam amino.
b) Fisiologi Pankreas
1) Pulau Langerhans
Pulau langerhans mengandung 3 jenis sel utama yakni sel-alfa, sel
beta dan sel delta. Sel beta mencakup kira kira 60% dari semua sel
terletak terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan
insulin.granula sel Bmerupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel.
Tiap bungkusan bervariasi antara spesies 1 sengan yang lain.
Dalam sel B, muloekus insulin membentuk polimer komplek
dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena
perbedaan ukuran polimer atau akregat sel dari isulin. Insulin disintesis
dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus kolgi,
tempat ini dibungkus didalam granula yang diikat membran. Kranula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang sel mengeluarkan insulin
kedaerah luar gengang exsosotosis. Kemudian insulin melintasi
membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestra
kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang mencakup kira kira
25% dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan
10% dari seluruh sel yang mensekresikan somatostatin
2) Hormon Insulin
Insulin merupakan protein kecil, terdiri dari dua rantai asam amino
yang satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan disulfida. Bila kedua
rantai asam amino dipisahkan, maka aktivitas fungsional dari insulin
akan hilang. Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan
sebagia pengobatan dalam hal kekurangan seperti pada diabetes, ia
memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengasorpsi dan
menggunakan glukosa dan lemak. Insulin dalam darah beredar dalam
bentuk yang tidak terikat dan memilki waktu paruh 6 menit. Dalam waktu
10 sampai 15 menit akan dibersihkan dari sirkulasi.
Peningkatan glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan
insulin selanjutnya meningkatkan transport glukosa ke dalam hati, otot,
dan sel lain, sehingga mengurangi konsentrasi glukosa darah kembali ke
nilai normal. Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta
pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal
adalah peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa
dalam keadaan normal adalah 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara
berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja
melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan transportasi
glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan
energi atau dapat disimpan didalam hati (Gongzaga, 2016).
Efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat :
a. Manambah kecepatan metabolisme glukosa
b. Mengurangi kosentrasi gula darah
c. Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan
3) Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel sel alfa
pulau langerhans mempunyai beberapa fungsi berlawanan dengan insulin
fungsi terpenting adalah meningkatkan kosentrasi glukosa dalam darah
(Gongzaga 2016).
Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah:
a. Pemecahan glikagon (glikogenolisis)
b. Peningkatan glikogen (glikogenesis)
Menurut Shadine (2016), Diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya
sebagian kecil dari sel sel beta dari pulau pulau langerhans pada
prankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya kekurangan
insulin.
2. Definisi
a) Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
tingginya kadar glukosa darah atau hiperglikemia sebagai akibat dari
penurunan sekresi insulin, gangguan aktivitas insulin atau merupakan
gabungan dari keduanya (Fatimah 2015). Diabetes Mellitus juga dikenal
sebagai silent killer karena banyak penderitanya yang tidak menyadari atau
tidak menandakan gejala awal namun saat diketahui sudah terjadi komplikasi
(Hidayah et al. 2016).
Diabetes Melitus adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan pada
pankreas yang tidak dapat menghasilkan insulin sesuai dengan kebutuhan
tubuh dan/ atau ketidak mampuan dalam memecah insulin. Penyakit diabetes
mellitus juga menjadi faktor komplikasi dari beberapa penyakit lain.
Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek yang tidak
terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi kerusakan
yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh darah
jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal
(dapat terjadi gagal ginjal) (Hidayah et al. 2016).
3. Etiologi
Menurut Smeltzer (2015) Diabetes Melitus dapat disebabkan antara lain :
a) Diabetes Tipe 1/Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
1) Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun
mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik kearah
terjadinya diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi & proses imunnya.
2) Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini
adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
sebagai jaringan asing
3) Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta
b) Diabetes Tipe 2 / Non Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM)
4. Manifestasi Klinis
Jika kadar gula melebihi nilai normal, maka gula darah akan keluar
bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang mengandung
gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke
dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun
sering. Jika tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak
kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan
cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah dan bila tidak
lekas diobati, akan timbul rasa mual. Diketahui bahwa seseorang
menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek
peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam
darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine) penderita
kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering
dilebung atau dikerubuti semut. Gejala dan tanda DM dapat digolongkan
menjadi 2 yaitu :
2) Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak
menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang
ditunjukan meliputi:
a) Lapar yang berlebihan atau makan banyak (poliphagi)
Pada diabetes, karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam
sel sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang itun
sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha
meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar sehingga
timbulah perasaan selalu ingin makan
b) Sering merasa haus (polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau
dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga orang
ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman manis akan sangat
merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi.
c) Jumlah urin yang dikeluarkan banyak (poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal, maka gula darah akan keluar
bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang mengandung
gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke
dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun
sering. Jika tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak
kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan
cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah dan bila tidak
lekas diobati, akan timbul rasa mual.
3) Gejala kronik penyakit DM Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita
DM adalah:
a) Kesemutan
b) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c) Rasa tebal dikulit
d) Kram
e) Mudah mengantuk
f) Mata kabur
g) Biasanya sering ganti kaca mata
h) Gatal disekitar kemaluan terutama pada Wanita
i) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j) Kemampuan seksual menurun
k) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.
a. Klasifikasi
i. Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi
karena kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association
(CDA) juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena
proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes
tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit
dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara
maju maupun di negara berkembang.
ii. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014).
Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu
setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari
penderita DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya
aktivitas fisik.
iii. Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis
selama kehamilan dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa
darah di atas normal). Diabetes gestasional merupakan tipe diabetes yang
disebabkan adanya peningkatan resistensi insulin dan penurunan sensitivitas
insulin selama kehamilan yang merupakan efek dari meningkatnya hormon
yang dihasilkan selama kehamilan, seperti estrogen, progesteron, kortisol dan
laktogen dalam sirkulasi maternal. Sehingga semakin meningkatnya usia
kehamilan, resistensi insulin semakin besar, dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua
dan ketiga. Peningkatan kortisol selama kehamilan normal menyebabkan
penurunan toleransi glukosa.
iv. Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena
adanya kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen
serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan
dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Sindrom hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja
insulin yaitu sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA 2016).
b. Patofisiologi
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta prankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati
meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial.
Jika kosentrasi glukosa daram darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urine (glikosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine,ekresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan
diuresis ostomik, sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurea), dan rasa haus (polidipsi).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein dalam lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunan simpanan kalori. Gejala lainya
kelelahan dan kelemahan.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan
lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam–
basa (penurunan pH) tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Keadaan ini disebut
asidosis metabolic yang diakibatkanya dapat menyebabkan tanda–tanda dan
gejala seprti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton,
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan
kematian.
Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi
insulin dan sekresi insulin. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intra sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel sel B tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan
terjadinya DM tipe II.
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun
tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti:
kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh,
infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi)
(Smeltzer dan Bare, 2015).
c. WOC Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus
Pencernaan
System pernafasan
Glukosa dalam darah tinggi
Hiperglikemia
Gangguan Gangguan integritas Intoleransi Aktivitas Gangguan Eliminasi Hypovolemia Resiko Keseimbangan
pertukaran gas kulit/jaringan Cairan Elektrolit
Urin
d. Komplikasi
Adapun Komplikasi dari DM adalah sebagai berikut :
i. Luka Kaki Diabetik (LKD)
LKD adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak atau destruksi ke
jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien DM akibat abnormalitas
saraf dan gangguan pembuluh darah arteri pada kaki) (Roza, Afriant, and
Edward 2015). Pada LKD selain karena faktor diatas juga disebabkan dari
berbagai faktor resiko seperti neuropati, deformitas atau kelainan bentuk kaki
dan trauma akibat adanya tumbukan atau tertusuk (Noor et al., 2015).
Adanya gangguan pada sirkulasi darah sehingga kebutuhan nutrisi dan
metabolisme di area tersebut tidak tercukupi dan tidak dapat mencapai daerah
tepi atau perifer. Efek ini mengakibatkan gangguan pada kulit yang menjadi
kering dan mudah rusak sehingga mudah untuk terjadi luka dan infeksi.
ii. Retinophaty diaebetes adalah komplikasi diabetes yang disebabkan oleh
kerusakan pembuluh darah kecil (kapiler) pada retina mata, dengan gejala
penurunan penglihatan sampai kebutaan.
iii. Neurophathy diebetes adalah komplikasi diabetes pada system saraf,
sehingga menyebabkan mati rasa dan kesemutan, serta meningkatkan risiko
kerusakan kulit terutama pada kaki, karena berkurangnya kepekaan kulit.
iv. Nefropati Diabetik adalah komplikasi yang terjadi pada 40% dari seluruh
pasien DM tipe 1 dan DM tipe dan merupakan penyebab utama penyakit
ginjal pada pasien yang mendapat terapi ginjal yang ditandai dengan adanya
mikroalbuminuria (30mg/hari) tanpa adanya gangguan ginjal, disertai dengan
peningkatan tekanan darah sehingga mengakibatkan menurunnya filtrasi
glomerulus dan akhirnya menyebabkan ginjal tahap akhir.
v. Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal
(< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1
yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak
berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan (Hidayah et al. 2016).
vi. Hiperglikemia, hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat
secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang
berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non
Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis (PERKENI 2015).
e. Pemeriksaaan Penunjang
Kriteria diagnosis DM menurut PERKENI (2015)adalah sebagai berikut :
1) Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl.
Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
2) Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.
3) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik.
4) Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 % dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP). Catatan untuk diagnosis berdasarkan HbA1c, tidak semua
laboratorium di Indonesia memenuhi standar NGSP, sehingga harus hati-hati
dalam membuat interpretasi.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan darah
No Pemeriksaan Normal
1. Glukosa darah sewaktu >200 mg/dl
2. Glukosa darah puasa >140mg/dl
3. Glukosa darah 2 jam >200mg/dl
setelah makan
(Menurut WHO (World Health Organization) ,2015)
f. Penatalaksanaan
i. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Diet
2. Olahraga
Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM
adalah:
a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin
dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya
b) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f) Menurunkan kolesterol(total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
3. Edukasi/penyuluhan
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan
pencegahannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada
dokter, mencari artikel mengenai diabetes
4. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara
(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, berarti harus
diberikan obat obatan
5. Pemantauan gula darah
Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin ,bertujuan untuk
mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika dengan melakukan lima
pilar diatas mencapai target,tidak akan terjadi komplikasi.
6. Melakukan perawatan luka
7. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
8. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi
hiperhidrasi
9. Mengelola pemberian obat sesuai program
b) Penatalaksanaan Medis
1) Terapi dengan Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak
berbeda dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari
monoterapi untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam
mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi oral gagal
dalam mengontrol glikemik maka pengobatan diganti menjadi insulin
setiap harinya.
2) Obat Antidiabetik Oral
- Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi
kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat. Glipizid
lebih dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif sedangkan metabolit
gliburid bersifat aktif. Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja
metabolit yang lebih pendek atau metabolit tidak aktif yang lebih
sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri.
- Golongan Biguanid Metformi
Pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika
digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati
pada pasien lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan
kehilangan berat badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan
kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan
karena massa otot yang rendah pada orangtua.
- Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase,
suatu enzim pada lapisan sel usus. Walaupun kurang efektif
dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut dapat
dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes
ringan. Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi
juga bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit.
- Thiazolidinediones
Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan
dapat meningkatkan efek insulin. Rosiglitazone telah terbukti aman
dan efektif untuk pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan
hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien dengan gagal
jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relatif.
b) Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d resistensi insulin d.d pasien tampak
Lelah dan kadar glukosa dalam darah/urin tinggi (D.0027)
2) Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi d.d
pasien mengeluh haus dan konsentrasi urin meningkat (D.0023)
3) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (iskemia) d.d pasien mengeluh nyeri
dan tampak meringis (D.0077)
4) Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia d.d pengisian kapiler >3 detik,
warna kulit pucat, turgor kulit menurun (D.0009)
5) Gangguan integritas kulit/jaringan b.d perubahan sirkulasi, penurunan
mobilitas d.d kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit (D.0192)
6) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d PCO2
meningkat, Ph arteri meningkat (D003)
7) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai da kebutuhan
oksigen d.d pasien mengeluh lelah dan lemah (D.0056)
8) Gangguan eleminasi urin b.d ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan eliminasi d.d sering buang air kecil (D.00400
9) Resiko ketidakseimbangan cairan elektrolit d.d ganggaun mekanisme
regulasi mis diabetes (D.0037)
10) Resiko perfusi gastrointestinal tidak efektif d.d hiperglikemia (D.0013)
c) Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan SLKI SIKI
(SDKI)
Ketidakstabilan Tujuan : setelah Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
kadar glukosa dilakukan
darah b.d resistensi tindakan Observasi:
insulin d.d pasien keperawatan 1. Identifkasi kemungkinan penyebab
tampak Lelah dan selama 3x24 jam hiperglikemia
kadar glukosa diharapkan nyeri 2. Identifikasi situasi yang
dalam darah/urin kestabilan kadar menyebabkan kebutuhan insulin
tinggi (D.0027) glukosa darah meningkat (mis. penyakit kambuhan)
meningkat 3. Monitor kadar glukosa darah, jika
(L.03022) perlu
4. Monitor tanda dan gejala
Kriteri hasil : hiperglikemia (mis. poliuri,
-kesadaran polidipsia, polivagia, kelemahan,
meningkat (5) malaise, pandangan kabur, sakit
-mengantuk kepala)
menurun (5) 5. Monitor intake dan output cairan
-pusing 6. Monitor keton urine, kadar analisa
menurun (5) gas darah, elektrolit, tekanan darah
-lelah/lesu ortostatik dan frekuensi nadi
menurun (5) Terapeutik:
-Kadar glukosa 1. Berikan asupan cairan oral
darah membaik 2. Konsultasi dengan medis jika tanda
(5) dan gejala hiperglikemia tetap ada
-kadar glukosa atau memburuk
dalam urin 3. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi
membaik (5) ortostatik
Edukasi:
1. Anjurkan olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
2. Anjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet
dan olahraga
4. Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urine, jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan)
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika
perlu
3. Kolaborasipemberian kalium, jika
perlu
Hipovolemia b.d Tujuan : setelah Manajemen Hipovolemia (I.03116)
kehilangan cairan dilakukan
tindakan Observasi :
aktif, kegagalan
keperawatan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
mekanisme regulasi selama 3x24 jam (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
d.d pasien diharapkan teraba lemah, tekanan darah
status cairan menurun, tekanan nadi
mengeluh haus dan
membaik menyempit,turgor kulit menurun,
konsentrasi urin (L.03028) membrane mukosa kering, volume
meningkat urine menurun, hematokrit
Kriteria Hasil : meningkat, haus dan lemah)
(D.0023)
-turgor kulit 2. Monitor intake dan output cairan
meningkat (5)
-pengisian vena Terapeutik :
meningkat (5) 1. Hitung kebutuhan cairan
-keluhan haus 2. Berikan posisi modified
menurun (5) trendelenburg
-tekanan darah 3. Berikan asupan cairan oral
membaik (5)
-Oliguria Edukasi :
membaik (5) 1. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
issotonis (mis. cairan NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis. albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah
Edukasi :
1. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis. Lotin, serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan meningkat asupan buah
dan saur
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ektrime
6. Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada diluar
rumah
d) Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi
(Wartonah, 2015). Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil
yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Dinarti &
Muryanti, 2017).
Jenis Implementasi Keperawatan Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis
implementasi keperawatan, yaitu:
a. Independent Implementations adalah implementasi yang diprakarsai sendiri
oleh perawat untuk membantu pasien dalam mengatasi masalahnya sesuai
dengan kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living
(ADL), memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan
lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan
kebutuhan psiko-sosio-kultural, dan lain-lain.
b. Interdependen/Collaborative Implementations Adalah tindakan keperawatan
atas dasar kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan
lainnya, seperti dokter. Contohnya dalam pemberian obat oral, obat injeksi,
infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain.
Dependent Implementations Adalah tindakan keperawatan atas dasar rujukan
dari profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya,
misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada pasien sesuai dengan diit yang telah
dibuat oleh ahli gizi, latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari
bagian fisioterapi
e) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan
keperawatan yang membandingkan antara proses dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dan menilai efektif tidaknya dari proses keperawatan yang
dilaksanakan serta hasil dari penilaian keperawatan tersebut digunakan untuk
bahan perencanaan selanjutnya apabila masalah belum teratasi. Evaluasi
keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan guna
tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu
pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
pasien (Dinarti &Muryanti, 2017)
Menurut (Asmadi, 2008) terdapat 2 jenis evaluasi :
a. Evaluasi formatif (proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanaan. Perumusan evaluasi formatif ini
meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif
(data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data dengan teori) dan perencanaan.
Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut: Kartu
SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment, dan
perencanaan/plan) dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan
pengkajian ulang.
1) S ( Subjektif ): data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada
klien yang afasia.
2) O (Objektif): data objektif yang siperoleh dari hasil observasi perawat,
misalnya tanda-tanda akibat penyimpangan fungsi fisik, tindakan
keperawatan, atau akibat pengobatan.
3) A (Analisis/assessment): Berdasarkan data yang terkumpul kemudian
dibuat kesimpulan yang meliputi diagnosis, antisipasi diagnosis atau
masalah potensial, dimana analisis ada 3, yaitu (teratasi, tidak teratasi, dan
sebagian teratasi) sehingga perlu tidaknya dilakukan tindakan segera. Oleh
karena itu, seing memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan
perubahan diagnosis, rencana, dan tindakan.
4) P (Perencanaan/planning): perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan dating (hasil
modifikasi rencana keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan
kesehatan klien. Proses ini berdasarkan kriteria tujuan yang spesifik dan
priode yang telah ditentukan.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai
dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode
yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara
pada akhir pelayanan, menanyakan respon klien dan keluarga terkait
pelayanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan.
Adapun tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian
tujuan keperawatan pada tahap evaluasi meliputi:
1) Tujuan tercapai/masalah teratasi : jika klien menunjukan perubahan sesuai
dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian/masalah sebagian teratasi : jika klien
menunjukan perubahan sebagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai/masalah tidak teratasi : jika klien tidak menunjukan
perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul
masalah/diagnosa keperawatan baru.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG.
Fatimah, Restyana Noor. 2015. “DIABETES MELITUS TIPE 2.” 4(5): 93–101.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/615/619.
Hidayah, Nurul, Saldy Yusuf, Moh Syafar Sangkala, and Sarina Musdiaman. 2016.
“Description of Spiritual Coping in Patients With Diabetic Foot Ulcer At the Wound
Care Clinic in Makassar City.” Indonesian Contemporary Nursing Journal 5(1): 1–
8.
Roza, Rizky Loviana, Rudy Afriant, and Zulkarnain Edward. 2015. “Faktor Risiko
Terjadinya Ulkus Diabetikum Pada Pasien Diabetes Mellitus Yang Dirawat Jalan
Dan Inap Di RSUP Dr. M. Djamil Dan RSI Ibnu Sina Padang.” 4(1).
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/229.