Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS HEMODIALISA PADA PASIEN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS

Disusun Oleh :
Nia Rahmawati

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2020/2021

i
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut American Diabetes Asociation (ADA,2015), Diabetes Melitus (DM)
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yakni, DM tipe 1, DM tipe 2, DM
Gestasional dan DM tipe lain. Beberapa tipe yang ada, DM tipe 2 merupakan salah
satu jenis yang paling banyak ditemukan yaitu lebih dari 90-95%. Dimana, faktor
pencetus dari DM tipe 2 yakni berupa obesitas, mengkonsumsi makanan instan,
terlalu banyak makanan karbohidrat, merokok, dan stres, kerusakan pada sel
pankreas, dan kelainan hormonal (Smeltzer & Bare,2008)
Pemberian asuhan keperawatan bagi penderita Diabetes Melitus didasarkan oleh
ketepatan dalam penentuan prioritas tindakan keperawatan yang akan diberikan
melalui penegakan diagnosa, beberapa diagnosa yang ditegakkan dalam penyakit
Diabetes Melitus diantaranya nutrisi perubahan kurang dari kebutuhan tubuh, ketidak
berdayaan, serta kurang pengetahuan mengenai penyakit prognosis dan kebutuhan
pengobatan. (Doegoes, 2000).
Dampak bagi penderita Diabetes Melitus (DM) menurut Depkes (2008) penyakit
kardiovaskuler, penyakit paru kronis/menahun dan kanker. Perilaku gaya hidup yang
tak sehat bagi individu merupakan faktor yang sangat menentukan bagi timbulnya
Diabetes Melitus tipe 2 individu selalu berusaha untuk mempertahankan
keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu
untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, keadaan ini disebut dengan sehat.
Sedangkan individu dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan
keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk sosial untuk mencapai
kepuasan dalam kehidupan agar individu dapat membina hubungan interpersonal
secara positif.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis membatasi penelitian bagai
mana pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus.

2
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 TujuanUmum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagai mana menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
Diabetes Melitus.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnose
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan perawatan
dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
b. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat mengatasi
masalah keperawatan pada kasus tersebut.
c. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung serta
permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.
1.4 Manfaat Penulisan
Agar dapat menambah wawasan serta pengetahuan bagi para pembaca tentang
Diabetes Melitus.
1.3.2 Untuk mahasiswa
Memberikan pengalaman yang nyata tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan Diabetes Melitus.
1.4.2 Untuk klien dan keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan dan menghindari penyebab pada
penyakit dari Diabetes Melitus.
dapat melakukan perawatan diri dirumah dengan mandiri.
1.4.3 Untuk Institusi
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan maupun rumah
sakit dalam pengembangan dan peningkatan mutu dimasa yang akan datang.
1.4.4 Untuk IPTEK
Menambah keluasan ilmu teknologi terapan dalam bidang keperawatan dalam
menangani masalah Diabetes Melitus.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Diabetes Melitus.


2.1.1 Definisi Diabetes Melitus.
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang
mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan
berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan
neurologis (Barbara C. Long, 2014).
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan
gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat
(Brunner dan Sudarta, 2012).
Diabetes Mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang
disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama,
mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dikontrol (WHO).
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang ditemukan di
seluruh dunia dengan prevalensi penduduk yang bervariasi dari 1 – 6 %
(John MF Adam, 2010).
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

4
Pankres terletak melintang di bagian atas abdomen di belakang
gaster di dalam ruang retroperitonial. Di sebelah kiri ekor pankreas

mencapai hilus linpa di arah kronio dorsal dan bagian atas kiri kaput
pankreas di hubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu
bagian pangkreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan
vena mesentrika superior berada di leher pankreas bagian kiri bawah kaput
pangkreas ini disebut processus unsinatis pangkreas.
Pangkreas terdiri dari 2 jaringan utama yaitu:
1) Asinus, yang mengekresikan pencernaan kedalam duedenum.
2) Pulau langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya
namun sebaliknya mensekresikan insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pangkreas manusia mempunyai 1-2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans
hanya berdiameter 0-3 mm dan tersusun mengelilinggi pembuluh darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung 3 jenis sel utama, yakni sel–alfa, beta
dan delta. Sel beta yang mencakup kira kira 60% dari semua sel terletak
terutama di tengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B
merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan
bervariasi antara spesies 1 dengan yang lain. Dalam sel B, muloekus
insulin membentuk polimer yang juga komplek dengan seng. Perbedaan
dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran
polimer atau akregat seng dari insulin. Insulin disintesis dalam retikulum
endoplasma sel B, kemudian di angkut ke aparatus kolgi, tempat ini
dibungkus didalam granula yang diikat membran. Kranula ini pergerak ke
dinding sel oleh satu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan

5
insulin kedaerah luar gengan exsositosis. Kemudian insulin melintasi
membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata
kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang mencakup kira-kira
25% dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan
10% dari seluruh sel mensekresikan somatostatin.
1. Fisiologi pankreas
Pangkreas disebut sebagai organ rangkap, mempunyai 2 fungsi yaitu
sebgai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin. Kelenjar eksokrin
menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis
protein, lemak, dan karbohidrat, sedangkan endokrin menghasilkan
hormon insulin dan glukagon yang memegang peranan penting pada
metabolisme karbohidrat. Kelenjar pankeas dalam mengatur metabolisme
glukosa dalam tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel-
sel di pulau langerhans. Hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon
yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang
dapat meningkatakan glukosa darah yaitu glukagon.
Pankreas dibagi menurut bentuknya :
a. Kepala (kaput) yang paling lebar terletak dikanan rongga abdomen, masuk
lekukan sebelah kiri duodenum yang praktis melingkarinya.
b. Badan (korpus) menjadi bagian utama terletak dibelakang lambung dan
didepan vetebra lumbalis pertama.
c. Ekor (kauda) adalah bagian runcing disebelah kiri sampai menyentuh pada
limpa (lien).

2) Fisiologi insulin
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel di pulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa
jenis hormon lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,
somatostatin, menghambat sekresi glokagon dan insulin.
Pankreas menghasilkan :
a) Garam NaHCO3 : membuat susah basah
b) Karbonhidrase : amilase ubah amilum maltose

6
2.1.3. Etiologi
Adapun etiologi dari Diabetes Melitus yang dibagi menurut
klasifikasinya adalah :
a. Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) DM TIPE I
1) Genetik Umumnya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
namun mewarisi sebuah presdisposisi atau sebuah kecenderungan genetik
kearah terjadinya diabetes type I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yg memililiki type antigen HLA (Human Leucocyte 43 Antigen)
tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi & proses imun lainnya.
2) Imunologi Pada diabetes tipe I terdapat fakta adanya sebuah respon autoimun.
Ini adalah respon abnormal di mana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seakan-
akan sebagai jaringan asing
3) Lingkungan Faktor eksternal yang akan memicu destruksi sel β pankreas,
sebagai sampel hasil penyelidikan menyebutkan bahwa virus atau toksin
tertentu akan memicu proses autoimun yang bisa memunculkan destuksi sel β
pangkreas
2.1.4. Manifestasi Klinis
Menurut PERKENI (2015) , penyakit diabetes melitus ini pada
awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari penderita.
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM
atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan
kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah
mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine) penderita
kencing manis yang mengandung gula (glucose),sehingga
urine sering dilebung atau dikerubuti semut. Menurut PERKENI
gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:
1) Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak

7
menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala
yang ditunjukan meliputi:
a) Lapar yang berlebihan atau makan banyak(poliphagi)
Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam
sel sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang itun
sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha
meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar
sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan
b) Sering merasa haus(polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau
dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga
orang ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman manis
akan sangat merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi.
c) Jumlah urin yang dikeluarkan banyak(poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan keluar
bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang mengandung
gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke
dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing
pun sering.Jika tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum,
banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun
dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah
dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015)
.
2) Gejala kronik penyekit DM
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI,
2015) adalah:
a) Kesemutan
b) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c) Rasa tebal dikulit
d) Kram
e) Mudah mengantuk
f) Mata kabur

8
g) Biasanya sering ganti kaca mata
h) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
i) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j) Kemampuan seksual menurun
k) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.
2.1.5. Patofisiologi dan WOC
Menurut Smeltzer,Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat

ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas

telah dihancurkan oleh proses autoimun.Hiperglikemi puasa terjadi akibat

produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping glukosa yang

berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada

dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial.jika kosentrasi

glukosa daram darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap

kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul

dalam urine(glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan

kedalam urine,ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit

yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis ostomik,sebagai akibat

dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dal

berkemih(poliurea),dan rasa haus (polidipsi). (Smeltzer 2015 dan

Bare,2015).Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein

dalam lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat

mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunan

simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan kelemahan . dalam keadaan

normal insulin mengendalikan glikogenolisis(pemecahan glikosa yang

tersimpan) dan glukoneogenesis(pembentukan glukosa baru dari asam asam

9
amino dan subtansi lain). Namun pada penderita difisiensi insulin,proses ini

akan terjadi tampa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan

hipergikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang

mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk

smping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menganggu

keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis

yang disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri

abdomen mual, muntah, hiperventilasi ,mafas berbaun aseton dan bila

tidak ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran,koma bahkan

kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan

akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi

gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan

kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

(Smeltzer 2015 dan Bare,2015) DM tipe II merupakan suatu kelainan

metabolik dengan karakteristik utama adalah terjadinya hiperglikemia

kronik. Meskipun pula pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan

memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM tipe II.

Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti

gaya hidup, obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan tingginya kadar asam

lemak bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Mekanisme terjadinya DM tipe

II umunya disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan

sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,terjadi suatu

rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin

10
DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel. Dengan demikian

insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh

jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya

glukosa dalam darah,harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan. (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).Pada penderita toleransi

glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang

berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang

normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel B tidak

mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa

akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan

sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat

insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan

produksi badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik

tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang tidak

terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom

Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik(HHNK). (Smeltzer 2015 dan

Bare,2015) Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat(selama

bertahun tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa

terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat

ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit

yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar

glukosanya sangat tinggi.). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).

11
12
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut referensi NANDA NIC NOC pemeriksaan penunjang Diabetes
Melitus adalah :
a. Kadar glukosa darah Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzim matik sebagai patokan penyaring.
Kadar Glukosa Darah sewaktu (mg/dl) Kadar glukosa darah sewaktu DM
Belum Dm Plasma darah > 200 100-200 Darah kapiler > 200 80-100 Kadar
Glukosa Darah puasa (mg/dl) Kadar glukosa darah Puasa DM Belum pasti Dm
Plasma vena >120 110-120 Darah kapiler > 110 90-110
b. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan: 1) Glukosa plasma sewaktu> 200 mg/dl (11,1mmol/ L) 2) Glukosa
plasma puasa >140 mg/dl (7,8mmol/L
c. Tes laboratorium DM Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes
diagnostit, tes pemantauwan terapi dan tes untuk mendeteksi kompliksi.
1) Tes Dianostik Tes-tes diagnostit pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP
(glukosa darah 2 jam post prandial), Glukosa jam ke-2 TTGO.
2) Tes monitoring terapi Tes-tes utuk mendektesi komplikasi adalah :
a) GDP : plasma vena ,darah kapiler
b) GD2 PP : Plasma vena
c) A1c : darah vena, darah kapiler
3) Tes untuk mendeteksi komplikasi Tes-tes untuk mendekteksi komplikasi
adalah :
a) Mikroalbuminuria : Urin
b) Ureum, kreatinin, asamurat
c) Kolesterol total : Plasma vena (puasa)
d) Kolesterol LDL : Plasma vena (puasa)
e) Kolesterol HDL : Plasma vena (puasa)
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Keperawatan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar

13
glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada
pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1) Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
e) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
a) Jumlah sesuai kebutuhan
b) Jadwal diet ketat
c) Jenis : boleh dimakan / tidak
2.1.8 Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien DM tipe 2 akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe 2 terbagi dua
berdasarkan lama terjadinya yaitu: komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Smeltzer dan Bare, 2015 ; PERKENI, 2015).
a. Komplikasi akut
1) Ketoasidosis Diabetik (KAD) KAD merupakan komplikasi akut DM yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600
mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton
(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300- 320 mOs/mL) dan terjadi
peningkatan anion gap (PERKENI, 2015).
2) Hiperosmolar Non Ketotik (HNK) Pada keadaan ini terjadi peningkatan
glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala
asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasma
keton (+/-), anion gap normal atau sedikit meningkat (PERKENI, 2015).
3) Hipoglikemia Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa
darah mg/dL. Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan
mengalami keadaan hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari

14
berdebar-debar, banyak keringat, 34 gementar, rasa lapar, pusing, gelisah,
dan kesadaran menurun sampai koma (PERKENI, 2015).
2.2 MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal dalam melakukan proses terapeutik maka perawat
melakukan metode ilmiah yaitu proses keperawatan.
Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan
secara sistematis dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk
mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa,
merencanakan intervensi mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi
rencana sehubungan dengan proses keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem endokrin.
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes Mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat
kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan Diabetes Mellitus :
a. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung.
c. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e. Neurosensori

15
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.2.1 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan luka dikaki yang tak
kunjung sembuh (D.0009. Hal 37)
2.2.2.2 Ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia/kadar
gula darah tinggi (D.0027 Hal.71)
2.2.2.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada bagian yang
mengalami luka (D.0054. Hal 124)
2.2.2.4 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077.
Hal.172)
2.2.2.5 Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan
sirkulasi (D.0129. Hal. 282)
2.2.2.6 Risiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit (D.0142. Hal. 304)
2.3.3 Intervensi Keperawatan
2.3.3.1 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan luka dikaki yang tak
kunjung sembuh (D.0009. Hal 37)
Kriteria hasil :
- Penyembuhan luka (5)
Intervensi :
1. Periksa sirkulasi perifer (Mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler,
warna, suhu)
2. Identifikasi factor risiko gangguan sirkulasi

16
3. Monitor kemerahan, panas, nyeri atau bengkak
4. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
5. Hindari pengukuran tekanan dara pada keterbatasan perfusi
6. Lakukan pencegahan infeksi
7. Lakukan perawatan kaki dan kuku
8. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
2.3.3.2 Ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia/kadar
gula darah tinggi (D.0027 Hal.71)
Kriteria Hasil :
- Koordinasi (5)
- Pusing (5)
- Lelah/lesu (5)
- Keluhan lapar (5)
Intervensi :
1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
2. Monitor kadar glukosa darah
3. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
4. Berikan asupan cairan oral
5. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
6. Fasilitasi ambulansi jika ada hipotensi ortostatik
7. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari
250 mg/dL
8. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat)
9. Kolaborasi pemberian insulin, cairan IV, kalium, jika perlu.
2.3.3.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada bagian yang
mengalami luka (D.0054. Hal 124)
Kriteria Hasil :
- Pergerakan ekstremitas (5)
- Kekuatan otot (5)

17
- Rentang gerak (5)
Intervensi :
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulansi
3. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulansi
4. Fasilitasi aktivitas ambulansi dengan alat bantu
5. Fasilitasi melakukan mobilitas fisik, jika perlu
6. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulansi
7. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
8. Anjurkan melakukan ambulasi dini
9. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, dll)
2.3.3.4 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077.
Hal.172)
Kriteria hasil :
- Keluhan nyeri (5)
- Meringis (5)
- Sikap protektif (5)
- Gelisah (5)
Intervensi :
1. Identifikasi skala nyeri
2. Monitor TTV
3. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
4. Berikan teknik nonfarmakologis
5. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
7. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
8. Ajarkan teknik relaksasi dan teknik distraksi
9. Kolaborasi pemberian obat analgetic sesuai indikasi

18
2.3.3.5 Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan
sirkulasi (D.0129. Hal. 282)
Kriteria hasil :
- Kemerahan (5)
- Bau tidak sedap pada luka (5)
Intervensi :
1. Monitor karakteristik luka
2. Atur posisi klien sesuai dengan kondisi luka
3. Pertahankan dressing streril ketika melakukan perawatan luka
4. Bersihkan luka sesuai dengan kondisi luka
5. Keringkan luka dengan kasa kering (mis. Darah/nanah)
6. Tutup luka dengan balutan kering
7. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
8. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
9. Kolaborasi pemberian antibiotic seperti antibiotic profilaksis
2.3.3.6 Risiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit (D.0142. Hal. 304)
Kriteria hasil :
- Kemampuan mengidentifikasi faktor risiko (5)
- Kemerahan (5)
- Bengkak (5)
- Kebersihan tangan (5)
Intervensi :
1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Berikan perawatan kulit pada area edema
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
5. Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
8. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

19
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Potter & Perry, 2011).
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi
suatu masalah. (Meirisa, 2013).

20
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih, Atik Setiawan dkk. 2016. “Hubungan Kadar Gula Darah


Dengan Insominia Pada Penderita Diabetes Mellitus”. The Indonesian Journal Of
Healt Science, Vol. 7, No 1, Desember 2016
Rosyid, F.N. (2017). Etiology, Pathophysiology, Diagnosis and
Management of Diabetics’ Foot Ulcer. International Journal of Research in
Medical Sciences. ISSN: 2120-6071. Volume 05, page : 4206-4207.
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2,
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
Haryono, R., & Utami, M. P. (2019). Keperawatan medikal Bedah 2.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Yunus, Bahri. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Lama
Penyembuhan Luka Pada Pasien Ulkus Diabetikum di Rumah Perawatan ETN
Centre Makassar Tahun 2014. Skripsi: UIN Alauddin
Newfield, S. A., Hinz, M. D., Tiley, D. S., Sridaromont, K. L., Maramba, P.
J. (2012). Cox’s clinical applications of nursing diagnosis adult, child, women’s
mental health, gerontic, and home health considerations. 6 th Ed Philadelphia. F.A.
Davis Company.

21

Anda mungkin juga menyukai