Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis progresif yang ditandai

dengan kemampuan tubuh untuk melakukan metabolism karbohidrat, lemak

dan protein, mengarah ke hiperglikemia (kadar gula darah tinggi). Diabetes

mellitus (DM) terkadang dirujuk sebagai “gula tinggi” baik oleh klien maupun

penyedia pelayanan kesehatan. Pemikiran dari hubungan gula dengan DM

adalah sesuai karena lolosnya sejumlah besar urine yang mengandung gula

cirri dari DM yang tidak terkontrol (Black & Hawks, 2015).

World Health Organization (WHO) menyatakan, jumlah penderita

diabetes telah meningkat dari 108 juta di tahun 1980 menjadi 422 juta pada

tahun 2014. Prevalensi global diabetes di kalangan orang dewasa di atas 18

tahun telah meningkat dari 4,7% pada tahun 1980 menjadi 8,5% pada tahun

2014. Prevalensi diabetes meningkat lebih cepat di negara-negara

berpenghasilan menengah dan rendah. Pada tahun 2015, diperkirakan 1,6 juta

kematian secara langsung disebabkan oleh diabetes. 2,2 juta kematian lainnya

disebabkan oleh glukosa darah tinggi pada tahun 2012. Hampir setengah dari

semua kematian akibat glukosa darah tinggi terjadi sebelum usia 70 tahun.

WHO memproyeksikan diabetes akan menjadi penyebab kematian ketujuh di

tahun 2030. (WHO, 2017)

Survey yang dilakukan Kementerian Kesehatan di Provinsi Aceh pada

tahun 2016, aceh masuk dalam daftar Sembilan besar daerah Indonesia yang

penduduk banyak menderita penyakit Diabetes Mellitus dengan jumlah


2

mencapai hampir 500.000 orang atau sekitar 9,8% dari total penduduk Aceh

yang berjumlah 5.096.248 jiwa (data BPS Aceh, 2016). Prevalensi penderita

diabetes di kalangan di atas 15 tahun telah meningkat dari 9,8% pada tahun

2016 menjadi 10,9% pada tahun 2018 (riskesdas, 2018). Sementara penduduk

di Kota Lhokseumawe jumlah penderita diabetes mellitus berjumlah 11.968

penderita. Data 10 penyakit terbanyak pasien rawat jalan DM menempati

urutan ke dua setelah hipertensi (Dinkes Kota Lhokseumawe, 2018).

Berdasarkan data yang didapatkan di Ruang Rekam Medik Rumah Sakit

TK.IV.IM 07.01 Kota Lhokseumawe, menunjukkan bahwa jumlah penderita

penyakit diabetes melitus tercatat pada tahun 2016 yaitu sebanyak 163

penderita, pada tahun 2017 sebanyak 128 penderita, dan pada tahun 2018

sebanyak 300 penderita. Dari data tersebut penderita diabetes melitus selalu

terjadi peningkatan kualitas dan Asuhan Keperawatan yang kompeherensif.

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik membuat laporan

Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien Diabetes

Mellitus di Rumah Sakit TK.IV.IM 07.01 Kota Lhokseumawe”.

B. Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada

klien dengan diabetes mellitus di Ruang Perawatan Medikal Bedah Rumkit

TNI AD Lhokseumawe. Rumusan Masalahnya adalah Bagaimana Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Ruang Perawatan Medikal

Bedah Rumkit TNI AD Lhokseumawe.


3

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan

konprehensif meliputi aspek biopsikososial dengan pendekatan proses

keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian pada klien dengan Diabetes Mellitus.


b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan diabetes
mellitus.
c. Dapat membuat rencana perawatan pada penderita dengan diabetes
mellitus.
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana
yang telah dibuat.
e. Dapat mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
f. Dapat mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilakukan.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Asuhan ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu

pengetahuan IPTEK dan dijadikan bahan penulisan lebih lanjut sebagai

dasar untuk peningkatan penerapan ilmu keperawatan dengan Diabetes

Mellitus.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Instansi Pendidikan


4

Hasil asuhan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam

merawat pasien diabetes mellitus dan juga menambah referensi,

kepustakaan di dalam institusi pendidikan.

b. Bagi Klien

Hasil asuhan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman

kepada klien terutama tentang pentingnya mengontrol gula darah

sehingga dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi.

c. Bagi Perawat

Hasil asuhan ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan

dan meningkatkan keterampilan dalam merawat klien dengan

penderita diabetes mellitus.

d. Bagi Rumah Sakit

Hasil asuhan ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi

rumah sakit dalam membuat kebijakan perawatan pasien dengan

diabetes mellitus. Dan membantu menegakkan diagnosa dan

pengobatan bagi pasien dengan diabetes mellitus.


5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit Diabetes Mellitus

1. Definisi

Diabetes mellitus merupakan kondisi kronis yang di tandai dengan

peningkatan Konsentrasi glukosa darah di sertai dengan munculnya gejala

utama yang khas, yaitu Urine yang dari bahasa yunani yang berarti

“siphon”, ketika tubuh menjadi suatu saluran untuk mengeluarkan cairan

yang berlebihan, dan “mellitus” dari bahasa yunani dan latin yang berarti

madu (Bilous & Donelly, 2015).

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism yang di tandai

dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormal metabolism

karbohidrat, lemak dan protein yang disebkan oleh penurunan sekresi

insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebkan

komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati (Nurarif,

2015).

Menurut Nurarif & Kusuma 2015, klasifikasi diabetes mellitus

adalah sebagai berikut :

a. Klasifikasi klinis terdiri atas dua Tipe yaitu :

1) Tipe I : IDDM

Disebabkan oleh destrusksi sel beta pulau legerhans akibat preses

autoimun.
6

2) Tipe II : NIDDM

Disebabkan oleh kegagalan relativ sel beta dan resistensi insulin.

Resitensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk

merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan parifer dan untuk

menghambat prosedur glukosa oleh hati yang dibedakan dalam

Tipe II tanpa obesitas.

a) Gangguan toleransi glukosa

b) Diabetes kehamilan

b. Klasifikasi Resiko Statistik

1) Sebelumnya pernah menderita kelainan tolerasi glukosa.

2) Berpotensi menderita kelainan glukosa.

2. Anatomi dan Fisiologi

Menurut Brunner dan Suddarth (2013), pankreas adalah sekumpulan

kelenjar yang stukturnya sengat mirip dengan kelenjar ludah, panjangnya

kira-kira 69-90 gr terbentang pada vertebralumbalis I dan II belakang

lambung.

a. Bagian dari pangkreas adalah

1) Kepala pangkreas, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan

didalam lekukan duodenum.

2) Badan pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini letak

dibelakan lambung dan didepan vertebralumbalis pertama.

3) Ekor pancreas bagian runcing disebelah kiri yang sebenarnya

menyentruk limfa.
7

b. Fungsi pancreas ada 2 yaitu :

1) Fungsi eksokrin yaitu membentuk getah pancreas yang berisi

enzim dan elektrolit.

2) Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans,

yang bersama-sama membentuk organ endokrin yang

mensekresikan insulin.

Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang

diperlukan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis

beberapa hormone yaitu antara lain :

a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.

Kerja insulin yaitu merupakan hormone yang menurunkan glukosa

darah dengan cara membantu glukosa darah yang masuk kedalam sel.

b. Hormon yang meningkatkan kadar gula darah antara lain :

1) Glukosa yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.

2) Epinefrin yang disekresi oleh medulla edrenal dan jaringan

kronmafin.

3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.

4) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.

Glukagon, epinefrin, glukokortikoid dan growth hormone

membentuk suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah

timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin.


8

3. Etiologi

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), penyebab dari diabetes mellitus

adalah sebagai berikut :

Penyebab terjadinya DM tipe I dan Tipe II antara lain :

a. DM Tipe I

Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran

sel-sel beta pancreas yang disebabkan oleh :

1) Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri,

tetapi mewarisi suatu prediposisi atau kecendrungan genetik

kearah terjadinya diabetes mellitus Tipe I.

2) Faktor imunologi (autoimun)

3) Faktor lingkunag : Virus atau toksin tertentu dapat memicu

proses autoimun yang menimbulkan estrumsi si bête.

Sedangkan menurut Black dan Hawks DM Tipe I, sebelumnya

disebut IDDM, atau diabetes mellitus onset anak-anak, di tandai

dengan destruksi sel beta pancreas, mengakibatkan defisiensi insulin

absolute. Keinginan untuk memelihara kesehatan melibatkan sebagai

berikut;

1) Menjaga glukosa darah pada kadar senormal mungkin

2) Mencegah hipoglikemia dan hiperglikemia yang menyertai

stress, penyakit, dan aktivitas fisik melalui monitor ketat kadar

glukosa darah, serta mengambil tindakan dini.

3) Melakukan perawatan kaki harian.


9

4) Mencegah komplikasi DM dengan menghilangkan atau

mengobati faktor resiko yang bersamaan seperti merokok,

hipertensi, hiperlipidemia, dan pemakaian obat-obatan

Nefrotoksik (Blak & Hawks, 2015).

b. DM Tipe II

Disebabkan oleh kegagalan relatife sel beta dan resistensi insulin,

faktor resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes Tipe

II : usia, obesitas, riwayat dan keluarga. Hasil pemeriksaan glukosa

darah 2 jam pasca pembedahan dibagi 3 yaitu, menurut (Nurarif &

Keusuma, 2015) yaitu :

1) <140 mg/dl normal

2) 140 - <200 mg/dl toleransi glukosa terganggu

3) >200 mg/dl diabetes

Sedangkan menurut Black dan Hawks NIDDM atau diabetes mellitus

anse-dewasa, adalah gangguan yang melibatkan, baik genetik atau

faktor lingkungan. Namun, doagnosa DM Tipe 2 pada anak-anak dan

remaja meningkat, terutama pada Afrika dan Amerika Hispani/latin.

Tindakan promosi kesehatan bagi DM Tipe 2 termasuk sebagai

berikut;

1) Mengikuti pola makan bedasar “My Pyramid” (seperti yang

tercantum kemudian) menghindari makanan olahan tinggi gula

dan lemak jenuh.


10

2) Jaga berat badan idenal, di mulai pada anak-anak olah raga

teratur kembali ke berat badan sebelum hamil atau berat badan

ideal setelah melahirkan (Black & Hawks, 2015).

4. Patofisologi

a. Diabetes Mellitus Tipe I

DM Tipe I tidak di kembangkan pada semua orang yang

mempunyai Predisposisi genetic. Pada mereka yang memiliki indikasi

resiko penenda gen (DR3 dan DR4HLA) DM terjadi kurang dari 1 %.

Lingkungan tekah lama dicurigai sebagai pemicu DM Tipe I. insiden

meningkat, baik pada musim semi gugur, dan onset sering bersana

dengan Epidemi berbagai penyakit virus.

b. Diabetes Mellitus Tipe II

Patogenesis DM Tipe II berbeda sangat senifikan dari DM Tipe

II. Respon terbatas sel beta terhadap hipeglikemia tanpa menjadi faktor

mayor dalam perkembangan. Sel beta terpapar secara kronis terhadap

kadar glukosa darah tinggi menjadi secara progresif kurang efisien

ketika merespons peningkatan glukosa lebih lanjut.

Proses patofisologi kedua dalam DM tipe II adalah resistensi

terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan

perifer. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin. Penderita DM

Tipe II memiliki penurunan sensitivitas insulin terhadap kadar glukosa,

yang mengakibatkan produksi glukosa hepatic berlanjut, bahkan

sampai dengan kadar glukosa darah tinggi (Black & Hawks, 2015).
11

5. Tanda dan Gejala

Manifestasi klisnis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik

defisiensi insulin.

a. Kadar glukosa puasa tindakan normal kelebihan dari dosis.

b. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi

diverensi osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria)

dan timbul rasa haus (polidipsia).

c. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang

d. Lelah dan mengantuk

e. Gajala yang lain dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur,

impotensi, peruritas vulva.

Kriteria diagnose DM menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) yaitu :

a. Gejala klinis DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1

mmol L)

b. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada

sewaktu hari tanpa memperhatikan waktu

c. Gejala klinis DM + glukosa plasma >126 mg (7,0 mmo L)

d. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8

jam.

e. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dl (11,1 mmol L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban

glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus dilarutkan ke

dalam air.
12

Peningkatan kadar glukosa darah, disebut hiperglikemia, mengarah

kepada manifestasi klinis umum yang berhubungan dengan DM. pada

DM Tipe I, onset manifestasi klinis mungkin tidak setara dengan

kemungkinan situasi yang mengancam hidup yang biasa terjdi (missal,

ketoasidosis diabetikum). Pada DM Tipe II, onset menifestasi klinis

mungkinberkembang secara bertahap yang klien mungkin mencatat

sedikit atau tanpa manifestasi klinis selama beberapa tahun.

Manifestasi klinis DM yaitu peningkatan frekuensi buang air kecil

(poliuria), peningkatan rasa haus dan minum (polidipsi) dank arena

penyakit berkembang, penurunan berat badan meskipun lapar dan

peningkatan makan (poligafi) (Black & Donelly, 2015).

6. Tindakan Medis

a. Diabetes Melitus Tipe I

1) Terapi Insulin DM Tipe I

Langkah-langkah terapi insulin DM Tipe I yaitu injeksi

harian yang multiple dari lebih banyak penggantian insulin secara

fisiologis, pengkajian control glikemik dengan melakukan

pemantauan mandiri glukosa darah serta tes klinis seperti

hemoglobin glikemik (HbAt1c), penyesuaian dosis insulin sesuai

dengan diet dan olahraga, diet sehat dan penghitungan karbohidrat

yang di konsumsi, serta pendidikan kesehatan mengenai diabetes

yang intensif. Hasil studi (uji coba) mengenai diabetes control and

complication (DCCT) yang melibatkan 1441 pasien secara acak


13

(random) terhadap terapi intensif (termasuk semua elemen yang

dijelaskan sebelumnya ditambah hubungan dengan propesi

pemberi layanan kesehatan) atau terapi konfensional dengan satu

atau dua kali injeksi insulin setiap hari. Perbaikan pada signifikan

HbA1c dan pengurangan komplikasi mikrovaskuler terjadi pada

kelompok kasus yang ditangani secara insentif. Pada praktiknya,

sulit untuk memperhatikan tingkat dukungan propesi pemberi

layanan kesehatan yang insentif menurut DCCT (Bilous &

Donelly, 2015).

2) Area Injeksi

Area injeksi yang disarankan adalah jaringan subkutan

abdomen,paha lengan atas luar, dan bokong. Stupit plastic sekali

pakai dengan jarum kecil dapat digunakan kembali untuk beberapa

injeksi, walaupun alat injeksi telah diganti penggunaannya Di

inggris dengan pena insulin. Dengan pena insulin, tidak perlu

cubitan pada kulit sebelum injeksi karena pada kenyataan, cubitan

tersebut dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau nyeri pada

lengan atas dan tungkai orang yang ramping atau anak-anak.

Absorpsi insulin sangat cepat pada abdomen dan sangat

lambat pada paha dan bokong, walaupun absorpsi tersebut dapat

dipercepat dari area injeksi dengan berolahraga atau melakukan

sauna atau mandi air hangat. Insulin kerja singkat biasanya di

injeksi kedalam abdomen, yang kurang di pengaruhi oleh olahraga,

dan insulin kerja lebih diinjeksikan pada paha.


14

Injeksi ulang diberikan pada subkutan yang sama jangka

panjang, meningkatkan akumulasi lemak (hipertrofi lipid) karena

kerja trofik local dari insulin. Hipertropi lipid dapat tidak terlihat

dan dapat memengaruhi absorpsi insulin. Untuk mencegah

hipertrofi lipid, pasien sebaiknya disarankan untuk merotasi area

injeksi (tidak di satu tempat it uterus-menerus). Perlu diingat

bahwa injeksi area hipertrik lipit relative tidak menimbulakan rasa

nyeri sehingga sering kali disukai pasien, namun dapat

menimbulkan masalah bila bertindak ceroboh. Oleh sebab itu,

isnpeksi area injeksi adalah bagian penting dari study tahunan pada

pasien (Bilous & Donelly, 2015).

3) Transplantasi Sel Pankreas

Transplantasi sel pangkreas (pulau langerhans) untuk

diabetes tipe I pertama kali dilakukan pada tahun 1980-an dan

memberikan hasil yang kurang memuaskan (kurang dari 10%

pasien indenpenden insulin pada tahun pertama) pada akhir tahun

1990-an, protokolbaru dikembangkan oleh penelitian di Edmonton,

kanada. Protocol tersebut menyerankan untuk tidak menggunakan

kontikosteroid sebagai imunosupresan. Sen pancreas diinfuskan

secara langsung kedalam fenaforsta heoatika perkutan. Hasil pada

tahun pertama. Akan tetapi, studi yang dilakukan oleh sebagai

lembaga secara intensif dan laporan dari fasilitas penyediaan

transplatasi menunjukan hasil yang kurang memuaskan pada

indenpenden insulin jangka panjang.


15

Dari tahun 1999 sampai april 2018, callaborativ inslet

transplant registry (CITR) mencatat 325 tresipien mendapat 649

infus sen pangkreas. Pada tahun ketiga pasca pemberian infuse

pertama, hanya dua 23% indenpenden insulin, dengan 29%

resipien menunjukan sekreasi insulin, dan 26%nya mengalami

penurunan fungsi, terdapat masalah yang berhubungan dengan

inmonosupresi jangka panjang. Terpisah dari komplikasi yang

dikenal dengan baik, seperti infeksi dan kanker, protocol terkini

bergantung pada agens yang nefrotoksi.

Fungsi ginjal yang menurut 2-4 kali dari fungsi ginjal pasien

yang mendapat control dan tidak menjalani transplantasi telah

ditemuan. Oleh sebab itu pasien mengalami gangguan ginjal tidak

diperkenankan menjalani transplantasi sel pancreas. Sementara itu,

resipien yang menjalani transplantasi sel pancreas sensitive

terhadap antigen HLA sehingga transplantasi ginjal selanjutnya

menjadi lebih sulit. Selain itu, pasien nefropati yang berpotensi

membutuhkan tandur ginjal dimasa mendatang juga tidak

diperkenalkan. Bagaimana pun, transplantasi sel telah mengubah

hidup pasien hipoglikemia kronik yang tidak diduga. Selain itu,

prosedur tersebut terus menurunkan episode hipoglikemik pada

pasien yang tidak indenpenden insulin. Pada tahun 2008, NICE

menyetujui trenplatasi sel pangkreas alogentik pada pasien siabetes

tipe I dan hipoglikemia kronik yang tidak diduga (Bilous &

Donelly, 2015).
16

b. Diabetes Tipe II

1) Modifikasi gaya hidup

Kunci umum terapi diabetes tipe II adalah diet dan modifikasi

lain dari gaya hidup, seperti sering berolahraga dan berhenti

merokok. Tujuan utama terapi adalah menurunkan berat badan

paisen obesitas dan meningkat control glikemik. Selain itu, terapi

dilakukan untuk mengurangi faktor resiko penyakit kardiovaskular

seperti hipeglikemia dan hipertensi, yang berkontribusi terhadap

70%-80% kematian akibat di diabetes tipe II.

Pada pendidikan kesehatan terstruktur beberapa program

telah dikembangkan di eropa dan amerika utara untuk memberikan

pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai diabetes. Aktivitas

fisik atau olahraga sebaiknya ditekankan untuk individu pasien,

sesuai dengan kondidi fisik dan gaya hidupnya, namun

rekomendasi yang sederhana meliputi olahraha dengan itensitas

sedang dimasukkan ke dalam jadwal harian, seperti berjalan 30-60

menit per hari (akan lebih baik bila di tambah 30-60 menit lagi)

olahraga biasanya tidak menyebabkan hipoglikemia pada diabetes

tipe II (berbeda dengan diabetes tipe I) sehingga karbohidrat

tambahan tidak diperlukan.

2) Obat anti diabetes oral

Metformin merupakan suatu derivate guanidine, kandungan aktif

dari rue kambing yang digunakan untuk mengobati diabetes di

Eropa pada abad pertengahan berbeda dengan sulfonylurea,


17

metformin tidak menyebabkan hipoglikemia atau penambahan

berat badan karena agens tersebut dapat membangkitkan aktivitas

pernekanan nafsu makan sehingga mendukung penurunan berat

badan. Dosis awal metformin adalah 500 mg kali sehingga atau

dua kali sehari, dan ditingkatkan menjadi 850 mg tiga kali sehari

efeksamping adalah retensi cairan, penambahan berat badan, dan

edema. Hal terpenting adalah beberapa pasien dapat mempunyai

gagal jantung. Banyak pasien diabetes tipe II biasanya membaik

setelah mendapatkan terapi diet, kemudian terapi tunggal metromin

atau sulfonylurea, kemudian diteruskan dengan kombinasi

keduanya dan pemberian glitazon, sebelum akhirnya berpindah ke

insulin (Bilous & Donelly, 2015).

7. Prosedur Diagnostik

a. Kadar glukosa darah :

Kadar Glukosa Darah (mg/dl)


Sewaktu
Kadar Glukosa Darah DM Belum
Pasti
Sewaktu DM
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar glukosa darah (mg/dl)
Puasa
Kadar Glukosa Darah DM Belum Pasti DM
Plasma vena >200 110-120
Darah kapiler >200 90-110
Tabel : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring.
18

b. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2

kali pemeriksaan :

1) Glukosa plasma darah sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol,L).

3) Glukosa plasma dari sampel yang di ambil 2 jam kemudian

sesudah mengkonsumsi 75 karbohidrat (2 jam post prandial (pp)

>200 mg/dl).

c. Tes laboratorium DM

Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic,

tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.

d. Tes saring

Tes-tes daring pada DM adalah :

1) GDP (Gula Darah Puasa), GDS (Gula Darah Sewaktu)

2) Tes glukosa urin :

a) Tes konvensional (metode reduksi/ benedict)

b) Tes cari celup (metode glukosa oxidase/ hexokinase)

e. Tes diagnostic

Tes-tes diagnostic pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP

(glukosa darah 2 jam post pradial), glukosa jam ke- 2 TTGO.

f. Tes monitoring terapi

Tes monitoring terapi DM adalah :


1) GDS : plasma vena, darah kapiler
2) GDS PP : plasma vena
3) A1C : darah vena, darah kapiler
19

g. Tes untuk mendeteksi komplikasi


Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :
1) Mikroalbuminurian : Urin
2) Ureum, Kreatinin, Asam Urat
3) Kolesterol Total : plasma vena (puasa)
4) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
5) Trigliserida : plasma vena (puasa)
(Nurarif & Kusuma, 2015).

8. Diet

Selain mengontrol kadar gula secara teratur, melakukan diet yang

tepat dan berolahraga yang teratur menjadi kunci sukses pengelolaan

penyakit diabetes. Dalam hal makanan misalnya, penderita diabetes harus

memperhatikan takaran karbohidrat didalam makanannya, sebab lebih dari

separuh kebutuhan energy diperoleh dari zat ini. Ada dua golongan

karbohidrat, yakni jenis kompleks dan jenis yang sederhana. Karbohidrat

kompleks mempunyai ikatan kimiawi lebih dari satu rantai glukosa,

sedangkan karbohidrat sederhana hanya memiliki satu rantai glukosa.

Di dalam tubuh karbohidrat kompleks terdapat pada roti atau nasi

yang harus di urai menjadi rantai tunggal dulu sebelum diserap ke dalam

aliran darah. Sebaliknya karbohidrat sederhana seperti pada es krim, jeli,

selai, sirup, permen dan minuman ringan, langsung masuk kedalam aliran

darah sehingga kadar gula dalam darah bisa langsung melejit naik.

Dari sisi makanan, penderita diabetes lebih di anjurkan

mengkonsumsi karbohidrat berserat, seperti dari kacang-kacangan,

sayuran, buah segar seperti papaya, kendongdong, apel, tomat, salak,


20

semangka dan lain-lain. Sedangkan buah yang terlalu manis seperti sawo,

jeruk, nanas, nagka dan buah berbentuk bulat kecil (anggur, leci, duku,

rambutan, dll) tidak dianjurkan untuk dimakan. Penelitian gizi asal

universitas Airlangga Surabaya, Prof. dr. H. Askandar Tjokroprawiro

menggolongkan diet atas dua bagian : Diet A dan B. diet B dengan

komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak dan 12% protein, lebih cocok

untuk orang Indonesia di bandingkan dengan diet A yang terdiri dari atas

40-50% karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolestrol.

Bedasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis

terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pancreas.

Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A (bayam, buncis,

kacang panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) di

tambah sayuran jenis B (kembang kol jamur, seledri, toge, ketimun,

gambas, cabai hijau, labu air, terong, tomat, dawi) akam menekan

kenaikan kadar glukosa dan kolestrol di dalam darah, bawang merah dan

bawang putih serta buncis di ketahui sangat baik untuk di tambah dalam

menu diabetes, karena secara bersama-sama dapat menurunkan kadar

lemak darah dan glukosa. Bagi penderita yang tidak mempunyai masalah

berat badan, tentulebih mudah untuk menghitung jumlah kalori sehari-hari

yang dibutuhkan, caranya berat badan di kalikan 30. Misalnya, orang

dengan berat badan 50 kg, maka kebutuhan kalori dalam sehari adalah

1.500 (50x30) kalori. Kalau yang bersangkutan menjalankan olahraga,

kebutuhan kalorinya. Pada hari belrolahraga di tambah sekitar 300 kalori.


21

Jadwal makan bagi penderita diabetes di anjurkan lebih sering

dengan porsi sedang, maksudnya agar jumlah kalori yang masuk merata

sepanjang hari. Tujuan akhir agar beban kerja tubuh tidak terlampau berat

dan produksi insulin dari kelenjar pancreas tidak terlalu mendadak

dibutuhkan. Disamping jadwal makan utama pagi, siang dan malam,

dianjurkan juga porsi makanan ringan. Di sela-sela waktu tersebut (selang

waktu sekitar 3 jam), yang perlu dibatasi adalah makanan berkalori tinggi

seperti nasi, daging berlemak, jeroan, kuning telur juga makanan berlemak

seperti eskrim, sosis, coke, coklat, gorengan. Sayuran berwarna hijau gelap

dan jingga seperti wortel, buncis, bayam, caisim sangat baik di konsumsi

dalam jumlah lebih banyak, begitu juga dengan buah-buahan segar.

Namun harus diperhatikan bagi penderita yang mengalami gangguan

ginjal, konsumsi buah, sayuran hijau dan makanan berprotein tinggi harus

di batasi agar member beban kerja yang berat bagi ginjal (Kristiana, 2012).

B. Asuhan Keparawatan

1. Pengkajian

Menurut Doengoes (2000) pengkajian pada seseorang yang terkena

diabetes mellitus sebagai berikut :

a. Aktivitas/ istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/ berjalan, kram otot, tonus

menurun gangguan tidur/ istirahat.

Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan

aktivitas letergi/ disorientasi, koma.


22

b. Sirkulasi

Gejala : Adanya riwayat hipertensi : IM akut, klaudikasi, kebas dan

kesemutan pada ekstermitas.

Tanda : Takikardia adalah perubahan tekanan darah postulasi,

hipertensi nadi yang menurun/ tak distrimia, krekeles ; DVJ (GJK)

kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.

c. Integritas Ego

Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah financial yang

berhubungan dengan kondisi.

Tanda : Ansietas, peka rangsang.

d. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri/

terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang nyeri tekan

abdomen.

Tanda : Urine ance, pucat kuning, poliuri (dapat menjadi uliguria/

anuria jika terjadi hipovolemia berat) urine berkabut, bau busuk

(infeksi) abdomen keras, adanya sistem bising usus lemah dan

menurun, hiperaktif (diare).

e. Makanan/ cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, mual/ muntah, tidak mengikuti diet,

peningkatan masukan glukosa/ karbohidrat. Penurunan berat badan

lebih dari periode beberapa hari/ minggu.

Tanda : Kulit kering/ berisiko, tugor jelek, kekakuan/ distendi

abdomen, muntah, pembesaran teroid (peningkatan kebutuhan


23

metabolic dengan peningkatan gula darah), bau halitosis/ manis, bau

buah (nafas aseton).

f. Neorosensori

Gejala : Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan

pada otot, perestesia, gangguan penglihatan.

Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/ koma (tanpa lanjut),

ganguan memori (baru, masa lalu) kacau mental.

g. Nyeri/ kenyamanan

Gejala : Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat)

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi : tanpak sangat berhati-hati

h. Pernapasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, bentu dengan/ tanpa sputum

purulen (tergantung adanya infeksi/ tidak)

Tanda : Lapar udara dan batuk dengan/ tanpa seputum purulen

(infeksi) dan frekuensi pernafasan.

i. Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit

Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ ulserasi. Menurunnya

kekuatan umum/ tentang gerak. Paretesia/ paralisis otot termasuk otot-

otot pernafasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

j. Seksualitas

Gejala : Rebas vagina (cenderung infeksi) masalah imponten pada

pria : kesulitan organism pada wanita.


24

k. Penyuluhan/ pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga : DM, penyakit jantung, stroke,

hipertensi. Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat seperti

steroid, diuretic (tiazid), dilantasi dan fenobarbital (dapat

meningkatkan kadar glukosa darah) mungkin atau tidak memerlukan

obat diabetik sesuai pasanan. Pertimbangan DRG menunjukan reratan

lama dirawat : 5,9 hari. Rencana pemulangan mungkin memerlukan

bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,

pemantauan terhadap glukosa darah.

2. Doagnosa Keperawatan

Diagnose Keperawatan Menurut Nurarif & Kesuma, (2015)


a. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang
Tujuan :
NOC : a. Nutrition status
b. Nutrisional status : food and fluis intake
c. Nutrisional status : nutrient intake
d. Weinght control

Kriteria Hasil :
a. Ada peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kenutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda mulnutrisi
e. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari

menelan
f. Tidak terjadinya penurunan barat badan yang berarti
25

Intervensi :
NOC : a. Kaji adanya elergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin.C
e. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
f. Berikan makanan yang terpilih (sudah di konsultasi

dengan ahli gizi).


g. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Rasional : a. Kaji adanya alergi makanan


b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah

kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien


c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin C
e. Berikan subtansi gula
f. yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat

untuk mencegah konstipasi

b. Kekurangan intergritas jaringan berhubungan dengan nekrosis


kerusakan jaringan (nekrosis luka gangrene)
Tujuan :
NOC : a. Tissue Integritas : skin and mucous
b. Wound healing : primary and secondary intenton
26

Kriteria Hasil :
a. Perfungsi jaringan normal
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi
c. Ketebalan dan stektur jaringan normal
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit

dan menceh terjadinya cidera berulang


e. Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka

Intervensi :
NOC : a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longgar
b. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
c. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam

sekali
d. Monitor kulit akan adanya kemerahan
e. Oleskan lotion atau minyak/ baby oil pada daerah yang

tertekan
f. Monitor aktivitas dan mobilitas pasien

Rasional : a. Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses

penyembuhan akan membantu dalam menentukan


tindakan selanjutnya
b. merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga

kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak


jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan

nekrosis dapat menghambat proses granulasi


c. insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan
27

kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik


yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula
darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan


perifer, perubahan sirkulasi, kadargula darah yang tinggi, kerusakan
kulit.

Tujuan :
NOC : a. Immune status
b. Knowledge : infection control
c. Ris control

Kriteria Hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b.Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor
yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
d. Jumlah lekosit dalam batas normal
e. Menunjukkan perilaku hidup sehat

Intervensi :
NOC : a. Bersihkan lingkungan setelah di pakai pasien lain
b. Pertahankan teknik isilasi
c. Batasi pengunjung bila perlu
d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan
pasien
e. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
f. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan
28

Rasional : a. Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi


b. Untuk mengetahui hemodinamika pasien
c. kateter suprapublik meningkatkan resiko infeksi yang

diindikasikan dengan iritema

d. Retensi urine berhubungan dengan infeksi bladder, gangguan


neurology, hilangnya tonus jaringan perianal, efek terapi.
Tujuan :
NOC : a. Urinary elimination
b. Urinary continence

Kriteria Hasil :
a. Kandung kemih kosong secara penuh
b. Tidak ada tesidu urine >100-200 cc
c. Bebas dari ISK
d. Tidak ada spasme bladder
e. Balance cairan seimbang

Intervensi :
NOC : a. Monitor intake dan output
b. Monitor penggunaan obat antikolionergik
c. Monitor derajat distensi bladder
d. Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat

output urine
e. Sediakan privacy untuk eliminasi
f. Stimulasi reflex bladder dengan kompres dingin pada

abdomen
g. Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria,
perubahan baud an konsistensi urine)
Rasional : a. Melancarkan saluran urine/ menimalkan retensi urine
29

distensi berlebihan pada kandung kemih


b. Mengeluarkan urine
c. tekanan ureteral tinggi menghambat pengosongan

kandung kemih

e. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan tingginya


kadar gula darah
Tujuan :
NOC : a. Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis)

Kriteria Hasil :
a. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal (S : 36 – 37,5 0C)
c. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.

Intervensi :
NOC : a. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
b. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu

menjaga kebersihan diri selama perawatan.


c. Lakukan perawatan luka secara aseptik.
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika

dan insulin.
Rasional : a. Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran
infeksi dapat membantu menentukan tindakan
selanjutnya.
b. Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara

untuk mencegah infeksi kuman.


c. Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran
30

infeksi.
d. Antibiotik dapat menbunuh kuman, pemberian insulin

akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga

proses penyembuhan.

f. Resiko defisit cairan berhubungan dengan gejala poliuria dan


dehidrasi.
Tujuan :
NOC : a. Fluid balance
b. Hydration
c. Nutrional status : food and fluid
d. Intake

Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan
BB, bj urine normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit
baik, membrane mulkosa lembab, tidak ada rasa haus
berlebihan

Intervensi :
NOC : a. Timbang pokok/ pembalut jika diperlukan
b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
c. Monitor status hidrasi (kelembapan membran mulkosa,
nadi adekuat tekanan darah orstostatik), jika diperlukan
d. Monitor vital sign
e. Monitor masuk makanan/ cairan dan hitung intake
kalori harian
f. Kolaborasi pemberian cairan IV
g. Monitor status nutrisi
31

h. Berikan cairan IV pada suhu ruangan dorong masukan


oral
i. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

Rasional : a. merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume

sirkulasi yang adekut


b. memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status

cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam


memberikan cairan pengganti.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dilakukan untuk

perilaku spesifik dari tindakan yang akan dilakukan oleh perawat. Dari

diagnosa yang muncul, selanjutnya dibuat rencana keperawatan sebagai

langkah untuk melakukan tindakan pemecahan masalah keperawatan

berdasarkan diagnosa keperawatan. Intervensi yang di gunakan

berdasarkan teori yaitu :

a. Monitor intake makanan dan hitung masukan kalori perhari.


b. Atur dan jadwalkan program diet yang sesuai dengan kebutuhan
nutrisi pasien perhari.
c. Monitor hasil GDS dan BB setiap harinya.
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
Adapun intervensi yang dilakukan pada hasil pengkajian yaitu hanya

memfokuskan pada tindakan keperawatan, melakukan penanganan

kebutuhan nutrisi secara non farmakologi, yaitu program terapi diet.pada

intervensi di tambahkan memonitor hasil GDS dan BB perharinya untuk

dijadikan tolak ukur apakah tindakan yang kita lakukan dapat membantu

menurunkan kadar glukosa darah dan menaikan BB menjadi ideal.


32

4. Implementasi

a. Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan


keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien.
b. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
validasi, disamping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal,
intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan
psikologis.
c. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi
intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien

5. Evaluasi

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai

tindakan keperawatanyang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan

kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses

keperawatan. Dalam evaluasi keperawatan menggunakan SOAP atau data

subjektif, objektif, analisa dan planning kedepannya. Jika masalah sudah

teratasiintervensi tersebut dapat dihentikan, apabila belum teratasi perlu

dilakukan pembuatan planningkembali untuk mengatasi masalah tersebut.

Evaluasi Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah

sebagai berikut.

1. Kondisi tubuh pasien stabil, tidak terjadi gangrene, tidak terjadi nyeri
2. Turgor kulit normal, tidak terjadi lesi atau integritas jaringan
3. Tanda-tanda vital normal
4. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan
tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
33

5. Cairan dan elektrolit pasien diabetes normal.


6. Infeksi dan komplikasi tidak terjadi

BAB III
METODE PENULISAN

A. Desain Penulisan

Studi kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan

keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus di Ruang Perawatan Medikal

Bedah Bedah Rumkit TNI AD Lhokseumawe.

B. Batasan Istilah
34

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronis progresif yang di tandai

dengan kemampuan tubuh untuk melakukan metabolism karbohidrat, lemak

dan protein, mengarah ke hiperglikemia (kadar gula darah tinggi). Diabetes

mellitus (DM) terkadang dirujuk sebagai “gula tinggi” baik oleh klien maupun

penyedia pelayanan kesehatan. Pemikiran dari hubungan gula dengan DM

adalah sesuai lolosnya sejumlah besar urine yang mengandung gula cirri dari

DM yang tidak terkontrol (Black & Hawks, 2015).

C. Lokasi Dan Waktu Penulisan

Lokasi studi kasus ini akan dilakukan di Ruang Perawatan Medikal

Bedah Rumkit TNI AD Lhokseumawe pada bulan Juni-Juli 2019.

D. Pengumpulan Data

1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang, dahulu, keluarga dll). Sumber data dari klien,

keluarga, perawat lainnya menggunakan format pengkajian sesuai dengan

permintaan.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA : inspeksi,

palpasi, perkusi, auskultasi) pada sistem tubuh klien.

3. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan data

lain yang relevan.

E. Analisis Data
35

Analisis data dilakukan sejak penulis dilapangan, sewaktu pengumpulan

data sampai dengan semua data terkumpul, analisa data dilakukan dengan cara

mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan

selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang

digunakan dengan interprestasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk

menjawab rumusan masalah.

Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh penulis dan studi

dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterprestasikan dan

dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi

dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisis adalah :

1. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,

dokumentasi). Hasil ditulis dalam dokumentasi keperawatan.

2. Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dikelompokkan menjadi data

subyektif dan obyektif, analisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik

kemudian dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan maupun

teks naratif. Kerasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan

identitas dari klien.

4. Kesimpulan
36

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penulisan terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku

kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data

yang dikumpulkan terkait pengkajian, diagnose, perencanaan, tindakan

dan evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA

Bilous MD, Rudy. 2014. Buku Pegangan Diabetes. Jakarta : Bumi Medika

Black, & Hawks, 2015. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria.
37

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddat. Ed.8. Jakarta : EGC

Doenges, Marilyn E. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pedokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta :
EGC

IDF. International Of Diabetic Federation. 2015

Kozier, Barbara et.al. 2011. Buku Ajar Fondamental Keperawatan : Konsep,


Proses & Praktik, Volume : 1. Edisi : 7, EGC : Jakarta

Fransisca, Kristina. 2012. Awa Prankreas Rusak Penyebab Diabetes. Jakarta :


Cerdas Sehat

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Revisi Jilid 1.
Yogyakarta : Medication Jogja

Riskesdas. 2018. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta :
Infodatin.(http://wwwdepkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/
infodatin_diabetes.pdf). diakses05 April 2019

World Health Organitation (WHO). 2017

Anda mungkin juga menyukai