Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-keduanya (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2015. Diabetes mellitus
merupakan salah satu penyakit yang angka morbiditasnya tinggi. Diabetes mellitus
adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia kronis akibat
efek sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya (Kharroubi & Darwish, 2015).
Prevalensi diabetes meningkat terutama dari 5,9% sampai 7,9% (246-380 jiwa)
diseluruh dunia pada kelompok usia 20-79 tahun yang angka kejadiannya meningkat 55%
(Bilous, 2014). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 juga menunjukkan, peningkatan
angka prevalensi diabetes cukup signifikan. Prevalensi sebesar 6,9 % pada 2013
meningkat menjadi 8,5 % di tahun 2021. Indonesia berada di posisi kelima dengan
jumlah pengidap diabetes sebanyak 19,47 juta. Dengan jumlah penduduk sebesar 179,72
juta, ini berarti prevalensi diabetes di Indonesia sebesar 10,6% International Diabetes
Federation (IDF) memperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia dapat mencapai
28,57 juta pada 2045. Jumlah ini lebih besar 47% dibandingkan dengan jumlah 19,47 juta
pada 2021.Jumlah penderita diabetes pada 2021 tersebut meningkat pesat dalam sepuluh
tahun terakhir. Penderita diabetes tercatat meroket 167% dibandingkan dengan jumlah
penderita diabetes pada 2011 yang mencapai 7,29 juta.
Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang mempunyai dampak
negatif terhadap fisik maupun psikologis. Menurut Sutawardana, dkk , (2016),
komplikasi kronik ketika peningkatan gula dalam darah yang berlangsung terus –
menerus, akan berdampak terjadinya angiopatik diabetik, atau gangguan pada semua
pembuluh darah diseluruh tubuh. Dampak psikologis yang dirasakan oleh pasien Diabetes
Melitus meliputi perubahan emosi seperti stres, cemas, takut, merasa sedih, tidak berdaya,
tidak berguna, merasa tidak ada harapan dan putus asa stres (PH et al., 2018). Hal
tersebut berpengaruh secara signifikan pada perilaku ketidakpatuhan pasien DM dalam
menjalankan proses terapi atau pengobatan. Widodo (2014), mengatakan pasien diabetes
melitus harus memahami bahwa stres dapat memicu kenaikan kadar gula darah sehingga
pasien harus berupaya meredamnya. Penelitian yang dilakukan oleh S. A. Nugroho &
Purwanti (2010), mengatakan stres dapat memperburuk kondisi pasien dan berpengaruh
terhadap kadar glukosa darah. Stres dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah
karena dapat menstimulus endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin. Efek dari ephinefrin
mengakibatkan timbulnya proses glikoneogenesis di dalam hati, sehingga melepaskan
glukosa dalam darah dengan jumlah yang besar (Syam dkk, 2014). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kusnanto dkk, (2019), keadaan stres dapat memunculkan
dampak negatif yaitu meningkatkan sekresi katekolamin.
Hiperglikemia dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut dari pasien diabetes
mellitus. Saat hiperglikemia (glukosa dalam darah tinggi) sangat berpotensi mengalami
kondisi khusus yang disebut ketuk asidosis diabetikum (KAD) dan Hiperglikemik
Hiperosmolar Nonketontik (HHNK). Begitupun juga saat hipoglikemia, suplai oksigen ke
otak menjadi kurang (hipoksia), gejala yang dapat muncul seperti berkeringat dingin,
palpitasi / berdebar-debar, gemetar, lapar, penglihatan kabur, sakit kepala, bingung
hingga menimbulkan kejang, bila tidak segera ditangani dengan baik akan menimbulkan
kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan kematian.
Penanganan ketidakstabilan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus
dengan hiperglikemi yaitu menormalkan aktivitas insulin dan glukosa darah dengan cara
mengatur diet (pola makan yang benar) juga dibutuhkan dalam tindakan kolaborasi
dengan ahli gizi dalam pemberian jumlah kalori dan nutrisi, latihan jasmani/olahraga,
injeksi insulin dan terapi obat hiperglikemia seperti glibenclamide dan metformin dalam
upaya menstabilkan kadar glukosa darah. Sedangkan pada pasien hipoglikemia
pertolongan pertama yang bisa dilakukan sebelum dibawa ke Rumah Sakit dengan
memberikan 10 – 15 gram gula yang bekerja cepat per oral. Setelah di Rumah Sakit
diberikan segera 1-2 ml glukosa 50%/ Kg/BB IV, dilanjutkan dengan infus glukosa 10%,
diet tinggi protein, hidrat arang dengan pemberian 4-5 kali per hari.
pentingnya peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sehingga
penulis merasa tertarik untuk membahas dan menyusun sebagai Karya Tulis Ilmiah
dengan Judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tn”I”Dengan Gangguan Sistem
Endokrin: Ketidak stabilan kadar glukosa darah Di RS Universitas Panjung Pura
Pontianak .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas maka rumusan masalah pada
Ny. I dengan gangguan sistem endokrin : Diabetes melitus tipe 2 Pontianak dari tanggal
17 mei sampai dengan 21 mei 2022 yaitu: Bagaimanakan gambaran asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan sistem endokrin ( Ketidak stabilan kadar glukosa darah ) di
RS Universitas Tanjung Pura Pontianak.
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan laporan studi kasus ini adalah untuk menggambarkan
asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin (ketidak stabilan
kadar glukosa darah,DM tipe 2 ) Di RS Universitas Tanjung Pura Pontianak.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem endokrin (Diabetes melitus).
b. Untuk mengetahui gambaran dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien
dengan Diabetes militus.
c. Membandingkan antara konsep teoritis dengan fakta yang ada di ruangan tentang
pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Ketidak stabilan kadar
glukosa darah khususnya di Ruangan Diamond RS Universitas Tanjung Pura
pontianak.
D. Ruang Lingkup
Mengingat luasnya pembahasan mengenai masalah Diabetes melitus maka dalam
karya tulis ilmiah ini, membahas pelaksanaan Asuhan Keperawatan (Studi kasus
Klien.Tn,I dengan sistem Endokrin;ketidak stabilan kadar glukosa darah Di Ruangan
Diamond RS Universitas Tanjung Pura Pontianak Tahun 2022)
E. Manfaat Studi Kasus
1. Manfaat bagi penulis
Untuk memperdalam wawasan terhadap pemberian Asuhan keperawatan pada Tn,I
dengan gangguan sistem Endokrin : Diabetes melitus tipe 2 serta untuk membantu
penulis.
2. Bagi bahan praktik
Hasil studi kasus diharapkan dapat memberikan masukan bagi bahan praktek
khususnya bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik
mengenai asuhan keperawatan pada pasien gangguan sistem endokrin: Diabetes
melitus tipe 2
3. Bagi institusi pendidikan
Manfaat bagi institusi pendidikan adalah agar dapat dijadikan sebagai bahan referensi
sehingga dapat menunjang dalam proses pendidikan di program Diploma III
keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak.
F. Sitematika Studi Kasus
Sistematika penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari lima bab yaitu:
1. BAB I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang yang berisi alasan mengangkat kasus,
angka kejadian kasus, rumusan masalah, tujuan penulisan yang terdiri dari:tujuan
umum dan khusus, ruang lingkup penulisan, manfaat penulisan, serta sitematika
penulisan. BAB II Landasan teoritis, terdiri dari konsep masalah, kemudian konsep
teori penyakit yang terdiri dari : definisi penyakit diabetes melitus, pengkajian yang
berisikan tanda dan gejala mayor dan minor, etiologi menjelaskan terkait penyebab
terjadinya penyakit diabetes melitus, phatofisiologi yang menjelaskan terkait proses
terjadinya penyakit diabetes melitus, akibat yang timbul dari masalah diabetes
melitus, diagnosis keperawatan, perencanaan tujuan, intervensi, implementasi, serta
evaluasi. BAB III Asuhan keperawatan, tinjauan kasus keperawatan yang membahas
data yang telah didapatkan pada saat dilapangan yang terdiri dari: pengkajian, analisa
dta, diagnosis, intervensi, implementasi, serta evaluasi. BAB IV Pembahasan,
melakukan pembahasan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep masalah keperawatan


Pengertian Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Pada Diabetes Melitus Tipe 2 +
Diabetic Foot Ketidakstabilan kadar glukosa darah merupakan variasi kadar glukosa
darah yang mengalami kenaikan (Hiperglikemi) atau penurunan (Hipoglikemi) dari 9
tentang normal. Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah terjadi pada pasien Diabetes
Melitus karena disfungsi pancreas, resistensi insulin, disfungsi hati. Sedangkan keadaan
yang menyebabkan terjadnya penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) dapat dipicu
oleh penggunaan insulin atau obat glikemik oral, hiperinsulinemia, endokrinopati,
disfungsi hati, disfungsi ginjal kronis, efek agen farmakologis, tindakan pembedahan
neoplasma, dan gangguan metabolik bawaan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
Ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah variasi kadar glukosa darah naik atau
turun dari rentang normal.
2. Penyebab
a. Hipoglikemia
1) Disfungsi pankreas
2) Resitensi insulin
3) Ganguan toleransi glukosa darah
4) Gangguan glukosa darah puasa
b. Hiperglikemia
1) Penggunaan insulin atau oabt glikemik oral
2) Hiperinsulinemia (misal insulinoma)
3) Endokrinopati (misal kerusakan adrenal atau piruitari)
4) Disfungsi hati
5) Disfungsi ginjal kronis
6) Efek agen farmakologis
7) Tindakan pembedahan neoplasma
8) Gangguan metabolik bawaan (misal gangguan penyimpanaan lisosomal,
galaktosemia, gangguan penyimpanaan glikogen) (SDKI, 2017).
3. Batasan karakteristik
a. Gejala dan tanda mayor
1) Hiperglikemia: subjektif terdiri dari lelah dan lesu sedangkan gejala objektif
yaitu kadar gula dalam darah atau urine tinggi.
2) Hipoglikemia: subjektif terdiri dari mengantuk dan pusing sedangkan objektif
yaitu gangguan koordinasi dan kadar glukosa dalam darah atau urine rendah.
b. Gejala dan tanda minor
1) Hiperglikemia: subjektf terdiri dari mulut kering dan haus meningkat
sedangkan gejala objektif yaitu jumlah urine meningkat.
2) Hipoglikemia: subektif terdiri dari palpitasi dan mengeluh lapar sedangkan
objektif yaitu gemetar, kesadaran menurun, perilaku aneh, sulit bicara,
berkeringat.
Kondisi terkait masalah keperawatan ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah
penyakit diabetes melitus, ketoasidosis diabetik, hipoglikemia, hiperglikemia,
diabetes gastrointestinal, penggunaan kortikosteroid, nutrisi parenteral total (TPN).
B. Tinjauan Teori
1. Pengertian
Definisi DM berdasarkan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 oleh Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2019) DM
merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes adalah penyakit
tidak menular yang kronis dan progresif ditandai oleh peningkatan kadar gula darah
(WHO, 2016).
Klasifikasi Diabetes melitus (DM) terjadi karena pankreas tidak menghasilkan
cukup insulin, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin etes
MelitusDiabetes melitus (DM) dapat dibagi menjadi beberapa tipe. Berikut
merupakan pembagian DM menurut (Elsa Trinovita, 2020) :
2. Penyebab diabetes militus
Penyebab diabetes militus berdasarkan klasifikasi menurut data world Health
Oganisation (WHO) (purwanto,2016)

a. Diabetes Melitus Tipe 1


1) Faktor genetic/herediter,Fktor herediter menyebabkan timbulnya diabetes
militus melelui kerentanan sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau
mempermudah perkembangan antibody autoimun melawan sel-sel beta,jadi
mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
2) Faktor infeksi virus: berupa infeksi virus coxakie dan gondogen yang
merupakan pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang
peka secara genetic.
b. Diabetes melitus tipe 2
Pada penderita diabetes melitus tipe 2 ini terjadi hiperinsulinemia yaitu
insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi
resistensi insulin pada keadaan ini, insulin tetap dapat diproduksi oleh sel. Beta
pankreas namun reseptor insulin tidak mampu berkaitan dengan insulin sehingga
terjadi gangguan transportasi masuknya glukosa ke dalam sel untuk digunakan
oleh sel. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak
aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan
defisiensi relatif insulin titik yang banyak ditemukan dalam masyarakat sekitar
90% sampai 95% dari jumlah diabetes melitus yangterdiagnosis.diabetes melitus
tipe 2 merupakan penyakit yang progresif di mana seseorang mengalami resistensi
terhadap insulin secara bertahap titik penyebab diabetes melitus tipe 2 tidak
diketahui namun diketahui bahwa faktor diet, gaya hidup dan genetik
mempengaruhi terjadinya diabetes melitus tipe 2.
c. Diabetes Malnutrisi
1) Febro Calculous pancreatis DM (FCPD) terjadi karena mengkonsumsi makan
rendah kalori dan rendah protein sehingga klasifikasi pngkreas melalui proses
mekanik (Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta
menjadi rusak.
2) Protein Defisiensi pancreatic diabetes militus (PDPD) karena kekurangan
protein yang kronik menyababkan hipofungsi sel beta pngkreas.

3. Anatomi fisiologis sistem pencernaan


Patofisiologis terjadinya penyakit Dalam Patofisiologi diabetes melitus tipe 2
terdapat beberapa keadaan yang berperan (Fatimah, 2015) yaitu resistensi insulin dan
disfungsi sel B pankreas. Sedangkan , Decroli (2019) juga mengatakan patofisiologi
utama yang mendasari terjadinya kasus diabetes melitus tipe 2 secara genetik adalah
resistensi insulin dan disfungsi sel B pankreas.

a. Resistensi insulin
Resistensi insulin merupakan kondisi umum bagi orang-orang dengan berat
badan overweight atau obesitas. Insulin tidak dapat berkerja secara optimal di sel
otot , lemak, dan hati sehingga memaksa pankreas mengkompensasi untuk
memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi isulin oleh sel beta pankreas
tidak adekuat guna mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka gadar
glukosa darah akan meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik
pada diabetes melitus tipe 2 semakin merusak sel beta di satu sisi dan
memperburuk resistensi insulin di sisi lain, sehingga penyakit diabetes melitus
tipe 2 semakin progresi (Decroli, 2019).
b. Disfungsi sel beta pankreas
Sel beta pankreas merupakan sel yang sangat peting diantara sel lainnya seperti
sel alfa, sel delta dan sel jaringan ikat pada pankreas. Dissfungsi sel beta pankreas
terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan faktor lingungan. jumlah dan kulitas
sel beta pankreas dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain proses regenerasi dan
kelangsungan hidup sel beta itu sendiri, mekanisme selular sebagai pengatur sel
beta, kemampuan adaptasi sel beta ataupun kegagalan mengkompensasi beban
metabolik dan proses apoptosis sel (Decroli, 2019).
Diabetes melitus terjadi karena ketidakmampuan tubuh mengelola gula
dengan baik. Gula dalam drah yang disebut glukosa berasal dari dua sumber yaitu
makanan dan yang diproduksi oleh hati. Gula dari makanan yang masuk melalui
mulut dicernakan dilambung dan diserap lewat usus, kemudian masuk kedalam
aliran darah. Glukosa ini merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh di otot
dan jaringan.
Pemecahan glukosa memerlukan bantuan dari kerja hormon insulin. Hormon
insuin diproduksi sel beta di pulau langerhans (islets of langerhans) dalam
pakreas, selanjutnya pankreas memberi respon dengan mengeluarkan insulin
kedalam aliran darah. Insulin membuka sel agar gula masuk sehingga kadar gula
dalam darah menjadi turun (Tandra, 2017).
Usia Faktor imunologi Genetik Obesitas

Penurunan Respon Individu yang Peningkatan

fisiologis outoimun memiliki beban

abnormal antigen HLA metabolisme


glukosa

Reaksi outoimun

Diabetes melitus

Kerusakan sel B pankreas

Kelelahan Polidipsia Poliuria Olahraga Pola makan


berlebihan yang buruk

Hiperglikemia

Hipoglikemia

Resiko ketidakstabilan
kadar glukosa darah

Gambar 2.1 Phatway diabetes melitus


Sumber: Setiaji (2017)
4. Manisfestasi klinis diabetes melitus
Seringkali tidak dirasakan dan disadari oleh klien pada awalnya, sehingga terjadi
Diabetes Mellitus ini, ada beberapa keluhan dan gejala yang perlu diperhatikan oleh
klien Diabetes Mellitus (Andra & Yessie, 2013):
a. Keluhan Klasik
1) Banyak Kencing (poliuria)
Banyak kencing yaitu dimana keadaan pasien sering kencing akibat kadar gula
darah yang tinggi.
2) Banyak Minum (polidipsia)
Karena banyaknya cairan yang keluar sehingga rasa haus sering dialami
penderita, maka untuk menghilangkan rasa haus pasien akan banyak minum.
3) Banyak Makan (polifagia)
Pasien sering makan karena rasa lapar yang selalu muncul pada penderita
diabetes mellitus, keseimbangan kalori negative dialami oleh pasien sehingga
pasien banyak makan.
4) Berat badan dan Lelah rendah
Berat badan yang mengalami penurunan dalam jangka waktu relative pendek
seharusnya dapat menumbuhkan rasa curiga. Kondisi Lelah yang tinggi
menunjukkan rendahnya ppresentase tubuh. Dapat diakibatkan karena zat gula
dalam darah tidak bisa masuk dalam sel, mengakibatkan sel mengalami
penurunan bahan bakar yang digunakan untuk menciptakan tenaga. Selain itu
agar tetap hidup sumber tenaga harus diperoleh dari simpanan lain yaitu sel
lemak dari otot akhirnya mengakibatkan klien menjadi kurus akibat hilangnya
jaringan lemak dan otot.
b. Keluhan Lain
1) Gangguan saraf tepi/kesemutan
Rasa sakit dan kesemutan dikaki setiap malam hari akan dirasakan oleh klien
yang mengalami Diabetes Mellitus.
2) Gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan juga sering terjadi pada penderita penyakit Diabetes
Mellitus, karena gangguan penglihatan sehingga penderita sering mengganti
kacamata supaya bias melihat dengan baik.
C. Asuhan Keperawatan Pada
1. Pengkajian
a. Biodata
Identitas klien: terdiri dari nama, alamat, umur, status, diagnosa medis, tanggal
MRS, keluarga yang dapat dihubungu, catatan kedatangan, dan No RM.
b. Keluhan utama
Klien datang ke rumah sakit biasanya dengan keluhan seperti : lemas, sering
buang air kecil, mengalami penurunan berat badan, dan nyeri.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya ditemukan badan lemas, luka tidak kujung sembuh, kesemutan,
penurunan berat badan, sering haus, banyak kencing dan lain sebagainya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Pada pengkajian masa lalu digunakan untuk mengetahui apakah pasien pernah
mengalami kondisi seperti saat ini atau pernah mengalami penyakit yang
sebelumnya sudah diderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dapat dilihat di riwayat kesehatan keluarga apakah ada genogram keluarga yang
juga menderita diabetes melitus. Diabetes melitus mewarisi suatu predisposisi
atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM. (Padila, 2012)
f. Pemeriksaan fisik
1) Sistem pernapasan
Pada pasien Diabetes Melitus biasanya terdapat gejala nafas bau keton, dan
terjadi perubahan pola nafas (Tarwoto dkk 2017)
2) Sistem kardiovaskuler
Pada pasien Diabetes Melitus pada sistem kardiovaskuler terdapat hipotensi
atau hipertensi, takikardi, palpitasi ( Tarwoto dkk, 2017)
3) Sistem neurologis
Menurunnya sensori, parathesia, mengamuk, penurunan reflek, mental buruk,
dan orientasi tidak baik.
4) Sistem pencernaan
Terdapat polifagia, polidipsia, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen (Tarwoto dkk, 2017).
5) Sistem integumen
Pada pasien Diabetes Melitus kulit kering dan kasar, gatal-gatal pada kulit
dan sekitar alat kelamin, luka gangrene. (Tarwoto dkk, 2017)
6) Sistem muskulosketal
Kelemahan otot, nyeri tulang, kelainan bentuk tulang, adanya kesemutan,
paratasia, dank ram ekstremitas, osteomilitis. (Tarwoto dkk, 2017)
7) Kebutuhan eliminasi
Dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan kelainan eliminasi,
kesulitan-kesulitan eliminasi dan keluhan-keluhan yang dirasakan klien pada
saat BAB dan BAK. Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, kesulitan
berkemih, diare (Tarwoto dkk, 2017)
8) Pola nutrisi
Pola aspek ini dikaji mengenai kebiasaan makan klien sebelum sakit dan
sesudah masuk rumah sakit. Peningkatan nafsu makan, mual, muntah,
penurunan atau peningkatan berat badan, banyak minum dan perasaan haus.
(Tarwoto dkk, 2017).
9) Pola tidur
Dikaji mengenai kebutuhan istirahat dan tidur, apakah ada gangguan sebelum
dan pada saat tidur, lama tidur dan kebutuhan istirahat tidur
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenaim respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan(SDKI ,2017).
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi nsulin
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
d. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia. penurunan
konsentrasi hemoglobin, peningkatan tekanan darah, kekurangan volume cairan,
penurunan aliran arteri atau vena, kurang terpapar informasi tentang faktor
pemberat, kurang terpapar informasi tentang proses penyakit, kurang aktivitas
fisik.
e. Risiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia, gaya
hidupp kurang gerak, hipertensi, merokok, trauma, kurang tepaparnya informasi
tentang faktor pemberat.
f. Obesitas berhubungan dengan kurang aktivitas fisik harian, kelebihan konsumsi
gula, gangguan kebiasaan makan, sering mamakan makanan berminyak/berlemak
g. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan kurang terpapar
informasi tentang manajemen diabetes. ketidaktepatan
3. Rencana keperawatan
Menurut Debora, dkk (2020) dalam Snyder, Berman, Frandsen (2016)
Perencanaan merupakan proses keperawatan yang melibatkan dalam pengumpulan
keputusan dan memecahkan masalah yang mengacu dari pengkajian dan diagnosis
keperawatan. Perencanaan intervensi keperawatan digunakan untuk mengurangi,
mencegah dan menghilangkan masalah kesehatan pasien.
Perencanaan atau intervensi keperawatan dapat di artikan sebagai rangkaian
untuk menentukan langkah pemecahan masalah serta merumuskan tujuan yang telah
di tegakkan oleh diagnosis keperawatan yang ditegakkan (Dinarti dan Mulyati,
2017).
1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguan toleransi
glukosa darah
Data subjektif :Pasien mengatakan badannya lemas dan letih,kliem juga sering
merasa haus,klien juga sering buang air kecil
Data objektif :Kadar gula pasien
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan ketidaksatabilan
kadar glukosa darah teratasi dengan kriteria hasil: Lalah/lesu
menurun, mulut kering menurun, rasa haus menurun, kadar
glukosa darah membaik
Masalah utama
Manajemen hiperglikemia
Observasi :Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia, monitor tanda
dan gejala hiperlikemia, monitor kadar glukosa darah
Edukasi :Anjurkan menghindari olah raga saat kadar glukosa darah lebih
dari 250 mg/dl, dan anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri
Kolaborasi :Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu (SIKI, 2018)

2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur


Data subjektif :Pasien mengatakan sering terjaga dimalam hari dan sulit tidur
Data objektif :terdapat hitam dibawah mata
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan gangguan pola
tidur teratasi dengan kreteria hasil: gangguan pola tidur
membaik,keluhan sulit tidur menurun,keluhan sering terjaga
menurun.
Masalah utama
Pola tidur
Observasi :Identifikasi pola aktifitas dan tidur,identifikasi makan dan
minuman yang menggangu pola tidur
Edukasi :jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit,anjurkan
menghindari makanan dan minuman yang menggaggu tidur.

3) Devisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi


Data subjektif :Pasien mengatakan tidak tau tentang penyakitnya
Data objektif :pasien tampak tidak mengikuti anjuran makan setelah diberikan
insulin,pasien tampak sering bertanya tentang penyakitnya.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan devisit
pengetahuan membaik dengan kreteria hasil: prilaku sesuai anjuran
membaik,kemampuan menjelaskan pengetahuan membaik,
Masalah utama
Devisit pengetahuan
Observasi :Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi,berikan
kesempatan untuk bertanya
Edukasi :Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi ksehatan.

4. Implemtasi Keperawatan
Tindakan yang bertujuan mencapai sesuatu yang sudah ditentukan dalam
pelaksanaan, diantaranya pengambilan data selanjutnya observasi timbal balik klien
pada saat melakukan tindakan.
5. Evaluasi Keperawatan
Merupakan proses terakhir dalam tahap asuhan keperawatan. Evaluasi juga bisa
di artikan Tindakan yang disengaja dan berkelanjutan dengan klien, perawat dan
anggota medis yang terlibat di dalamnya. Upaya menyelesaikan perlu tentang
kesehatan, patofisiologi, dan stategi evaluasi. Evaluasi bertujuan memberikan nilai
apabila tujuan dari asuhan keperawatan terpenuhi atau tidak dan sebagai salah satu
cara untuk pengkajian ulang (Lismidar 1990 dalam Fadilla 2012). Evaluasi dapat
dilakukan dengan SOAP:
S: Data Subyektif
Peningkatan kondisi klien. Perkembangan keadaan klien yang dirasakan,
dikeluhkan. dan di kemukakan oleh klien.
O: Data Obyektif
peningkatan keadaan klien yang dapat diawasi dan diukur oleh tenaga kesehatan.
A: Analisa
Pertimbangan pengamatan dari data subjektif maupun objektif untuk mengetahui
ada peningkatan dari tindakan atau tidak ada perbaikan
P: Perencanaan
Perencanaan tindakan klien didasarkan dari hasil Analisa diatas yang di
dalamnnya harus meneruskan rencana Tindakan sebelum jika masalah atau
keadaan tidak teratasi.
BAB III
LAPORAN STUDI KAS

A. Gambaran Lokasi Studi Kasus


Pada BAB ini penulis menggambarkan asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
Tn,I dengan penyakit yang diderita yaitu diabetes mellitus tipe 2 Di RS Universitas
tanjung Pura Ponrianak, Asuhan keperawatan ini dilakukukan selama 2 hari dari tanggal
17 Mei 2022 sampai dengan 18 Mei 2022.

B. Prinsip Etik
a. O t o n o m i ( A u t o n o m y )
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis
dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan
memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau
pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk
respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan
bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan
individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi
saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan
dirinya.
b. Berbuat baik (Beneficience) Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang
baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini
dengan otonomi.
c. Keadilan (Justice) Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk
memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
d. Tidak merugikan (Nonmaleficience) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan
bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
e. Kejujuran (Veracity) Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini
diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.
f. Menepati janji (Fidelity) Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji
dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban
seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan,
menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa
tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah
penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.
g. Kerahasiaan (Confidentiality) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi
tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen
catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak
ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh
klien dengan bukti persetujuan. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan,
menyampaikan pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain
harus dihindari.
C. Pengkajian
1. Identitas Klien
Klien Bernama Tn,I lahie di Jawa Timur pada Tanggal 10-08-1968,Berjenis keliamin
Laki-laki,Berstatus sudah menikah, Klien beraga Islam,Pendidikan klien SD
sederajat, Klien sudah tidak bekerja,rumah klien berada di Jln.Prof dr.M yamin gg
meronti 3 no 6.Klien masuk Rumah Sakit pada tanggal 14 mei 2022,klien dirawat
diruangan Diamond Universitas Tanjung pura Pontianak.
2. Riwayat penyakit Sekarang
a. Pada saat dikaji Klien mengtakan merasa lemas dan Lelah sejak kemaren sore
dan klien berbicaranya suka meracau klien juga mengatakan sering terjaga
dimalam hari dan sulit tidur malam saat di RS,klien juga tidak begitu
mengetahui tentang penyakit DM, klien sering bertanya tentang kondisinya saat
ini,klien juga mengatakan gulah darah tidak stabil.

b. Lamannya
Klien mengatakan mengalami kelemahan sejak kemaren sore dan punya Riwayat
DM tipe 2 sejak 4 tahun yang lalu :Faktor predisposes
Klien mengatakan tidak ada factor yang memperberat yang berarti hanya saja
keluhan datang dengan tiba-tiba.

c. TindakanPengobata
d. Harapan Klien
Klien Berharap semoga penyakitnya bisa segera sembuh dan klien bisa beraktifitas
sepeeti biasanya.
3. Riwayat Kesehatan yang lalu
a. Penyakit
1) Kecelakaan dan Hospitalisasi
Klien mengatakan tidak pernah mengalami Riwayat kecelakan tapi klien
mengatakan dulu pernah dirawat di klinik karna penyakit DM nya
2) Oprasi
Klien mengatakan 4 tahun yang lalu sudah pernah di oprasi karena penyakit
DM dibagian kaki kirinya
3) Penyakit yang sering di derita
Klien mengatakan tidak ada penyakit yang berarti yang dialami
b. Alergi
Klien mengatakan tidak pernah mempunyai alergi baik obat maupun makanan
c. Imunisasi
Klien mengatakan tidak ingat dengan riwayat imunisasinya
d. Kebiasaan
Klien mengatakan tidak mengkonsumsi alkohol dan dulu pernah merokok dan
sudah berhenti sekitar 3 taun yang lalu .
e. Pola Tidur
Sebelum sakit : Klien mengatakan tidur siang 2-3 jam saja dan tidur malam
sekitaran 5 jam. Sesudah sakit : klien mengatakan tidur siang 2-3 saja dan tidur
malam sekitaran 4 jam saja dan suka terbangun ditengah malam dan sulit umtuk
tidur Kembali
f. Pola Latihan
Sebelum sakit : Klien mengatakan tidak pernah berolah raga. Sesudah sakit klien
mengatakan semenjak sakit juga tidak pernah olah raga selama di RS
g. Pola Nutrisi
Sebelum sakit : klien mengatakan makan 2x sehari dan minum 8 gelas perhari .
Sesudah sakit : Klien mengatakan selama sakit karena di jadwalkan di RS makan
3x sehari tapi klien juga susah makan dan hanya makan telur dengan anggur saja
dan klien juga sering merasa haus minum lebih banyak yaitu lebih dari 8 gelas
perhari
h. Pola kerja
Klien mengatakan sudah tidak bekerja berat lagi dia hanya bersih bersih kebun
saja
4. RIWAYAT KELUARGA
a. Kesehatan anggota keluarga
Klien mentakan didalam anggota keluarganya tidak ada yang mengalami
Riwayat penyakit yang menular atau penyakit yang berarti seperti DM atau
sejenisnya
b. Genogram
5. RIWAYAT LINGKUNGAN
a. Kebersihan
Klien mengatakan dirumahnya sudah ada yang membersihkan rumahnya dan
halamannya
b. Bahaya Kesehatan
Klien mengatakan tidak ada yang mengancam Kesehatan disekitar lingkungan
tempat tinggalnya
6. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
a. Bahasa yang digunakan :
Klien mengatakan djika dirumah atau dilingkungan keluarganya menggunakan
Bahasa madura dan jika di lingkungan masyarakat menggunakan Bahasa
Indonesia/melayu
b. Organisasi dimasyarakat:
Klien mengatakan tidak pernah mengikuti organisasi dimasyarakat
c. Sumber dukungan dimasyarakat :
Klien mengatakan selama sakit banyak dukungan atau semangat dari keluarga
terutama istri dan tentangganya
d. Suasana hati :
Klien mengatakan sangat menerima atas apa yang telah dideritanya saat ini dan
klien juga sabar dan berdoa agar cepat sembuh
7. PEMERIKSAAN FISIK (Data focus )
a. Kepala :
I : Bentuk kepala bulat rambut hitam
P: Tidak ada nyeri tekan disekitar kepala
b. Mata :
I : Mata terlihat simetris kanan dan kiri ada kehitaman di bawah mata
c. Hidung :
I : Lobang hidung terlihat simetris tidak ada sumbatan didalam lobang hidung
P : Tidak ada nyeri tekan disekitar hidung
d. Telinga
I : Telinga simetris anata kiri dan kanan tidak ada sumbatan didalam telinga
telinga terlihat bersih
P : Tidak terdapat nyeri tekan disekitar telinga
e. Mulut dan tenggorokan
I : Mukosa bibir kering dan pucat
P : Tidak ada benjolan ditenggorokan atau di sekitar mulut pasien
f. Leher
I : Tidak terlihat adanya benjolan atau pembengkakan kelenjar disekitar leher
pasien
P : Tidak ada nyeri tekan disekitar leher pasien pergerakan jakun simetris
g. Kelenjar limfe
I : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe
P : Tidak ada nyeri tekan dan pembengkakan kelenjar
h. Paru-paru
I : Simetris pergerakan dinding dada
P : Tidak teraba nyeri tekan ,tidak ada nyeri tekan
P: Terdengar bunyi sonor disemua lapang paru
A : tidak ada suara napas /vesicular
i. Jantung
I : simetris kiri dan kanan,tidak ada bekas luka ,tidak ada pembesaran pada
jantung
P : Tidak ada pembengkakan atau benjolan ,tidak ada nyeri tekan
P : Bunyi suara jantung redup
A : Bunyi suara jantung 1 lup dan bunyi suara jantung 2 dup tidak ada bunyi
suara tambahan jantung seperti mur mur
j. Abdomen/perut
I : Bagian perut tidak ada jejas,pergerakan perut simetris
A : Bunyi bising usus
P : Bunyi abdomen Ketika di perkusi timpani
P : Tidak ada nyeri tekan
k. Eliminasi Bowel
Sebelum sakit klien mengatakan BAB 3 kali sehari. Sesudah sakit klien
mengatakan BAB 3 kali sehari
l. Ekstremitas atas
I : ekstremitas atas simetris kanan dan kiri untuk jari nya sebelah kiri jari manis
dan tengah tidak ada
P : tidak ada nyeri tekan dibagian ekstremitas atas
m. Ekstremitas bawah
I : Kaki simetris kanan dan kiri tampak ada bengkak di bagian pergelangan kaki
sebelah kiri dan kemerahan
P : adanya nyeri tekan dibagain kaki kiri
n. Kulit
I : Kulit terlihat kering turgor kulit menurun terdapat bengkak dibagian kaki kiri
bawah kulit pasien sawo matang
P : Turgor kulit menurun dan ada nyeri tekan disekitar kaki kiri
o. Genetalia/kemaluannya
Klien enggan untuk dilakukan pengkajian dibagian kemaluannya
p. Eliminasi urin
Sebelum sakit klien mengatakan BAK 4 kali sehari. Sesudah sakit klien
mengatakan sering BAK 7 kali sehari.

Anda mungkin juga menyukai