DISUSUN OLEH:
1. Dewi Rianti
2. Eristia novarianda
3. Anggi Litasari
4. Riana B
5. Irdayanti
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Penurunan fungsi sel beta pankreas pada penderita Diabetes Mellitus dapat
dibedakan menjadi 2 tipe yaitu : Diabetes Mellitus tipe 1 didapatkan keadaan
seseorang dengan jumlah insulin yang kurang akibat dari adanya kerusakan pada
sel beta pankreas,sedangkan pada Diabetes Mellitus tipe 2 terjadi resistensi insulin
atau kualitas insulinnya tidak baik. Meskipun insulin dan reseptor ada, tetapi
karena kelainan pada sel itu sendiri maka pintu masuk sel tidak terbuka sehingga
glukosa yang ada dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel untuk dimetabolisme
menjadi energi yang menyebabkan terjadinya ketidakstabilan kadar glukosa dalam
darah (Ginting, 2014) Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah pada penderita
Diabetes Mellitus tipe 2 yang mengalami hiperglikemi dapat terjadi karena
resistensi insulin.
Hal tersebut dapat disebabkan karena ketidak patuhan dalam pola makan klien serta
ketidakpatuhan klien dalam hal pengobatan sehingga insulin mengalami resistensi
yang mengakibatkan kadar glukosa dalam darah menjadi tidak stabil dan
cenderung meningkat (Ginting, 2014).
Peneliti menemukan fenomena pada bulan April 2022 saat praktek klinik di Rumah
Sakit Universitas Tanjungpura Pontianak penulis menemukan 4 fenomena di ruang
rawat inap intensive care unit pada klien Diabetes Mellitus dengan ketidakstabilan
gula darah.
Klien Diabetes Mellitus dengan ketidakstabilan kadar glukosa darah bila tidak
ditangani dengan baik maka akan beresiko menyebabkan komplikasi. Jika hal ini
berlanjut dan bertambah parah maka akan terjadi perubahan serius dalam kimia
darah akibat defisiensi insulin. Perubahan tersebut disertai dengan dehidrasi,
gangguan penglihatan seperti mata buram, gangguan pada neuropati seperti merasa
kesemutan, gangguan pada nefropati sehingga menyebabkan komplikasi pada
pelvis ginjal, serta dapat terjadi diabetes ketoasidosis hingga terjadi kematian
(Bryer, 2012).
Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Dewasa Diabetes Mellitus dengan
Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura
Pontianak.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Klien Dewasa Diabetes Mellitus
dengan masalah Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah di Rumah Sakit
Universitas Tanjungpura Pontianak.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada Klien Dewasa Diabetes
Mellitus dengan masalah Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah di
Rumah Sakit Universitas Tanjungpura Pontianak
b. Menetapkan diagnosis keperawatan pada Klien Dewasa Diabetes
Mellitus dengan masalah Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah di
Rumah Sakit Universitas Tanjungpura Pontianak
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada Klien Dewasa Diabetes
Mellitus dengan masalah Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah di
Rumah Sakit Universitas Tanjungpura Pontianak
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Klien Dewasa Diabetes
Mellitus dengan masalah Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah di
Rumah Sakit Universitas Tanjungpura Pontianak
e. Melakukan evaluasi pada Klien Dewasa Diabetes Mellitus dengan
masalah Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah di Rumah Sakit
Universitas Tanjungpura Pontianak
Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan Karya tulis ilmiah ini diharapkan
dapat melengkapi pengetahuan dalam bidang keperawatan mengenai asuhan
keperawatan Diabetes Mellitus dengan masalah ketidakstabilan kadar glukosa
darah, serta dapat memberikan intervensi yang tepat untuk mengatasi masalah
ketidaktabilan kadar glukosa darah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Lahan Penelitian
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai hasil yang
dapat dipertimbangkan untuk penelitian serupa dikemudian hari dalam
memberikan asuhan keperawatan dengan ketidakstabilan kadar glokosa
darah darah pada penderita Diabetes Mellitus, serta dengan melakukan
intervensi yang tepat.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Karya Tulis Ilmiah ini dapat digunakan sebagai media pembelajaran
mengenai asuhan keperawatan dengan ketidakstabilan kadar glukosa
darah pada penderita Diabetes Mellitus.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan sebagai data dasar dalam penelitian
lebih lanjut terkait dengan asuhan keperawatan dengan ketidakstabilan
kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Mellitus.
d. Bagi Perawat
Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan masukan kepada perawat dalam
menentukan intervensi yang tepat pada asuhan keperawatan dengan
ketidakstabilan kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Mellitus.
e. Bagi Klien dan Keluarga
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menambah informasi dan
pengetahuan pada klien dan keluarga tentang menjaga gula darah agar
tetap stabil pada penderita Diabetes Mellitus dengan ketidakstabilan kadar
glukosa darah.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS
A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
a. Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel dan
Bare,2015).
b. Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau
gangguan metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya
(ADA, 2017).
c. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika
pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak
efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang mengatur
kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah, adalah efek
yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang dapat terjadi
kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya pada pembuluh
darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi kebutaan), ginjal
(dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011).
2. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan
kedalam 2 kategori klinis yaitu:
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
1) Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun
mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan
genetik kearah terjadinya diabetes type 1. Kecendurungan genetik
ini ditentukan pada individu yang memiliki type antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen
yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi & proses
imunnya. (Smeltzer 2015 dan bare, 2015).
2) Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon
autoimum. Ini adalah respon abdomal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya sebagai jaringan asing. (Smeltzer
2015 dan bare, 2015).
3) Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta. (Smeltzer 2015 dan bare,2015).
b. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)
Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II
masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam
proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4. PATOFISIOLOGI
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel sel beta prankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada
dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial. Jika kosentrasi glukosa
dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine(glikosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine, ekresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis
ostomik, sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliurea), dan rasa haus (polidipsi). Difisiensi
insulin juga akan menganggu metabolisme protein dalam lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat penurunan simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan
kelemahan . dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis(pemecahan glikosa yang
tersimpan) dan glukoneogenesis(pembentukan glukosa baru dari asam
asam amino dan subtansi lain). Namun pada penderita difisiensi
insulin,proses ini akan terjadi tampa hambatan dan lebih lanjut akan turut
menimbulkan hipergikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk smping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menganggu keseimbangan
asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis yang disebabkan dapat
menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri abdomen mual, muntah,
hiperventilasi, mafas berbaun aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
penurunan kesadaran,koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan
dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan
metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting.
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik
utama adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula
pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan
yang sangat penting dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini
akan berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya hidup,
obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan tingginya kadar asam lemak
bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015). Mekanisme terjadinya DM tipe II
umunya disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan sel,
sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin
dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,harus terjadi
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015).Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian,
jika sel sel B tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadinya
DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang berupakan
ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton
yang menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang tidak terkontrol akan
menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom Hiperglikemik
Hiporosmolar Non-Ketotik(HHNK). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat(selama bertahun
tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Jika gejalannya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan,
seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,polidipsia, luka pada kulit yang
lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar
glukosanya sangat tinggi.).
5. PATHWAY
6. KOMPLIKASI
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada penderita DM tipe II akan
menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi menjadi dua
berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Smeltzel dan Bare, 2015; PERKENI , 2015):
a. Komplikasi Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut DM yang di tandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai dengan adanya
tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/Ml) dan terjadi peningkatan anion gap
(PERKENI, 2015).
2) Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga
mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergic
(berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala
neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma)
(PERKENI, 2015).
3) Hiperosmolar Non Ketonik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-
1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat
meningkat (330-380 mOs/ml),plasma keton (+/-), anion gap normal atau
sedikit meningkat (PERKENI, 2015).
b. Komplikasi Kronis (Menahun)
Menurut Smeltzer 2015, kategori umum komplikasi jangka panjang terdiri
dari:
1) Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi,
pembuluh darah otak.
2) Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik)
dan Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik).
3) Neuropatid: suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di mana serat-
serat saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera atau penyakit.
4) Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi, contohnya
tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih, infeksi kulit dan infeksi kaki. dan
disfungsi ereksi.
5) Ulkus
Ulkus diabetikum merupakan kerusakan yang terjadi sebagian
(Partial Thickness) atau keseluruhan (Full Thickness) pada daerah
kulit yang meluas ke jaringan bawah kulit, tendon, otot, tulang atau
persendian yang terjadi pada seseorang yang menderita penyakit Diabetes
Melitus (DM), kondisi ini timbul akibat dari peningkatan kadar gula darah
yang tinggi.
8. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Diet
Syarat diet hendaknya dapat:
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
d) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
Prinsip diet DM adalah:
a) Jumlah sesuai kebutuhan
b) Jadwal diet ketat
c) Jenis: boleh dimakan/ tidak
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari hari hendaknya diikuti
pedoman 3 J yaitu:
a) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah
b) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
c) Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi
penderita,penetuan gizi dilaksankan dengan menghitung percentage of
relative body weight ( BPR=berat badan normal) dengan rumus: BPR=
BB (kg) X 100%
TB (cm) -100
Keterangan :
- Kurus (underweight) : BPR < 90%
- Normal (ideal) : BPR 90% - 110%
- Gemuk (overweight) : BPR > 110%
- Obesitas apabila : BPR > 120%
- Obesitas ringan : BPR 120% - 130%
- Obesitas sedang : BPR 130% - 140%
- Obesitas berat : BPR 140 – 200%
- Morbid : BPR > 200%
2) Olahraga
Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM adalah:
a) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin
dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya
b) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore
c) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen
d) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein
e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik
3) Edukasi/penyuluhan
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan
pencegahannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada
dokter, mencari artikel mengenai diabetes.
4) Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara
(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, bearti harus
diberikan obat obatan
5) Pemantauan gula darah
Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin, bertujuan untuk
mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika dengan melakukan lima
pilar diatas mencapai target,tidak akan terjadi komplikasi.
b. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi dengan Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda
dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi
untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam mempertahankan control
glikemik. Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol glikemik
maka pengobatan diganti menjadi insulin setiap harinya. Lama kerja
insulin beragam antar individu sehingga diperlukan penyesuaian dosis
pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan frekuensi
penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya pasien diabetes
melitus memerlukan insulin kerja sedang pada awalnya, kemudian
ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah
makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya
sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R)
dan insulin kerja sedang. Idealnya insulin digunakan sesuai dengan
keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan
basal dan tiga kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan.
Namun demikian, terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan sesuai
dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan
fisiologis.
2) Obat Antidiabetik Oral
a) Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi
kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena
adanya non ionic-binding dengan albumin sehingga resiko interaksi
obat berkurang demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia
lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih
dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit
gliburid bersifat aktif.Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja
metabolit yang lebih pendek atau metabolit tidak aktif yang lebih
sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru
sulfoniluera ini selain merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel
beta pankreas juga memiliki tambahan efek ekstrapankreatik.
b) Golongan Biguanid
Metformin pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia
jika digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-
hati pada pasien lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan
kehilangan berat badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan
kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan
karena massa otot yang rendah pada orangtua.
c) Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase,
suatu enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa
dan karbohidrat kompleks. Sehingga mengurangi absorb karbohidrat
dan menghasilkan penurunan peningkatan glukosa
postprandial.Walaupun
kurang efektif dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut
dapat dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami
diabetes ringan. Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi
tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang menderita sembelit. Fungsi
hati akan terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi
masalah klinis.
d) Thiazolidinediones
Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan
dapat meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha
reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk pasien
lanjut usia dan tidak
menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada pasien
dengan gagal jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relative.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian
perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut
harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi
nama pasien, umur, keluhan utama
a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
2) Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit
jantungseperti Infark miokard
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
b. Pengkajian Pola Gordon
1) Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan
tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negative
terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM
tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut
akan terjadinya amputasi (Debra Clair, Jounal Februari 201).
2) Pola nutrisi metabolic
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulinmaka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat
mempengarui status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan
menurun, turgor kulit jelek , mual muntah.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan
aktivitassehari hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka, sehingga
klien mengalami kesulitan tidur
6) Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh,
lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem)
8) Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
9) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi
serta memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya
peradangan pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada
pria. Risiko
lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
10) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang kontruktif/adaptif.
11) Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengarui pola ibadah penderita.
c. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah
dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal,
nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika
terjadi infeksi.
2) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi
komplikasi kulit terasa gatal.
3) Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran
kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous
Pressure) normal 5-2 cmH2.
4) Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan
cepat dan dalam.
5) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
6) Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
7) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
8) Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
9) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa
baal.
10) Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
c. Infeksi b.d peningkatan Leukosit
d. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan Manajemen hiperglikemia:
gula darah b.d tindakan keperawatan 1. Observasi :
resistensi insulin selama 1x 24 jam maka o Identifikasi
ketidakstabilan gula darah kemungkinan
membaik KH: penyebab
1. Kestabilan kadar hiperglikemia
glukosa darah o Monitor tanda dan
membaik gejala hiperglikemia
2. Status nutrisi 2. Terapeutik :
membaik Berikan asupan cairan oral
3. Tingkat pengetahuan 3. Edukasi :
meningkat Ajurkan kepatuhan
terhadap diet dan olah raga
4. Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
insulin
Edukasi program
pengobatan
1. Observasi :
Identifikasi pengobatan
yang direkomendasi
2. Terapeutik :
Berikan dukungan untuk
menjalani program
pengobatan dengan baik
dan benar
3. Edukasi:
o Jelaskan mamfaat dan
efek samping
pengobatan
o Anjurkan mengosomsi
obat sesuai indikasi
Perawatan luka
1. Observasi:
o Monitor karakteristik
luka (drainase, warna
ukuran, bau)
o Monitor tanda tanda
infeksi
2. Terapeutik :
o Lepaskan balutan dan
plester secara perlahan
o Bersihkan dengan Nacl
o Bersihkan jaringan
nikrotik
o Berikan salaf yang
sesuai kekulit
o Pertahan teknik steril
saat melakukan
perawatan luka
3. Edukasi:
Jelaskan tanda,gejala
infeksi
4. Kolaborasi:
Kolaborasi prosedur
debridement
4 Intoleransi Setelah dilakukan Terapi aktivitas
Aktivitas b.d tintdakan keperawatan 1. Observasi : -
imobilitas selama 1x 24 jam o Identifikasi defisit
intoleransi aktivitas tingkat aktivitas
membaik KH : o Identifikasi kemapuan
1. Toleransi aktivitas berpartisipasi dalam
membaik aktivitas tertentu
2. Tingkat keletihan 2. Terapeutik :
menurun o Fasilitasi pasien dan
keluarga dalam
menyesuiakan
lingkungan untuk
mengakomodasi
aktivitas yang di pilih
o Libatkan keluarga
dalam aktivitas
3. Edukasi:
Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
Manajenen program
latihan
1. Observasi :
o Identifikasi
pengetahuan dan
pengalaman aktivitas
fisik sebelumnya
o Identifikasi
kemampuan pasien
beraktivitas
2. Terapeutik :
Motivasi untuk memulai
melanjutkan aktivitas fisik
3. Edukasi:
Jelaskan mamnfaat
aktivitas fisik
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
5. EVALUASI
Menurut Nursalam, 2011, evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai
dengan tujuan tercapai.
b. Evaluasi somatif
Merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode
evaluasi ini menggunakan SOAP.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala: Bentuk kepala bulat, Kulit kepala tidak terdapat lesi,
rambut beruban tampak bersih, tidak ada ada nyeri tekan di
bagian kepala.
2. Mata: Bentuk mata simetris kiri dan kanan , konjungtiva anemis,
sklera tidak ikterik,tidak ada edema palpebra, nyeri tekan tidak
ada.
3. Telinga: Bentuk telinga simetris, tidak terdapat tanda infeksi,
tidak menggunakan alat bantu dengar, tidak terdapat lesi.
4. Hidung: Bentuk hidung normal, tidak tampak adanya lesi,
perdarahan, sumbatan maupun tanda gejala infeksi dan tidak ada
bengkak.
5. Mulut: Warna mukosa bibir tampak pucat sedikit, tidak ada lesi,
menggunakan gigi palsu, tidak terdapat perdarahan dan radang
gusi.
6. Leher: Bentuk leher normal, tidak teraba pembesaran kelenjar
tiroid,
7. Thoraks
a. Jantung:
Inspeksi: pergerakan dinding dada simetris
Palpasi: Dada teraba hangat, tidak ada teraba massa,
tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi: Batas atas jantung di IC 2, batas bawah di antara
IC 5 dan IC 6, batas kanan liena midsternalis dexra, batas
kiri sedikit bergeser dari midclavikularis sinistra,
terjadinya pembesaran jantung (kardiomegali).
Auskultasi: BJ 1 dan 2 terdengar, BJ 3 tidak terdengar,
bunyi murmur (-)
b. Paru-paru
Inspeksi: Gerak dada simetris, tidak tampak adanya retraksi
otot bantu pernapasan.
Palpasi: Tidak teraba masa, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi: Terdengar redup pada paru kanan, dan sonor
pada paru kiri
Auskultasi: Penurunan suara nafas vesikuler disebelah
kanan.Tidak terdapat suara tambahan
c. Abdomen
Inspeksi : Bentuk abdomen normal, tidak tampak adanya
pembengkakan dan tidak ada lesi, tidak tampak asites
(pembengkakan pada perut yang disebabkan karena
akumulasi cairan).
Palpasi: Tidak teraba adanya penumpukan cairan, tidak
teraba adanya masa, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi: Timpani
Auskultasi: Bunyi bising usus (+), peristaltik usus
10x/mnt.
d. Ekstermitas
Bentuk tangan dan kaki simetris kanan dan kiri,
Akral teraba hangat
Status sirkulasi CRT < 3 detik
Udem di bagian kedua ekstermitas atas dan bawan
Nyeri tekanan di ekstermitas bawa kanan dan kiri.
Kekuatan otot
2222 2222
2222 2222
e. Genetalia
Klien menggunakan cateter urine, tidak dikaji terlalu
dalam.
c. Pola Eliminasi
a) Urin/ shift
Tangg Frek Warn Reten Inkotenens Jumla
al BAK a si ia h
12/4/22 Terpasan Kunin Tidak Tidak 1000
g g ada cc
Kateter muda
13/4/22 Terpasan Kunin Tidak Tidak 540 cc
g g ada
Kateter muda
14/4/22 Terpasan Kunin Tidak Tidak 800 cc
g g ada
Kateter muda
a
Pemeriksaan Lab Urin : Ada, Pemeriksaan Tanggal 12 April
2022
Hasil : Keton : (+++) 8,0 ; Glukosa : (+) 15 ; Epitel Gepeng
(Penuh)
b) Fekal
Tanggal Frek Warna Konsistensi
BAB
12/4/2022 1x Kuning Lembek
Kecoklatan
13/4/2022 Tidak ada - -
BAB
14/4/2022 1x Kuning lembek
Kecoklatan
Pemeriksaan Lab Feses : Tidak ada
d. Tingkat Kesadaran
1. GCS
Tanggal Eye (e) Motorik Verbal (v) Total
(m)
12/4/2022 4 6 5 15
13/4/2022 4 6 5 15
14/4/2022 4 6 5 15
2. Status Kesadaran
Tangg Composm Apa Samno Sop Soporoc Co
al entis tis len or oma ma
12/4/2 CM
022
13/4/2 CM
022
14/4/2 CM
022
e. Tingkat Ketergantungan
Tingkat ketergantungan Klien Menurut Indeks KATZ
AKTIVITAS
Tangg Higi Berpak Elimi Mobili Konti Mak Kate
al ene aian nasi sasi nen an gori
12/4/2 0 5 5 5 5 5 25
022 (Total
Care)
13/4/2 0 5 5 5 5 5 25
022 (Total
Care)
14/4/2 0 5 5 5 5 5 25
022 (Total
Care)
g. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksa Nilai Satuan Tangg Tangg Tangg
an Rujuk al al al
an 12/4/2 13/4/2 14/4/2
2 2 2
Nilai Nilai Nilai
WBC 3.50- Ribu/m - 15,62 -
9.50 mk
PLT 125- Ribu/m - 389 -
350 mk
HCT 35.0- % - 32,0 -
45.0
HGB 11.5- % - 11,0 -
15.0
Albumin 3,5-5,8 Gr/dl - 2,3 -
Kalium 3,5-5,5 Mmol/L 2.88 2,86 -
Natrium 136- Mmol/L 133.8 128,2 -
145
Calcium 1,05- Mmol/L - 1,28 -
1,35
Chlorida 96-108 Mmol/L - 107,3 -
GDS Mg/dl 111 91 127
GDP 75-115 Mg/dl 246 - -
Cholestero <200 Mg/dl 182 - -
l Total
HDL- >55 Mg/dl 41,7 - -
cholesterol
LDL- <150 Mg/dl 109,9 - -
cholesterol
Trigleserid >200 Mg/dl 152 - -
a
Ureum 10-50 Mg/dl 17,6 - -
Creatinin L : 0,7- Mg/dl 0,62 - -
1,3 ; P :
0,5-1,1
Asam Urat L : 3,4- Mg/dl 3.82 - -
7,0
P : 2,4-
5,7
SGOT L : <38 U/L 63,1 - -
P : <32
SGPT L : <41 U/L 25,9 - -
P : <31
2. Hasil EKG
Kesan :
12/4/2022 : Sinus Takikardi
13/4/2022 : Sinus Rhiterm
14/4/2022 : Sinus Takikardi
3. Hasil Rontgen Tanggal 4 April 2022
Foto Thorax AP :
Kesan : Cardiomegali, Efusi Pleura Dextra minimal
Foto Femur Sinistra :
Kesan : Tak tampak kelainan / Gambaran osteomyelitis femur
sinistra
4. Pemeriksaan Fundoskopi
Kesan : Tidak ada diperiksa
5. Lain-lain
Tidak ada
h. Terapi
Terapi Tanggal Tanggal Tanggal
12/4/22 13/4/22 14/4/22
Injeksi Jam 6 dan 18 Jam 6 dan 18 Jam 6 dan 18
Meropenem
2 x 1 gr
Injeksi Jam 8, 16, 24 Jam 8, 16, 24 Jam 8, 16, 24
Metronidazole
3x 500 mg
Paracetamol Jam 6, 14, 22 Jam 6, 14, 22 (K/P)
Infus
3x 1 gr
Apidra (SC) 3x Jam 6, 12, 18 Jam 6, 12, 18 Jam 6, 12, 18
17 UI
Lantus (SC) 1x Jam 22 Jam 22 Jam 22
25 UI
NB 5000 (bolus Jam 20 Jam 20 Jam 20
pelan) (IV) 1x 1
amp
VIP Albumin Jam 8, 16, 24 Jam 8, 16, 24 Jam 8, 16, 24
(Oral)
3x 2 cap
Lactulac sirup Jam 6, 14, 22 Jam 6, 14, 22 Jam 6, 14, 22
(oral) 3x 1 cth
ANALISA DATA
Nama : Ny. K
No. CM : 06.35.05
Usia : 58 tahun
DM : DM Tipe 2, Syok Septik
DO : Polifagia
- Keadaan umum
lemah
- Kesadaran Polidipsi
compos mentis
- Akral teraba
Poliura
hangat
- Mukosa bibir
kering Ketidakstabilan
- TTV : Hr : 104 T kadar glukosa
: 36,1 Spo2: 99
dengan O2 6 lpm darah
simple mask RR :
20 TD : 114/73
MAP : 84
- GDS : 111 mg/dl
2 12 April 2022 ; DS : Defisiensi insulin Nyeri Akut
Jam 09.00 Pasien mengatakan nyeri
Anabolisme
pada paha kiri sudah 2
proses
minggu
P : Proses Penyakit Kerusakan pada
antibodi
Q : Nyeri seperti ditusuk-
tusuk Neoropati sensori
perifer
R : Paha kiri
S : Skala nyeri 6 Klien merasakan
T : Nyeri dirasakan sakit
hilang datang
Nyeri akut
DO :
- Keadaan umum
lemah
- Kesadaran
compos mentis
- Akral teraba
hangat
- Mukosa bibir
kering
- Wajah tampak
meringis
- TTV : Hr : 104 T
: 36,1 Spo2: 99
dengan O2 6 lpm
simple mask RR :
20 TD : 114/73
MAP : 84
- GDS : 111 mg/dl
3 12 April 2022 ; DS Syok Septik Pola Nafas Tidak
Jam 09.00 - Pasien Efektif
mengatakan sesak Endotoksin basil
nafas gram negatif
DO
- Keadaan umum B1
lemah
- Kesadaran
Ketidakmampuan
compos mentis
- Akral teraba sel untuk
hangat menggunkan 02
- Mukosa bibir
kering Berkurangnya o2
- TTV : Hr : 104 T
di paru
: 36,1 Spo2: 99
dengan O2 6 lpm
simple mask RR : Pernafasan cepat
20 TD : 114/73
MAP : 84
GDS : 111 mg/dl Dyspnea
glukosa mg/dL
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian cairan IV,
jika perlu
SARAN
1. Bagi Lahan Penelitian
Melalui hasil penelitian ini diharapkan lahan penelitian yaitu RS. Panti
Waluya Sawahan Malang untuk lebih memperhatikan 5 pilar penanganan
Diabetes Mellitus yang terdiri dari edukasi, diit dengan menggunakan 3 J
(Jumlah, Jam, Jenis), pengobatan, aktivitas dan olahraga, dan faktor
kecemasan agar lebih diperinci khususnya dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien Diabetes Mellitus dengan Ketidakstabilan Kadar
Glukosa Darah.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Peneliti berharap institusi pendidikan menggunakan hasil penelitian ini
sebagai salah satu tambahan refrensi untuk materi di mata kuliah keperawatan
medikal bedah tentang asuhan keperawatan Diabetes Mellitus, sehingga akan
meningkatkan pengetahuan dan kompetensi mahasiswa dalam melakukan
asuhan keperawatan pada klien Diabetes Mellitus dengan masalah
ketidakstabilan kadar gula darah.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya dapat melanjutkan atau mengembangkan “Asuhan
Keperawatan pada klien Diabetes Mellitus dengan Masalah Ketidakstabilan
Kadar Glukosa Darah” dengan memperhatikan karakteristik klien sehingga
dalam mengumpulkan data tentang ketidakstabilan kadar glukosa darah dan
diberikan intervensi lebih di perinci dalam edukasi 5 pilar penanganan 88
Diabetes Mellitus yang terdiri dari edukasi, diit dengan menggunakan 3 J
(Jumlah, Jam, Jenis), pengobatan, aktivitas dan olahraga, dan faktor
kecemasan pada klien yang mengalami masalah Ketidakstabilan kadar
glukosa darah.
DAFTAR PUSTAKA
Ackley , Betty J and Ladwig, G.B. 2010. Nursing Diagnosis Heandbook ed 9. New York :
Mosby elseiver
Anani, S., Udiyono, A., & Ginanjar, P. 2012. Hubungan Antara Perilaku Pengendalian
Diabetes Kadar Gula Darah Pasien Rawat Jalan DiabetesMellitus. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 1(2), 466 – 478.
Fatimah, & Noor, R. 2015. DiabetesMellitusTipe II. Jurnal Kesehatan, 4(5), 93 – 100.
Ginting, M. 2014. Patofisiologi Buku Ajar Ilustrasi. Tangerang Selatan: Binarupa Aksara
Hasdianah. 2012. Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak Anak
Dengan Solusi Herbal. Yogyakarta: Nuha Medika.
Kementrian Kesehatan. 2014. Data Prevalensi Penderita Diabetes Melitus di Jawa Timur.
Jakarta Lailatul, L. N,. 2017. Hubungan Durasi Penyakit & Kadar Gula Darah
Dengan Keluhan Subjektif Penderita Diabetes Mellitus.Jurnal Berkala
Epidemiologi, 5(2), 232 – 238.
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Endokrin, Jakarta: Salemba Medika
Nikmatur, Rohmah dan Walid, Siful. 2017. Proses Keperawatan Teori Dan Aplikasi.
Jakarta: Ar Ruzz Media
Peter C. Kurniali. 2013. Hidup Bersama Diabetes. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Pieter, H.Z dan Lubis, N.L. 2013. Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan.Jakarta : Kencana
Prenada Media Group
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik.
(Edisi 1). Jakarta: DPPPPNI.
Riset Kesehatan Dasar. 2018. Hasil Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI
Riyadi, S., dan Sukarmin. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rohman M.S., 2010 Patogenesis dan Terapi Sindroma Metabolik. J Kardiol.Ind.28 : 160 -
168
Rondonuwu, R. G.,Rompas, S., & Bataha, Y,. 2016. Hubungan Antara Perilaku Olahraga
Dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja
Puskesmas WolaangKecamatan Langoan Timur.Ejurnal Keperawatan, 4(1), 1 – 6.
Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Keperawatan. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Stuart, G.W & Laraia, M.T (Eds.) (2015). Principles and practice of Psychiatric nursing. (8
th Ed ).St.Louis: Mosby.Inc
Subiyanto, P. 2010. Self Hypnosis Bagi Diabetisi Cara Mudah Tetap Sehat, Mandiri dan
Panjang Umur. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Sudaryanto, A., Setiyadi, N. A.,& Frankilawati, D. A,. 2014. Hubungan Antara Pola Makan
Genetik dan Kebiasaan Olahraga Terhadap Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan Banjarsari. Jurnal Keperawatan, 5, 19 – 23
Susilowati, Martina. 2014. Patofisiologi Buku Ajar Ilustrasi. Tangerang Selatan: Binarupa
Aksara.