Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MILETUS

OLEH :

NI PUTU DESYA WIYANTI


213221243
B14-B

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas PLKK.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini. Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan
memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat
dibutuhkan.Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak.

Denpasar, 13 Januari 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang diakibatkan oleh
pankreas yang tidak menghasilkan cukup insulin yang diproduksi secara efektif, dan
dapat menyebabkan konsentrasi glukosa dalam darah meningkat (American Diabetes
Association, 2009). Diabetes mellitus terjadi akibat kegagalan sel-sel beta pankreas untuk
memproduksi insulin yang cukup pada diabetes mellitus tipe 1 atau tubuh tidak dapat
menggunakan insulin secara efektif pada diabetes mellitus tipe 2 (Smeltzer & Bare,
2016).
Diabetes mellitus hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia.
Jumlah penyandang DM dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Menurut
International Diabetes Federation (IDF), menyatakan ada sekitar 382 juta penderita DM
dan diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang pada tahun 2035 dan Indonesia
menempati urutan ke-7 di seluruh dunia. Dari 382 juta penderita tersebut ada 175 juta
penderita yang belum terdiagnosis, sehingga terancam mengalami komplikasi tanpa
disadari maupun tanpa ada pencegahan (IDF, 2014).
Menurut data dari Dinkes Jateng di tahun (2015), kasus diabetes mellitus di Jawa
Tengah sudah tercatat 152.075 kasus yang mengalami 2 peningkatan di tahun 2013
hingga 2015 sebesar 4,09%, dengan kasus diabetes mellitus tipe 2 tertinggi di Kota
Surakarta yaitu sebanyak 22,534 kasus. Sementara itu, berdasarkan hasil data Dinas
Kesehatan Surakarta memiliki Prevelensi diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami
peningkatan pada tahun 2013 berdasarkan jumlah penduduk (4,5%), pada tahun 2014
menjadi (6,1%). Prevelensi diabetes mellitus pada tahun 2015 mengalami penurunan
menjadi (5,8%), dan di tahun 2016 meningkat menjadi (7,49%). Penemuan kasus
diabetes mellitus tipe 2 tertinggi terdapat di Puskesmas Purwosari yaitu sebanyak 1.319
jiwa (Dinkes Surakarta, 2016).
Penyakit diabetes mellitus secara umum diakibatkan oleh konsumsi makanan
yang tidak terkontrol atau sebagai efek samping dari pemakaian obat-obatan tertentu.
Diabetes mellitus disebabkan oleh tidak cukupnya hormon insulin yang dihasilkan
pankreas untuk menetralkan gula darah dalam tubuh. Akibatnya pankreas tidak dapat
menghasilkan hormon insulin yang cukup untuk menetralkan gula darah (Pusat Data &
Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014). Tingginya jumlah penyandang diabetes
mellitus antara lain disebabkan karena faktor perubahan gaya hidup masyarakat, tingkat
pengetahuan, dan kesadaran untuk melakukan deteksi dini penyakit diabetes mellitus
yang kurang,minimnya aktivitas fisik, pengaturan pola makan tradisional yang
mengandung karbohidrat, serat dari sayuran dan makanan yang terlalu banyak protein,
lemak, garam, dan gula (Departemen Kesehatan RI, 2011).
Gaya hidup merupakan pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam
aktivitas, minat dan opininya yang menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang
berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor
sosial. Faktor sosial yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan adalah tingkat
pendapatan, pengeluaran, pendidikan dan pengetahuan (Tawakali, 2017). Pengetahuan
yang rendah dapat mengakibatkan pola makan yang salah sehingga mengakibatkan
kegemukan (obesitas), diperkirakan sebesar 80-85% penyandang diabetes mellitus tipe 2
mengalami kegemukan. Hal ini terjadi karena tingginya asupan karbohidrat dan
rendahnaya asupan serat. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang diabetes mellitus
mengakibatkan masyarakat baru sadar akan terkena penyakit diabetes mellitus setelah
mengalami sakit parah (Notoatmodjo, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Diabetes Miletus?
2. Apa etiologi dari Diabetes Miletus?
3. Bagaimana patofisologi dari Diabetes Miletus?
4. Bagaimana pathway dari Diabetes Miletus?
5. Apa saja manifestasi klinis dari Diabetes Miletus?
6. Apa saja data penunjang dari Diabetes Miletus?
Apa saja terapi farmakologis dari Diabetes Miletus
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa itu penyakit diabetes

miletus, apa saja klasifikasi, manifestasi klinis, komplikasi, tanda gejala dan bagaimana

penatalaksanaan dari diabetes milutus.BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Definisi

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau


mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer dkk, 2007).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan
suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus (DM)
adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa (Rab,
2008).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat
kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).
2.2 Etiologi

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)


a. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes
Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang
kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti
2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan
suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)


b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

2.3 Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda
dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan
bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak
terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).
2.4 Pathway
2.5 Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer

2.6 Data Penunjang


1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2
jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan
semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe
II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi
luka.
2.7 Terapi Farmakologi
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DIABETES MILITUS

3.1 Pengkajian

Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian
dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan
diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistematik, antara lain:
a. Airway + cervical control airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada rongga
ulut.
Cervical control: -
b. Breathing + Oxygenation Breathing: Ekspos dada, evaluasi pernafasan
- KAD: Pernafasan kussmaul
- HONK: Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)

Oxygention: Kanula, tube, mask

c. Circulation + Hemorrhage control Circulation


- Tanda dan gejala shock
- Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena
Hemorrhage control: -
d. Disability: pemeriksaan neurologis
GCS A : Allert: sadar penuh, respon
bagus
V : Voice Respon: kesadaran menurun, berespon terhadap suara
P : Pain Respon: kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara, berespon
terhadap rangsangan nyeri
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara,
tidak berespon terhadap neyri
2. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penanganan
pada pemeriksaan primer. Pengkajian sekunder meliputi:
a. AMPLE: alergi, medication, past illness, last meal, event
b. Pemeriksaan seluruh tubuh: Head to toe
c. Pemeriksaan penunjang: lebih detail, evaluasi ulang

Pemeriksaann Diagnostik:

a. Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya,
tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat
dibawah kondisi stress.
b. Gula darah pausa normal atau diatas normal
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.

Anamnese:

a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin
berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK),
penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka
rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan
terjadinya komplikasi aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan
tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

3.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin


2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
3. Gangguan persepsi sensori : penglihatan berhubungan dengan gangguan penglihatan
4. Perfusi Perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia
5. Manajemen kesehatan tidak efektif berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3.3 Intervensi

N DIAGNOSA TUJUA INTERVEN


O N SI
1 Ketidakstabilan kadar glukosa Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi
darah berhubungan dengan keperawatan selama …x 24
o Identifkasi kemungkinan penyebab
resistensi insulin jam diharapkan kestabilan
kadar glukosa darah meningkat hiperglikemia
( L.03022) o Identifikasi situasi
KH : yang menyebabkan kebutuhan
insulin meningkat (mis. penyakit
 Lelah menurun kambuhan)
 Rasa haus o Monitor kadar glukosa darah, jika
menurun Kadar glukosa perlu
dalam darah membaik o Monitor tanda dan gejala
hiperglikemia (mis. poliuri,
polidipsia, polivagia, kelemahan,
malaise, pandangan kabur, sakit
kepala)
o Monitor intake dan output cairan
o Monitor keton urine, kadar analisa
gas darah, elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi nadi
2. Terapeutik
o Berikan asupan cairan oral
o Konsultasi dengan medis jika tanda
dan gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk
o Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik
3. Edukasi
o Anjurkan olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 250
mg/dL
o Anjurkan monitor kadar glukosa
darah secara mandiri
o Anjurkan kepatuhan terhadap diet
dan olahraga
o Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urine, jika perlu
o Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan,
penggantian karbohidrat, dan
bantuan professional kesehatan)
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian insulin, jika
perlu
o Kolaborasi pemberian cairan IV,
jika perlu
o Kolaborasipemberian
kalium, jika perlu
B. MANAJEMEN HIPOGLIKEMIA (I.03113)
1. Observasi
o Identifkasi tanda dan
gejala hipoglikemia
o Identifikasi kemungkinan
penyebab hipoglikemia
2. Terapeutik
o Berikan karbohidrat sederhana,
jika perlu
o Batasi glucagon, jika perlu
o Berikan karbohidrat kompleks
dan protein sesuai diet
o Pertahankan kepatenan jalan nafas
o Pertahankan akses IV, jika perlu
o Hubungi layanan medis, jika perlu
3. Edukasi
o Anjurkan memakai identitas
darurat yang tepat
o Anjurkan membawa
karbohidrat sederhana setiap saat
o
o Anjurkan monitor kadar glukosa
darah
o Anjurkan berdiskusi dengan tim
perawatan diabetes tentang
penyesuaian program pengobatan
o Jelaskan interaksi antara diet,
insulin/agen oral, dan olahraga
o Anjurkan
pengelolaan hipoglikemia(tanda
dan gejala, faktor risiko dan
pengobatan hipoglikemia)
o Ajarkan perawatan mandiri untuk
mencegah hipoglikemia (mis.
mengurangi insulin atau agen oral
dan/atau meningkatkan asupan
makanan untuk berolahraga
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian dextros, jika
perlu
o Kolaborasi pemberian glucagon,
jika
perlu
2 Defisit nutrisi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)
ketidakmampuan mengabsorbsi keperawatan selama …x24 jam,
1. Observasi
nutrient diharapkan status nutrisi
membaik. o Identifikasi status nutrisi
Kriteria hasil :
o Identifikasi alergi dan
 Porsi makan yang intoleransi makanan
dihabiskan meningkat o Identifikasi makanan yang disukai
 Nafsu makan membaik o Identifikasi kebutuhan kalori
Membran mukosa membaik dan jenis nutrient
o Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik
o Monitor asupan makanan
o Monitor berat badan
o Monitor hasil
pemeriksaan laboratorium
2. Terapeutik
o Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
o Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis. Piramida makanan)
o Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
o Berikan makan tinggi serat
untuk
mencegah konstipasi
o Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
o Berikan suplemen makanan, jika
perlu
o Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
3. Edukasi
o Anjurkan posisi duduk, jika mampu
o Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
o Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika
perlu
PROMOSI BERAT BADAN
1. Observasi
o Identifikasi kemungkinan penyebab
BB kurang
o Monitor adanya mual dan muntah
o Monitor jumlah kalori
yang dikomsumsi sehari-hari
o Monitor berat badan
o Monitor albumin, limfosit,
dan elektrolit serum
2. Terapeutik
o Berikan perawatan mulut sebelum
pemberian makan, jika perlu
o Sediakan makan yang tepat sesuai
kondisi pasien( mis. Makanan
dengan tekstur halus, makanan
yang diblander, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau
Gastrostomi, total perenteral
nutritition sesui indikasi)
o Hidangkan makan secara menarik
o Berikan suplemen, jika perlu
o Berikan pujian pada pasien atau
keluarga untuk peningkatan yang
dicapai
3. Edukasi
o Jelaskan jenis makanan yang
bergizi tinggi, namuntetap
terjangkau
o Jelaskan peningkatan asupan
kalori
yang dibutuhkan
3 Gangguan persepsi sensori : Setelah dilakukan tindakan MINIMALISASI RANGSANGAN (I.08241)
penglihatan berhubungan keperawatan selama ,,,x24 jam,
1. Observasi
dengan kurangnya penglihatan diharapkan status neurologis
membaik dengan kriteria hasil : o Periksa status mental, status
 Pandangan kabur sensori, dan tingkat kenyamanan
menurun (mis. nyeri, kelelahan)
2. Terapeutik
o Diskusikan tingkat toleransi
terhadap beban sensori (mis.
bising, terlalu terang)
o Batasi stimulus lingkungan (mis.
cahaya, suara, aktivitas)
o Jadwalkan aktivitas harian dan
waktu istirahat
o Kombinasikan prosedur/tindakan
dalam satu waktu, sesuai
kebutuhan
3. Edukasi
o Ajarkan cara meminimalisasi
stimulus (mis.
mengatur
pencahayaan ruangan, mengurangi
kebisingan, membatasi kunjungan)
4. Kolaborasi
o Kolaborasi dalam
meminimalkan
prosedur/tindakan
o Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi
persepsi stimulus
4 Perfusi Perifer tidak efektif Setelah dilakukan PERAWATAN SIRKULASI (I.02079)
berhubungan dengan hiperglikemia tindakan 1. Observasi
keperawatan selama …x24 o Periksa sirkulasi perifer(mis. Nadi
jam, diharapkan perifer, edema, pengisian kalpiler,
perfusi warna, suhu, angkle brachial
perifer index)
meningkat o Identifikasi faktor resiko gangguan
Kriteria hasil: sirkulasi (mis. Diabetes, perokok,
 Penyembuhan luka orang tua, hipertensi dan kadar
meningkat kolesterol tinggi)
o Monitor panas, kemerahan, nyeri,
 Parastesia menurun atau bengkak pada ekstremitas
 Edema perifer menurun 2. Terapeutik

 Pengisian kapiler membaik o Hindari pemasangan infus atau


pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
o Hindari pengukuran tekanan darah
pada ekstremitas pada keterbatasan
perfusi
o Hindari penekanan dan
pemasangan torniquet pada area
yang cidera
o Lakukan pencegahan infeksi
o Lakukan perawatan kaki dan kuku
o Lakukan hidrasi
Edukasi
o Anjurkan berhenti merokok
o Anjurkan berolahraga rutin
o Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit terbakar
o Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
o Anjurkan minum obat pengontrol
tekakan darah secara teratur
o Anjurkan menghindari penggunaan
obat penyekat beta
o Ajurkan melakukan perawatan
kulit yang tepat(mis.
Melembabkan kulit kering pada
kaki)
o Anjurkan program rehabilitasi
vaskuler
o Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi( mis.
Rendah lemak jenuh, minyak ikan,
omega3)
o Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan(
mis.
Rasa sakit yang tidak hilang
saat istirahat, luka tidak
sembuh,
hilangnya rasa)
B. MANAJEMEN SENSASI PERIFER (I. 06195)
1. Observasi
o Identifikasi penyebab perubahan
sensasi
o Identifikasi penggunaan alat
pengikat, prostesis, sepatu, dan
pakaian
o Periksa perbedaan sensasi tajam
atau tumpul
o Periksa perbedaan sensasi panas
atau dingin
o Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan tekstur
benda
o Monitor terjadinya parestesia, jika
perlu
o Monitor perubahan kulit
o Monitor adanya tromboflebitis dan
tromboemboli vena
2. Terapeutik
Hindari pemakaian benda-
benda yang berlebihan
suhunya (terlalu panas
atau dingin)
3. Edukasi
o Anjurkan penggunaan
termometer untuk menguji suhu air
o Anjurkan penggunaan sarung
tangan termal saat memasak
o Anjurkan memakai sepatu lembut
dan bertumit rendah
4. Kolaborasi
o Kolaborasi pemberian analgesik,
jika perlu
o Kolaborasi pemberian
kortikosteroid,
jika perlu

5 Manajemen kesehatan tidak Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan


efektif berhubungan dengan keperawatan selama …x24 jam,
Observasi:
kurang terpapar informasi diharapkan manajemen
kesehatan meningkat  Identifikasi kesiapan dan kemampuan
Kriteria hasil: menerima informasi
 Penerapan program  Identifikasi faktor-faktor yang dapat
perawatan meningkat meningkatan dan menurunkan motivasi
 Melakukan tindakan untuk perilaku hidup bersih dan sehat
mengurangi faktor risiko Terapeutik
meningkat  Sediakan materi dan media
pendidikan kesehatan
 Jadwalkan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk
bertanya Edukasi:
 Jelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi kesehatan
 Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
 Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai


kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron. Penyakit ini timbul ketika di dalam darah
tidak terdapat cukup insulin atau ketika sel-sel tubuh kita dapat bereaksi normal terhadap
insulin dalam darah. Klasifikasi diabetes mellitus: tipe I, tipe II, DM tipe lain dan
diabetes kehamilan. Gejala awal dari diabetes adalah merasa lemas, tidak bertenaga, ingin
sering makan, dan sering buang air kecil. Untuk pengobatan dapat dilakukan dengan
penyuntukan insulin, pendidikan dan kepatuhan terhadap diet, dan program olahraga.
Diabetes mellitus dapat terjadi komplikasi akut. Macam-macam komplikasi akut, yaitu
hipoglikemia, sindrom hiperglikemik dan ketoasidosis diabetic.

4.2 Saran
Dalam pembuatan laporan pendahuluan ini penulis sadar bahwa makalah ini
masih banyak kekurang dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam pembuatan laporan pendahuluan
selanjutnya akan lebih baik dari sekarang, dan kami juga berharap pengetahuan tentang
diabetes miletus dapat terus di kembangkan dan di terapkan dalam bidang keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
2. Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
3. Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
4. Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada
5. Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
6. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
7. Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
8. Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
9. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Pria
Medika

Anda mungkin juga menyukai