TINJAUAN PUSTAKA
gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan polifagi disertai
dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula darah puasa ≥126
dengan hiperglikemia karena defek pada sekresi insulin, kerja insulin, atau
yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang memiliki gejala
yang klasik yaitu seperti poliuria, polidipsi dan polifagi disertai dengan
kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula darah puasa ≥126 mg/dl.
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
a. Diabetes Tipe I
Diabetes tipe I biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi
diduga karena proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara
lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe II, akan meningkat setiap tahun
Association, 2019).
b. Diabetes Tipe II
Diabetes tipe II nama lain dari diabetes tipe ini adalah Insulin
keluhan klasik diabetes melitus atau yang disebut dengan “TRIAS DM”
(poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya), kadar glukosa darah pada waktu puasa ≥ 126 mg/dl
(puasa disini artinya selama delapan jam tidak ada masukan kalori), kadar
glukosa darah acak atau dua jam sesudah makan ≥ 200 mg/dl, serta AIC ≥
6,5%. AIC dipakai untuk menilai pengendalian glukosa jangka panjang
sampai dua sampai tiga bulan untuk memberikan informasi yang jelas dan
Kemudian gejala lain atau gejala tambahan yang dapat timbul yang
atau luka yang tidak kunjung sembuh, pada wanita kadang disertai gatal
pada daerah selangkangan (puritus vulva), dan pada pria ujung penis terasa
khususnya rasa haus yang meningkat, sering buang air kecil, kelelahan,
penyembuhan luka lambat, infeksi berulang, dan kesemutan atau mati rasa
di tangan dan kaki. Namun, timbulnya gejala pada DM Tipe 2 lebih lambat
dan tidak disertai dengan gangguan metabolisme akut yang terlihat pada
tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari
insulin, dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral
mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta
ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin yang memadai,
diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang berlebihan saat
tinggi yang terkait dengan kemungkinan adanya reseptor insulin yang rusak
1) Obesitas
Obesitas menjadi salah satu faktor resiko utama untuk
(Lanywati, 2016).
2) Gaya Hidup
1) Usia
kali lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat lebih tinggi jika memiliki ayah
resiko terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi. Penelitian Irwan,
II (Lanywati, 2016).
pembuluh darah besar yaitu pembuluh darah koroner, pembuluh darah otak,
melitus, terdapat empat pilar yang harus dilakukan dengan tepat yaitu
Penatalaksanaan diet ini meliputi tiga hal utama yang harus diketahui dan
2014).
insulin berkurang.
d. Intervensi Farmakologis
insulin setiap hari. Penderita diabetes melitus tipe II, umumnya perlu
B. Kualitas Hidup
kehidupan saat ini. Kualitas hidup yang dapat diterima secara umum, yakni
pengalaman hidupnya saat ini secara keseluruhan (Mia & Ekasari, 2018).
kehidupan dilihat dari konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka
tinggal serta hubungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan hal-hal lain
berasal dari rasa puas atau tidak puas individu dengan area kehidupan yang
dalam melakukannya.
a. Kepuasan
al., 2020).
b. Dampak
a. Jenis Kelamin
kelamin laki- laki biasanya memiliki taraf kualitas hidup yang lebih baik
dari pada perempuan, hal ini dikarenakan laki-laki lebih bisa menerima
b. Lama Menderita DM
dan hal ini dapat menimbulkan komplikasi dan penurunan kualitas hidup
c. Usia
d. Komplikasi
e. Tingkat Pendidikan
f. Status Sosial-Ekonomi
g. Perawatan
ketika mengalami sakit kronis maka akan semakin baik kualitas hidupnya
h. Self-Stigma
perilaku dan yang paling buruk dapat memiliki efek merusak yang
oleh (DCCT) tahun 1998 pada 192 sampel hasil validitas nilai r = 0,66-0,92
kembali oleh Burroughs, et al. tahun 2004 dari 46 item pertanyaan menjadi
penyakitnya ada (8) item pertanyaan dan dampak yang dirasakan pasien
akibat penyakitnya ada (7) item pertanyaan. Kuesioner DQOL ini telah di
uji validitas oleh Burroughs, et al. tahun 2004 pada 498 sampel dan telah di
0,85.
C. Konsep Self-Stigma
1. Definisi Self-Stigma
dan perubahan respons perilaku dan yang paling buruk dapat memiliki efek
merusak yang mengarah pada penurunan kualitas hidup, harga diri rendah
Self-stigma muncul akibat efek negatif dari penilaian orang lain dan
menarik diri dari lingkungan sosialnya (Wardani dan Dewi, 2018). Self-
stigma biasanya muncul ketika seseorang belum bisa merima keadaan
hal tersebut dapat menimbulkan kesan negatif dan perasaan malu karena
2. Indikator Self-Stigma
a. Kognitif
2018).
b. Sikap
Sikap merupakan suatu respons atau stimulus yang hadir dalam jiwa,
2018).
c. Perilaku
3. Tahapan Self-Stigma
tersebut merupakan suatu kebenaran yang terjadi pada dirinya, tahapan ini
dengan prasangka negatif dari masyarakat pada dirinya benar, tahap ini di
bahwa prasangka dari masyarakat hanya berlaku pada dirinya, tahap ini
kerugian seperti harga diri rendah, perasaan malu dan penurunan kualitas
hidup, tahap ini disebut kerugian (harm) dan merupakan tahap akhir dari
a. Jenis Kelamin
b. Stereotip
et al., 2016).
c. Sosial-Budaya
d. Pengetahuan
membenarkan segala respons yang didapat dari orang lain adalah suatu
5. Dampak Self-Stigma
perilaku dan yang paling buruk dapat memiliki efek merusak yang
mengarah pada penurunan kualitas hidup, harga diri rendah dan penurunan
dengan orang sekitar, dan memiliki harga diri rendah (Sari, 2018). Self-
stigma muncul akibat efek negatif dari penilaian orang lain dan pengalaman
6. Pengukuran Self-Stigma
Kuesioner SSS terdiri dari 39 item pertanyaan dengan tiga indikator utama
pada pasien diabetes melitus tipe 2. Kuesioner ini menggunakan skala likert
setuju). Skor minimal kuesioner ini “0” dan skor maksimal “177”.
Kuesioner ini pertama kali di kembangkan oleh Mak dan Cheung tahun
dan dimodifikasi kembali oleh Kato, et al. 2014 untuk menilai self-stigma
kuesioner ini sebesar 0,78, dan nilai Cronbach’s alpha 0,96 (Kato, et al.,
2014).
B. Karangka Teori
Diabetes melitus
Faktor yang
mempengaruhi Self-
Stigma:
1. Jenis Kelamin
2. Stereotip
3. Sosial-Budaya
4. Pengetahuan
Gambar 2.1 Karangka Teori hubungan self stigma dengan kualitas hidup pada pasien
diabetes melitus di puskesmas Mengwi 3