Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELITUS ( DM )


DI RUMAH SAKIT BALI PERSADA

OLEH :

I MADE AGUNG SURYA DIYASA

18.321.2834

A12-A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA BALI

TAHUN AJARAN 2020


LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah (Mansjoer dkk, 1999). Diabetes mellitus adalah penyakit
kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme
karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi
makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis (Barbara C. Long). Diabetes
mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi
sistem dan mempunyai karakteristik hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner dan
Sudart). Menurut WHO, diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia
kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara
bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol.

2. Etiologi Diabetes Melitus


Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti,
namun dimungkinkan karena faktor, antara lain :
a. Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI)
1. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) yang merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab
atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pankreas.
b. Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Diabetes mellitus tipe II disebut juga diabetes mellitus tidak
tergantung insulin atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa,
tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak. DMTTI
ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Akibatnya
terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak
lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995). Faktor
risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II yaitu,
usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun), obesitas, riwayat keluarga, dan kelompok etnik.

3. Epidemiologi Diabetes Melitus


Jumlah diabetes didunia yang tercatat pada tahun 1990 hanya 80
juta yang secara mencengang dan melonjak naik ke 110,4 juta di empat
tahun kemudian. Di negara berkembang, hampir seluruh diabetes
tergolong sebagai penyandang diabetes mellitus tipe 2, sebanyak 40%
diantaranya terbukti berasal dari kelompok masyarakat yang terlanjur
mengubah gaya hidup tradisional menjadi modern (Zimmer, 1991).
Menurut World Health Organization (WHO) Indonesia menjadi negara
dengan jumlah penderita diabetes mellitus terbanyak ke 4 di dunia dengan
jumlah kurang lebih 8,6 % pada tahun 1995 Internasional Diabetes
Federation (IDF) memperkirakan kenaikan 8,2 juta penderita diabetes
mellitus di Indonesia (Darusman, 2009). Prevalensi diabetes mellitus pada
tahun 1982 hanya memiliki angka 1,7 % yang selanjutnya persentase
tersebut terus menanjak mencapai angka 5,75 % dan 13,6 % ,77 demikian
berturut-turut hingga pada tahun 1992 dan 2001 (Farmacia,2003).
Prevalensi DM di Indonesia mencapai jumlah 8.426.000 (tahun 2000)
yang diproyeksikan mencapai 21.257.000 pada tahun 2030. Artinya,
terjadi kenaikan tiga kali lipat dalam 30 tahun.

4. Faktor Predisposisi Diabetes Melitus


a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
- Ras/etnik
Ras asia, indian amerika, hispanik, memiliki risiko diabetes
melitus yang lebih besar
- Riwayat keluarga dengan diabetes
- Umur
Risiko diabetes melitus meningkat seiring meningkatnya usia
- Riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir bayi >4000 gram atau
pernah menderita DM saat hamil (DM gestasional)
- Riwayat lahir dengan berat badan rendah (< 2,5 kg)
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
- Overweight/berat badan lebih (Indeks massa tubuh > 23kg/m2)
- Aktivitas fisik kurang
- Merokok
- Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)
- Dislipidemia atau kadar kolesterol abnormal (HDL <35 mg/dL,
trigliserida > 250 mg/dL)
- Diet tidak sehat
Makanan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko
DM
- Polycystic ovary syndrome (PCOS)
Terjadi pada wanita, ditandai dengan adanya menstruasi yang tidak
teratur, pertumbuhan rambut yang banyak (kumis, rambut di
lengan, dll), dan obesitas.

5. Klasifikasi Diabetes Melitus


a. Diabetes tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan
absolut insulin. Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes
melitus dependen insulin (IDDM), karena individu pengidap penyakit
ini harus mendapat insulin pengganti. Diabetes tipe 1 biasanya
dijumpai pada individu yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun
dan lebih banyak diderita pria dibanding wanita. Karena insidensi
diabetes tipe 1 memuncak pada usia remaja dini, pada masa dahulu
bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenilis.
b. Diabetes tipe 2
Hiperglikemia yang disebabkan insensitivitas seluler terhadap insulin
disebut diabetes melitus tipe 2. Meskipun kadar insulin mungkin
sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin
tetap rendah sehingga kadar glukosa plasma meningkat. Karena insulin
tetap dihasilkan sel-sel beta pankreas, diabetes melitus tipe 2 yang
sebelumnya disebut diabetes melitus tidak tergantung insulin atau
NIDDM (noninsulin dependent diabetes melitus), sebenarnya kurang
tepat karena banyak individu yang mengidap diabetes tipe 2 dapat
ditangani dengan insulin. Pada diabetes melitus tipe 2, lebih banyak
banyak wanita yang mengidap penyakit ini dibandingkan pria.
c. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan
dan memengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya
GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga,
dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan
sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap
toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu diabetogenik.
Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar
50% wanita pengidap ini tidak akan kembali ke status non diabetes
setelah kehamilan berakhir.
d. Tipe khusus lain
Kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali pada MODY.
Diabetes subtipe ini memiliki prevalensi familial yang tinggi dan
bermanifestasi sebelum usia 14 tahun. Pasien seringkali obesitas dan
resisten tehadap insulin. Kelainan genetik telah dikenali dengan baik
dalam empat bentuk mutasi dan bentuk fenotif yang berbeda (MODY
1, MODY 2, MODY 3, MODY 4). Kelainan genetik pada kerja
insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin berat dan akantosis
negrikans.

6. Patofisiologi Diabetes Melitus


a. Diabetes tipe I
Pada tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang
tidak terukur oleh hati. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati sehingga menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan) (Arisman, 2011). Jika konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di
ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia) (Brunner & Suddarth, 2002).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein
dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian
(Newsroom, 2009).
b. Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terkaitnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan
(Santosa, budi, 2007).
7. Pathway Diabetes Mellitus

DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi autoimun Usia, genetik, obesitas


dan lain-lain

Sel β pancreas
hancur Jumlah sel pankreas
menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Metabolism protein Lipolisis


dan gula darah menurun meningkat
meningkat
Merangsang Gliserol dan asam lemak
hipotalamus bebas meningkat
Osmosis diuresis

Menimbulkan lapar
dan haus Aterosklerosis Ketogenesis
Poliurin
Polidipsi dan polifagi Makrovaskuler Mikrovaskuler

Dehidrasi
Jantung Retina dan
Defisit nutrisi
jaringan
perifer
Hipovolemi Ketidakstabilan Miokard infark
kadar glukosa
darah Gangguan
Aktivitas turun penglihatan
dan luka
perifer
Intoleransi
aktivitas Resiko cedera
Gangguan
integritas
kulit/jaringan
8. Gejala Klinis Diabetes Melitus
a. Diabetes Tipe I
- Hiperglikemia berpuasa
- Glukosuria, diuresis osmotik
- Keluhan TRIAS, yaitu kencing yang berlebihan (poliuri), rasa haus
yang berlebihan (polidipsi), rasa lapar berlebihan (polifagia) dan
penurunan berat badan
- Keletihan dan kelemahan
- Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,
hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran,
koma, kematian)
b. Diabetes Tipe II
- Intoleransi glukosa progresif
- Keletihan
- Poliuria
- Polidipsia
- Luka pada kulit yang lama sembuh
- Infeksi saluran kemih
- Penglihatan kabur

9. Pemeriksaan Fisik Diabetes Melitus


Pada penderita diabetes tipe I dilakukan pengkajian untuk
memeriksa tanda-tanda ketoasidosis diabetik, yang mencakup pernapasan
kusmaul, hipotensi ortostatik, latergi, mual, muntah dan nyeri abdomen.
Pemeriksaan fisik selama episode hipoglikemik menunjukkan :
a. Respon autonomic
o Berkeringat o Gugup
o Palpitasi o Pucat
o Tremor o Lapar

b. Respon neuroglikopenik

o Sakit kepala o Kerusakan


o Pening penilaian
o Kacau mental o Kelemahan dan

o Peka rangsang kejang

o Kesulitan o Koma pada

berkonsentrasi kasus berat


Pasien diabetes tipe II dikaji untuk melihat adanya tanda-
tanda sindrom HHNK, mencakup hipotensi, gangguan sensori, dan
penurunan turgor kulit. Pasien dikaji untuk menemukan faktor-
faktor fisik yang dapat mengganggu kemampuannya dalam
mempelajari melakukan perawatan mandiri, seperti :
a. Gangguan penglihatan, pasien diminta untuk membaca angka
atau tulisan pada spuit insulin, lembaran menu, surat kabar,
atau bahan pelajaran
b. Gangguan koordinasi motorik, pasien diobservasi pada saat
makan atau mengerjakan pekerjaan lain atau pada saat
menggunakan spuit atau lanset untuk menusuk jari tangannya
c. Gangguan neurologis, misalnya, akibat stroke

10. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus


a. Pemeriksaan hemoglobin glikosilasi
Hemoglobin glikosilasi merupakan pemeriksaan darah yang
mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata selama periode waktu 2
hingga 3 bulan. Nilai normal antara pemeriksaan yang satu dengan
yang lainnya, serta keadaan laboratorium yang satu dan lainnya,
memilikmi sedikit perbedaan dan biasanya berkisar dari 4% hingga
8%.
b. Pemeriksaan urin untuk glukosa
Pada saat ini, pemeriksaan glukosa urin hanya terbatas pada pasien
yang tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan
glukosa darah. Prosedur yang umum dilakukan meliputi aplikasi urin
pada strip atau tablet pereaksi dan mencocokkan warna pada strip
dengan peta warna.
c. Pemeriksaan urin untuk keton
Senyawa-senyawa keton (atau badan keton) dalam urin merupakan
sinyal yang memberitahukan bahwa pengendalian kadar glukosa darah
pada diabetes tipe I sedang mengalami kemunduran. Senyawa-
senyawa keton tersebut bertumpuk dalam darah serta urin.
11. Terapi Diabetes Melitus
a. Terapi Insulin
Pada diabetes tipe I, pangkreas tidak dapat menghasilkan insulin
sehingga harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya
dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan dalam lambung
sehingga tidak dapat diberikan per oral (ditelan). Insulin disuntikkan di
bawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha, atau
dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa
terlalu nyeri.
b. Terapi Gizi Medis
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang
sangat direkomendasikan bagi penyandang (diabetes). Terapi gizi
medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan
yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi
diet berdasarkan kebutuhan individual.

12. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


a. Obat-obatan
Obat hipoglikemik oral (OHO) diperlukan dalam pengobatan DM tipe
2 jika intervensi gaya hidup dengan diet dan latihan fisik tidak cukup
untuk mengendalikan hipeglikemia. OHO terutama terdiri atas dua
tipe, yaitu prevarat insulinotrropik dan insulin sensitizer. Golongan
sulfonilurea sering kali dapat menurunkan kadar gula darah secara
adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada
diabetes tipe I. Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid, dan
klopropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah dengan cara
merangsang pelepasan insulin oleh pangkreas dan meningkatkan
efektivitasnya. Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi
pelepasan insulin, tetapi meningkatkan respons tubuh terhadap insulin
sendiri. Akabors bekerja dengan cara menunda penyerapan glukosa
dalam usus.
b. Latihan Fisik
Pengelolaan diabetes melitus (DM) yang meliputi 4 pilar, aktivitas
fisik merupakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas
minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk
ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetes
sebagai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya : bangun tidur,
memasak, berpakaian, mencuci, makan bahkan tersenyum. Berangkat
kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegiatan
esok, kemuadian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh
diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM
sehari-hari.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
- Identitas pasien : nama, no. RM, tanggal lahir, dll
- Identitas penanggung jawab : nama dan hubungan dengan klien
b. Status Kesehatan
- Status kesehatan saat ini : merasa lemas
- Status kesehatan masa lalu : apakah pernah masuk ke rumah sakit
dengan kondisi gula darah yang tinggi
- Riwayat penyakit keluarga : apakah ada keluarga yang menderita
diabetes melitus
- Diagnosa medis dan terapi : obat yang diberikan
c. Pola Kebutuhan Dasar
- Pola persepsi dan manajemen kesehatan : perilaku terhadap
penanganan penyakit DM
- Pola nutrisi-metabolik : pola makan dalam satu hari, biasanya
nafsu makan meningkat, BB menurun
- Pola aktivitas dan latihan : tidak dapat beraktivitas karena merasa
lemas
- Pola tidur dan istirahat : pola tidur pasien
d. Pengkajian Fisik
- Keadaan umum : pasien merasa lemas, ada luka di perifer (jika
komplikasi), nyeri pada luka perifer, dispnea dalam beraktivitas
- Tanda-tanda vital : nadi teraba lemah
- Keadaan fisik : pasien merasa lemas, sering lapar, haus, dan sering
kencing, nyeri abdomen, turgor kulit menurun, dan membran
mukosa pucat, pendarahan pada luka perifer, kemerahan pada luka
perifer, hematoma pada luka perifer.
- Pemeriksaan penunjang : gula darah meningkat

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Hipovolemia b.d kegagalan mekanisme regulasi d.d nadi teraba lemah,
turgor kulit menurun, membran mukosa kering, merasa lemah,
mengeluh haus, konsentrasi urin meningkat
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d resistensi insulin d.d lelah
atau lesu, kadar glukosa dalam darah atau urin tinggi
3. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d berat badan
menurun minimal 10% dibawah rentang ideal, kram atau nyeri
abdomen, nafsu makan menurun, membran mukosa pucat
4. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh lelah, dispnea ssaat
atau setelah aktivitas merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa
lemah, sianosis
5. Risiko cedera dengan factor risiko hipoksia jaringan
6. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d neuropati perifer d.d kerusakan
jaringan dan atau lapisan kulit, nyeri, pendarahan, kemerahan,
hematoma

3. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Dx Hasil
1 Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia : - Obeservasi tanda dan
tindakan keperawatan - Periksa tanda dan gejala gejala hipovolemi
….x24 jam hipovolemia (nadi teraba - Observasi cairan
diharapkan lemah, turgor kulit menurun, - Jumlah cairan
hipovolemia dapat membran mukosa kering, - Cairan terpenuhi
teratasi dengan KH : konsentrasi urine menurun) - Pasien nyaman
 Kekuatan nadi (O) - Edukasi banyak minum
sedang (dari 1 ke 3) - Monitor intake dan output - Memenuhi cairan
 Perasaan lemah cairan (O)
menurun (dari 1 ke - Hitung kebutuhan cairan (N)
3) - Berikan asupan cairan oral (N)
 Keluhan haus - Posisikan tredelenburg (N)
sedang (dari 1 ke 3) - Anjurkan memperbanyak
 Konsentrasi urine cairan oral (E)
sedang (dari 1 ke 3) - Kolaborasi pemberian cairan
 Membran mukosa IV isotonis (C)
sedang (dari 1 ke 3)

2 Setelah dilakukan Manajemen Hiperglikemia : - Observasi kadar gula


tindakan keperawatan - Monitor kadar gula darah jika - Observasi tanda
….x24 jam perlu (O) hiperglikemi
diharapkan - Monitor tanda dan gejala - Memenuhi cairan
ketidakstabilan kadar hiperglikemia (3P, kelemahan, - Pijatan untuk turunkan
glukosa darah dapat malaise, pandangan kabur) (O) gula darah
teratasi dengan KH : - Berikan asupan cairan oral (N) - Refleksi untuk
 Lelah/lesu menurun - Anjurkan kepatuhan terhadap turunkan gula darah
(dari 1 ke 5) diet dan olahraga (E) - Program diet
 Kadar glukosa - Kolaborasi pemberian - Menambah insulin
dalam darah sedang insulin, jika perlu (C)
(dari 1 ke 3)
3 Setelah dilakukan Manajemen nutrisi : - Monitor nutrisi
tindakan keperawatan - Identifikasi status nutrisi (O) - Observasi asupan makan
….x24 jam - Monitor asupan makanan (O) - Observasi berat badan
diharapkan defisit - Monitor berat badan (O) - Membersihkan mulut
nutrisi dapat teratasi - Lakukan oral hygiene sebelum - Menambah nafsu makan
dengan KH : makan, jika perlu (N) - Diet TKTP
 Nyeri abdomen - Sajikan makanan secara - Membuat pasien nyaman
menurun (skala menarik dan suhu yang sesuai - Mengontrol diet
ringan : 1-3 ) (dari (N) - Kolaborasi tentang
1 ke 5) - Berikan makanan tinggi kalori, nutrisi pasien
• Berat badan sedang dan tinggi protein. (N)
(dari 1 ke 3) - Anjurkan posisi duduk, jika
• Nafsu makan mampu (E)
membaik (dari 1 ke - Ajarkan diet yang
5) diprogramkan (E)
• Membran mukosa - Kolaborasi dengan ahli gizi
membaik (lembab) untuk menentukan jumlah
dari 1 ke 5) kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu (C)
4 Setelah dilakukan Terapi aktivitas : - Observasi aktivitas
tindakan keperawatan - Identifikasi defisit tingkat pasien
….x24 jam aktivitas (O) - Dukungan keluarga
diharapkan intoleransi - Libatkan keluarga dalam dalam aktivitas pasien
aktivitas dapat teratasi aktivitas jika perlu (N) - Melancarakan
dengan KH : - Fasilitasi aktivitas motorik kontaraksi otot
• Keluhan lelah untuk merelaksasikan otot (N) - Edukasi akivitas yang
menurun (dari 1 ke Senam kaki diabetik : harus dilakukan
5) a. kaki menyentuh lantai - Kolaborasi tentang
• Dispnea saat b. jari-jari kedua belah kaki perencanaan aktivitas
beraktivitas diluruskan keatas lalu pasien
menurun (dari 1 ke dibengkokkan kembali
5) kebawah seperti cakar ayam
• Dispnea setelah sebanyak 10 kali
beraktivitas (dari 1 c. jari-jari kaki diletakkan di
ke 5) lantai dengan tumit kaki
• Sianosis menurun diangkatkan ke atas
(dari 1 ke 5) d. gerakan memutar dengan
pergerakkan pada
pergelangan kaki sebanyak
10 kali
e. gerakan jari-jari kedepan
f. gerakkan ujung jari kaki
kearah wajah
g. putar kaki pada pergelangan
kaki, tuliskan pada udara
dengan kaki dari angka 0
hingga 10 lakukan secara
bergantian
h. robek koran menjadi 2
bagian
i. koran di sobek-sobek
menjadi kecil-kecil dengan
kedua kaki
j. letakkan sobekkan kertas
pada bagian kertas yang
utuh
k. dengan kedua kaki menjadi
bentuk bola.
- Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih (E)
- Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam merencanakan
dan memonitor program
aktivitas (C)
5 Setelah dilakukan Pencegahan Cedera : - Observasi area
tindakan keperawatan - Identifikasi area lingkungan lingkungan
….x24 jam yang menyebabkan cedera (O) - Diskusi aktivitas yang
diharapkan risiko - Diskusikan mengenai latihan dilakukan
cedera dapat teratasi dan terapi fisik yang - Diskusi alat bantu yang
dengan KH : diperlukan (N) digunakan
 Kejadian cedera - Diskusikan mengenai alat - Pengawasan pasien
menurun (dari 1 ke bantu mobilitas yang sesuai - Edukasi resiko jatuh
5) (N)
 Luka/lecet - Tingkatkan frekuensi observasi
menurun (dari 1 ke dan pengawasan pasien, sesuai
5) kebutuhan (N)
- Jelaskan intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan keluarga
(E)

6 Setelah dilakukan Perawatan Luka : - Observasi tanda infeksi


tindakan keperawatan - Monitor tanda-tanda infeksi - Bersihkan luka
….x24 jam (O) - Balut luka
diharapkan gangguan - Bersihkan dengan cairan NaCl - Edukasi merawat luka
integritas kulit (N) - Mencegah infeksi
/jaringan dapat - Pasang balutan sesuai jenis

teratasi dengan KH : luka (N)

 Kerusakan - Ajarkan prosedur perawatan

jaringan menurun luka secara mandiri (E)

(dari 1 ke 5) - Kolaborasi pemberian

 Kerusakan lapisan antibiotik (C)

kulit menurun
(dari 1 ke 5)
 Nyeri menurun
(dari 1 ke 5)
 Perdarahan
menurun (dari 1
ke 5)
 Kemerahan
menurun (dari 1
ke 5)
 Hematoma
menurun (dari 1
ke 5)

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan yang dilakukan
oleh perawat untuk pasien. Tindakan kepeawatan dilakukan dengan tujuan
agar pasien mendapat asuhan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa
atau keluhan dari pasien sehingga keluhan dapat teratasi. Implementasi
keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan yang dilakukan dengan Format SOAP.

No. Evaluasi
Dx
1  Kekuatan nadi sedang (dari 1 ke 3)
 Perasaan lemah menurun (dari 1 ke 3)
 Keluhan haus sedang (dari 1 ke 3)
 Konsentrasi urine sedang (dari 1 ke 3)
 Membran mukosa sedang (dari 1 ke 3)
2  Lelah/lesu menurun (dari 1 ke 5)
 Kadar glukosa dalam darah sedang (dari 1 ke 3)

3  Nyeri abdomen menurun (skala ringan : 1-3 ) (dari 1 ke


5)
 Berat badan sedang (dari 1 ke 3)
 Nafsu makan membaik (dari 1 ke 5)
 Membran mukosa membaik (lembab) (dari 1 ke 5)
4  Keluhan lelah menurun (dari 1 ke 5)
 Dispnea saat beraktivitas menurun (dari 1 ke 5)
 Dispnea setelah beraktivitas (dari 1 ke 5)
 Sianosis menurun (dari 1 ke 5)
5  Kejadian cedera menurun (dari 1 ke 5)
 Luka/lecet menurun (dari 1 ke 5)
6  Kerusakan jaringan menurun (dari 1 ke 5)
 Kerusakan lapisan kulit menurun (dari 1 ke 5)
 Nyeri menurun (dari 1 ke 5)
 Perdarahan menurun (dari 1 ke 5)
 Kemerahan menurun (dari 1 ke 5)
 Hematoma menurun (dari 1 ke 5)
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Nur. 2015. Diabetes Melitus (DM). Diakses melalui


http://eprints.ums.ac.id/33983/11/BAB%20II.pdf pada tanggal 14
November 2019.

Majid. 2016. Terapi Komplementer untuk Pasien DM. Tersedia pada


scribd.com/document/329726859/Terapi-Komplementer-Pada-Klien-Dm.
Diakses pada 14 Desember 2019.

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Robiul, dkk. 2015. Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Kadar Gula Darah Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe II di Poliklinik Penyakit Dalam RS Tk II Dr.
Soedjono Magelang. Universitas Padjajaran.

Virna, dkk. 2016. Pengaruh Pijat Refleksi Kaki Terhadap Kadar Gula Darah Pada
Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di RSUD Ungaran. Fikes UNIMAS.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI.
FORMAT LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN FORMAT GORDON

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D

DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELITUS

DI RUMAH SAKIT BALI PERSADA

TANGGAL 11 – 14 JULI 2020

Kasus:
Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke poliklinik diantar oleh
keluarganya. Pasien mengeluh lemas, pusing, jantung berdebar, dan keringat
dingin. Setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan tingkat kesadaran
composmentis dan hasil GD 70 mg/dl. Keluarga mengatakan pasien sudah
menderita DM sejak 6 bulan yang lalu dan sejak seminggu susah makan.

I.PENGKAJIAN
1.Identitas Pasien
Nama : Tn . D
Umur : 55 Tahun
Agama : Hindu
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : JL Cargo Gg Maruti 234,Denpasar Barat
Tanggal Masuk : 11 Juli 2020
Tanggal Pengkajian : 13 Juli 2020
No. Register : 125687
Diagnosa Medis : DM (Diabetes Melitus)

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. K
Umur : 27
Hub. Dengan Pasien : Anak
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat: JL Cargo Gg Maruti 234,Denpasar Barat

2.Status Kesehatan
1.Status Kesehatan Saat Ini
1.Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
Pasien mengeluh merasa lemas pusing jantung berdebar dan berkeringat dingin.

2.Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini


Keluarga pasien mengatakan bahwa sudah susah makan sejak satu minggu yang
lalu dan pasien sudah mengidap penyakit diabetes melitus sejak 6 bukan yang lalu

3.Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya


Upaya yang dilakukan pasien yaitu tidak ada

2.Satus Kesehatan Masa Lalu


1.Penyakit yang pernah dialami
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sudah mengidap diabetes melitus sejak
6 bulan yang lalu.
2.Pernah dirawat
Pasien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di Rumah Sakit dengan sakit yang
sama

3.Alergi
Pasien mengatakan tidak adanya alergi terhadap obat, makanan, dan minuman.

4.Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)


Pasien mengatakan tidak pernah merokok, meminum kopi ataupun alkohol.
3.Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga.

4. Diagnosa Medis dan therapy


Diabetes Melitus

5. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Pasien mengatakan persepsi sehat menurutnya adalah dimana dia dapat
beraktivitas tanpa adanya halangan atau kendala, sedangkan persepsi sakit
menurut pasien yaitu suatu keadaan dimana kondisi tubuh seseorang menurun
sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas.

b. Pola Nutrisi-Metabolik
•Sebelum sakit:
Pasien mengatakan pada saat sebelum sakit makan sebanyak 3 x sehari dengan
nafsu makan yang baik, dengan nasi, lauk pauk, sayur. Waktu makan pagi pukul
08.30 wita, siang pukul 14.00 wita, dan malam pukul 19.00 wita.
•Saat sakit :
Pasien mengatakan saat sakit nafsu makan menurun sebanyak 1 – 2 x sehari 2
sendok makan, makan bubur, dan sayuran.

c.Pola Eliminasi
1)BAB
•Sebelum sakit:
Pasien mengatakan sebelum sakit dia BAB sebanyak 3 x sehari dengan
konsistensi lembek warna kuning kecoklatan , jumlah feses sedang , bau feses kas
dan tidak terdapat lendir darah.
•Saat sakit :
Pasien mengatakan saat sakit dia BAB sebanyak 1 x sehari , kadang tidak BAB
dalam sehari, kosistensi lembek tidak ada lendir dan darah , warna feses hitam.

2)BAK
•Sebelum sakit:
Pasien mengatakan sebelum sakit BAK dalam sehari sekitar 4 – 8 x atau sebanyak
1 - 1,8 liter dengan cairan berwarna jernih
•Saat sakit :
Pasien mengatakan saat sakit BAK dalam sehari sekitar 1 – 4 x sebanyak 1 liter
dengan cairan berwarna kuning.

d. Pola aktivitas dan latihan


1)Aktivitas

Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Berpindah 

0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total.

2)Latihan
•Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari
dengan baik dan mandiri.
•Saat sakit
Pasien mengatakan saat sakit pasien tidak dapat melakukan aktivitasnya seperti
biasa
( terbatas ) dan memerlukan bantuan orang lain mauoun keluarga.

e.Pola kognitif dan Persepsi


Pasien berbicara dengan baik , mampu mengidentifikasi nama , dapat mendengar
(tidak tuli) penciuman mampu mencium bau wangi , perabaan dan pengelihatan
tidak bermasalah , mampu mengidentifikasi kebutuhan seperti haus dan lapar.

f.Pola Persepsi-Konsep diri


Citra diri : pasien mengatakan menerima tubuhnya
Harga diri :pasien mengatakan berharap cepat sembuh
Identitas diri : pasien mengatakan berjenis kelamin laki-laki
Ideal diri : pasien mengatakan ingin cepat sembuh
Peran diri : pasien mengatakan berperan sebagai orang tua

g.Pola Tidur dan Istirahat


•Sebelum sakit:
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidur dengan nyenyak selama 8 jam
perhari tanpa ada gangguan tidur.
•Saat sakit:
Pasien mengatakan saat sakit tidurnya kurang dari 6 jam perhari dan adanya
gangguan tidur.

h.Pola Peran-Hubungan
Pasien mengatakan tidak memiliki masalah pada pola peran hubungannya baik
dengan keluarga maupun dengan masyarakat sekitar.
i. Pola Seksual-Reproduksi
•Sebelum sakit:
Pasien mengatakan sebelum sakit pola seksual tidak mengalami masalah pada
organ reproduksinya.
•Saat sakit :
Pasien mengatakan saat sakit pola seksual tidak mengalami masalah pada organ
reproduksinya.

j. Pola Toleransi Stress-Koping


Pasien mengatakan stress dengan keadaannya sekarang karena mulai
ketergantungan dengan obat dan
tidak dapat beraktivitas seperti sebelumnya.

k. Pola Nilai-Kepercayaan
Pasien mengatakan setiap harinya melakukan persembahyangan di rumahnya,
tetapi saat sakit pasien
hanya bisa sembahyang diatas tempat tidurnya.

4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : Sedang
Tingkat kesadaran : komposmetis / apatis / somnolen / sopor/koma
GCS: verbal : 4 Psikomotor : 6 Mata : 5
b.Tanda-tanda Vital : Nadi = 80 x /menit , Suhu =36,9 0C , TD = 110/70 mmHg,
RR = 20 x /menit
c.Keadaan fisik
a.Kepala dan leher:
Bentuk kepala simetris, rambut berwarna hitam, tidak ada ketombe.
-Mata : Inspeksi : Bentuk mata simetris, mata reflek pupil baik.
-Hidung : Inspeksi : Bentuk hidung simetris tidak ada lesi, sekret dan pendarahan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.
-Mulut : Inspeksi : Glukosa bibir kering, bentuk simetris, dan tidak ada lesi.
Palpasi : Tidak ada nyeri, pembengkakan dan tidak ada Stomatitis.
-Leher : Inspeksi : Tidak ada lesi, gerakan leher normal, dan tidak terlihat
pembesaran vena jogolaris.
b.Dada :
•Paru
Inspeks : Dada simetris tidak ada kelainan dan tidak ada benjolan
Palpasi : Normal ( Sonor ).
Perkusi : Tidak ada nyeri pada sela toterkosta.
Auskultasi : Normal ( Vesikuler ).
•Jantung
Inspeksi : ictuscordis terdengar di Ics 4 , 6 mid clavicula sinistra
Palpasi : ictuscordis teraba di mid clavicula sinistra
Perkusi : terdengar suata dallnes
Auskultasi: terdengar suara jantung normal S1 + S2 tunggal leguler

c.Payudara dan ketiak :


Payudara : Bentuk payudara simetris, tidak ada benjolan, dan tidak ada lesi.
Ketiak : Bentuk ketiak simetris dan tidak ada benjolan.

d. abdomen :
Inspeksi : Tidak ada pembengkakan rongga perut
Palpasi : adanya nyeri tekan di epigastrium
Perkusi : terdengar Suara timpani.
Auskultasi : terdengar suara bising usus 10 x/menit

e. Genetalia :
Tidak terkaji.

f.Integumen :
Inspeksi: Kulit tidak ada lesi, warna kulit sawo matang, dan turgor kulit elastis.
Palpasi : Tidak adanya nyeri tekan.

g.Ekstremitas :
•Atas
Inspeksi: kedua tangan simetris, terpasang infus assering 20 tpm di tangan
sebelah kanan .
Palpasi : airal teraba hangat, tidak ada nyeri tekan.
•Bawah
Inspeksi : tungkai kedua kaki simetris , ada cedera
Palpasi : turgor kulit elastis , tidak teraba nyeri tekan

h.Neurologis :
•Status mental dan emosi :
Pasien mengatakan status mental dan emosinya dapat terkontrol.

•Pengkajian saraf kranial :


Tidak terkaji.

•Pemeriksaan refleks :
Tidak terkaji.

b.Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium yang berhubungan
Tidak Terkaji

2. Pemeriksaan radiologi
Tidak terkaji.

3. Hasil konsultasi
Tidak terkaji.

4. Pemeriksaan penunjang diagnostic lain


Tidak terkaji.
4. ANALISA DATA
A. Tabel Analisa Data
DATA Interpretasi MASALAH
(Sesuai dengan patofisiologi)
Ds: Pasien mengatakan
lemas pusing jantung DM Tipe I Ketidakstabilan kadar
berdebar dan glukosa darah

berkeringat dingin dan Reaksi autoimun


seminggu mengalami
susah makan
Sel β pancreas hancur

DO: Pasien terlihat


lemas dan menahan Defisiensi insulin

nyeri di kaki (skala 3)


Tanda-tanda Vital : Hiperglikemia dan gula darah
Nadi = 80 x /menit , meningkat

Suhu =36,9 0C ,
TD = 110/70 mmHg, Osmosis diuresis
RR = 20 x /menit

Poliurin

Dehidrasi

Ketidakstabilan kadar glukosa


darah

B. Tabel Daftar Diagnosa Keperawatan


NO TANGGAL / DIAGNOSA KEPERAWATAN TANGGAL Ttd
JAM TERATASI
DITEMUKAN
1 Senin 13/juli Ketidakstabilan kadar glukosa darah b/d Selasa 14 juli
2020 resistensi insulin d/d pasien mengatakan Ds: 2020
Jam 17: 00 Pasien mengatakan lemas pusing jantung
wita berdebar dan berkeringat dingin dan
seminggu mengalami susah makan DO:
Pasien terlihat lemas dan menahan nyeri di
kaki (skala 3) Tanda-tanda Vital : Nadi = 80 x
/menit , Suhu =36,9 0C , TD = 110/70
mmHg, RR = 20 x /menit
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana Perawatan Ttd
Hari/ No
Tujuan dan Kriteria
Tgl Dx Intervensi Rasional
Hasil
Selasa 1 Setelah dilakukan tindakan  Monitor kadar gula  Observasi kadar
14 juli keperawatan 1 x 24 jam darah jika perlu gula
2020 diharapkan ketidakstabilan  Monitor tanda dan  Observasi tanda
kadar glukosa darah dapat gejala hiperglikemia hiperglikemi
teratasi dengan KH : (3P, kelemahan,  Memenuhi cairan
 Pasien tidak lemas lagi malaise, pandangan  Pijatan untuk
 Kadar glukosa dalam kabur) turunkan gula
darah sedang  Berikan asupan darah
 Pasien nafsu makan cairan oral  Refleksi untuk
 Anjurkan kepatuhan turunkan gula
terhadap diet dan darah
olahraga  Program diet
 Kolaborasi
Menambah insulin
pemberian insulin,
jika perlu
D. Implementasi Keperawatan

Hari/ Ttd
No Dx Tindakan Keperawatan Evaluasi proses
Tgl/Jam

Kamis/14 1 1. Memonitor kadar gula darah DS : Pasien mengatakan


Juli jika perlu masih sedikit lemas, nyeri
2020/15.30 dibagian kaki ,dan nafsu
11:00 makan masih menurun
DO : Pasien tampal lemas

TD : 110/60 mmHg

S : 37,20C

N : 93 x/menit
12.00
RR : 18 x/menit

DS : Pasien mengatakan tidak

12.30 2. Memonitor tanda dan gejala ada gejala lain.

hiperglikemia (3P, kelemahan, DO : Pasien Tampak nyaman

malaise, pandangan kabur) saat dilakukan pemeriksaan

DS : pasien mengatakan
sudah meminum obat yang

13.30 3. Meberikan asupan cairan oral diberikan oleh dokter.


DO : Pasien tampak meringis
kesakitan menahan sakit
DS : pasien mengatakan tidak
bisa melakukan olah raga
DO : pasien tampak terdiam
dan melihat perawat
4. Meanjurkan kepatuhan terhadap
14.00 diet dan olahraga DS : Pasien mengatakan
sudah meminum obat yang
diberikan oleh dokter
DO : pasien tampak
menggangguk saat ditanyakan

5.Mekolaborasi pemberian insulin,


jika perlu

Hari/ Ttd
No Dx Tindakan Keperawatan Evaluasi proses
Tgl/Jam

Kamis/15 1 1. Memonitor kadar gula darah DS : Pasien mengatakan tidak


Juli jika perlu lemas lagi,tidak ada nyeri
2020/15.30 dibagian kaki ,dan nafsu
08:00 makan masih menurun
DO : Pasien tidak tampak
lemas
TD : 120/70 mmHg

S : 36,20C

N : 88 x/menit

RR : 16 x/menit

DS : Pasien mengatakan tidak


2. Memonitor tanda dan gejala ada gejala lain.
hiperglikemia (3P, kelemahan, DO : Pasien Tampak nyaman
09.00
malaise, pandangan kabur) saat dilakukan pemeriksaan

DS : pasien mengatakan sudah


meminum obat yang diberikan

10.30 oleh dokter.


3. Meberikan asupan cairan oral DO : Pasien tampak terdiam

DS : Pasien mengatakan sudah

14.00 meminum obat yang diberikan


oleh dokter
DO : pasien tampak
menggangguk saat ditanyakan
5.Mekolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
Hari/ Ttd
No Dx Tindakan Keperawatan Evaluasi proses
Tgl/Jam

Kamis/16 1 1. Memonitor kadar gula darah DS : Pasien mengatakan tidak


Juli jika perlu lemas,tidak ada nyeri dibagian
2020/15.30 kaki ,dan nafsu makan sudah
09:00 normal
DO : Pasien tidak tampak
lemas

TD : 110/70 mmHg

S : 37,20C

N : 97 x/menit
09.30
RR : 18 x/menit

DS : Pasien mengatakan tidak

2. Memonitor tanda dan gejala ada gejala lain.

10.30 hiperglikemia (3P, kelemahan, DO : Pasien Tampak nyaman

malaise, pandangan kabur) saat dilakukan pemeriksaan

DS : pasien mengatakan sudah

14.00 meminum obat yang diberikan

3. Meberikan asupan cairan oral oleh dokter.


DO : Pasien tampak terdiam
dan menunjukan kulit obat
yang diminum
DS : Pasien mengatakan sudah
meminum obat yang diberikan
oleh dokter
5.Mekolaborasi pemberian DO : pasien tampak
insulin, jika perlu menggangguk saat ditanyakan

D. Evaluasi Keperawatan
Hari/Tgl
No No Dx Evaluasi TTd
Jam
1 SELASA 16 1 S: Pasien mengatakan tidak masih
JULI 2020 mengalami pusing Pasien mengatakan
JAM 15:00 tidak lemas pusing jantung berdebar
dan berkeringat dingin dan seminggu
mengalami susah makan dan sudah
teratur
O: Pasien tidak terlihat lemas dan Tanda-
tanda Vital : Nadi = 82 x /menit , Suhu
=36,9 0C , TD = 110/80 mmHg, RR
= 20 x /menit
A : Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi

KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PASIEN


DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS BAHU KOTA
MANADO

Suci M. J. Amir, Herlina Wungouw, Damajanty Pangemana

Abstrac

Abstract: World Health Organisation (WHO) predicts that the number of people
with diabetes in Indonesia will increase from 8.4 million in 2000 to 21.3 million
in 2030. Riskesdas in 2013 showed that North Sulawesi was one of the provinces
with the highest prevalence of diabetes in Indonesia. Therefore, it is necessary to
check blood glucose levels regularly for screening and diagnosis of diabetes
mellitus. This study aimed to determine blood glucose levels in patients with type
2 diabetes mellitus (T2DM) in Community Health Center Bahu Manado. This
study was a descriptive cross sectional study design. Respondents were 22 T2DM
patients that had signed the informed consent. The results showed that of the 22
respondents, 11 (50%) had high blood glucose level with an average of 267.8
mg/dL, 4 (18.2%) had moderate high blood glucose level with an average of 153.2
mg/dL, and 7 (31.8%) had normal blood glucose level with an average of 123
mg/dL. Conclusion: Most of T2DM patients in Community Health Center Bahu
Manado showed high blood glucose levels with poor blood glucose control.
Keywords: type 2 diabetes, blood glucose level

Abstrak: World Health Organisation (WHO) memprediksi kenaikan jumlah


penyandang diabetes melitus tipe 2 (DMT2) di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun
2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan Riskesdas tahun 2013
menunjukkan bahwa Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi dengan angka
prevalensi DMT2 yang tertinggi di Indonesia. Oleh karena itu diperlukan
pemeriksaan kadar glukosa darah secara berkala untuk skrining dan diagnosis
DMT2, salah satunya pemeriksaan glukosa darah sewaktu. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah sewaktu pada pasien DMT2 di
Puskesmas Bahu Kota Manado. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan
rancangan potong lintang. Didapatkan 22 pasien DMT2 yang bersedia menjadi
responden serta menandatangani informed consent. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 22 responden, 11 (50%) memiliki rerata kadar glukosa darah yang
buruk yaitu 267,8 mg/dL, 4 (18,2%) memiliki kadar glukosa darah yang sedang
dengan rerata 153,2 mg/dL, dan 7 (31,8%) memiliki kadar glukosa darah yang
baik dengan rerata 123 mg/dL. Simpulan: Pasien DMT2 di Puskesmas Bahu Kota
Manado menunjukkan sebagian besar memiliki rerata kadar glukosa darah
sewaktu yang tinggi dengan kendali glukosa darah yang buruk.
Kata kunci: DMT2, glukosa darah sewaktu

Jurnal yang dipakai Acuan :


https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/6505

Anda mungkin juga menyukai