Anda di halaman 1dari 23

Tugas : Individu

DOSEN : Ns. Ambo anto, S.Kep.,M.Mkep

Askep Dm tipe 1

NAMA: ROSALINA LUTURMAS


NIM: 120241831
SEMESTER : V

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FAMIKA MAKASSAR

2020
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS TIPE 1

A. KONSEP DASAR DM TIPE 1


1. PENGERTIAN
Diabetes mellitus tipe 1 dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes
yang bergantung pada insulin), dicirikan denganrusaknya sel beta penghasil insulin pada
pulaupulau langerhanssehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe inidapat
diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes
tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya.
Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada
penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1adalah kesalahan
reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut
dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

2. EPIDEMIOLOGI
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja , salah
satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang melahirkan bayi
dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes Mellitus.

3. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI


a. Faktor Genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite
antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya. b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen. c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.

4. KLASIFIKASI
Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :
Pada DM tipe I, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.
1. Tipe I A, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk
terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan fenomena ini.
2. Tipe I B, berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang
juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto disease,
Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini berhubungan
dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.

5. PATOFIOLOGI
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang
dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu
respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang
diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti
virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik,
atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi.

Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel
B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus.
Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus
diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu
yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun
terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah
autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan
terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik
insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh
kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur
metabolik antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan
karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya
glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino ,
laktat , dan gliserol yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan
kortisol). Tanpa insulin , sintesis dan pengambilan protein, trigliserida , asam lemak, dan
gliserol dalam sel akan terganggu. Aseharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah
lipolisis yang menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah
karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180mg/dl ginjal tidak
dapat mereabsorbsi glukosa dari glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air
dan menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan
hilangnya elektrolit lewat urine, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang
rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell
starvation ) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan makanan (polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang
juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut
ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan
katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon
plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik.
Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme,
mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
(Tandra,2007)

6. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya
tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi
degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang sering
ditemukan :
a) Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak
menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b) Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c) Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak
makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein,
karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan
makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga
klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa,
sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
f) Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang
disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan
baik.

7. PEMERIKSAAN FISIK
Diabetes Melitus Tipe 1
Inspeksi : Pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak banyak
makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat penutunan
lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam penurunan tonus otot
Palpasi : Denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakanterjadi
hipertensi.
Auskultasi : Adanya peningkatan tekanan darah

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda.
a)
Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l e) Elektrolit :
• Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
• Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
• Fosfor : lebih sering menurun
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan
karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat
versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan
dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody).
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.

9. DIAGNOSTIK / KRITERIA DIAGNOSTIK


Diabetes Melitus Tipe 1
Diagnosis didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, serta data laboratorium, dengan kriteria
data lab:
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl) (WHO)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu:
1. Plasma vena < 100 100 – 200 >200 2. Darah
kapiler < 80 80 – 200 >200 Kadar glukosa
darah puasa:
1. Plasma vena < 110 110 – 120 >126
2. Darah kapiler < 90 90 – 110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
• Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
• Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
• Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

10.DIAGNOSIS BANDING
Diabetes Melitus Tipe 1
Produksi berlebihan glukokortikoid atau katekolamin pada :
• Tumor hipotalamus atau hipofisis
• Tumor atau hiperplasia adrenal
Renal glukosuria (Pada keadaan ini didapatkan glukosuria tanpa hiperglikemia maupun
ketosis)

• Feokromositoma (Pada keadaan ini didapatkan uji toleransi glukosa yang abnormal dan
glukosuria tanpa ketosis, yang disebabkan oleh peningkatan glikogenolisis dan
glukoneogenesis).

11. PENATALAKSAAN
Diabetes Melitus baik Tipe 1 dan tipe 2
Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 meliputi:
1. Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan
pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin
berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja
pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.
Penatalaksanaan Terapi Insulin.
• Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin
• Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone insulin.
• Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin.Tujuan terapi ini
terutama untuk :
• Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
• Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
• Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan
olahraga secara teratur

Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :


• Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
• Kadar glukosa darah sering tidak teratur
• Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
• Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
• Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :
• Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
• Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
• Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
• Mixed Insulin
• Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
• Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Cara Pemberian Insulin
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin
tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah
melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot
(intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang
dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan
semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).

Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini
berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon periode dan
kemudian meningkat pada saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat
diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan
menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah
(splitmix regimen). Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar
umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-80C.
2. Pengaturan makan/diet
• Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat
juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 1000 + (usia dalam tahun x 100)
= ....... Kalori/hari.
• Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 1015%
protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak.
• Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan
kecil sebagai berikut :
a. 20% berupa makan pagi.
b. 10% berupa makanan kecil.
c. 25% berupa makan siang.
d. 10% berupa makanan kecil.
e. 25% berupa makan malam.
f. 10% berupa makanan kecil.
Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan
mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti
pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu
manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.
Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar
Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68%
karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan
dengan diet A yang terdiri atas 40 – 50% karbohidrat, 30 – 35% lemak dan 20 – 25% protein.
Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol.
Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat
memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.

- Serat makanan
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-density
lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula
memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi.
Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan pembentukan gel
dalam traktus gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat pengosongan lambung dan
gerakan makanan yang melalui saluran cerna bagian atas. Efek penurunan glukosa yang
potensial oleh serat makanan tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa
yang lebih lambat.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang,
jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol,
jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan
menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat
10 kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena
secara bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.

- Alkohol
Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang memproduksi
glukosa (glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes minum minuman beralkohol
pada saat lambung kosong, maka kemungkinan terjadinya hipoglikemia akan meningkat.
Konsumsi alcohol yang berlebihan dapat menggganggu kemampuan seseorang untuk
mengidentifikasi serta mengatasi keadaan hipoglikemia dengan tepat dan mengikuti rencana
makan yang sudah diresepkan untuk mencegah hipoglikemian.

3. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30 menit yang
sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive Endurance Training).
Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan
bersepeda.
4. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi
kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat
hipoglikemik.
a. Sulfoniurea
Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan
ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
b. Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan
untuk pasien gemuk.
c. Inhibitor α glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.
d. Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
5. Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan komplikasinya,
memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.

6. Pemantauan mandiri/home monitoring


Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan
penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya
pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan
secara tidak langsung (urin).

12.KOMPLIKASI
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun. a. Komplikasi Metabolik Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria
berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam
lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria
dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan
kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien
dapat koma dan meninggal
2) Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika
kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau
terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan
fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat
penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi,
gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor,
pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan
glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh,
sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.
b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki tahun ke
5)
1. Mikroangiopaty
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai pada 1 diantara
3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit.
Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil)
dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut
retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein
urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan
menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat
gangguan jalur poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa) akibat kekurangan insulin.

Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan
syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer,
syarafsyaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
2. Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi
penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa : a) Penimbunan
sorbitol dalam intima vascular.
b) Hiperlipoproteinemia
c) Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular
jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular
perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang
terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris
dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif
untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.

13. PROGNOSIS
DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan seumur hidup.
DM tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan
seoptimal mungkin dengan mengusahakan control metabolic yang baik. Yang dimaksud
control metabolic yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas
normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk
meninggal lebih cepat.Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis
diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi
dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.
Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur dan
baik akan memberikan prognosis baik.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


DENGAN DM TIPE 1

1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-tanda
vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur
dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit
infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Ds yg mungkin timbul :
- Klien mengeluh sering kesemutan.
- Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
- Klien mengeluh sering merasa haus
- Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia) - Klien mengeluh
merasa lemah - Klien mengeluh pandangannya kabur Do :
- Klien tampak lemas.
- Terjadi penurunan berat badan
- Tonus otot menurun
- Terjadi atropi otot
- Kulit dan membrane mukosa tampak kering
- Tampak adanya luka ganggren
- Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam c. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau
GCS dan respon verbal klien.

d. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan
kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD yang
meningkat/ tinggi/ hipertensi.
Pulse rate
Respiratory rate
Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :
Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot,
adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati,
kekaburan pandangan.
Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.
Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.
f. Pemeriksaan penunjang
a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l e) Elektrolit :
- Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
- Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
- Fosfor : lebih sering menurun

g. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan
karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat
versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
h. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
i. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi
;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
j. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
k. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA.
l. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal
sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder
terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
m. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
n. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
o. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka.
p. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
- Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus :
1. Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
3. Integritas Ego Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.

6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi: a.
PK: Ketoasidosis
b. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit diabetes
melitus
c. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai
dengan sering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak bergairah.
d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin)
ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake makanan
adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS
>200 mg/dl
e. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketunadayaan
fisik ditandai dengan gangguan pertumbuhan fisik , keterlambatan dalam melakukan
keterampilan umum kelompok usia.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan
fungsi limfosit).
g. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.

3. RENCANA INTERVENSI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus (Doenges,
1999) meliputi :
a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastric,
berlebihan (diare, muntah) masukan dibatasi (mual, kacau mental). Tujuan : Kondisi
tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
Kriteria Hasil : - pasien menunjukan adanya perbaikan keseimbangan cairan, dengan
kriteria ; pengeluaran urine yang adekuat (batas normal), tanda-tanda vital stabil, tekanan
nadi perifer jelas, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab
atau basah.
Intervensi / Implementasi :
1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortestastik.
R : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2) Kaji pola napas dan bau napas.
R : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan
kompensasi alkosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis.
3) Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit.
R : Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal umum terjadi pada proses
infeksi. Demam dengan kulit yang kemerahan, kering, mungkin gambaran dari
dehidrasi.
4) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
5) Pantau intake dan output. Catat berat jenis urine.
R : memeberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
6) Ukur berat badan setiap hari.
7) R : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
8) Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi
R : tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan
respon pasien secara individual.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan
insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen,
perubahan kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan hormon stress. Tujuan : berat
badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.
Kriteria Hasil : - pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyalahgunaan
zat, penurunan jumlah intake ( diet pada status nutrisi).
- Mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi / Implementasi :
1) Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi
R : Mengetahui pemasukan makan yang adekuat.
2) Tentukan program diet dan pola makanan pasien dibandingkan dengan makanan yang
dapat dihabiskan pasien.
3) R : Mengindentifikasi penyimpangan dari kebutuhan.
4) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual,muntah,
pertahankan puasa sesuai indikasi. R : mempengaruhi pilihan intervensi.
5) Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran,
dingin/lembab, denyut nadi cepat, lapar dan pusing.
R : secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang harus dikali dan ditangani
secara tepat.
6) Kolaborasi dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula darah dan diet.
R : Sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar gula darah.

c) Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
- Kriteria Hasil : - mengindentifikasi faktor-faktor risiko individu dan intervensi untuk
mengurangi potensial infeksi.
- pertahankan lingkungan aseptik yang aman.
Intervensi / Implementasi
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya pus
pada luka , sputum purulen, urin warna keruh dan berkabut.
R : pasien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetus keadaan
ketosidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.

2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik, setiap
kontak pada semua barang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien nya
sendiri.
R : mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan infus, kateter
folley, dsb).
R : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi
pertumbuhan kuman.
4) Pasang kateter / lakukan perawatan perineal dengan baik.
R : Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
5) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Masase daerah tulang
yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dantetap kencang (tidak berkerut).
R : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada penigkatan risiko
terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi dan infeksi.
6) Posisikan pasien pada posisi semi fowler.
R : memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang, menurunkan terjadinya
risiko hipoventilasi.
7) Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi.
8) penenganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

d) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia


darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan
energi, status hipermetabolisme/infeksi.
Tujuan : Rasa lelah berkurang / Penurunan rasa lelah Kriteria Hasil
:
- Menyatakan mapu untuk beristirahat dan peningkatan tenaga.
- mampu menunjukan faktor yang berpengaruh terhadap kelelahan.
- Menunjukan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi / Implementasi :
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan
pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
R : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas meskipun
pasien mungkin sangat lemah.
2) Berikan aktivitas alternatif denagn periode istirahat yang cukup / tanpa terganggu.
R : mencegah kelelahan yang berlebihan.
3) Pantau tanda-tanda vital sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.
R : mengidentifikasi tingkat aktivitas yang ditoleransi secara fisiologi.Diskusikan
cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya.
R : dengan penghematan energi pasien dapat melakukan lebih banyak kegiatan.
4) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuan / toleransi pasien.
R : meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas
yang dapat ditoleransi pasien.

e) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan


dengan salah interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.
Kriteria Hasil :
- Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen
perawatan.
Intervensi / Implementasi :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga
tentang penyakitnya.
2) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya
akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
4) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan. R :
mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan
dari tindakan yang dilakukan.

5. EVALUASI
1. Tanda-tanda ketoasidosis teratasi tidak ada mual , muntah, nafas klien tidak berbau
keton, AGD normal.
2. Glukosa darah terpantau stabil dalam rentang normal. Puasa (70-110 mg/dl) , 2 jan PP
(120-200 mg/dl), sewaktu (< 200 mg/dl)
3. Keseimbangan energi memenuhi kebutuhan aktivitas , klien tampak tidak lemas, dan
bertoleransi terhadapa aktivitas.
4. Keseimbangan nutrisi adekuat , glukosa darah dalam rentang normal, berat badan
normal.
5. Mencapai pertumbbuhan dan perkembangan yang optimal, memiliki koping individu
dan keluarga yang baik.
6. Tidak terjadi/ adanya gejala-gejala infeksi, tidak terjadi infeksi, tanda-tanda infeksi
tidak ada (kalor, lugor, dolor, fungsiolesa), WBC (4,00-11,00 k/ul), bebas eritema dan
demam.
7. Cidera tidak terjadi, keamanan pasien terjaga, tidak terjadi cidera

6. HEALTH EDUCATION
1. Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa yang
menyebabkan, pengobatan, komplikasi dan pencegahannya.
2. Berikan penjelasan mengenai penggunaan insulin yang tepat.
3. Anjurkan klien untuk selalu menyediakan permen dan mengenali tanda-tanda
hipodlikemia.
4. Berikan penjelasan mengenai tanda-tanda pertumbuuhan dan perkembangan
yang ditoleransi klien.
5. Anjurkan keluarga klien mencatat hasil pemeriksaan gula darah dan
berkonsultasi dengan pelayan kesehatan untuk mengontrol gula darah secara
berkala
DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi, Andi Diah. 2007. Epidemiologi, Program Penanggulangan, dan Isu Mutakhir
Diabetes
Mellitus.http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/10/epidemiologidm-dan-
isumutakhirnya/. (Akses 17 Maret 2010)
Carpenito, Lynda Juall. 1992. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Faizi, Mohamad. 2010. Diabetes Tipe 1. http:// www. pediatrik.com/ 2010/02/diabetestipe1.
html. (Akses 17 Maret 2010)
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Ikrimah. 2009. Dibetes millitus. http://ikrimah.blogspot.Com/2009/04/diabetes milltus. html
. (Akses 17 Maret 2010)
Rafani. 2010. Diabetes Mellitus Tipe 2 . http://www.rafani.co.cc/2010/01/ Askep Diabetes
Mellitus.html. (Akses 17 Maret 2010)
Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai