Anda di halaman 1dari 42

Tugas : Individu

DOSEN : Ns. Ambo anto, S.Kep.,M.Mkep

Askep Dm

NAMA: ROSALINA LUTURMAS


NIM: 120241831
SEMESTER : V

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FAMIKA

MAKASSAR

2020
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS TIPE 1

A. KONSEP DASAR DM TIPE 1


1. PENGERTIAN
Diabetes mellitus tipe 1 dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM,
diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan denganrusaknya sel beta
penghasil insulin pada pulaupulau langerhanssehingga terjadi kekurangan insulin
pada tubuh. Diabetes tipe inidapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita
diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini
mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin
umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1adalah
kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi
autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

2. EPIDEMIOLOGI
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja
, salah satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang
melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes
Mellitus.

3. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI


a. Faktor Genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM
tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya. b.
Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu
autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. c. Faktor
lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

4. KLASIFIKASI
Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :
Pada DM tipe I, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.
1. Tipe I A, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama
untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini.
2. Tipe I B, berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok
penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti
Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis.
Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia
sekitar 30 - 50 tahun.

5. PATOFIOLOGI
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang
menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi
untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B
pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi
kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan
virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin
perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi.

Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau
fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B
setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan
kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen
yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi
pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan
terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas
sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin.
Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah
insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya penurunan glikolisis
(pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis
(pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis.
Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino , laktat ,
dan gliserol yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan
kortisol). Tanpa insulin , sintesis dan pengambilan protein, trigliserida , asam
lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu.

6. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang
sering ditemukan :
a) Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis
yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh
banyak kencing.
b) Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c) Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai
pada pembuluh darah.
d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu
lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya
akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di
jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan
akan tetap kurus
e) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol
dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
f) Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik
yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak
diterapi dengan baik.

7. PEMERIKSAAN FISIK
Diabetes Melitus Tipe 1
Inspeksi : Pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak
banyak
makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat
penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam
penurunan tonus otot
Palpasi : Denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang
menandakanterjadi hipertensi.
Auskultasi : Adanya peningkatan tekanan darah
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh
berbeda. a)
Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l e)
Elektrolit :
• Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
• Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
• Fosfor : lebih sering menurun
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis,
ISK baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ; merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody).
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

9. DIAGNOSTIK / KRITERIA DIAGNOSTIK


Diabetes Melitus Tipe 1
Diagnosis didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, serta data laboratorium, dengan
kriteria data lab:
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
(WHO)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu:
1. Plasma vena < 100 100 – 200 >200
2. Darah kapiler < 80 80 – 200 >200
Kadar glukosa darah puasa:
1. Plasma vena < 110 110 – 120 >126
2. Darah kapiler < 90 90 – 110 >110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan :
• Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
• Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
• Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

10.DIAGNOSIS BANDING
Diabetes Melitus Tipe 1
Produksi berlebihan glukokortikoid atau katekolamin pada :
• Tumor hipotalamus atau hipofisis
• Tumor atau hiperplasia adrenal
Renal glukosuria (Pada keadaan ini didapatkan glukosuria tanpa hiperglikemia
maupun ketosis)
• Feokromositoma (Pada keadaan ini didapatkan uji toleransi glukosa yang
abnormal dan glukosuria tanpa ketosis, yang disebabkan oleh peningkatan
glikogenolisis dan glukoneogenesis).

11. PENATALAKSAAN
Diabetes Melitus baik Tipe 1 dan tipe 2
Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 meliputi:
1. Pemberian insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan
pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis
insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting,
kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.
Penatalaksanaan Terapi Insulin.
• Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin
• Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikan hormone insulin.
• Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll
Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin.Tujuan terapi
ini terutama untuk :
• Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati
normal.
• Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
• Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti
program diet dan olahraga secara teratur

Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :


• Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
• Kadar glukosa darah sering tidak teratur
• Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
• Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
• Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel
Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut,
yakni :
• Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
• Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
• Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
• Mixed Insulin
• Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
• Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)
Cara Pemberian Insulin
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga
insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian
insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc),
suntikan ke dalam otot
(intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada
pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau
sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).

Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin
ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagai honeymoon
periode dan kemudian meningkat pada saat pubertas.
Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal
dapat diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali
dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan
menengah (splitmix regimen). Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha,
lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam
lemari es pada suhu 4-80C.
2. Pengaturan makan/diet
• Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia
pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 1000 + (usia
dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari.
• Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55%
karbohidrat, 1015% protein (semakin menurun dengan bertambahnya
umur), dan 30-35% lemak.
• Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali
makanan kecil sebagai berikut :
a. 20% berupa makan pagi.
b. 10% berupa makanan kecil.
c. 25% berupa makan siang.
d. 10% berupa makanan kecil.
e. 25% berupa makan malam.
f. 10% berupa makanan kecil.
Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan
mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar
seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-
buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka,
anggur, tidak dianjurkan.
Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H.
Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B
dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat
orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas 40 – 50%
karbohidrat, 30 – 35% lemak dan 20 – 25% protein.
Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah
kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis
terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.

- Serat makanan
Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL
(low-density lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat
dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin
dari luar dapat dikurangi.
Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan
pembentukan gel dalam traktus gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat
pengosongan lambung dan gerakan makanan yang melalui saluran cerna bagian
atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan tersebut mungkin
disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih lambat.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang
panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran
jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau,
labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol
darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah) serta buncis
baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-sama dapat
menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.

- Alkohol
Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang
memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes
minum minuman beralkohol pada saat lambung kosong, maka kemungkinan
terjadinya hipoglikemia akan meningkat.
Konsumsi alcohol yang berlebihan dapat menggganggu kemampuan
seseorang untuk mengidentifikasi serta mengatasi keadaan hipoglikemia dengan
tepat dan mengikuti rencana makan yang sudah diresepkan untuk mencegah
hipoglikemian.

3. Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30
menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive
Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki,
jogging, lari, renang, dan bersepeda.
4. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang
teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan
pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.
a. Sulfoniurea
Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai
akibat rangsangan glukosa. b. Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal.
Dianjurkan untuk pasien gemuk.
c. Inhibitor α glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase sehingga
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
pascaprandial.
d. Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan
hipoglikemia.
5. Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan
komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.

6. Pemantauan mandiri/home monitoring


Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah
dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang
upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara
langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin).

12.KOMPLIKASI
Komplikasi DM baik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2
kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun. a. Komplikasi Metabolik
Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan
glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton,
peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga
mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan
elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien
dapat koma dan meninggal
2) Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami
hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia
dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita
mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari
biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis
insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah,
lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor,
pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat
kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti
tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi
penurunan kesadaran dan koma.
b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi
memasuki tahun ke 5)
1. Mikroangiopaty
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik
diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf
perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati
berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina.
Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang
dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein
urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien
akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak
timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa—sorbitol—fruktosa)
akibat kekurangan insulin.
Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan.
Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan
penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty
dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syarafsyaraf kranial atau sistem
syaraf otonom.
2. Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat
menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
a) Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.
b) Hiperlipoproteinemia
c) Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan
vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan
insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan
gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan
aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.
Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup
efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.

13. PROGNOSIS
DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan
seumur hidup. DM tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita
dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan mengusahakan control metabolic
yang baik. Yang dimaksud control metabolic yang baik adalah mengusahakan
kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa
menyebabkan hipoglikemia.
Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup
seperti orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali
menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan
prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada
dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.
Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi
teratur dan baik akan memberikan prognosis baik.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


DENGAN DM TIPE 1

1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum
pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat
kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. a. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien
satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat
mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b. Keluhan utama
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
Ds yg mungkin timbul :
- Klien mengeluh sering kesemutan.
- Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari
- Klien mengeluh sering merasa haus
- Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia) - Klien
mengeluh merasa lemah - Klien mengeluh pandangannya kabur Do :
- Klien tampak lemas.
- Terjadi penurunan berat badan
- Tonus otot menurun
- Terjadi atropi otot
- Kulit dan membrane mukosa tampak kering
- Tampak adanya luka ganggren
- Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam c. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.

d. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:

Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji


tekanan nadi, dan kondisi patologis. Biasanya pada DM type 1, klien
cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi.

Pulse rate

Respiratory rate

Suhu
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :

Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi
otot, adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak
adanya retinopati, kekaburan pandangan.

Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru.

Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.


f. Pemeriksaan penunjang
a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l e)
Elektrolit :
- Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
- Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
- Fosfor : lebih sering menurun

g. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK
baru)
h. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
i. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
j. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
k. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis
akut sebagai penyebab dari DKA.
l. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
m. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
n. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
o. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
p. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
- Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak,
apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Hal – hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes
mellitus :
1. Aktivitas/ Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
2. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan
tekanan darah
3. Integritas Ego Stress, ansietas
4. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
5. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.

6. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot,
parestesia,gangguan penglihatan.
7. Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
8. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1
meliputi: a.
PK: Ketoasidosis
b. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit
diabetes melitus
c. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik
ditandai dengan sering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak
bergairah.

d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi
(defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun
walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak
pucat, pasien tampak lemah, GDS
>200 mg/dl
e. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan
ketunadayaan fisik ditandai dengan gangguan pertumbuhan fisik ,
keterlambatan dalam melakukan keterampilan umum kelompok usia.
f. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat
(penurunan fungsi limfosit).
g. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.

3. RENCANA INTERVENSI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan (Boedihartono, 1994) Implementasi adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus
(Doenges, 1999) meliputi :
a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan
gastric, berlebihan (diare, muntah) masukan dibatasi (mual, kacau mental).
Tujuan : Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
Kriteria Hasil : - pasien menunjukan adanya perbaikan keseimbangan cairan,
dengan kriteria ; pengeluaran urine yang adekuat (batas normal), tanda-tanda
vital stabil, tekanan nadi perifer jelas, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik
dan membran mukosa lembab atau basah.
Intervensi / Implementasi :
1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortestastik.
R : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.
2) Kaji pola napas dan bau napas.
R : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang
menghasilkan kompensasi alkosis respiratoris terhadap keadaan
ketoasidosis.
3) Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit.
R : Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal umum terjadi pada
proses infeksi. Demam dengan kulit yang kemerahan, kering, mungkin
gambaran dari dehidrasi.
4) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat.
5) Pantau intake dan output. Catat berat jenis urine.
R : memeberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi
ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.
6) Ukur berat badan setiap hari.
7) R : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang
berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
8) Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi
R : tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan
dan respon pasien secara individual.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak
cukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual, lambung penuh,
nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan
hormon stress. Tujuan : berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium
normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Kriteria Hasil : - pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang
penyalahgunaan zat, penurunan jumlah intake ( diet pada status nutrisi).
- Mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi / Implementasi :
1) Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi
R : Mengetahui pemasukan makan yang adekuat.
2) Tentukan program diet dan pola makanan pasien dibandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
3) R : Mengindentifikasi penyimpangan dari kebutuhan.
4) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung,
mual,muntah, pertahankan puasa sesuai indikasi. R : mempengaruhi pilihan
intervensi.
5) Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran,
dingin/lembab, denyut nadi cepat, lapar dan pusing.

R : secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang harus dikali dan


ditangani secara tepat.
6) Kolaborasi dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula darah dan diet.
R : Sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar gula darah.

c) Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan


perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
- Kriteria Hasil : - mengindentifikasi faktor-faktor risiko individu dan
intervensi untuk mengurangi potensial infeksi.
- pertahankan lingkungan aseptik yang aman.
Intervensi / Implementasi
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan,
adanya pus pada luka , sputum purulen, urin warna keruh dan berkabut.
R : pasien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetus
keadaan ketosidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.

2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik,


setiap kontak pada semua barang yang berhubungan dengan pasien
termasuk pasien nya sendiri.
R : mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan
infus, kateter folley, dsb).
R : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik
bagi pertumbuhan kuman.
4) Pasang kateter / lakukan perawatan perineal dengan baik.
R : Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih.
5) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Masase
daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dantetap
kencang (tidak berkerut). R : sirkulasi perifer bisa terganggu yang
menempatkan pasien pada penigkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit
/ iritasi dan infeksi.
6) Posisikan pasien pada posisi semi fowler.
R : memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang, menurunkan
terjadinya risiko hipoventilasi.
7) Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi.
8) penenganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.

d) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,


perubahan kimia darah, insufisiensi insulin,
peningkatan kebutuhan energi, status
hipermetabolisme/infeksi.
Tujuan : Rasa lelah berkurang / Penurunan rasa lelah Kriteria Hasil
:
- Menyatakan mapu untuk beristirahat dan peningkatan tenaga.
- mampu menunjukan faktor yang berpengaruh terhadap kelelahan.
- Menunjukan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi / Implementasi :
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas. Buat jadwal perencanaan
dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.
R : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2) Berikan aktivitas alternatif denagn periode istirahat yang cukup / tanpa
terganggu.
R : mencegah kelelahan yang berlebihan.
3) Pantau tanda-tanda vital sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.
R : mengidentifikasi tingkat aktivitas yang ditoleransi secara
fisiologi.Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah
tempat dan sebagainya.
R : dengan penghematan energi pasien dapat melakukan lebih banyak
kegiatan.
4) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
kemampuan / toleransi pasien.
R : meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai tingkat
aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.

e) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan salah interpretasi informasi/tidak mengenal sumber
informasi.
Tujuan : Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
- Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan.
- Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam
regimen perawatan.
Intervensi / Implementasi :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya.
2) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya
sekarang.
R : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan
keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
3) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
4) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan. R : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga
serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

5. EVALUASI
1. Tanda-tanda ketoasidosis teratasi tidak ada mual , muntah, nafas klien tidak
berbau keton, AGD normal.
2. Glukosa darah terpantau stabil dalam rentang normal. Puasa (70-110 mg/dl)
, 2 jan PP (120-200 mg/dl), sewaktu (< 200 mg/dl)
3. Keseimbangan energi memenuhi kebutuhan aktivitas , klien tampak tidak
lemas, dan bertoleransi terhadapa aktivitas.
4. Keseimbangan nutrisi adekuat , glukosa darah dalam rentang normal, berat
badan normal.
5. Mencapai pertumbbuhan dan perkembangan yang optimal, memiliki koping
individu dan keluarga yang baik.
6. Tidak terjadi/ adanya gejala-gejala infeksi, tidak terjadi infeksi, tanda-tanda
infeksi tidak ada (kalor, lugor, dolor, fungsiolesa), WBC (4,00-11,00 k/ul),
bebas eritema dan demam.
7. Cidera tidak terjadi, keamanan pasien terjaga, tidak terjadi cidera
6. HEALTH EDUCATION
1. Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa
yang menyebabkan, pengobatan, komplikasi dan pencegahannya.
2. Berikan penjelasan mengenai penggunaan insulin yang tepat.
3. Anjurkan klien untuk selalu menyediakan permen dan mengenali
tanda-tanda hipodlikemia.
4. Berikan penjelasan mengenai tanda-tanda pertumbuuhan dan
perkembangan yang ditoleransi klien.
5. Anjurkan keluarga klien mencatat hasil pemeriksaan gula darah
dan berkonsultasi dengan pelayan kesehatan untuk mengontrol
gula darah secara berkala

Laporan pendahuluan Askep Dm tipe II

1. Kasus.

Diabetes Melitus tipe II


2. Proses terjadinya masalah

A. DEFINISI
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan

gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang

disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner

dan Suddarth,2002).
Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :
a. Diabetes Mellitus type insulin, Insulin Dependen Diabetes Mellitus

(IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD),

penderita tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya

ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anakanak atau

usia muda dapat disebabkan karena keturunan.

b. Diabetes Mellitus type II, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus

(NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes

(MOD) terbagi dua yaitu :


1.) Non obesitas

2.) Obesitas

Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta

pancreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan

perifer.Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak

dengan obesitas.

c. Diabetes Mellitus type lain

1.) Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pancreas, kelainan

hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin,

kelainan genetik dan lain-lain.

2.) Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :

Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam

hidotinik

3.) Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama

kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan


kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon

chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk

mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

B. ETIOLOGI
Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui

dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui

bahwa Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang

menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang

mendasarinya.

Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab


yaitu:
1. Dibetes melitus tipe I

Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta

pankreas yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor:

a. Faktor genetik

Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi mewarisi

suatu predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I yaitu dengan

ditmukannya tipe antigen HLA (Human Leucolyte antoge)

teertentu pada individu tertentu.


b. Faktor imunologi

Pada diabetae tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga

antibody terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya

jaringan tersebut seolah-olah sebagai jeringan abnormal.

c. Faktor lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor

ekternal yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil

penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu

dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan

destruksi sel beta.

2. Diabetas Melitus Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin

dan gangguan sekresi insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum

diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses

terjadinya resistensi insulin dan juga terspat beberap faktor resiko

teetentu yang berhubngan dengan proses terjadinya diabetea tipe II

yaitu:

a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

d. Kelopok etnik tertentu

3. Faktor non genetik

a. Infeksi

Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah

mempunyai predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.

b. Nutrisi

a.) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.


b.) Malnutrisi protein

c.) Alkohol, dianggap menambah resiko


terjadinya

pankreatitis.
c. Stres

Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi

biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.

d. Hormonal

Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi,

akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma

karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma

karena kadar katekolamin meningkat.

C. MANIFESTASI KLINIK
Yang lazim terjadi, pada Diabetes Mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
1. Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat

sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga

terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan

elektrolit sehingga penderita mengeluh banyak kencing.

2. Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan

banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita lebih

banyak minum.

3. Polipagi (banyak makan)


Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel

mengalami starvasi (lapar).

4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini

disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa,

maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh

yang lain yaitu lemak dan protein.

5. Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol

fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat

terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan

pembentukan katarak.

D. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan

satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1)

Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat

peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200

mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah

penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun

pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan

aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.


Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada

Diabetes Mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam

urine penderita Diabetes Mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus
ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit

glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah

filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa

terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.

Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke

metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua

energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat

dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10

Meq/Liter.

E. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus

adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi

acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia

akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan

diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik,

diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan

insulin. Penyuluhan kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam

membantu klien mengatasi kondisi ini.

Penatalaksanaan Medik diantaranya :


1. Perencanaan makan

Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi seimbangan

dalam hal Karbohidrat (KH), Protein, lemak yang sesuai kecukupan

gizi :
a. KH 60 –70 %
b. Protein 10 –15 %

c. Lemak 20 25 %

Beberapa cara menentukan jumalah kelori uantuk pasien DM melalui

perhitungan menurut Bocca: Berat badan (BB) Ideal: (TB – 100) –

10% kg
1. BB ideal x 30% untuk laki-laki

2. BB ideal x25% untuk Wanita

Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-


hari:
▪ Ringan : 100 – 200 Kkal/jam

▪ Sedang : 200 – 250 Kkal/jam

▪ Berat : 400 – 900 Kkal/jam

2). Kebutuhhan basal dihituung seperti 1), tetapi ditambah kalori

berdasarkan persentase kalori basal:

▪ Kerja ringan ditambah 10% dari kalori basal

▪ Kerja sedang ditambah 20% dari kalori basal

▪ Kerja berat ditambah 40 – 100 % dari kalori basal ▪ Pasien

kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang

hamil atau menyesui, ditambah 20 –30-% dari kalori basal

3) Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai berikut:


▪ Pasien kurus : 2300 – 2500 Kkal

▪ Pasien nermal : 1700 – 2100 Kkal

▪ Pasien gemuk : 1300 – 1500 Kkal


2. Latihan jasmani

Dianjurkan latihian jasmani secara teratur (3 –4 x seminggu) selama

kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi

penyakit penyerta. Latihian yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki,

jogging, lari, renang, bersepeda dan mendayung. Sespat muingkain zona

sasaran yaitu 75 – 85 % denyut nadi maksimal : DNM = 220-umur (dalam

tahun)

3. Pengelolaan farmakologi

a) Obat hipoglikemik oral (OHO)

Golongansulfoniluresbekerjadengan cara:
▪ Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan

▪ Menurunkan ambang sekresi insulin

▪ Meningkatkna sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai bawah normal.

Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan untuk

pasien gemuk.

b) Inhibitor alfa glukosidase

Secara kompettitf menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam

saluran cerna sehingga menrunkan hiperglikemia pasca pransial.

c) Insulinsensitizingagent

Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai sfek

farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin sehingga bisa mengatasi


nasalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin

tanpa menyebabkan hipoglikemia.

F. KOMPLIKASI
1. Akut

a. Hypoglikemia

b. Ketoasidosis

c. Diabetik

2. Kronik

a. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah

jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

b. Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik,

nefropati diabetic.

c. Neuropati diabetic.

G. TEST DIAGNOSTIK
Kriteria diagnostik menurut WHO(1985) untuk diabetes melitus

pada orang dewasa tidak hamil, pada sedikitnya dua kali pemeriksaan:

1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

2. Glukosa plasma puasa/Nuchter >140 mg/dl ( 7,8 mmol/L)

3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah

mengkomsumsi 75 gr Karbohidrat ( 2 jam post prandial (pp)

>200 mg/dl (11,1 mmol/L)


Bukan DM Belum Pasti DM DM

Kadar GD Sewaktu:

I. Plasma vena <110 110 –199 > 200

II. Darah kapiler < 90 90 – 199 > 200

Kadar GD Puasa:

III. Plasma vena <110 110 –125 > 226

IV. Darah kapiler < 90 90 – 109 > 110

H. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin Diabetes

Mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata,

riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa

lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.

Hal yang perlu dikaji pada klien degan Diabetes Mellitus :


1. Aktivitas dan istirahat :

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat

dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan

koma.

2. Sirkulasi

Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan

pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah,

dan bola mata cekung.


3. Eliminasi

Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.


4. Nutrisi

Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,

mual/muntah.

5. Neurosensori

Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,

disorientasi, letargi, koma dan bingung.

6. Nyeri

Pembengkakan perut, meringis.


7. Respirasi

Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.


8. Keamanan

Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.


9. Seksualitas

Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan

terjadi impoten pada pria.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan

teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien

Diabetes Mellitus yaitu :

a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan/ / terputusnya

kontuinitas jaringan

b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka


c. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan

dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral.

e. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.

f. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik.

g. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat,

kesalahan interpretasi informasi.


. ANALISA DATA
Penulis menganalisa data dan diagnosa sesuai dengan temuan
di lapangan
NO DATA ETIOLOGI
Data Subyektif : Penurunan insulin tubuh
Klien merasa lemah
1. Klien mengatakan sebagi-an aktifitasnya Glukosa darah tidak dapat ditransfer kejaringan
dilakukan sendiri.
Data Obyektif :
Klien nampak lemah Glukagon otot menurun
Aktifitasnya sebagian dila-kukan sendiri.
Metabolisme karbohidrat menurun

ATP tidak terbentuk

Energi berkurang

Kelemahan

N DATA ETIOLOGI
O
Data subyektif : Penurunan insulin dalam tubuh
Klien mengeluh lemah
2.
Klien mengeluh berat badan menurun. Glukosa darah tidak dapat ditransfer ke jaringan
Klien mengatakan nafsu makan menurun.
Data obyektif : Starvasi (kelaparan sel)
Porsi makan tidak dihabiskan ( ½ – ¼ porsi)
Konjungtiva nampak pucat
Pemecahan lemak dan protein di hati

Penurunan BB

Menunjukkan nutrisi tubuh tidak adekuat

Data subyektif : - Peningkatan gula darah


3. Data obyektif :
Klien nampak lemah
Ada riwayat DM Pembatasan diet dan therapi Insulin
Therapi insulin 25-10-10
GDS : 397 mg/dl Gula darah tidak terkontrol

NO DATA ETIOLOGI

Data subyektif : - Penurunan insulin tubuh


Data obyektif :
Nampak luka pada kaki kiri (ibu jari)
Glukosa tidak dapat ditransfer ke jaringan
4 GDS 397 mg/dl

Peningkatan glukosa darah

Osmolaritas meningkat

Nutrisi dan O2 tidak dapat disuplai ke jaringan perifer


terutama ekstremitas kaki kiri

Luka dapat menyebabkan nekrose pada luka yang


tidak dirawat
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NAMA KLIEN : Ny. Z

RUANG RAWAT : kelas 1

DIAGNOSA MEDIS : diabetes melitus tipe 2

NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA INTERVENSI RA


KEPERAWATAN HASIL

1 Data Subyektif : Aktifitas ien tidak lemah 1. Kaji tingkat 1. Untuk menget
Klien klien lagi kemampuan klien klien dan men
merasa lemah terpenuhi d Semua dalam melakukan ntervensi selanju
Klien mengatakan aktifitasnya aktifitas.
sebagi-an dapat 2. Bantu/latih klien 3.Untuk m
aktifitasnya dilakukan berak-tifitas secara otot/kelemahan o
dilakukan sendiri. sendiri seperti bertahap.
Data Obyektif : bia-sanya 3. Libatkan keluarga
Klien misalnya dalam tindakan
nampak mandi, makan, keperawatan
lemah berjalan dll.
Aktifitasnya
sebagian
dilakukan
sendiri.
2 Data subyektif : ter- makan baik 1. HE tentang personal 1. Klien tida
Klien mengeluh Kebutuhan Porsi hygiene keluarga d
lemah nutrisi makan yang dapat terpen
Klien mengeluh penuhi disediakan dapat meng
berat badan Nafsu dihabis-kan pentingnya
menurun. Klien tidak badan).
Klien mengatakan lemah 2. Kaji kebiasaan makan 2. Untuk me
nafsu makan klien. makanan ya
menurun. 3. Timbang berat badan 3. Untuk men
Data obyektif : setiap hari atau sesuai atau penur
Porsi makan tidak indikasi. tindakan sel
dihabiskan ( ½ – ¼ 4. Sajikan makanan yang 4. Makan yang
porsi) hangat sesuai dengan selera maka
Konjungtiva program diet. 5. Agar dapat
5. Beri makan porsi kecil yang diperlu
nampak pucat
tapi sering, libatkan pada pasie
keluarga klien pada keluarga d
perencanaan makanan nutrisi klien
ini sesuai indikasi.
6. Kontrol gula darah
6. Kadar gula
tentang adan

7. Beri diet sesuai dengan


7. Untuk mem
kebutuhan
dalam bata
insulin.
data subyektif : - Hypoglikemia dengan 1. Observasi tandatanda 1. Agar dapat
Data obyektif : tidak terjadi kriteria: hypoglikemia adanya tand
3 Klien Klien tidak 2. Beri makan 15 2. Dengan pem
nampak merasa lemah menit setelah pemberian
lemah Tidak pemberian insulin mencegah
Ada riwayat DM ada 3. Ukur tanda-tanda 3. Sebagai in
Therapi insulin 25- tanda-tanda vital intervensi
10-10 hypoglike-mia perawatan s
GDS : 397 mg/dl seperti pucat,
tachicardi,
kulit teraba
dingin, mual,
muntah dan 1. Untuk
4 tremor. tanda-tanda
1. Observasi tanda-
membantu
Perluasan tanda perluasan radang
selanjutnya.
data subyektif : - infeksi dengan /infeksi.
2. Tekhnik asep
Data obyektif : tidak kriteria:
salah satu m
Nampak luka pada terjadi Luka 2. Lakukan/ganti kuman ke dal
kaki kiri (ibu jari) sembuh verband dengan tehnik
3. Cairan N
GDS 397 mg/dl dengan baik aseptik dan antiseptik
mengisap/me
Tidak 3. Kompres luka dengan
luka cepat ke
ada cairan NaCl 0,9 % tiap ganti
4. Untuk tan
nanah (pus) verband
dimanifestasi
4. Ukur tanda-tanda
Luka tidak tanda – tanda
melebar vital (TD, S, N, P).
5. Antibiotik
Luka membunuh k
5. Penatalaksanaan
nampak
pemberian antibiotik
kering.

Anda mungkin juga menyukai