Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERBILIRUBINEMIA

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

Dosen Pengampu: Ns. Zubaidah S.Kep., M.Kep

Di Susun Oleh :

Kelompok 2

Erna Febriyanti (22020113120026)

Celly Devita F (22020113130094)

Dewi Catur M (22020113130097)

Devi Nailil H (22020113130107)

Laura Ayudina Nasyiatul A (22020113140098)

A.13.2

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2015

Hiperbilirubinemia Page 1
A. PENGERTIAN HIPERBILIRUBENEMIA
Menurut Suriadi dan Yuliani (2006) hiperbilirubnemia adalah
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang melebihi nilai batas normal.
Menurut Hidayat (2008) hiperbilirubenemia, merupakansuatu kondisi bayi
yang baru lahir tepatnya pada minggu pertama dengan kadar bilirubin serum
total lebih dari 10 mg %. Biasanya kondisi ini ditandai dengan ikterus atau
yang dikenal ikterus neonatarum. Hiperbilirubenemia ini terjadi karena
meningkatnya kadar bilirubin dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga
menyebabkan konjungtiva, kulit, mukosa berwarna kuning.
Hiperbilirubenemia akan berpotensi besar terjadi ikterus, yaitu kondisi dimana
terjadi kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak.
Pada lingkungan yang normal, kadar bilirubin serum indirek adalah 1-
3 mg/Dl. Kadar bilirubin ini biasanya naik dengan kecepatan kurang dari 5
mg/dL per 24 jam. Tetapi berangsur-angsur kadar bilirubin bayi yang matur
bisa mencapai 5-10 mgdL. Ikterus terlihat pada hari ke 2 -4 mencapai 5-6
mg/dl. Pada hari ke 5-7 sudah menurun sampai 2 mg/dL. Pada bayi yang
matur bisa mempunyai kadar bilirubin indirek lebih besar dari 12,9 mg/dL
yang disebabkan oleh beberapa factor seperti obat-obatan, polisitemia,
pemberian ASI dan lain-lain. Kadar bilirubin indirek pada bayi yang matur ini
bisa menurun sampai 1 mg/dl pada umur 10-14 hari.
Pada bayi yang lahir premature kadar bilirubin normalnya yaitu 10
mg/dL. Pada bayi premature kadar bilirubin serum mengalami kenaikan yang
sama atau lebih lambat dibandingkan dengan bayi matur. tetapi bayi
premature ini mempunyai jangka waktu yang lebih lama. Kenaikan hingga 8-
12 mg/dL tidak dicapai sebelum hari ke 5-7. (Arvin, 1999)

B. ETIOLOGI HIPERBILIRUBINEMIA
Hiperbilirubnemia dapat disebabkan oleh :
1. Peningkatan bilirubin yang terjadi karena disebabkan oleh polycetlietnia,
isoimmun hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah
merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisiat, kortikosteroid,
klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler, cephalhematoma, ecchymosis.

Hiperbilirubinemia Page 2
2. Adanya gangguan fungsi hati,seperti defisiensi glukoronil
transferase,obstruksi empedu atau atresia biliari, infeksi, masalah
inetabolik, galaktosemia hypothyroidisme, jaundice ASI.

C. IKTERUS NEONATORUM
Dari sepertiga bayi yang dilahirkan setiap harinya maka antara hari
kedua dan hari kelima kehidupan mengalami dua hal yaitu ikterus fisiologis
pada neonates. Kadar bilirubin serum saat lahir adalah 1,8 hingga 2,8 mg/dL.
Kadar bilirubin akan meningkat selama beberapa hari berikutnya setelah lahir
dengan variasi yang berbeda setiap individunya. Antara hari ketiga dan
keempat, kadar bilirubin pada bayi matur biasanya mencapai kadar 5 sampai
10 mg/dL. Pada konsentrasi ini, maka kondisi ikterus pada bayi akan terlihat.
Sebagian besar bilirubin berada dalam bentuk bebas atau tidak terkonjugasi.
Salah satu penyebab kondisi ini adalah imaturitas sel hati sehingga konjugasi
bilirubin dengan asam glukuronat berkurang dan ekskresi dalam empedu akan
menurun. Reabsorbsi bilirubin bebas akibat pemecahan enzimatik bilirubin
glukuronida oleh aktivitas kojugase usus pada usus neonates juga terlihat
sangat berperan dalam hiperbilirubinemia transien ini.
Pada bayi premature, ikterus biasa terjadi dan biasanya kondisinya
lebih parah dan lama dibandingkan pada bayi aterm, karena kurangnya tingkat
kematangan enzim hati. Peningkatan kerusakan eritrosit oleh kausa apa pun
juga berperan menyebabkan hiperbilirubinemia. (Leveno, et al., 2009)
Hiperbilirubinemia diklasifikasikan menjadi dua macam :
1. Hiperbilirubin Neonatus Fisiologis
Biasanya timbul pada hari kedua dan ketiga dan menghilang pada
minggu pertama, paling lambat terjadi pada 10 hari pertama setelah lahir.
Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus yang
cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus yang kurang bulan, kecepatan
peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% setiap hari, kadar
bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
2. Hiperbilirubin Neonatus Patologis
Hiperbilirubin ini terjadi pada 24 jam pertama, kadar bilirubin
serum melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan melebihi 12,5

Hiperbilirubinemia Page 3
mg% pada neonatus yang kurang bulan, terjadi peningkatan bilirubin
lebih dari 5 mg% per hari, ikterusnya menetap sesudah dua minggu
pertama dan kadar bilirubin direk melebihi 1 mg% (Hidayat & Alimul,
2008).

D. MANIFESTASI KLINIS (Suriadi & Yuliani, 2001)


1. Terlihat ikterus : sklera, kuku, atau kulit dan membran mukosa. Jaundice
yang terlihat dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan mencapapi
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun saat hari ke
lima sampai hari ke tujuh, yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
2. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung terlihat kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit terlihat berwarna kuning kehijauan atau keruh.
Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
3. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja pucat.

E. PATOFISIOLOGI (Suriadi & Yuliani, 2001)


1. Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglogin oleh kerja heme oksidase, biliverdin reduktase dan agen
pereduksi nonenzimatik dalam system retikuloendotelial.
2. Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin terkonjugasu diambil oleh
protein intraseluler Y protein dalam hati. Pengambilan tergantung pada
aliran darah hepatic dan adanya ikatan protein.
3. Bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam hati dirubah oleh enzim asam
uridin disfosfoglukuronat (UDPGA; Uridin Diphospgoglucuronic Acid).
Glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan diglukuronida yang
polar larut dalam air.
4. Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melalui
ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melalui
membrane kanalikular

Hiperbilirubinemia Page 4
5. Akhirnya dapat masuk ke system gastrointestinal dengan diaktifkan oleh
bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin
diabsorbsi kembali menjadi sirkulasi enteroheptik
6. Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang
larut lemak, tak terkonjugasi, non polar
7. Pada bayi hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari
defisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya
pengambilan dalam hepatic kemungkinan karena penurunan protein
hepatic sejalan dengan penurunan aliran darah hepatic
8. Jaundice yang terkai dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukuronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak
bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah lahir.
Dimana terdapat kenaikan bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25
sampai 30 mg/dl selama minggu ke-2 sampai minggu ke-3. Biasanya
dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun 10 minggu.
9. Jika pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun berang
sur-angsur dan dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada kadar
yang lebih rendah.
10. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan
cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari.
11. Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan penggantian ASI dengan
formulamenfakibatkan penurunan bilirubin serum dengan cepat,
sesudahnya pemberianASI dapat dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak
kembali ke kadar yang tinggiseperti sebelumnya.
12. Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalan 24
jam pertamakelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis,
muncul antara 3 sampai5 hari sesudah lahir.

F. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus
terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris,
jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan
organ hati (seperti ukuran tepi dan permukaan), ditemukan adanya

Hiperbilirubinemia Page 5
pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung empedu dan masa
abdominal, selaput lender, kulit berwarna merah tua, kuning, pucat, urine
pekat warna teh, pallor konvulsi, letargi, tangisan dengan nada tinggi
(melengking), iritabilitas, penurunan kekuatan otot (hipotonia), penurunan
refleks menghisap, gatal, tremor, dan convulsio (kejang perut).
Metode Kramer Tabel Hubungan Kadar Bilirubin dengan Ikterus
Derajat Daerah Ikterus Perkiraan Kadar
Ikterus Bilirubin (rata-rata)
Aterm Prematur
1 Kepala sampai leher 5,4 -
2 Kepala, badan sampai dengan 8,9 9,4
umbilikus
3 Kepala, badan, paha sampai dengan 11,8 11,4
lutut
4 Kepala, badan, ektremitas sampai 15,8 13,3
dengan pergelangan tangan dan kaki
5 Kepala, badan, semua ekstremitas
sampai dengan ujung jari
(Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2003)

Hiperbilirubinemia Page 6
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK (Suriadi & Yuliani, 2001)
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia pada pemeriksaan diagnostik
ditemukan adanya Rh darah ibu dan janin berlainan, kadar bilirubin bayi
aterm lebih dari 12,5 mg/dl, premature lebih dari 15 mg/dl, dan dilakukan tes
comb.
1. Bisa dilakukan dengan pemeriksaan bilirubin serum, pemeriksaan ini
digunakan untuk mengetahui kadar bilirubin serum pada bayi yang baru
lahir, khusunya untuk bayi yang terlahir premature.
2. Pemeriksaan ultrason yang berfungsi untuk mengevaluasi anatomi cabang
dari kantong empedu
3. Pemeriksaan dengan radioisotope scan yang digunakan untuk membantu
membedakan hepatitis dari atresiabiliari

H. PENATALAKSANAAN (Suriadi & Yuliani, 2001)


1. Fototerapi: dilakukan apabila telah dipastikan hiperbilirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada bilirubin dan biliverdin. Walaupun cahaya biru
memberikan panjang gelombang yang tepat untuk fotoaktivasi bilirubin
bebas, cahaya hijau dapat mempengaruhi fotoreaksi bilirubin yang terikat
albumin. Cahaya menyebabkan reaksi fotokimia dalam kulit
(fotoisomerisasi) yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi ke dalam
fotobilirubin, yang kemudian diekresikan dalam hati setelah itu empedu.
Kemudian produk akhir reaksi adalah reversibel dan diekskresikan ke
dalam empedu tanpa perlu konjugasi.
Indikasi Fototerapi Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum

Dengan Faktor
Usia Bayi Cukup Bulan Sehat
Risikoa

Mg/dl mol/1 Mg/dl mol/1

Hari ke-1 Kuning terlihat pada bagian tubuh manapun b

Hari ke-2 15 260 13 220

Hari ke-3 18 310 16 270

Hiperbilirubinemia Page 7
Hari ke-4 20 340 17 290

Dan seterusnya

a. Faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir
sebelum kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis dan sepsis.
b. Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan
terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka
digolongkan sebagai ikterus sangat parah dan memerlukan fototerapi
secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin
serum untuk memulai fototerapi.
Indikasi fototerapi pada bayi berat badan lahir rendah

Berat Badan (g) Kadar Bilirubin (mg/dL)

< 1000 Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam


pertama

1000 1500 79

1500 2000 10 12

2000 2500 13 15

2. Fenobarbital: dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar


konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang
kemudian dapat membuat peningkatan pada bilirubin konjugasi dan
clearance hepatik pada pigmen dalam empedu, sintesis protein dimana hal
tersebut mampu meningkatkan albumin untuk mengikat bilirubin.
Fenobarbital tidak begitu dianjurkan untuk dipakai.
3. Antibiotik: diberikan apabila terkait dengan infeksi
4. Transfusi tukar: apabila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.
Pemberian transfusi tukar dilakukan apabila kadar bilirubin indirek
20 mg%, kanaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1 mg/jam, anemia
berat dengan gejala gagal jantung dan kadar hemoglobin tali pusat 14 mg
%, dan diuji Coombs direk positif.

Hiperbilirubinemia Page 8
Cara pelaksanaan transfusi tukar adalah sebagai berikut.
- Dianjurkan pasien bayi untuk puasa 3-4 jam sebelum transfusi tukar.
- Pasien disiapkan di kamar khusus.
- Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada bayi.
- Baringkan pasien dalam keadaan telentang dan buka pakaian pada
daerah perut.
- Lakukan transfusi tukar sesuai dengan protap.
- Lakukan observasi keadaan umum pasien, catat jumlah darah yang
keluar dan masuk.
- Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat.
- Pariksa kadar hemoglobin dan bilirubin setiap 12 jam. (Hidayat, 2008)

I. ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus
Bayi A perempuan (usia 0 hari) lahir spontan dirawat di ruang
perinatologi. Berat lahir 2550 gram, panjang badan 45 cm, usia gestasi 37
minggu. Pada saat anda melakukan pemeriksaan fisik, ditemukan warna kulit
bayi kuning, bayi cukup aktif, tanda vital : suhu tubuh 36,7C, nadi 144
kali/menit, pernapasan 46 x/menit. Berdasarkan hasil laboratorium, bayi
mengalami hiperbilirubinemia. Buatlah konsep dan asuhan keperawatan
dalam bentuk mind mapping pada kasus tersebut.
A. IDENTITAS KLIEN
1. Identitas Klien
Nama : Bayi A
Umur : 0 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Alamat : Banaran 01/06 Gagak Sipat, Boyolali
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Pendidikan Terakhir : S1
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan klien : Ibu kandung
Alamat : Banaran 01/06 Gagak Sipat, Boyolali
B. Pemeriksaan Fisik

Hiperbilirubinemia Page 9
BB : 2550 gram
PB : 45 cm
Usia gestasi : 37 minggu
C. Tanda-tanda vital
Suhu : 36,7C
Nadi : 144 x/menit
RR : 46 x/menit

Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan

1) Ikterik neonatus Keadaan kulit bayi 1. Meninjau sejarah ibu


berhubungan dengan membaik dlam waktu 24 dan bayi untuk faktor
warna kulit kuning jam risiko
pada bayi Kriteria hasil : hiperbilirubinemia
2. Amati tanda-tanda
- Kadar bilirubin dalam
ikterus
batas normal
3. Melaporkan hasil
- Kulit tidak berwarna
laboratorium untuk
kuning
praktisi primer
4. Tempatkan bayi di
isolette
5. Ubah posisi bayi setiap
4 jam atau per protokol
2) Resiko terjadi Injuri Tidak terjadi Injuri dalam 1. Kaji hiperbilirubin tiap
berhubungan dengan waktu 6 x 24jam 1-4 jam dan catat
peningkatan serum Kriteria hasil : 2. Berikan fisioterapi
bilirubin sekunder dari - Adanya kontak mata sesuai program
pemecahan sel darah waktu mata dibuka 3. Monitor kadar bilirubin
merah dan gangguan - Adanya respon ketika 4-8 jam sesuai program
ekskresai bilirubin diajak bicara 4. Antisipasi kebutuhan
Data penunjang : - Bayi bebas dari transfusi tukar
- Sklera kuning komplikasi 5. Monitor Hb dan Hct

Hiperbilirubinemia Page 10
- Kadar bilirubin
meningkat
3) Risiko kurangnya Volume cairan tubuh bayi 1. Pertahankan intake
volume cairan normal dan stabil dalam cairan
berhubungan dengan waktu 6 x 24 jam 2. Berikan minum sesuai
hilangnya air tanpa Kriteria hasil : jadwal (Rahma, 2012)
disadari sekunser dari - Volume cairan tubuh 3. Monitor intake dan
fisioterapi normal output
Data penunjang : - Membran mukosa 4. Berikan terapi infus
Data Obyektif : lembab sesuai program bila
- Warna kulit kuning indikasi:
5. Meningkatnya
temperatur,
meninkatnya
konsentrasi urine dan
cairan hilang berlebihan
6. Kaji dehidrasi:
membran mukosa,
ubun-ubun, turgor kulit,
mata
7. Monitor temperatur tiap
2 jam
4) Gangguan Integritas Keadaan kulit bayi 1. Monitor warna dan
kulit berhubungan membaik dlam waktu 24 keadaan kulit setiap 4
dengan jaundice jam 8 jam
Data penunjang : Kriteria hasil : 2. Monitor kadaan
DS : - Kadar bilirubin dalam bilirubin direks dan
Orang tua mengatakan batas normal indireks, laporkan pada
warna kulit bayinya - Kulit tidak berwarna DO jika ada kelainan
kuning kuning 3. Ubah posisi miring atau

Hiperbilirubinemia Page 11
DO : - Daya isap bayi tengkurap. Perubahan
Kulit dan seklera kuning meningkat posisi setiap 2 jam
berbarengan dengan
perubahan posisi,
lakukan massage dan
monitor keadaan kulit.
4. Jaga kebersihan dan
kelembaban kulit 5.
Pemeriksaan lab
(Bilirubin)
5) Kecemasan orang tua Orang tua tidak cemas 1. Pertahankan kontak
berhubungan dengan yang ditandai dengan orang tua bayi
2. Jelaskan kondisi bayi,
kondisi bayi dan mengekspresikan perasaan
perawaatn dan
gangguan bonding perhatian pada bayi dan
pengobatannya
aktif dalam partisipasi
3. Ajarkan orang tua
perawatan bayi
untuk mengekspresikan
perasaan, dengarkan
rasa takutnya dan
perhatian orang tua
6) Kurangnya Orang tua memahami 1. Ajak orang tua untuk
pengetahuan kondisi bayi dan alasan diskusi dengan
berhubungan dengan pengobatan, dan menjelaskan tentang
pengalaman orang tua berpartisipasi daam fisiologis, alasan
perawatan bayi : dalam perawatan, dan
pemberian minum, dan pengobatan
2. Libatkan dan ajari
mengganti popok
orang tua dalam
perawatan bayi
3. Jelaskan komplikasi
dengan mengenal tanda
dan gejala; lethargi,

Hiperbilirubinemia Page 12
kekuatan otot,
menangis terus, kejang
dan tidak meu
makan/minum,
meningkatnya
temperatur dan
tangisan yang
melengking

DAFTAR PUSTAKA

Arvin, B. K. (1999). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC .

Hidayat, A. A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan


Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Leveno, K. J., Cunningham, F. G., Gant, N. F., Alexander, J. M., Bloom, S. L., Casey,
B. M., et al. (2009). Obstetri Williams Panduan Ringkasan. Jakarta: EGC.

Hiperbilirubinemia Page 13
Moeslichan, Surjono, A., Suradi. R., Rahardjani, K.B., Usman.A., Rinawati, et al.,
(2004). Tatalaksana Ikterus Neonaum.
perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3194.doc

Nanda. (2012). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. (T. H.


Herdman, Ed.). Jakarta: EGC.

Rahmah, Yetti, K., & Besral. (2012). Pemberian Asi Efektif Mempersingkat Durasi
Pemberian Fototerapi. Keperawatan Indonesia, 15, 3946.

Surasmi, A., Handayani, S., & Kusuma, H. N. (2003). Perawatan Bayi Risiko Tinggi.
Jakarta: EGC.

Suriadi, & Yuliani, R. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak (1st ed.). Jakarta: PT
Fajar Interpratama.

Suriadi, & Yuliani, R. (2006). Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.

Hiperbilirubinemia Page 14

Anda mungkin juga menyukai