Anda di halaman 1dari 5

I.

Pendahuluan
Menurut Taylor racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatif kecil bila
masuk kedalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan
penyakit atau kematian ( 1 ) . Baygon termasuk kedalam racun serangga ( insektisida ).
Berdasarkan struktur kimianya insektisida dapat digolongkan menjadi : (1,3)
1. Insektisida golongan fospat organik ; seperti : Malathoin, Parathion, Paraoxan ,
diazinon, dan TEP.
2. Insektisida golongan karbamat ; seperti : carboryl dan baygon
3. Insektisida golongan hidrokarbon yang diklorkan ; seperti ,DDT endrin , chlordane,
dieldrin dan lindane.
Keracunan akibat insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan pecobaan bunuh
diri , jarang sekali akibat pembunuhan ( 3 ) .
II. Cara Kerja Racun
Bila dilihat dari cara kerjanya , maka insektisida golongan fospat organik dan golongan
karbamat dapat dikategorikan dalam antikolinesterase ( Cholynesterase inhibator
insectisides ) , sehingga keduanya mempunya persamaan dalam hal cara kerjanya , yaitu
merupakan inhibator yang langsung dan tidak langsung terhadap enzim kholinesterase
( 2,3,4 ).
Racun jenis ini dapat diabsorbsi melalui oral , inhalasi , dan kulit. Masuk ke dalam tubuh
dan akan mengikat enzim asetil kholinesterase ( AChE ) sehingga AChE menjadi inaktif
maka akan terjadi akumulasi dari asetilkholin. ( 2,3 )
Kita dapat menduga terjadinya keracunan dengan golongan ini jika : ( 3 )
1. Gejala gejala timbul cepat , bila > 6 jam jelas bukan keracunan dengan insektisida
golongan ini.
2. Gejala gejala progresif , makin lama makin hebat , sehingga jika tidak segera
mendapatkan pertolongan dapat berakibat fatal , terjadi depresi pernafasan dan blok
jantung.
3. Gejala gejala tidak dapat dimasukkan kedalam suatu sindroma penyakit apapun ,
gejala dapat seperti gastro enteritis , ensephalitis , pneumonia, dll.
4. Dengan terapi yang lazim tidak menolong.
5. Anamnesa ada kontak dengan keracunan golongan ini.
III. Gejala gejala Keracunan ( 3 )
Manifestasi utama keracunan adalah gangguan penglihatan , gangguan pernafasan dan
hiper aktif gastro intestinal.
Keracunan Akut
Gejala gejala timbul 30 60 menit dan mencapi maksimum dalam 2 8 jam.

1. Keracunan ringan :
Anoreksia , sakit kepala , pusing , lemah , ansietas , tremor lidah dan kelopak mata ,
miosis, penglihatan kabur.
2. Keracunan Sedang :
Nausia, Salivasi, lakrimasi , kram perut , muntah muntah , keringatan , nadi lambat
dan fasikulasi otot.
3. Keracunan Berat :
Diare , pin point , pupil tidak bereaksi , sukar bernafas, edema paru , sianons , kontrol
spirgter hilang , kejang kejang , koma , dan blok jantung.
Keracunan Kronis
Penghambatan kolinesterase akan menetap selama 2 6 minggu ( organofospat ) .
Untuk karbamat ikatan dengan AChE hanya bersifat sementara dan akan lepas kembali
setelah beberapa jam ( reversibel ) .
Keracunan cronis untuk karbomat tidak ada.
Gejala gejala bila ada menyerupai keracunan akut yang ringan , tetapi bila eksposure
lagi dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan gejala gejala yang berat.
Kematian biasanya terjadi karena kegagalan pernafasan , dan pada penelitian
menunjukkan bahwa segala keracunan mempunyai korelasi dengan perubahan dalam
aktivitas enzim kholinesterase yang terdapat pada pons dan medulla ( Bajgor , 1971 ).
Kegagalan pernafasan dapat pula terjadi karena adanya kelemahan otot pernafasan ,
spasme bronchus dan edema pulmonum.
IV. Diagnosis
Kriteria diagnosis pada keracunan adalah : ( 1 )
1. Anamnesa kontak antara korban dengan racun.
2. Adanya tanda tanda serta gejala yang sesuai dengan tanda dan gejala dari
keracunan racun yang diduga.
3. Dari sisa benda bukti harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut memang
racun yang dimaksud.
4. Dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan yang sesuai
dengan keracunan dari racun yang diduga ; serta dari bedah mayat tidak ditemukan
adanya penyebab kematian lain.
5. Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologik , harus dapat dibuktikan adanya racun
serta metabolitnya dalam tubuh atau cairan tubuh korban , secara sistemik.

Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologik dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium


dengan menentukan kadar AChE dalam darah dan plasma ( penentuan aktivitas enzim
kholinesterase ) yaitu dengan cara EDSON can ACHOLEST ( 3 )
1. Cara Edson
Prinsipnya berdasarkan perubahan pada pH darah
AChE AChE cholin + asam asetat
Ambil darah korban , ditambahkan indikator brom thymolblue, didiamkan beberapa
saat , maka akan terjadi perubahan warna. Warna tersebut dibandingkan dengan warna
standard pada comparator disc, maka dapat ditentukan kadar AChE dalam darah.
% aktifitas AChE darah Interpretasi
75 % 100 % dari normal
50 % 75 % dari normal
25 % 50 % dari normal
0 % 25 % dari normal Tidak ada keracunan
Keracunan ringan
Keracunan sedang
Keracunan berat
2. Cara Acholest
Diambil serum darah korban diteteskan pada kertas Acholest , bersamaan dengan kontrol
serum darah normal.
Kertas Acholest sudah terdapat ACh dan indikator dan perubahan warna kertas tersebut
dicatat waktunya. Perubahan warna harus sama dengan perubahan warna pembanding
( serum normal ) yaitu warna kuning telur ( yolk ).
Interpretasi :
Kurang 8 menit , tidak ada keracunan
20 35 menit , keracunan ringan
35 150 menit , keracunan berat
V. Pengobatan
Pada pasien yang sadar :
Kumbah lambung
Injeksi sulfas atropin 2 mg ( 8 ampul ) Intra muscular
30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA ( 2 ampul ) i.m , diulang tiap 30 menit sampai
artropinisasi

Setelah atropinisasi tercapai , diberikan 0 , 25 mg SA ( 1 ampul ) i.m tiap 4 jam selama


24 jam .
Pada pasien yang tidak sadar
Injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena ( 16 ampul )
30 menit kemudian berikan SA 2 mg ( 8 ampul ) i.m , diulangi setiap 30 menit sampai
os sadar.
Setelah os sadar , berikan SA 0,5 mg ( 2 ampul ) i.m sampai tercapai atropinisasi,
ditandai dengan midriasis , fotofobia, mulut kering , takikardi, palpitasi , tensi terukur.
Setelah atropinisasi tercapai , berikan SA 0,25 mg ( 1 ampul ) i.m tiap 4 jam selama 24
jam.
Pada Pasien Anak ( 5,6 )
Lakukan tindakan cuci lambung atau membuat penderita muntah.
Lakukan pernafasan buatan bila terjadi depresi pernafasn dan bebaskan jalan nafas dari
sumbatan sumbatan.
Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata, bersihkan dengan air.
Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 0,05 mg / Kg BB secara intra vena dan
dapat diulangi setiap 5 10 menit sampai timbul gejala atropinisasi. Kemudian berikan
dosis rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan selama 24 jam.
Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 gram secara intra vena sangat
perlahan lahan atau melalui ivfd
Pengobatan simtomatik dan suportif.

VI. Pemeriksaan Post Mortem Pada Keracunan Baygon


A. Pemeriksaan Luar 2,3
1. Pakaian. Perhatikan apakah ada bercak bercak racun, distribusi dari
bercak dan bau bercak tersebut. Dari distribusi bercak racun kita dapat memperkirakan
cara kematian, apakah bunuh diri atau pembunuhan. Pada kasus bunuh diri, distribusi
bercak biasanya teratur pada bagian depan, tengah dari pakaian. Sedangkan pada kasus
pembunuhan, distribusi bercak biasanya tidak teratur.
2. Lebam mayat ( livor mortis ).Lebam mayat pada kasus Keracunan Baygon
menunjukkan warna yang sama dengan keadaan kematian normal, yaitu warna lebam
mayat adalah livide. Hal ini berbeda dengan keracunan CO dimana lebam akan berwarna
cherry red ( = warna COHb ). Pada keracunan sianida, lebam akan berwarna merah
terang ( = warna HbO2 ), karena kadar HbO2 dalam darah vena tinggi.
3. Bau yang keluar dari mulut dan hidung. Dilakukan dengan jalan menekan dada dan

kemudian mencium bau yang keluar dari mulut dan hidung, kita dapat mengenali bau
khas dari bahan pelarut yang dipakai untuk melarutkan insektisida ( transflutrin ).
B. Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam kasus keracunan ( secara umum ), umumnya tidak akan
dijumpai kelainan kelainan yang khas atau yang spesifik yang dapat dijadikan
pegangan untuk menegakan diagnosis/menentukan sebab kematian karena keracunan
sesuatu zat. Hanya sedikit dari racun racun yang dapat dikendalikan berdasarkan
kelainan kelainan yang ditemukan pada saat pemeriksaan mayat.
Pada kasus Keracunan Baygon ini juga tidak dijumpai adanya kelainan yang khas.
Beberapa kelainan yang didapat menunjukkan tanda tanda yang berhubungan dengan
edema serebri, edema pulmonum dan konvulsi. Bau dari zat pelarut mungkin dapat
dideteksi. Diagnosis dapat ditegakan dari riwayat penyakit, gejala keracunan yang
kompleks dan tidak khas serta dari pemeriksaan laboratorium, yaitu dengan
kromatografi lapisan tipis (thin layer chromotography ). Spektrofotometrik dan gas
kromatografi.
Jadi jelaslah bahwa pemeriksaan analisa kimia ( pemeriksaan toksikologi ) untuk
menentukan adanya racun dan menentukan sebab kematian korban mutlak dilakukan
pada setiap kasus keracunan atau yang diduga mati akibat racun. Pembedahan mayat
berguna untuk menyingkirkan kemungkinan kemungkinan lain sebagai penyebab
kematian dan bermamfaat untuk memberikan pengarahan pemeriksaan toksikologi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Idrieas, AM, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Ed . Pertama, Jakarta: Binarupa
Aksara, 1997, Hal : 259 263
2. Frank, C. Lu, Toksikologi Dasar, Ed. Kedua ( Terj ), Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1995, Hal : 328 329
3. Gani, MH, Catatan Materi Kuliah Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran
Forensik Universitas Andalas, Padang, 2001, Hal : 111 139
4. Junandi, Purnawan: Kapita Selekta Kedokteran edisi 2, Penerbit Medica Aesculapius FK
UI, Jakarta, 1994, Hal : 196 197
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 3, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI, 1985, Hal : 980 982
6 William Yip Chin Ling, Pedoman Praktis Kedaruratan Pada Anak ( Terj ), Jakarta,
Penerbit Universitas Indonesia, Hal : 346 348

Anda mungkin juga menyukai

  • Gaya Senaaam
    Gaya Senaaam
    Dokumen3 halaman
    Gaya Senaaam
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Surat MW 2
    Surat MW 2
    Dokumen1 halaman
    Surat MW 2
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Makan Minum DM
    Makan Minum DM
    Dokumen2 halaman
    Makan Minum DM
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Pendkes 1 D, E, F
    Pendkes 1 D, E, F
    Dokumen2 halaman
    Pendkes 1 D, E, F
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Gaya Senaaam
    Gaya Senaaam
    Dokumen3 halaman
    Gaya Senaaam
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan ALL
    Pembahasan ALL
    Dokumen6 halaman
    Pembahasan ALL
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Lembar Balik HT
    Lembar Balik HT
    Dokumen1 halaman
    Lembar Balik HT
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Lembar Balik HT
    Lembar Balik HT
    Dokumen1 halaman
    Lembar Balik HT
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Gaya Senaaam
    Gaya Senaaam
    Dokumen3 halaman
    Gaya Senaaam
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Healthcare Associated Infections
    Healthcare Associated Infections
    Dokumen1 halaman
    Healthcare Associated Infections
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Igd 1
    Jurnal Igd 1
    Dokumen9 halaman
    Jurnal Igd 1
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • LP BRPN
    LP BRPN
    Dokumen2 halaman
    LP BRPN
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Aplikasi Dan Utilitas Klinik Glasgow Coma Scale Over Time
    Aplikasi Dan Utilitas Klinik Glasgow Coma Scale Over Time
    Dokumen6 halaman
    Aplikasi Dan Utilitas Klinik Glasgow Coma Scale Over Time
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Cover Laporan Asuhan Keperawatan Stase Maternitas
    Cover Laporan Asuhan Keperawatan Stase Maternitas
    Dokumen1 halaman
    Cover Laporan Asuhan Keperawatan Stase Maternitas
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Algoritma
    Daftar Pustaka Algoritma
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka Algoritma
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Tindakan Keperawatan Waham Keluarga
    Tindakan Keperawatan Waham Keluarga
    Dokumen1 halaman
    Tindakan Keperawatan Waham Keluarga
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Intervensi Kelompok Icu
    Intervensi Kelompok Icu
    Dokumen4 halaman
    Intervensi Kelompok Icu
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Tummak
    Tummak
    Dokumen18 halaman
    Tummak
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Validitas Cvi
    Validitas Cvi
    Dokumen3 halaman
    Validitas Cvi
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Music
    Music
    Dokumen2 halaman
    Music
    NILA
    Belum ada peringkat
  • Bayi Prematur Fiks
    Bayi Prematur Fiks
    Dokumen19 halaman
    Bayi Prematur Fiks
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • BAHAN
    BAHAN
    Dokumen3 halaman
    BAHAN
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Bronkopnumonia 1
    Bronkopnumonia 1
    Dokumen22 halaman
    Bronkopnumonia 1
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Revisi Go
    Revisi Go
    Dokumen4 halaman
    Revisi Go
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Pengertian Hiperbilirubenemia
    Pengertian Hiperbilirubenemia
    Dokumen14 halaman
    Pengertian Hiperbilirubenemia
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Latar Belakang Masalah
    Latar Belakang Masalah
    Dokumen3 halaman
    Latar Belakang Masalah
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • RMDK
    RMDK
    Dokumen12 halaman
    RMDK
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat
  • Definisi Bermain
    Definisi Bermain
    Dokumen10 halaman
    Definisi Bermain
    Uchy Capcuz
    100% (2)
  • Tipe Kehilangan
    Tipe Kehilangan
    Dokumen1 halaman
    Tipe Kehilangan
    Maulanabayu Dewangga Part III
    Belum ada peringkat