Mahasiswa Program Magister Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Kesehatan merupakan hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Peraturan lain dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 4 disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan, serta pada Pasal 5 ayat (2) disebutkan setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi individu atau masyarakat. Dan karena itu, terselenggaralah upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk Upaya Kesehatan Perseorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat seperti yang dilakukan oleh perawat dalam melakukan praktik mandiri. Semakin maraknya dibuka praktik mandiri perawat merupakan salah satu dampak dari disyahkannya Undang- Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Di satu sisi hal tersebut menunjukkan upaya kontribusi perawat dalam meningkatkan taraf kesehatan masyarakat. Adanya praktik mandiri perawat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan sesuai dengan pilihannya. Namun, di sisi lain pendirian praktik mandiri perawat perlu ditinjau ulang mengenai urgensi, kompetensi dan regulasi yang mendasarinya. Hal ini menjadi hal yang penting untuk dikritisi karena pelaksanaan praktik mandiri sering ditemukan perawat melakukan tindakan invasif seperti pemberian obat parenteral, hechtingluka bahkan sampai melakukan bedah minor. Padahal tindakan-tindakan tersebut bukan merupakan kewenangan perawat. Hal tersebut dapat terjadi karena banyak perawat yang belum memahami batasan dan wewenang praktik mandiri perawat, sehingga tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan kebijakan. Lahirnya Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan seharusnya dapat memberikan kejelasan dan mengontrol praktik mandiri perawat di masyarakat. Undang-Undang ini menjadi tantangan bagi perawat untuk membuktikan bahwa perawat adalah profesi tenaga kesehatan yang mampu menyelenggarakan pelayanan keperawatan secara bertanggung jawab, akuntabel, bermutu, aman, dan terjangkau oleh perawat yang memiliki etik dan moral tinggi, sertifikat, registrasi dan lisensi. Dengan tuntutan semacam itu maka profesi perawat harus dapat menjawabnya dengan memberikan pelayanan secara profesional. Sehingga perawat yang melakukan praktik mandiri hendaknya memahami hak dan batasan wewenangnya, serta akan lebik baik jika memiliki sertifikat keilmuan tertentu, seperti perawatan luka, perawatan stoma, dll. Syarat dan ketentuan dalam membuka praktik mandiri perawat yang tertuang dalam Undang-Undang Keperawatan tersebut yaitu (1) perawat yang menjalankan praktik keperawatan wajib memiliki izin; (2) izin diberikan dalam bentuk SIPP; (3) untuk mendapatkan SIPP, perawat harus melampirkan rekomendasi dari organisasi profesi perawat dalam hal ini adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI); (4) SIPP masih berlaku apabila STR masih berlaku dan perawat berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPP; (5) SIPP hanya berlaku untuk satu tempat praktik dan diberikan kepada Perawat paling banyak untuk dua tempat; (6) Perawat yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama Praktik Keperawatan. Sedangkan ketentuan SIPP tidak berlaku apabila dicabut berdasarkan ketentuan Perundang-undangan, habis masa berlakunya dan atau atas permintaan perawat; atau perawat meninggal dunia. Uraian yang tercantum dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tersebut memberikan gambaran yang jelas bagi perawat yang ingin menangkap peluang untuk membuka praktik mandiri perawat. Hal yang menjadi kendala yaitu undang-undang sudah dua tahun disyahkan namun sampai saat ini belum memiliki pentunjuk pelaksanaan, sehingga masih belum bisa diimplementasikan dengan baik. Crinson (2009) dalam Ayuningtyas (2014) mengungkapkan bahwa kebijakan akan jauh lebih bermanfaat apabila dilihat sebagai petunjuk untuk bertindak atau serangkaian keputusan atau keputusan yang saling berhubungan satu sama lain. Kebijakan praktik mandiri perawat dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat jika serangkaian kebijakan yang ada saling mendukung dan memiliki petunjuk teknis yang jelas dalam menjalankannya. Dari masalah yang muncul dan kritisasi kebijakan yang melandasi praktik mandiri perawat, dapat diusulkan beberapa hal, yaitu perawat beserta PPNI berupaya keras untuk mendorong anggota DPR agar segera membuat petunjuk teknis pelaksanaan Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan agar Undang-Undang ini dapat segera diimplementasikan dengan baik dan menjadi payung hukum yang kuat bagi terselenggaranya praktik mandiri keperawatan. Dimana hal-hal yang bersifat teknis dapat dijelaskan dengan lebih rinci dan dapat dibuat panduan pelaksanaan praktik mandiri perawat. Hal ini bertujuan agar tugas dan wewenang perawat yang membuka praktik mandiri dapat diuraikan dengan jelas, sehingga tidak menimbulkan kasus pelanggaran hukum saat perawat menjalankan praktinya. Organisasi Profesi PPNI juga perlu membuat draft panduan praktik mandiri perawat yang mencangkup kompetensi perawat untuk dapat melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Hal ini diperlukan agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Selain itu, sosialisasi PPNI selaku organisasi profesi juga perlu ditingkatkan agar perawat yang sudah atau hendak melakukan praktik mandiri perawat dapat menjalankan langkah-langkah sesuai dengan peraturan yang ada agar memenuhi syarat yang syah dan tanggungjawab serta tanggung gugat untuk dibukanya praktik mandiri perawat. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu Peraturan Daerah sebagai hiearki kebijakan lebih lanjut perlu mensinkronkan isi kebijakannya sesuai dengan Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan yang telah disyahkan. Serta mejadikan Undang-Undang tersebut sebagai landasan hukum keluarnya Peraturan Daerah agar sejalan dengan konsep praktik mandiri perawat yang diusung dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Dan terakhir adalah peningkatan kegiatan pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah terhadap praktik mandiri perawat yang merupakan amanat Permenkes Nomor 17 Tahun 2013. Tindakan pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan mengikutsertakan PPNI Kabupaten dan Provinsi. Melalui tindakan tersebut diharapkan pelaksanaan penyelenggaraan praktik mandiri sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur, perawat menjalankan praktik sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Berbagai rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mendukung upaya praktik mandiri perawat sangat membutuhkan keterlibatan PPNI sebagai organisasi profesi keperawatan. Persatuan dan kepedulian perawat untuk mendukung PPNI sangat dibutuhkan agar peran dan fungsi PPNI dapat berjalan dengan baik demi terwujudnya pelayanan kesehatan yang profesional melalui praktik mandiri perawat. Referensi Ayuningtyas. D (2014). Kebijakan kesehatan : Prinsip dan praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada UU NO 36 Tahun 2014Tentang Tenaga Kesehatan UU No 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan Permenkes No 17 Tahun 2013 Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nersdewi1987/dukung-ppni-dalam-kebijakan- praktik-mandiri-perawat_5754f7ed377b61f5038b4578