Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI


DENGAN HIPERBILIRUBINMIA

OLEH

NAMA KELOMPOK:

1. CHYNDYELIS N. SEUBELAN
2. KURNIA B. OROWALLA
3. SHEILANIA F. TUMELUK
4. YUREX BURAEN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG

2021
2

DAFTAR ISI

Halaman judul...................................................................................................
Daftar isi...........................................................................................................
Kata pengantar..................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang......................................................................................4
B. Tujuan...................................................................................................4
C. Manfaat.................................................................................................5
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian.............................................................................................7
B. Etiologi.................................................................................................8
C. Klasifikasi.............................................................................................9
D. Patofisiologi..........................................................................................10
E. Pathway.................................................................................................11
F. Pemeriksaan penunjang........................................................................11
G. Manifestasi klinis..................................................................................12
H. Pelaksanaan...........................................................................................13
I. Komplikasi............................................................................................14
BAB III ASKEP TEORI
A. Pengkajian.............................................................................................15
B. Diagnosa...............................................................................................17
C. Intervensi..............................................................................................18
D. Implementasi.........................................................................................19
E. Evaluasi.................................................................................................20
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................21
B. Saran.....................................................................................................21
Daftar pustaka...................................................................................................
3

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga tugas
makalah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN
HIPERBILIRUBINMIA” bisa selesai pada waktunya.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Kupang, Mei 2021

Penulis
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperbilirubin adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput
lender, kulit, atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Peningkatan kadar
bilirubin terjadi pada hari ke-2 dan ke-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke-5
sampai hari ke-7, kemudian menurun kembali pada hari ke-10 sampai hari ke-14
(Dewi, 2014). Hiperbilirubin pada bayi baru lahir merupakan penyakit yang
disebabkan oleh penimbunan bilirubin dalam jaringan tubuh sehingga kulit,
mukosa, dan sklera berubah warna menjadi kuning (Nike, 2014).
Hiperbilirubin, jaundice, atau “sakit kuning” adalah warna kuning pada
sclera mata, mukosa, dan kulit oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam
darah (hyperbilirubinemia) yang selanjutnya menyebabkan peningkatan bilirubin
dalam cairan luar sel (extracellular fluid). Istilah jaundice berasal dari bahasa
perancis jaune yang artinya kuning, dan warna kuning tersebut adalah
merupakan gejala dari suatu penyakit primer yang masih harus di tetapkan
diagnosisnya setalah dilakukan serangkaian pemeriksaan yang diperlukan.
Dalam keadaan normal kadar bilirubin dalam darah tidak melebihi 1 mg/dL (17
µmol/L) dan bila kadar bilirubin melebihi 1.8 mg/dL (30 µmol/L) akan
menimbulkan ikterus atau warna kuning. (Widagdo, 2012)
Warna kuning meliputi wajah/kepala menunjukkan bahwa kadar bilirubin
dalam serum adalah 5 mg/dL, bila telah mencapai pertengahan abdomen adalah
15 mg/dL, dan bila warna kuning telah mencapai telapak kaki maka kadarnya
adalah 20 mg/dL. Ikterus karena akumulasi bilirubin indirek maka warna pada
kulit adalah kuning muda atau orange, sedangkan bilirubin direk akan
menimbulkan warna kuning kehijauan. Ikterus perlu dibedakan dengan warna
kuning yang terdapat hanya pada kulit, telapak tangan dan kaki dan tidak pada
sclera adalah disebabkan karena karotenemia, dan keadaan ini disebut
pseudoikterus yang tidak bersifat patologik. (Widagdo, 2012).
5

B. Tujuan
Tujuan Umum
Penulis mampu untuk dapat memberikan asuhan keperawatan anak pada Bayi
dengan hiperbilirubin.
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya :
1. Penulis mampu melakukan pengkajian data pada klien dengan
hiperbilirubin.
2. Penulis mampu menganalisa dan menegakkan diagnosa atau masalah
keperawatan pada klien dengan hiperbilirubin.
3. Penulis mampu menentukan intervensi keperawatan secara menyeluruh
pada klien dengan hiperbilirubin.
4. Penulis mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan yang
nyata pada klien dengan hiperbilirubin.
5. Penulis mampu mengevaluasi dan mendokumentasikan asuhan
keperawatan pada klien dengan hiperbilirubin.
C. Manfaat Penulisan
Teoritis
Hasil penulisan laporan tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan pengetahuan tentang asuhan keperawatan anak pada bayi
dengan hiperbilirubin.
Praktis
1. Instansi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktik
pelayanan keperawatan khususnya pada keperawatan anak pada bayi
dengan hiperbilirubin.
2. Instansi Pendidikan
Sebagai bahan acuan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang
asuhan keperawatan anak dengan hiperbilirubin.
3. Bagi Penulis
6

Untuk menambah pengetahuan dan memperoleh pengalaman


khususnya dibidang keperawatan anak dengan hiperbilirubin.
4. Bagi Masyarakat
Untuk memperoleh pengetahuan tentang perawatan hiperbilirubin
pada bayi.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga kuning yang
merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi
oksidasi-reduksi yang terjadi di sistem retikulo endothelial (Kosim, 2012). Bilirubin
diproduksi oleh kerusakan normal sel darah merah. Bilirubin dibentuk oleh hati
kemudian dilepaskan ke dalam usus sebagai empedu atau cairan yang befungsi untuk
membantu pencernaan (Mendri dan Prayogi, 2017).
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar serum bilirubin dalam darah
sehingga melebihi nilai normal. Pada bayi baru lahir biasanya dapat mengalami
hiperbilirubinemia pada minggu pertama setelah kelahiran. Keadaan
hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh meningkatnya produksi
bilirubin atau mengalami hemolisis, kurangnya albumin sebagai alat pengangkut,
penurunan uptake oleh hati, penurunan konjugasi bilirubin oleh hati, penurunan
ekskresi bilirubin, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana meningkatnya kadar bilirubin dalam darah
secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan perubahan pada bayi baru lahir yaitu
warna kuning pada mata, kulit, dan mata atau biasa disebut dengan jaundice.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan proses fisiologis atau patologis dan dapat
juga disebabkan oleh kombinasi keduanya. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi
baru lahir tampak kuning, keadaan tersebut timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin
(4Z, 15Z bilirubin IX alpha) yang berwarna ikterus atau kuning pada sklera dan kulit
(Kosim, 2012).
Pada keadaan normal kadar bilirubin indirek pada tali pusat bayi baru lahir yaitu
1 – 3 mg/dL dan terjadi peningkatan kurang dari 5 mg/dL per 24 jam. Bayi baru lahir
biasanya akan tampak kuning pada hari kedua dan ketiga dan memuncak pada hari
kedua sampai hari keempat dengan kadar 5 – 6 mg/dL dan akan turun pada hari ketiga
sampai hari kelima. Pada hari kelima sampai hari ketujuh akan terjadi penurunan
kadar bilirubin sampai dengan kurang dari 2 mg/dL. Pada kondisi ini bayi baru lahir
dikatakan mengalami hiperbilirubinemia fisiologis (Stoll et al, 2004).
8

Pada hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis, ikterus atau kuning akan
muncul pada 24 jam pertama kehidupan. Kadar bilirubin akan meningkat lebih dari
0,5 mg/dL per jam. Hiperbilirubinemia patologis akan menetap pada bayi aterm
setelah 8 hari dan setelah 14 hari pada bayi preterm (Martin et al, 2004).
Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa
bayi akan terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi
menjadi toksik. Hal ini akan menyebabkan kematian bayi baru lahir dan apabila bayi
bertahan hidup dalam jangka panjang akan menyebabkan sekuele neurologis (Kosim,
2012).

B. Etiologi
Hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan produksi
bilirubin karena tingginya jumlah sel darah merah, dimana sel darah merah
mengalami pemecahan sel yang lebih cepat. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat
disebabkan karena penurunan uptake dalam hati, penurunan konjugasi oleh hati, dan
peningkatan sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).
Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh
disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak dapat berfungsi
maksimal dalam melarutkan bilirubin ke dalam air yang selanjutkan disalurkan ke
empedu dan diekskresikan ke dalam usus menjadi urobilinogen. Hal tersebut
meyebabkan kadar bilirubin meningkat dalam plasma sehingga terjadi ikterus pada
bayi baru lahir (Anggraini, 2016).
patologis akan menetap pada bayi aterm setelah 8 hari dan setelah 14 hari pada bayi
preterm (Martin et al, 2004).
Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak
terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa
bayi akan terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi
menjadi toksik. Hal ini akan menyebabkan kematian bayi baru lahir dan apabila bayi
bertahan hidup dalam jangka panjang akan menyebabkan sekuele neurologis (Kosim,
2012).
9

C. Patofisiologi
Bilirubin di produksi sebagian besar (70-80%) dari eritrosit yang telah rusak.
Kemudian bilirubin indirek (tak terkonjugasi) dibawa ke hepar dengan cara berikatan
dengan albumin. Bilirubin direk
(terkonjugasi) kemudian diekskresikan melalui traktus gastrointestinal. Bayi memiliki
usus yang belum sempurna, karna belum terdapat bakteri pemecah, sehingga
pemecahan bilirubin tidak berhasil dan menjadi bilirubin indirek yang kemudian ikut
masuk dalam aliran darah, sehingga bilirubin terus bersirkulasi (Atika dan Jaya,
2016).
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Neonatus mempunyai
kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin
yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat dengan
albumin tidak dapat memasuki susunan syaraf pusat dan bersifat toksik (Kosim,
2012). Pigmen kuning ditemukan di dalam empedu yang terbentuk dari pemecahan
hemoglobin oleh kerja heme oksigenase, biliverdin, reduktase, dan agen pereduksi
non enzimatik dalam sistem retikuloendotelial. Setelah pemecahan hemoglobin,
bilirubin tak terkonjugasi diambil oleh protein intraseluler “Y protein” dalam hati.
Pengambilan tergantung pada aliran darah hepatik dan adanya ikatan protein.
Bilirubin tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi oleh enzim asam uridin
disfoglukuronat (uridine disphoglucuronid acid) glukurinil transferase menjadi
bilirubin mono dan diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat dieliminasi melaui ginjal.
Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu melaui membran kanalikular.
Kemudian ke sistem gastrointestinal dengan diaktifkan oleh bakteri menjadi
urobilinogen dalam tinja dan urine. Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali menjadi
sirkulasi enterohepatik (Suriadi dan Yuliani 2010).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang
melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah diekskresikan
dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan oleh
obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi bilirubin mencapai 2 – 2,5 mg/dL
maka bilirubin akan tertimbun di dalam darah. Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke
dalam jaringan yang kemudian akan menyebabkan kuning atau ikterus (Khusna,
2013).
10

Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang larut
lemak, tak terkonjugasi, non polar (bereaksi indirek). Pada bayi dengan
hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil dari defisiensi atau tidak aktifnya
glukoronil transferase. Rendahnya pengambilan dalam hepatik kemungkinan karena
penurunan protein hepatik sejalan dengan penurunan darah hepatik (Suriadi dan
Yuliani 2010).
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari hambatan
kerja glukoronil transferase oleh pregnanediol atau asam lemak bebas yang terdapat
dalam ASI. Terjadi empat sampai tujuh hari setelah lahir. Dimana terdapat kenaikan
bilirubin tak terkonjugasi dengan kadar 25 – 30 mg/dL selama minggu kedua sampai
ketiga. Jika pemberian ASI dilanjutkan hiperbilirubinemia akan menurun
berangsurangsur dapat menetap selama tiga sampai sepuluh minggu pada kadar yang
lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan
cepat, biasanya mencapai normal dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama satu
sampai dua hari dengan penggantian ASI dengan susu formula mengakibatkan
penurunan bilirubin serum dengan cepat. (Suriadi dan Yuliani 2010).
11

D. Pathway

kjk
E. Klasifikasi Hiperbilirubinemia
a. Hiperbilirubinemia fisiologis pada bayi baru lahir tidak muncul pada 24 jam
pertama setelah bayi dilahirkan. Biasanya pada hiperbilirubinemia fisiologis
peningkatan kadar bilirubin total tidak tidak dari 5mg/dL per hari.
Pada bayi cukup bulan, hiperbilirubinemia fisiologis akan mencapai puncaknya
pada 72 jam setelah bayi dilahirkan dengan kadar serum bilirubin yaitu 6 – 8
mg/dL. Selama 72 jam awal kelahiran kadar bilirubin akan meningkat sampai
dengan 2 – 3 mg/dL kemudian pada hari ke-5 serum bilirubin akan turun sampai
dengan 3mg/dL (Hackel, 2004).
12

Setelah hari ke-5, kadar serum bilirubin akan turun secara perlahan sampai
dengan normal pada hari ke-11 sampai hari ke-12. Pada Bayi dengan Berat Lahir
Rendah (BBLR) atau bayi kurang bulan (premature) bilirubin mencapai puncak
pada 120 jam pertama dengan peningkatan serum bilirubin sebesar 10 – 15 mg/dL
dan akan menurun setelah 2 minggu (Mansjoer, 2013)
b. Hiperbilirubinemia Patologis
Hiperbilirubinemia patologis atau biasa disebut dengan ikterus pada bayi baru
lahir akan muncul dalam 24 jam pertama setelah bayi dilahirkan. Pada
hiperbilirubinemia patologis kadar serum bilirubin total akan meningkat lebih dari
5 mg/dL per hari.
Pada bayi cukup bulan, kadar serum bilirubin akan meningkat sebanyak 12
mg/dL sedangkan pada bayi kurang bulan (premature) kadar serum bilirubin total
akan meningkat hingga 15 mg/dL. Ikterus ilirubinemia Fisiologis biasanya
berlangsung kurang lebih satu minggu pada bayi cukup bulan dan lebih dari dua
minggu pada bayi kurang bulan (Imron, 2015).

F. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia apabila bayi baru lahir
tersebut tampak berwarna kuning dengan kadar serum bilirubin 5mg/dL atau lebih
(Mansjoer, 2013). Hiperbilirubinemia merupakan penimbunan bilirubin indirek pada
kulit sehingga menimbulkan warna kuning atau jingga. Pada hiperbilirubinemia direk
bisanya dapat menimbulkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor (Ngatisyah,
2012).
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir dapat menyebabkan ikterus pada
sklera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice yang muncul pada 24 jam
pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu
dengan diabetik atau infeksi. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga,
dan mencapai puncak pada hari ketiga sampai hari keempat dan menurun pada hari
kelima sampai hari ketujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis (Suriadi dan
Yuliani 2010).
Ikterus diakibatkan oleh pengendapan bilirubin indirek pada pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange. Pada ikterus tipe obstruksi (bilirubin
direk) akan menyebabkan kulit pada bayi baru lahir tampak berwarna kuning
kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
13

Menurut Ridha (2014) bayi baru lahir dikatakan mengalami hiperbilirubinemia


apabila tampak tanda-tanda sebagai berikut :
a. Sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain tampak kuning akibat penumpukan
bilirubin.
b. Terjadi pada 24 jam pertama kehidupan.
c. Peningkatan konsentasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setelah 24 jam.
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg/dL
pada neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
f. Ikterik yang disertai berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang
dari 36 minggu, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi trauma lahir
kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.

G. Komplikasi
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila tidak segera diatasi dapat
mengakibatkan bilirubin encephalopathy (komplikasi serius). Pada keadaan lebih
fatal, hiperbilirubinemia pada neonatus dapat menyebabkan kern ikterus, yaitu
kerusakan neurologis, cerebral palsy, dan dapat menyebabkan retardasi mental,
hiperaktivitas, bicara lambat, tidak dapat mengoordinasikan otot dengan baik, serta
tangisan yang melengking (Suriadi dan Yuliani, 2010).
Kernikterus merupakan perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi
pigmen bilirubin pada beberapa daerah otak terutama di ganglia basalis, pons, dan
cerebellum. Bilirubin ensefalopati akut menurut American Academy of Pediatrics
(2004) terdiri dari tiga fase, yaitu :
a. Fase inisial, ditandai dengan letargis, hipotonik, berkurangnya gerakan bayi,
dan reflek hisap yang buruk.
b. Fase intermediate, ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan
peningkatan tonus (retrocollis dan opisthotonus) yang disertai demam.
c. Fase lanjut, ditandai dengan stupor yang dalam atau koma, peningkatan
tonus, tidak mampu makan, high-pitch cry, dan kadang kejang.

H. Penatalaksanaan Terapeutik
Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) penatalaksanaan terapeutik pada bayi baru
lahir dengan hiperbilirubinemia yaitu :
14

a. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru
lahir disebabkan oleh infeksi.
b. Fototerapi
Tindakan fototerapi dapat dilakukan apabila telah ditegakkan
hiperbiliribunemia pada bayi baru lahir bersifat patologis. Fototerapi
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melaui tinja dan urine
dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin.
c. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang dapat
meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam
empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin untuk mengikat
bilirubin. Akan tetapi fenobarbital tidak begitu sering dianjurkan untuk
mengatsi hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
d. Transfusi Tukar
Transfusi tukar dilakukan apabila hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir
sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi.
15

BAB III
ASKEP TEORI

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas pasien

Identitas pasien berupa: nama, tanggal lahir, usia, jenis kelamin, agama,

pendidikan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, suku bangsa.

Identitas orang tua berupa: nama ayah dan ibu, usia ayah dan ibu,

pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan/sumber penghasilan ayah dan ibu,

agama ayah dan ibu, alamat ayah dan ibu.

Identitas saudara kandung berupa: nama saudara kandung, usia saudara

kandung, hubungan dan status kesehatan saudara kandung.

2. Keluhan utama

Untuk mengetahui alasan utama mengapa klien mencari pertolongan pada

tenaga professional.

3. Riwayat penyakit sekarang

Untuk mengetahui lebih detail hal yang berhubungan dengan keluhan

utama.

a. Munculnya keluhan

Tanggal munculnya keluhan, waktu munculnya keluhan (gradual/tiba-

tiba), presipitasi/ predisposisi (perubahan emosional, kelelahan,

kehamilan, lingkungan, toksin/allergen, infeksi).

b. Karakteristik

Karakter (kualitas, kuantitas, konsistensi), loksai dan radiasi, timing

(terus menerus/intermiten, durasi setiap kalinya), hal-hal yang


16

meningkatkan/menghilangkan/mengurangi keluhan, gejala-gejala lain

yang berhubungan.

c. Masalah sejak muncul keluhan

Perkembangannya membaik, memburuk, atau tidak berubah.

4. Riwayat masa lampau

a. Prenatal

Keluhan saat hamil, tempat ANC, kebutuhan nutrisi saat hamil, usia

kehamilan (preterm, aterm, post term), kesehatan saat hamil dan obat

yang diminum.

b. Natal

Tindakan persalinan (normal atau Caesar), tempat bersalin, penolong

persalinan, komplikasi yang dialami ibu pada saat melahirkan, obat-

obatan yang digunakan.

c. Post natal

Kondisi kesehatan, apgar score, Berat badan lahir, Panjang badan lahir,

anomaly kongenital

5. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia
menurut Widagdo, 2012 meliputi:
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan umum : tingkat keparahan penyakit, kesadaran, status nutrisi,
postur/aktivitas anak, dan temuan fisis sekilas yang prominen dari
organ/sistem, seperti ikterus, sianosis, anemi, dispneu, dehidrasi, dan
lain-lain.
b) Tanda vital : suhu tubuh, laju nadi, tekanan darah, dan laju nafas.
c) Data antropometri : berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, tebal
lapisan lemak bawah kulit, serta lingkar lengan atas.
2) Pemeriksaan Organ
17

a. Kulit : warna, ruam kulit, lesi, petekie, pigmentasi,


hiper/hipohidrolisis, dan angiektasis.
b. Kepala : bentuk, ubun-ubun besar, sutura, keadaan rambut, dan
bentuk wajah apakah simestris kanan atau kiri.
c. Mata : ketajaman dan lapangan penglihatan, hipertelorisme,
supersilia, silia, esksoptalmus, strabismus, nitagmus, miosis,
midriasis, konjungtiva palpebra, sclera kuning, reflek cahaya
direk/indirek, dan pemeriksaan retina dngan funduskopi.
d. Hidung : bentuk, nafas cuping hidung, sianosis, dan sekresi.
e. Mulut dan tenggorokan : warna mukosa pipi/lidah, ulkus, lidah
kotor berpeta, tonsil membesar dan hyperemia, pembengkakan dan
perdarahan pada gingival, trismus, pertumbuhan/ jumlah/
morfologi/ kerapatan gigi.
f. Telinga : posisi telinga, sekresi, tanda otitis media, dan nyeri tekan.
g. Leher : tiroid, kelenjar getah bening, skrofuloderma, retraksi,
murmur,bendungan vena, refluks hepatojugular, dan kaku kuduk.
h. Thorax : bentuk, simetrisisitas, pembengkakan, dan nyeri tekan.
i. Jantung : tonjolan prekordial, pulsasi, iktus kordis, batas
jantung/kardiomegali. Getaran, bunyi jantung, murmur, irama
gallop, bising gesek perikard (pericard friction rub)
j. Paru-paru : Simetrsitas static dan dinamik, pekak,
hipersonor, fremitus, batas paru-hati, suara nafas, dan bising gesek
pleura (pleural friction rub)
k. Abdomen : bentuk, kolteral, dan arah alirannya, smiling umbilicus,
distensi, caput medusa, gerakan peristaltic, rigiditas, nyeri tekan,
masa abdomen, pembesaran hati dan limpa, bising/suara peristaltik
usus, dan tanda-tanda asites.
l. Anogenetalia : atresia anus, vesikel, eritema, ulkus, papula, edema
skrotum.
m. Ekstremitas : tonus/trofi otot, jari tabuh, sianosis, bengkak dan
nyeri otot/tulang/sendi, edema pretibial, akral dingin, capillary
revill time, cacat bawaan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan bilirubin serum
18

Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin mencapai puncak kira-kira


6 mg/dL, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10
mmg/dL maka dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau
patologis. Pada bayi dengan kurang bulan, kadar bilirubin
mencapai puncaknya pada nilai 10 – 12 mg/dL, antara lima dan
tujuh hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 14 mg/dL maka
dikatakan hiperbilirubinemia non fisiologis atau patologis (Suriadi
& Yulliani, 2010).
2) Ultrasonograf (USG)
Pemeriksaan USG digunakan untuk mengevaluasi anatomi cabang
kantong empedu (Suriadi & Yulliani, 2010).
3)   RadioscopeScan
Pemeriksaan radioscope scan dapat digunakan untuk membantu
membedakan hepatitis atau atresia biliary (Suriadi & Yulliani,
2010).

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa  Keperawatan pada  bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia menurut
Mendri dan Prayogi, 2017 yaitu
a. Risiko cedera (internal) berhubungan dengan ketidaknormalan profil darah
b. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan
c. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan kekurangan/kelebihan
volume cairan
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi
C. Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia
menurut Mendri dan Prayogi, 2017 yaitu :
a. Bayi terbebas dari cedera yang ditandai dengan serum bilirubin menurun, tidak
ada jaundice, refleks moro normal, tidak ada sepsis , refleks hisap dan menelan
baik.
b. Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan urine
output (pengeluaran urine) kurang dari 1 – 3 ml per jam, membran mukosa
normal, ubun-ubun tidak cekung, temperatur dalam batas normal.
19

c. Bayi tidak menunjukkan adanya iritasi kulit yang ditandai dengan tidak adanya
rash dan ruam makular eritemosa.
d. Orang tua tidak tampak cemas ditandai dengan kemampuan
mengekspresikan perasaan dan perhatian pada bayi serta aktif dalam partisipasi
perawatan bayi.
e. Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan; orang tua juga
berpartisipasi dalam perawatan bayi (pemberian minum dan penggantian popok.
f. Bayi tidak mengalami cedera pada mata yang ditandai dengan tidak adanya
konjuntivitas.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan ( potter & perry , 2010).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Proses pelaksaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan kepperawatan, strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi ( dinarti & muryanti, 2017 )

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2012).
20

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penerapan asuhan keperawatan pada umumnya sama antara teori dan kasus hal ini
dapat dibuktikan dalam penerapan kasus pada bayi dengan hiperbilirubinmia.
Penerepan kasus ini dilakukan dengan menggunakan proses keperawatan mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
B. Saran
Pengkajian pada pasien secara head to-toe dan selalu berfokus pada keluhan pasien
saat pengkajian (here and now). Selain itu tindakan mandiri perawat perlu ditingkatkan
dalam perawatan pasien.
21

DAFTAR PUSTAKA

Kosim. 2012, proses reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di sistem retikulo


endothelial.

Mendri dan PrayogI. 2017, Bilirubin dibentuk oleh hati

IDAI. 2013, peningkatan sirkulasi enterohepatik

Anggraini. 2016, ikterus pada bayi baru lahir

Nike. 2014, sklera berubah warna menjadi kuning

Suriadi dan Yuliani. 2010, bilirubin diabsorbsi kembali menjadi sirkulasi


enterohepatik.
Suriadi dan Yuliani. 2010, ASI dengan susu formula mengakibatkan penurunan
bilirubin serum dengan cepat.
Kosim. 2012, jangka panjang akan menyebabkan sekuele neurologis

Anda mungkin juga menyukai