Anda di halaman 1dari 17

TREND ISSUE KOMPLEMENTER

OLEH :
KELAS A12-A
KELOMPOK 4

 I Nym Bagus Yudisthira K.P (183212836)


 I Putu Budi Atmika (183212837)
 I Wayan Roki Darma Hendra (183212838)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah tentang Keperawatan Maternitas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

                                          

         
Denpasar, 22 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pengobatan Tradisional Dan Komplementer Alternatif..............................3
2.2 Klasifikasi Pengobatan Tradisional Dan Komplementer-Alternatif.........................4
2.3 Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Di Masyarakat........................................4
2.4 Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Di Sarana Kesehatan..............................6
2.5 Aspek Etik Dalam Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional....................6
2.6 Trend Issue Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional................................8
2.7 Terapi Komplementer Dalam Bidang Maternitas.....................................................12
BAB III PENUTUPAN
3.1 Simpulan...................................................................................................................13
3.2 Saran.........................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terapi Komplementer ini sudah dikenal secara luas serta telah digunakan sejak
dulu dalam dunia kesehatan. Namun, dalam beberapa survei yang telah dilakukan
mengenai penggunaan terapikomplementer, cakupan terapi komplementer sendiri masih
agak terbatas. Seperti Thomas Friedman (2005) mengatakan; saat ini, dunia kesehatan,
termasuk salah satunya praktisi keperawatan masih bingung tentang apa itu terapi
komplementer. Memperluas pengetahuan tentang perspektif obat pelengkap seperti
terapi komplementer, dilakukan oleh sebagian orang-orang dalam beberapa budaya di
dunia yaitu sangat penting untuk perawatan kesehatan yang kompeten.. Dengan
demikian sangat penting bagi perawat profesional kesehatan untuk melakukan penilaian
holistik pasien mereka untuk menentukan arah yang luas dari penyembuhan praktek-
praktek yang akan mereka jalankan. Hal ini berlaku tidak hanya bagi pasien baru, tapi
untuk semua pasien.
Terapi komplementer yang dikenal juga sebagai terapi kedokteran alternatif
melesat cepat menjadi bagian dari pelayanan kesehatan termasuk pelayanan
keperawatan. Terapi moderen yang dianggap sebagai ilmu kedokteran barat (western
medicine) memang sejak lama memproklamirkan dirinya sebagai ilmu kedokteran
dengan dasar rasional. Artinya pemecahan masalah kesehatan didasarkan atas
pertimbangan yang bisa dinalar dan harus masuk akal. Sehingga para penganut aliran ini
menganggap bahwa masalah kesehatan akan tuntas diselesaikan jika penyebabnya
dihilangkan. Misalnya orang yang mengalami keganasan (kanker) payudara akan
dianggap selesai segalanya jika kanker yang ada di payudara dihilangkan / dioperasi. 
Hal ini berbeda dengan pengobatan timur yang menganggap bahwa there is
something behind something. Artinya ketika seseorang dinyatakan menderita penyakit
tertentu, pasti ada sesuatu di balik penyakit yang sedang dideritanya. Thus, tidak hanya
sekedar menghilangkan kanker, namun harus juga dipertimbangkan hal lain yang
melatarbelakangi kanker tersebut. Karenanya dalam pendekatan pemecahan masalah
kesehatan, kedokteran timur cenderung lebih alamiah dan lebih aman dari sisi efek
samping yang tidak didapatkan pada pengobatan moderen (barat) karena cenderung
menggunakan bahan sintetik / kimia. Silva & Ludwick (2005) mengidentifikasi paling

1
tidak ada tiga isu etik sekaitan dengan terapi komplementer yaitu terkait dengan
keamanan, bidang praktik dan perbedaan budaya. 

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimanakah definisi pengobatan tradisional dan komplementer alternatif?
b. Bagaimanakah klasifikasi pengobatan tradisional dan kompleenter-alternatif?
c. Bagaimanakah penyelenggaraan pengobatan tradisional di masyarakat?
d. Bagaimanakah penyelenggaraan pengobatan tradisional di sarana kesehatan?
e. Bagaimanakah aspek etik dalam terapi komplementer alternatif dan
tradisional?
f. Bagaimanakah trend issue terapi komplementer alternatif dan tradisional?
g. Bagaimanakah terapi komplementer dalam bidang maternitas?

1.3 Tujuan penulisan


a. Untuk menjelaskan definisi pengobatan tradisional dan komplementer alternatif
b. Untuk menjelaskan klasifikasi pengobatan tradisional dan komplementer-
alternatif
c. Untuk menjelaskan penyelenggaraan pengobatan tradisional di masyarakat
d. Untuk menjelaskan penyelenggaraan pengobatan tradisional di sarana kesehatan
e. Untuk menjelaskan aspek etik dalam terapi komplementer alternatif dan
tradisional
f. Untuk menjelaskan trend issue terapi komplementer alternatif dan tradisional
g. Untuk menjelaskan terapi komplementer dalam bidang maternitas

1.4 Manfaat Penulisan


a. Manfaat Teoritis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa keperawatan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai Trend Issue Komplementer.
b. Manfaat Praktis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu
pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan yang nantinya ilmu tersebut dapat
dipahami dan diaplikasikan dalam praktik keperawatan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pengobatan Tradisional Dan Komplementer Alternatif


Terapi Komplementer merupakan metode penyembuhan yang caranya berbeda
dari pengobatan konvensional di dunia kedokteran, yang mengandalkan obat kimia dan
operasi, yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Menurut WHO (World Health
Organization) pengobatan komplementer adalah pengobatan non-konvensional yang
bukan berasal dari negara yang bersangkutan, sehingga  untuk Indonesia jamu misalnya,
bukan termasuk pengobatan komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional.
Pengobatan tradisional yang dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman
dahulu digunakan dan diturunkan secara turun – temurun pada suatu negara.
Menurut Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 1 butir
16 pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara
dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara
empiris yang dapat dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat. Sedangkan menurut KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003
tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional pasal 1 ayat 1 pengobatan tradisional
adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang
mengacu kepada pengalaman, ketrampilan turun temurun, dan/atau
pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan
tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman (ayat 2). Pengobat tradisional adalah orang yang melakukan pengobatan
tradisional/ alternative (ayat 3).
Menurut Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007 tentang
Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan pasal 1 ayat 1 pengobatan komplementer alternative adalah pengobatan non
konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehablitatifyang diperoleh melalui
pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektifitas yang tinggi yang

3
berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran
konvensional.

2.2 Klasifikasi Pengobatan Tradisional Dan Komplementer-Alternatif


Menurut KMK RI No 1076/MENKES/SK/VII/2003 pasal 3 ayat 2 pengobatan
tradisional diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pengobat tradisional ketrampilan terdiri dari pengobat tradisional pijat urut, patah
tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresuris, akupunkturis, chiropractor dan
pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
b. Pengobat tradisional ramuan terdiri dari pengobat tradisional ramuan Indonesia
(Jamu), gurah, tabib, shinshe, homoeopathy, aromatherapist dan pengobat
tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
c. Pengobat tradisional pendekatan agama terdiri dari pengobat radisional dengan
pendekatan agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, atau Budha.
d. Pengobat tradisional supranatural terdiri dari pengobat tradisional tenaga dalam
(prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan dan pengobat
tradisional lainnya yang metodenya sejenis.
Menurut Pemenkes RI No 1109/ MENKES/PER/IX/2007 pasal 4 ayat 1 ruang
lingkup pengobatan komplementer alternative adalah:
a. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body interventions)
b. System pelayanan pengobatan alternative (alternative system of medical practice)
c. Cara penyembuhan manual (manua lhealing methods)
d. Pengobatan farmakologi dan biologi (pharmacologic and biologic treatments)
e. Diet dan nutrisi untuk pencegahan da pengobatan diet and nutrition the prevention
and treatment of disease)
f. Cara lain dalam diagnose dan pengobatan (unclassified diagnostic and treatment
menthod)

2.3 Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Di Masyarakat (Kmk Ri No


1076/Menkes/Sk/Vii/2003)
Semakin maraknya praktik pengobatan tradisional di masyarakat telah
mendorong pemerintah untuk menerbitkan regulasi yang mengatur penyelenggaraanya
untuk mencegah terjadinya efek merugikan pada masyarakat. Semua pengobat
tradisional yang menjalankan pekerjaan pengobatan tradisional wajib mendaftarkan diri

4
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk memperoleh Surat
Terdaftar Pengobat Tradisional (STPT). Pengobat tradisional dengan cara supranatural
harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari Kejaksaan Kabupaten/Kota setempat
sedangkan pengobat tradisional dengan cara pendekatan agama harus mendapat
rekomendasi terlebih dahulu dari Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setempat
(pasal 4). Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mencegah adanya keresahan di
masyarakat misalnya kekhawatiran tentang aliran sesat atau penipuan yang mungkin
dilakukan oleh pengobat demi keuntungan pribadi.
Setelah terdaftar pengobat tradisional harus mengajukan Surat Izin Pengobat
Tradisional (SIPT) yang akan dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Sebelum memberikan ijin Dinas Kesehatan akan melakukan penapisan
meliputi faktor pemanfaatan pengobatan tradisional, faktor sistim/cara/ilmu pengobatan
tradisional, dan faktor pengembangan. Dalam ketentuan ini hanya akupunturis yang
diatur secara jelas mengeai uji kompetensi dan bahkan dapat diikutsertakan dalam
sarana pelayanan kesehatan (pasal 9-11).
Tidak semua jenis pengobatan tradisional boleh dilaksanakan di Indonesia.
Pengobatan tradisional hanya dapat dilakukan apabila :
a. Tidak membahayakan jiwa atau melanggar susila dan kaidah agama serta
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang diakui di Indonesia
b. Aman dan bermanfaat bagi kesehatan
c. Tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat
d. Tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam masyarakat;
Pengobat tradisional harus memberikan informasi lisan yang jelas dan tepat
kepada pasien tentang tindakan pengobatan yang dilakukannya, mencakup keuntungan
dan kerugian dari tindakan pengobatan. Semua tindakan harus mendapat persetujuan
lisan atau tertulis dari pasien/ keluarga. Khusus untuk tindakan pengobatan tradisional
yang mengandung risiko tinggi bagi pasien harus dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan (pasal 12-15). Dalam
melaksanakan pengobatannya, pengobat tradsional boleh menggunakan peralatan yang
aman tetapi dilarang untuk menggunakan peralatan kedokteran atau penunjang
diagnostic kedokteran (pasal 16). Peraturan ini di satu sisi melindungi pasien dari
praktik yang tidak tepat atau berisiko, tetapi di sisi lain hal ini adalah bentuk

5
ketidakadilan. Pengobat tradisional dilarang dengan keras menggunakan alat kedokteran
walaupun yang paling sederhana dan dapat dipidana, sedangkan dokter dengan kursus
singkat selama 3 bulan atau 1 tahun dapat dengan seenaknya menggunakan jarum
akupuntur, jamu, bekam dan peralatan pengobat tradisional lain.
Seperti halnya pelayanan kesehatan yang lain, pengobat tradisional harus
membuat catatan status pasien dan wajib melaporkannya ke Kepala Dinkes
Kabupaten/Kota setiap 4 bulan. Pengobat tradisional juga wajib merujuk pasien gawat
darurat atau yang tidak mampu ditangani ke sarana pelayanan kesehatan (pasal 19, 22).
Dalam hal pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengobatan tadisional
dilakukan oleh Kadinkes Kabupaten/ Kota, Kepala Puskesmas atau UPT yang ditugasi
(pasal 31).

2.4 Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer-Alternatif Di Sarana Kesehatan


(Pemenkes Ri No 1109/ Menkes/Per/Ix/2007)
Pengobatan komplementer alternative dapat dilaksanakan di sarana pelayanan
kesehatan jika aman, bermanfaat, bermutu dan terjangkau (pasal 5). Sarana pelayanan
kesehatan tersebut dapat berupa RS pendidikan, RS non pendidikan, RS Khusus, RS
swasta, praktik perorangan, praktik berkelompok, dan Puskesmas. Praktik perorangan
pengobatan komplementer alternative hanya bisa dilaksanakan oleh dokter atau dokter
gigi, sedangkan praktik berkelompok harus dipimpin oleh dokter atau dokter gigi (pasal
10). Dalam pasal 14 disebutkan bahwa dokter dan dokter gigi adalah pelaksana utama
pengobatan komplementer alternative, sedangkan tenaga kesehatan yang lain berfungsi
membantu dokter atau dokter gigi dalam melaksanakannya.

2.5 Aspek Etik Dalam Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional


Banyak aspek etik yang di pertanyakan dalam terapi komplementer. Tidak
semua pengobatan komplementer alternative dan tradisional yang memiliki kode etik
yang ditetapkan oleh organisasi profesi mereka. Terapi komplementer alternative yang
dilaksanakan di sarana kesehatan tentu saja menyesuaikan dengan kaidah etik
kedokteran atau keperawatan. Beberapa aspek etik yang terjadi diantaranya adalah
(Kerry, 2003; Silva & Ludwick, 2001) :
a. Aspek kejujuran dan integritas
Dalam aspek ini praktisi terapi komplementer di tuntut untuk dapat membuktikan
khasiat dari tindakan yang mereka berikan kepada klien. Perlu adanya pembuktian

6
karena ini bersangkutan dengan nyawa seseorang. misalkan saja pemberian obat
multivitamin tidak memiliki efek samping akan tetapi tidak menyembuhkan suatu
penyakit dan itu telah di buktikan secara klinis. Pada terapi komplementer yang
biasanya memberikannjaminan kesehatan pada kliennya juga harus dapat
membuktikan khasiat terapi yang diberikan.
b. Beneficience, non-maleficiance dan konsen
Ketika memberikan pengobatan berupa obat kepada klien seorang pemberi
kesehatan harus mengetahui kandungan dalam obat itu sendiri dan apakah obat itu
benar-benar efektif dalam mengobati penyakit yang diderita klien atau tidak.
Biasanya obat yang ada dipasaran telah di uji terlebih dahulu sebelum dipasarkan
untuk mengobati sakit pada manusia. Obat-obat ini melewati pengujian pada
hewan dan dalam pengujian ini dilihat apakah obat benar-benar efektif atau tidak,
dan adakah efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini atau tidak. Sedangkan
pada pengobatan terapi komplementer obat-obat yang diberikan banyak yang
belum melewati proses pengujian ini oleh karena itu memungkinkan terjadinya
reaksi yang tidak diinginkan terjadi dan ini dapat merugikan klien sebagai pasien.
Ketika mendapatkan pengobatan praktisi terapi komplementer harus
menginformasikan segi keberhasilan terapi ini dan klien berhak mendapatkan
informasi yang sesuai mengenai pengobatan yang diterimanya apakah benar terapi
yang didapat klien ini efektif dan menerima rasa aman bahwa pengobatan yang
diterimanya bukanlah placebo karena biasanya klien yang datang ke terapi
alternatif memiliki penyakit kronis, dimana mereka mereka telah mencoba
pengobatan konvensional dan belum menemukan kesembuhan sehingga apabila
terapi komplementer yang biasanya memberikan jaminan untuk kesehatan pada
klien ini tidak dapat membuktikan keefektifannya maka nukan tidak mungkin
menyebabkan klien menjadi depresi.
c. Conflict of interest
Adanya motif lain yang mungkin melatarbelakangi pemberian terapi selain
Beneficient pada klien juga harus dilihat, karena ini mungkin teradi pada terapi
komplementer, misalkan saja terapi bebas biaya yang diberikan pada beberapa
tempat terapi alternatif apakah terapi yang diberikan benar-benar tidak memiliki

7
motif lain selain memberikan kesehatan pada klien atau mungkin ada motif lain
seperti membeli produk-produk dari terapi komplementer ini.
d. Justice
Pemberi pelayanan kesehatan dituntut memberikan keadilan dalam pelanan
kesehatannya maksudnya adala klien harus mendapatkan pelayanan yang terbaik
dan pemberi pelayanan harus menggunakan suber-sumber yang tersedia denagn
baik. Misalkan saa pada pemberian obat, apabila masih ada obat generik yang
memiliki efek pengobatan yang sama baiknya dengan obat yang bukan generik
maka pemberi pelayanan harus menggunakan obat generik lebih dahulu karena
efeknya sama dan harganya lebih murah. Sedangkan pada terpi komplementer
pengobatan yang diberikan memungkinkan hanya placebo dan klien tetap harus
membayar tanpa mengetahui apakah pengobatan ini benar-benar efektif atau tidak

2.6 Trend Issue Terapi Komplementer Alternatif Dan Tradisional


Perkembangan budaya barat, membawa kedokteran konvensional menguatkan
tentang metode untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Banyak terapi-terapi
komplementer yang berasal dari sistem perawatan kesehatan tradisional dengan
berbagai macam latar belakang budaya dan selalu berhubungan dengan filosofi dan nilai
religius sebagai kekuatan utama, tubuh sebagai penyembuh sendiri dan holistik (Hilsden
dan Verhoef., 1999).
Terapi komplementer dan alternatif dimarginalkan oleh praktisi-praktisi
kedokteran konvensional, mereka mempertanyakan dan berasumsi bahwa hal tersebut di
bawah pemikiran kedokteran. Akan tetapi karena perkembangan dari terapi
komplementer dan alternatif membawa kedokteran konvensional untuk mengadopsi
beberapa premis dan keuntungan yang mungkin (LaValley and Verhoef., 1995).
Profesi keperawatan secara tradisional bertujuan untuk membuat suatu
perkembangan dalam proses penyembuhan dan banyak perawat-perawat yang saat ini
yang menerima terapi komplementer dan alternatif yang efektif dalam proses
penyembuhan yang berdasarkan ilmu kedokteran.Saaat ini perawat-perawat
menampakkan perkembangan yang kompleks untuk menemukan jalan untuk
memasukkan terapi komplementer dan alternatif dalam perawatan kesehatan personal
(Thome., 2001).

8
Perkembangan interest dan penggunaan terapi komplementer dan alternatif dapat
direfleksikan secara fundamental dalam orientasi sosial untuk kesehatan dan
penyembuhan. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang menjadi trend:
a. Meningkatnya akses dalam informasi kesehatan
b. Meningkatnya prevalensi dari penyakit kronis
c. Meningkatnmya rasa membutuhkan suatu kualitas hidup
d. Menurunnya semangat/keinginan dalam scientific breakthroughs
e. Berkurang nya toleransi dalam paternalistik
f. Meningkatnya interest tentang spiritualitas (Jonas, 1998).
Saat ini penggunaan terapi komplementer mulai menggeliat. Hal ini tentu akan
terkait dengan tren isu yang berkembang tentang terapi komplementer.
a. Patient Safety
Keselamatan adalah hal yang esensi dalam pelayanan kesehatan. Dalam ini
keselamatan dasar patient safety dari conventional medicine dan akan dibandingkan
dengan terapi komplementer yang telah ada. Secara garis besar prinsip praktik terapi
komplementer menurut Curtis (2004) untuk mengurangi terjadinya hal yang tidak
diinginkan adalah :
1. Menghargai otonomi pasien
2. Menghargai etnis, umur dan status social
3. Tingkat sensitivitas terhadap pasien harus tinggi, terkait keinginan dan penolakan
terhadap terapi komplementer
4. Berhati-hati terhadap pasien yang tidak pernah konsul ke medis terkait penyakitnya.
5. Menganjurkan pasien untuk hati-hati dalam setiap keputusannya dan tetap menjalani
terapi medis konvensional
6. Dorong pasien untuk lebih selektif dalam memilih terapi
Dalam pelaksanaan praktik komplementer, terapis menggunakan pendekatan
seperti tenaga kesehatan, dengan anamesis dan penegakan masalah yang disebut dengan
diagnosa. Serta pemberian resep ataupun intervensi komplementer. Aspek keselamatan
pada diagnose suatu penyakit merupakan hal mendasar dalam terapi konvensional.
Dalam penerapan aspek keselamatan dalam penegakan diagnose dalam komplementer
juga menjadi hal yang mendasar. Seperti contoh diagnose pada terapi naturopaths di
amerika, pendekatan fungsi sel dalam setiap aspek, seperti pemeriksaan gastrointestinal,

9
immunology, nutritional, endocrinology, metabolic, toxic element exposure, dan hair
testing. Dalam penerapan ini memang perlu standart dalam aspek keselamatan
(Curtis,2004). Permaasalahan di Indonesia masih jarang terapis dalam praktek terapi
komplementer yang menggunakan standart penjaminan mutu dalam penanganan pasien,
diagnose belum punya standart dan masih berbeda-beda, sangat tergantung terhadap
perkataan guru bukan berdasar standart yang baku. Penyusunan protap sangat perlu
menjadi hal mendasar serta pengawasan dari dinas kesehatan. Masalah terapi
komplementer di Indonesia ini masih perlu adanya jaminan mutu pasien dan
perlindungan pasien terkait dengan diagnostic yang digunakan oleh terapis.
Aspek keselamatan juga sangat diperlukan terhadap pemberian terapy.
Banyaknya terapi komplementer yang menggunakan pendekatan herbal menjadi hal
yang sangat penting untuk dibahas. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap herbal
memang menjadi dua sisi mata pisau, disisi lain dapat meningkatkan sugesti, namun
disisi lain kepercayaan yang berlebihan, rasa ingin tahu akan isi dan efek samping obat
konsumen kurang dan menyebabkan banyak kejadian jangka pendek dan atau panjang
yang terjadi. Pemahaman terapis dan konsumen akan obat-obatan herbal sangat
diperlukan untuk keselamatan pasien.
Berdasarkan Curtis (2004) beberapa hal yang harus diperhatikan terkait
menurunkan resiko terjadinya hal yang tidak diinginkan dalam obat herbal adalah
a. Kontaminasi : dalam penyajian dan pengemasan obat herbal masih sangat
dipertanyakan, resiko kontaminasi perlu menjadi perhatian atas munculnya obat-
obatan herbal
b. Bioavaibility : perubahan fungsi dari zat yang terkandung dalam obat herbal perlu
diperhatikan terkait proses kimia dari pengemasan
c. Dosis : penelitian tentang herbal masih sangat jarang. Seringkali yang terjadi adalah
kelebihan dosis, meskipun berasal dari herbal namun dapat membahayakan pasien
d. Alergi : alergi juga terkadang muncul akibat produk-produk herbal
e. Keracunan : terkadang kandungan dalam obat herbal juga dapat menjadi toxic.
Bentuk terapi komplementer lain yang perlu diperhatikan dalam terkait aspek
keselamatan antara lain terapi fisik, seperti massase, spa, terapi akupuntur dan terapi
homeophaty. Terapi komplementer pada terapi fisik sangatlah berkaitan langsng dengan
pasien, beberapa penelitian telah mampu menemukan beberapa eek samping dari terapi

10
komplementer Yang menggunakan terapi fisik ini. Permasalahan mendasar adalah,
bagaimana penelitian di Indonesia, bagaimana pengetahuan terapis di Indonesia, hal ini
menjadi PR besar bagi kementrian kesehatan. Jurnal luar negeri telah banyak
mengungkap, namun pengetahuan terapis mengenai perkembangan ini juga harus di
tingkatkan. Penelitian tentang terapi komplementer di Indonesia juga perlu di
tingkatkan, mengingat karakteristik orang di luar negeri dan di Indonesia berbeda.
b. Bidang praktik (scope of praktice)
Isu etik untuk terapi komplementer yang kedua adalah skop praktik yang tidak
jelas dari sekitar 1800 terapi komplementer yang teridentifikasi ke dalam bidang praktik
keperawatan. Artinya, masih menurut ANA bahwa ada pertanyaan mendasar yang harus
dijawab sekaitan skop praktik secara legal dan etik dari penggunaan terapi modalitas
komplementer dalam praktik keperawatan profesional yaitu kapan teknik tersebut
diajarkan dan dipraktikkan oleh individu bukan perawat maupun oleh perawat?
Mungkinkah seorang perawat melakukan pemijatan sederhana atau pemijatan terapi
(therapeutic massage)? Mungkinkah seorang perawat melakukan terapi sentuhan secara
pribadi maupun secara profesional mandiri? Pada aspek ini bahaya dapat muncul baik
bagi klien maupun perawat jika skop praktik komplementer tidak jelas. Hal ini dapat
dipahami bahwa pasien dapat ‘dibahayakan” oleh perawat yang mempraktikkan terapi
komplementer jika perawat itu sendiri tidak disiapkan untuk itu. Atau perawat dapat
‘dibahayakan’ secara profesional ketika mereka melakukan praktik di luar skop atau
area praktik keperawatan atau melakukan terapi yang masih dipertanyakan.
c. Perbedaan Budaya (cultural diversity)
Salah satu ciri negara negara maju (developed countries) seperti Amerika
umumnya ditandai dengan adanya gejala multikultur. Satu sisi gejala ini memiliki efek
positif karena adanya keragaman budaya yang saling mengisi dan mendukung satu
dengan lainnya. Namun tidak jarang perbedaan budaya berimbas pada kesulitan
komunikasi akibat penggunaan bahasa yang berbeda. Akibatnya perawat juga tidak
terlepas dari gejala bertemu dan berkomunikasi kepada klien yang memiliki berbagai
latar belakang budaya. Jika demikian maka perawat akan mengalami kendala dalam
mempraktikkan terapi komplementer karena nilai yang dimiliki klien dapat berbeda
dengan yang dipunyai oleh perawat. Pada kondisi semacam ini sering terjadi konflik
atau bahkan dilema etik.

11
2.7 Terapi Komplementer Dalam Bidang Maternitas
a. Terapi komplementer akupresur pada titik perikardium 6 dalam mengatasi
Mual dan muntah pada kehamilan
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Juwita, 2015) bahwa, Intervensi
keperawatan komplementer akupresur pada titik P6 dapat dikategorikan sebagai
intervensi yang aman dan cukup efektif dalam mengurangi mual dan muntah
pada ibu hamil yang tidak mendapatkan terapi lain selain akupresur pada titik
P6. Akupresur dan akupuntur menstimulasi system regulasi serta mengaktifkan
mekanisme endokrin dan neurologi, yang merupakan mekanisme fisiologi dalam
mempertahankan keseimbangan ( Homeostasis ) ( Runiari, 2010). Terapi
akupressur, dimana terapi ini dilakukan dengan cara menekan secara manual
pada P6 pada daerah pergelangan tangan yaitu 3 jari dari daerah distal
pergelangan tangan antara dua tendon. Terapi ini menstimulasi sistem regulasi
serta mengaktifkan mekanisme endokrin dan neurologi, yang merupakan
mekanisme fisiologi dalam mempertahankan keseimbangan (Runiari, 2010).
b. Pengaruh Pemberian Aromaterapi Peppermint Inhalasi Terhadap Mual
Muntah Pada Pasien Post Operasi Dengan Anestesi Umum
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Rihiantoro, Oktavia, & Udani,
2018) bahwa pemberian terapi aromatik peppermint secara inhalasi pada pasien
post operasi dengan anastesi umum dapat menurunkan intensitas mual muntah
yang ditunjukan dengan penurunan rata-rata skor PONV. Pemberian terapi
aromatik peppermint memberikan efek penurunan intensitas mual dan muntah
yang lebih cepat pada pasien post operasi dengan anastesi umum dibandingkan
hanya mengandalkan efek farmakologis dari premedikasi antiemetik.
c. Efektivitas Teknik Effleurage Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Rahma, Sofiyanti, & Nirmasari,
2017) bahwa terapi effleurage adalah terapi komplementer yang menerapkan
gate control teori oleh Mander dan Tamsuri (2007) yaitu bahwa serabut nyeri
membawa stimulus nyeri ke otak lebih kecil dan perjalanan sensasinya lebih
lambat dari pada serabut sentuhan yang luas dan sensasinya berjalan lebih cepat.
Ketika sentuhan dan nyeri dirangsang bersama sensasi sentuhan berjalan ke otak
dan menutup pintu gerbang dalam otak dan terjadi pembatasan intensitas nyeri.

12
BAB IV
PENUTUP

3.1 Simpulan
Pengobatan komplementer alternative adalah pengobatan non konvensional yang
ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehablitatifyang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan
kualitas, keamanan, dan efektifitas yang tinggi yang berlandaskan ilmu pengetahuan
biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran konvensional. Perkembangan budaya
barat, membawa kedokteran konvensional menguatkan tentang metode untuk
mendapatkan pengetahuan yang baru. Banyak terapi-terapi komplementer yang berasal
dari sistem perawatan kesehatan tradisional dengan berbagai macam latar belakang
budaya dan selalu berhubungan dengan filosofi dan nilai religius sebagai kekuatan
utama, tubuh sebagai penyembuh sendiri dan holistik Saat ini penggunaan terapi
komplementer mulai menggeliat. Hal ini tentu akan terkait dengan tren isu yang
berkembang tentang terapi komplementer.

3.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca terutama mahasiswa keperawatan
diharapkan dapat menggunakan makalah ini sebagai referensi untuk menambah
pengetahuan tentang Keperawatan Maternitas dan diharapkan para pembaca bisa
memberikan kritik dan saran untuk dapat menjadikan kami lebih baik lagi dalam
penulisan makalah kami selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Breen, Kerry. Dec 2003.Ethical issues in the use of complementary medicinesProQuest


Research Library diakses pada 24 maret 2012
Curtis, P.2004. Safety Issues in Complementary & Alternative Health Care. Program on
Integrative Medicine, School of Medicine,University of North Carolina
Hilsden and Verhoef. (1999). Complementary therapies: Evaluating their effectiveness
in cancer. Patient Education and Counseling. 3892), 102
Jonas,W.B. (1998). In Complementary and Alternative Health Practice and Therapies-A
Canadian Overview Prepared for Strategies and Systems for Health Directorate,
Health Promotion and Programs Branch, Health Canada (1999). Toronto,
ON:York University Centre for Health Studies
Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/ Menkes/ SK/VII/ 2003
Tentang penyelenggaraan Pengobatan Tradisional
Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 120/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar
Pelayanan Hiperbarik
Keputusan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik, No. HK.03.05/I/199/2010 Tentang
Pedoman Kriteria Penetapan Metode Pengobatan komplementer – alternatif yang
dapat diintegrasikan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
LaValley and Verhoef. (1995) Integrating Complementary Medicine and Health Care
Services into Practice Canadian Medical Association Journal, 153(1), 45-46
Mary Cipriano Silva, PhD, RN, FAAN dan Ruth Ludwick, PhD, RN, C. november
2001. Ethics: Ethical Issues in Complementary/Alternative
Therapies.http://www.nursingworld.org/MainMenuCategories/ANAMarketplace/
ANAPeriodicals/OJIN/Columns/Ethics/EthicalIssues.html diakses pada 22
Oktober 2018
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1109/Menkes/PER/IX/2007
Tentang Peneyelenggaraan Pengobatan Komplementer alternative di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
Thome,S.S.(2001). Complementary and Alternative Medicine: Critical Issue of Nursing
Practice and Policy. Canadian Nurse, 97 (4),27.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

14

Anda mungkin juga menyukai