Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Rehabilitasi


Rehabilitasi berasal dari dua kata, yaitu re yang berarti kembali dan
habilitasi yang berarti kemampuan. Menurut arti katanya, rehabilitasi berarti
mengembalikan kemampuan. Rehabilitasi adalah proses perbaikan yang ditujukan
pada penderita cacat agar mereka cakap berbuat untuk memiliki seoptimal
mungkin kegunaan jasmani, rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi. (Widati, 2010)
Menurut Soewito dalam (Widati, 1984) menyatakan bahwa rehabilitasi
penderita cacat merupakan segala daya upaya, baik dalam bidang kesehatan,
sosial, kejiwaan, pendidikan, ekonomi, maupun bidang lain yang dikoordinir
menjadi continous process, dan yang bertujuan untuk memulihkan tenaga
penderita cacat baik jasmaniah maupun rohaniah, untuk menduduki kembali
tempat di masyarakat.
Pada hakikatnya rehabilitasi adalah suatu pendekatan komprehensif yang
bertujuan membentuk individu yang utuh dalam aspek fisik, mental, emosional,
dan sosial agar ia dapat berguna. Rehabilitasi itu bukan merupakan suatu usaha
yang dilakukan oleh para ahli untuk para penyandang cacat, tetapi harus penderita
sendirilah yang harus berusaha untuk melakukan prosedur yang telah ditetapkan,
sehingga dapat merubah dirinya sendiri menjadi manusia mandiri.
2.2 Tujuan Rehabilitasi
Dalam Undang-undang Nomor 4 tahun 1997 dijelaskan bahwa Rehabilitasi
diarahkan untuk memfungsikan kembali dan mengembangkan kemampuan fisik,
mental dan sosial penyandang cacat agar dapatmelaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar sesuai dengan bakat, kemampuan, pendidikan dan pengalaman.
Tujuan rehabilitasi adalah terwujudnya anak/peserta didik berkelainan yang
berguna (usefull). Pengertian berguna tersebut mengandung dua makna, yaitu:
1. Peserta didik mampu mengatasi masalah dari kecacatannya, dapat
menyesuaikan diri terhadap kekurangan- kekurangannya, serta mempunyai
kecekatan-kecekatan sosial dan vokasional.
2. Pengertian berguna juga mengandung makna bahwa peserta didik memiliki
kekurangan-kekurangan. Artinya kondisi pencapaian maksimal mungkin
tidak sama dengan anak-anak normal, dan dalam kondisi minimal peserta
didik cacat tidak bergantung pada orang lain dalam mengurus dan
menghidupi dirinya.
Aspek berguna melalui kegiatan rehabilitasi bagi peserta didik cacat
diharapkan dapat mencakup hal berikut:
a. Self Realization
Dapat menyadari kelainannya dan dapat menguasai diri sedemikian rupa,
sehingga tidak menggantungkan diri pada orang lain.
b. Human Relationship
Dapat bergaul dan bekerjasama dengan orang lain dalam kelompok, tahu akan
perannya, dapat menyesuaikan diri dengan perannya tersebut. Dapat
memahami dan melaksanakan tugasnya dengan baik. Dapat mengerti batas-
batas dari kelakuan, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, etika
pergaulan, agama, dan tidak memisahkan diri, tidak rendah diri, dan tidak
berlebihan, serta mampu bergaul secara wajar dengan lingkungannya.
c. Economis Efficiency
Mempunyai kemampuan dan keterampilan ekonomis produktif tertentu yang
dapat menjamin kehidupannya kelak di bidang ekonomi.
d. Civic Responbility
Memiliki tanggung jawab dan mampu berpartisipasi terhadap lingkungan
masyarakat, minimal ia tidak mengganggu kehidupan masyarakat.
2.3 Bidang/ Aspek Pelayanan Rehabilitasi
Bidang/aspek pelayanan rehabilitasi dapat digolongkan menjadi tiga bidang
(Widati, 2010), yaitu:
1. Rehabilitasi Kesehatan/ Medis
Rehabilitasi kesehatan/medik merupakan lapangan spesialisasi ilmu
kedokteran baru, yang berhubungan dengan penanganan secara menyeluruh
dari penderita yang mengalami gangguan fungsi/cidera (impairment),
kehilangan fungsi/cacat (disability) yang berasal dari susunan otot tulang
(musculoskeletal), susunan otot syaraf (neuromuscular), susunan jantung dan
paru-paru (cardiovascular and respiratory system), serta gangguan mental
sosial dan kekaryaan yang menyertai kecacatannya.
Menurut (Muslim, 1996), rehabilitasi medis mempunyai dua tujuan, yaitu
sebagai berikut:
a. Tujuan jangka pendek agar pasen segera keluar dari tempat tidur dapat
berjalan tanpa atau dengan alat paling tidak mampu memelihara diri
sendiri.
b. Tujuan jangka panjang agar pasen dapat hidup kembali ditengah
masyarakat, paling tidak mampu memelihara diri sendiri, idealnya dapat
kembali kepada kegiatan kehidupan semula paling tidak mendekatinya.
Sifat layanan rehabilitasi medik meliputi beberapa hal berikut, yaitu:
1) Usaha preventif, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kemunduran
status kesehatan dan penyebaran penyakit menular serta dampak lebih
lanjut dari kecacatan.
2) Usaha kuratif, dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kesehatan
kepada penyandang cacat baik pada segi kesehatan umum maupun
pelayanan kesehatan khusus dan terapi khusus sesuai dengan kebutuhan.
3) Usaha promotif, dimaksudkan sebagai upaya menjaga status kesehatan
dan pembinaan kepada masyarakat sekolah dan keluarga dalam hal
penyakit dan cacat.
2. Rehabilitasi Sosial
Pengertian rehabilitasi sosial (Departemen Sosial RI, 1992) adalah suatu
rangkaian kegiatan professional dalam upaya mengembalikan dan
meningkatkan kemampuan warga masyarakat baik perorangan, keluarga
maupun kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial agar dapat
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar, dan dapat menempuh kehidupan
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.
Tujuan rehabilitasi sosial adalah untuk memulihkan kembali rasa harga
diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan diri,
keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya, dan memulihkan
kembali kemauan dan kemampuan agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar.
3. Rehabilitasi Psikologis
Rehabilitasi psikologis merupakan bagian dari proses rehabilitasi
penderita yang berusaha untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya
mengurangi semaksimal mungkin pengaruh negatif yang disebabkan oleh
kecacatan terhadap mental penderita serta melatih mempersiapkan mental
mereka agar siap dan mampu menyesuaikan diri di masyarakat.
Proses pelaksanaan rehabilitasi psikologis berjalan bersamaan dengan
proses rehabilitasi medis, pendidikan, dan keterampilan, dimana prosesnya
bertujuan untuk:
a. Menghilangkan atau mengurangi semaksimal mungkin akibat psikologis
yang disebabkan oleh kecacatan. Misalnya timbul perasaan putus asa,
perasaan rendah diri, harga diri yang rendah, mudah tersinggung, mudah
marah, malas, suka minta bantuan, suka mengisolasi diri, dsb.
b. Memupuk rasa harga diri, percaya pada kemampuan diri sendiri,
semangat juang, semangat kerja dalam kehidupan, rasa tanggung jawab
pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan negara.
c. Mempersiapkan peserta didik cacat secara mental psikologis agar mereka
tidak canggung bila berada di tengah masyarakat.
4. Rehabilitasi Karya
Rehabilitasi keterampilan/karya adalah suatu rangkaian kegiatan
pelatihan yang berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan keahlian
yang diperlukan untuk suatu pekerjaan.
Tujuannya agar peserta didik dapat memiliki kesiapan dasar dan
keterampilan kerja tertentu yang dapat untuk memenuhi kebutuhan diri
sendiri maupun keluarganya. Sedangkan sasaran pokoknya adalah
menumbuhkan kepercayaan diri, disiplin mendorong semangat siswa agar
mau bekerja.
Menurut Purwanti & Maliya (2008), Tahap Rehabilitasi meliputi:

1. Rehabilitasi Stadium Akut


Sejak awal tim rehabilitasi medik sudah diikutkan, terutama untuk
mobilisasi. Programnya dijalankan oleh tim, biasanya latihan aktif dimulai
sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan, kecuali perdarahan.
Sejak awal Speech terapi diikut sertakan untuk melatih otot- otot menelan
yang biasanya terganggu pada stadium akut. Psikolog dan Pekerja Sosial
Medik untuk mengevaluasi status psikis dan membantu kesulitan keluarga.

2. Rehabilitasi Stadium Sub Akut.


Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukan tanda-
tanda depresi, fungsi bahasa mulai dapat terperinci.Pada penderita stroke pola
kelemahan ototnya menimbulkan hemiplegic posture. Kita berusaha
mencegahnya dengan cara pengaturan posisi, stimulasi sesuai kondisi klien.

3. Rehabilitasi Stadium Kronik


Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana terapi ini biasanya
sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga penderita lebih
banyak dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog harus lebih aktif.
Menurut Purwanti dan Maliya (2008) dalam Brillianti (2015), program
rehabilitasi segera dijalankan oleh tim, biasanya aktif dimulai sesudah
prosesnya stabil, 24-72 jam sesudah serangan kecuali pada perdarahan.
Tindakan mobilisasi pada perdarahan subarachnoid dimuali 2-3 minggu
sesudah serangan. Latihan gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali
sehari untuk mencegah kontraktur.

2.4 Langkah-Langkah Mobilisasi Dalam Rehabilitasi


Adapun langkah-langkah mobilisasi dalam rehabilitasi menurut Purwanti dan
Maliya (2008), dalam Brillianti (2015), ini meliputi:
a. Pelaksanaan Mobilisasi Dini Posisi Tidur.
1) Berbaring terlentang
Posisi kepala leher dan punggung harus lurus, letakkan bantal
dibawah lengan yang lumpuh secara hati-hati, sehingga bahu
terangkat ke atas dengan lengan agak ditinggikan dan memutar ke
arah luar, siku dan pergelangan tangan agak ditinggikan.Letakkan pula
bantal dibawah paha yang lumpuh dengan posisi agak memutar kearah
dalam lutut agak ditekuk.
Gambar 1 Latihan Posisi Berbaring Terlentang
2) Miring ke sisi yang sehat
Bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan, lengan yang
lumpuh memeluk bantal dengan siku di luruskan. Kaki yang lumpuh
diletakkan di depan, di bawah paha dan tungkai diganjal bantal, lutut
ditekuk.

Gambar 2 Latihan Posisi Miring Kesisi Yang Sehat


3) Miring ke sisi yang lumpuh
Lengan yang lumpuh menghadap ke depan, pastikan bahwa bahu
penderita tidak memutar secara berlebihan. Tungkai agak ditekuk,
tungkai yang sehat menyilang di atas tungkai yang lumpuh dengan
diganjal bantal.

Gambar 3 Latihan Posisi Miring Kesisi Yang Lumpuh


b. Latihan Gerak Sendi (Range of Motion)
Latihan Range of Motion (ROM) adalah kegiatan latihan yang
bertujuan untuk memelihara fleksibilitas dan mobilitas sendi (Tseng, et
al, 2007; dalam Cahyati, 2011).
Latihan gerak sendi aktif adalah klien menggunakan ototnya untuk
melakukan gerakan dan intinya tidak ada ketidaknyamanan.
Menggambarkan gerakan sistematik dengan rangkaian urutan selama
atau setiap tahap. Menampilkan setiap latihan 3x dan rangkaian latihan
2x sehari.
Latihan gerak sendi pasif adalah perawat menggerakkan anggota
gerak dan memerintahkan keikutsertaan klien agar terjadi gerakan penuh
(Purwanti & Maliya, 2008).

1) Latihan gerak sendi pada anggota gerak atas menurut Hoeman


(1996), dalam Purwanti dan Maliya (2008), adalah:

a. Fleksi/ekstensi
Dukung lengan dengan pergelangan tangan dan siku,
angkat lengan lurus melewati kepala klien, istirahatkan lengan
terlentang diatas kepala di tempat tidur.

Gambar 4 Latihan Fleksi/Ekstensi

b. Abduksi/adduksi

Dukung lengan di pergelangan dengan telapak tangan dan


siku dari tubuhnya klien, geser lengan menjauh menyamping dari
badan, biarkan lengan berputar dan berbalik sehingga mencapai
sudut 90ᵒ dari bahu.
Gambar 5 Latihan Abduksi/Adduksi

c. Siku fleksi/ekstensi
Dukung siku dan pergelangan tangan, tekuk lengan klien
sehingga lengan menyentuh ke bahu, luruskan lengan ke depan.

Gambar 6 Latihan Fleksi/ekstensi Siku

d. Pergelangan tangan

Dukung pergelangan tangan dan tangan klien dan jari-jari


dengan jari yang lain; tekuk pergelangan tangan ke depan
danmenggenggam, tekuk pergelangan tangan ke belakang
dantegakkan jari-jari, gerakkan pergelangan tangan ke lateral.

e. Jari fleksi/ekstensi
Dukung tangan klien dengan memegang telapak tangan,
tekuksemua jari sekali, luruskan semua jari sekali
Gambar 7 Latihan Jari Feksi/ekstensi.

2) Latihan gerak sendi pada anggota gerak bawah menurut Hoeman


(1996),dalam Purwanti & Maliya (2008), adalah:

a. Pinggul fleksi
Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, angkat lutut
mengarah ke dada tekuk pinggul sedapat mungkin, biarkan lutut
menekuk sedikit atau dengan toleransi klien.

Gambar 8 Latihan Pinggul Fleksi

b. Pinggul fleksi/kekuatan
Dukung dari bawah lutut dan tumit klien, mengangkat kaki
klien diluruskan setinggi mungkin, pegang sampai hitungan
kelima.

Gambar 9 Latihan Pinggul Fleksi Kekuatan

c. Lutut Fleksi/ekstensi
Dukung kaki bila perlu tumit dan belakang lutut, tekuk
setinggi 90 derajat dan luruskan lutut.

Gambar 10 Latihan Lutut Fleksi/ ekstensi

d. Jari kaki Fleksi/ekstensi


Dukung telapak kaki klien, tekuk semua jari menurun dan
dorong semua jari ke belakang

Gambar 11 Latihan Jari Fleksi/Ekstensi

e. Tumit inverse/eversi
Dukung kaki klien di tempat tidur dengan satu tangan dan
pegang telapak kaki dengan tangan yang lain, putar telapak kaki
keluar, putar telapak kaki ke dalam

3) Latihan duduk
Menurut Harsono (1996), dalam Purwanti dan Maliya (2008),
latihan dimulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap
untuk kemudian dicapai posisi setengah duduk dan pada akhirnya
posisi duduk. Latihan duduk secara aktif sering kali memerlukan alat
bantu, misalnya trapeze untuk pegangan penderita.
Sedang menurut Kandel, dkk (1995), dalam Purwanti dan Maliya
(2008), bangun duduk dilakukan dengan bantuan perawat yang
memegang kuat siku sisi yang lumpuh pada tempat tidur, dengan
tangan yang lain berjabatan tangan dengan tangan penderita yang
sehat. Siku penderita yang sakit harus berada langsung di bawah
bahu, bukan di belakang bahu.Latihan ini diulang-ulang sampai
penderita merasakan gerakannya. Penyanggaan berat di siku yang
menyebar ke atas sendi bahu sisi yang mampu merupakan bagian
yang penting dalam rehabilitas penderita stroke menuju
penyembuhan total.

Gambar 12 Latihan Duduk


2.5 Cara memindahkan lansia dari tempat tidur ke kursi roda :
1. Posisikan kursi roda menghadap ke arah lansia membentuk sudut dengan
tempat tidur di arah kepala lansia.
2. Bantu lansia duduk menjuntai (seperti pada uraian cara membantu lansia
berganti posisi, dari tidur ke posisi duduk menjuntai di sisi tempat tidur).
3. Berdirikan lansia dengan cara :
 Letakkan lengan caregiver disekeliling dada dan di belakang punggung
lansia.
 Topang kaki lansia dengan kaki caregiver.
 Pindahkan tumpuan berat badan dan angkat lansia hingga posisi berdiri di
peluk oleh caregiver dengan erat.

 Cagiver dapat menstabilkan posisi lansia dengan menempatkan lutut


caregiver berlawanan dengan lutut lansia

4. Dudukkan lansia di kursi roda dengan cara :


 Putar arah berdiri caregiver menghadap kursi roda sehingga posisi lansia
membelakangi kursi roda.
 Tekuk lutut caregiver dan posisikan lutut caregiver lebih rendah dari
posisi lansia. Lalu dudukkan lansia secara perlahan di kursi roda.
 JANGAN menurunkan/mendudukkan lansia dengan posisi caregiver yang
tetap berdiri, karena dapat mengakibatkan lansia terjatuh
 Pastikan posisi duduk lansia nyaman dan tidak ada anggota tubuh lansia
yang terjepit.

Anda mungkin juga menyukai