Anda di halaman 1dari 16

PRINSIP PERAWATAN BAYI DAN ANAK PENDERITA HIV/AIDS ATAU

DENGAN ORANG TUA HIV/AIDS

Disusun Oleh :
ISTIATI CICI ANTIKA 2014901066
MARDALENA 2014901070
NADHYA AYUNINGTYAS 2014901074
NESIA DWI AGUSTINA 2014901076
SITI SAODAH 2014901085

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
TA 2020/ 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang MahaEsa yang telah
memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan tugas makalah Keperawatan HIV/AIDS Pada Anak.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Seperti kata pepatah "tak ada gading yang tak retak", oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun
guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Ucapan terima kasih kami kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Bandar Lampung, September 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 5

BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi HIV/AIDS 6
B. Tanda dan gejala HIV/AIDS pada anak dan bayi 6
C. Transmisi dari ibu ke anak 7
D. Proses penularan HIV/AIDS pada anak dan bayi 9
E. Tata laksana bayi dari ibu positif HIV/AIDS 10
F. Diagnosis HIV/AIDS pada anak dan bayi 10
G. Pemeriksaan laboratorium 11
H. Pencegahan HIV/AIDS pada anak dan bayi 12
I. Penatalaksanaan HIV/AIDS pada anak dan bayi 12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan 17
B. Saran 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi HIV/AIDS ( Human immuno Deficiency Virus / Acquired Immune Deficiency
Syndrom ) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang dewasa
homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. enam tahun kemudian ( 1989 ), AIDS
sudah termasuk penyakit yang mengancam anak di amerika. Di seluruh dunia, AIDS
menyebabkan kematian pada lebih dari 8000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1
orang setiap 10 detik, karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian
tertinggi akibat satu jenis agen infeksius.
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan Amman pada
tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di Amerika
makin lama makin meningkat. Pada bulan Desember di Amerika dilaporkan 1995
maupun pada anak yang berumur kurang dari 13 tahun menderita HIV dan pada bulan
Maret 1993 terdapat 4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah kasus
AIDS yang dilaporkan di Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988 terdapat 356 anak
dengan AIDS. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun pada anak – anak
tertinggi didunia adalah di Afrika.
Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan 25 juta orang, lebih
dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya karena AIDS. Setiap
tahun juga diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS, 500 000 diantaranya adalah
anak usia dibawah 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang
terutama di negara terbelakang atau berkembang, dengan angka transmisi sebesar ini
maka dari 37,8 juta orang pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat 2,1 juta
anak- anak dibawah 15 tahun. (WHO 1999)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS?
2. Apa saja tanda dan gejala HIV/AIDS pada anak dan bayi?
3. Bagaimana Proses penularan HIV/AIDS Pada Anak dan Bayi?
4. Diagnosis HIV/AIDS Pada Anak Dan Bayi?
5. Pencegahan HIV/AIDS Pada Anak Dan Bayi?
6. Penatalaksanaan HIV/AIDS Pada Anak Dan Bayi?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Apa Yang Dimaksud Dengan HIV/AIDS
2. Untuk Mengetahui Tanda Dan Gejala HIV/AIDS Pada Anak Dan Bayi
3. Untuk Mengetahui Proses Penularan HIV/AIDS Pada Anak Dan Bayi
4. Untuk Mengetahui Diagnosis HIV/AIDS Pada Anak Dan Bayi
5. Untuk Mengetahui Pencegahan HIV/AIDS Pada Anak Dan Bayi
6. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan HIV/AIDS Pada Anak Dan Bayi

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi HIV/AIDS
Acquired immunodeficiency syndrom (AIDS) suatu gejala penyakit yang menunjukkan
kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala penyakit infeksi tertentu /
keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh
(kekebalan) oleh virus yang disebut dengan HIV. Sedang Human Imuno Deficiency
Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang
kemudian mengakibatkan AIDS. HIV sistem kerjanya menyerang sel darah putih yang
menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk dalam limfosit yang disebut
dengan T4 atau sel T penolong. ( T helper ), atau juga sel CD 4. HIV tergolong dalam
kelompok retrovirus sub kelompok lentivirus. Juga dapat dikatakan mempunyai
kemampuan mengopi cetak materi genetika sendiri didalam materi genetik sel - sel
yang ditumpanginya dan melalui proses ini HIV dapat mematikan sel - sel T4. (
DEPKES: 1997 )
AIDS adalah salah satu penyakit retrovirus epidemic menular, yang disebabkan oleh
infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi berat imunitas
seluler, dan mengenai kelompok resiko tertentu, termasuk pria homoseksual, atau
biseksual, penyalahgunaan obat intra vena, penderita hemofilia, dan penerima transfusi
darah lainnya, hubungan seksual dan individu yang terinfeksi virus tersebut. (
DORLAN 2002 )
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dan kelainan ringan
dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan
berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan
malignitas yang jarang terjadi. (Centre for Disease Control and Prevention)
B. Tanda Dan Gejala HIV/AIDS Pada Anak dan Bayi
1. Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
2. Diare lebih dan satu bulan
3. Demam lebih dan satu bulan
4. Mulut dan faring dijumpai bercak putih
5. Limfadenopati yang menyeluruh
6. Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
7. Batuk yang menetap ( > 1 bulan )
8. Dermatitis yang menyeluruh
C. Transmisi dari Ibu ke Anak
infeksi HIV pada perempuan menurunkan fertilitas Namun karena kelompok umur
yang terinfeksi HIV sebagian besar adalah usia subur maka kehamilan pada wanita HIV
positif merupakan masalah nyata. Transmisi HIV dari ibu dengan HIV positif ke bayi
disebut transmisi vertikal dapat terjadi melalui plasenta pada waktu hamil (intrauterin),
waktu bersalin (intrapartum) dan pasca natal melalui air susu ibu (ASI) Tidak semua ibu
pengidap HIV akan menularkannya kepada bayi yang di kandungnya. HIV tidak
melalui barier plasenta. Transmisi vertikal terjadi ekitar 15-40%, sebelum penggunaan
obat anti-retrovirus. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan insidens pemberian ASI
Diperkirakan risiko transmisi melalui ASI adalah 15%. Apabila ibu terinfeksi padasaat
hamil tua atau pada saat menyusui maka risiko tersebut meningkat sampai sampai 25
%. Mekanisme transmisi melalui ASI. HIV-1 berada didalam ASI dalam bentuk terikat
dalam sel atau virus bebas, namun belum diketahui bentuk mana yang ditularkanke
bayi. Beberapa penelitian yang perlu dikonformasi lagi oleh karena hanya melibatkan
kasus yang tidak banyak memperlihatkan bahwa prevalensi dan konsentrasi DNA HIV-
1 tertinggi pada 6 bulan pertama. Beberapa zat antibodi yang terdapat di dalam ASI
dapat bekerja protektif terhadap penularan melalui ASI seperti laktoferin, secretory
leukocyte protease inhibitor. Status vitamin A pada ibu juga penting karena terbukti laju
penularan lebih tinggi pada ibu dengan defisiensi vit A.
1. Risiko transmisi vertical
Risiko transmisi vertikal bergantung pada beberapa faktor.- Usia kehamilan.
Transmisi vertikal jarang terjadi pada waktu ibu hamil muda, karena plasenta
merupakan barier yang dapat melindungi janin dari infeksi pada ibu. Transmisi
terbesar terjadi pada waktu hamil tua dan waktu persalinan. Beban virus di dalam
darah, Kondisi kesehatan ibu . Stadium dan progresivitas penyaklit ibu, ada
tidaknya komplikasi, kebiasaan merokok, penggunaan obat-obat terlarang dan
defisiensi vitamin A.Faktor yang berhubungan dengan persalinan; seperti masa
kehamilan, lamanya ketuban pecah,dan cara persalinan bayi baru lahir.-Pemberian
profilaksis obat antiretroviral Pemberian ASI.
a. Pencegahan primer
Pendekatan yang paling efektif untuk mencegahtransmisi vertikal adalah
pencegahan pada wanita usiasubur. Konseling sukarela, rahasia, dan
pemeriksaandarah adalah cara mendeteksi pengidap HIV secara dini.
b. Pemberian anti retrovirus secara profilaksis Pada tahun 1994 dapat dibuktikan
bahwa pemberian obat tunggal zidovudine sejak kehamilan 14 minggu, selama
persalinan dan dilanjutkan 6 minggu kepada bayi dapat menurunkan transmisi
vertikal sebanyak 2/3 kasus. Akhir-akhir ini telah terbukti bahwa pemberian
profilaksis zidovudine dalam jangka waktu lebih singkat cukup efektif asalkan
bayi tidak diberikan ASI, oleh karena obat tersebut tidak dapat mencegah
transmisi melalui ASI. Saat ini penelitian membuktikan bahwa pemberian satu
kali Nevirapine pada saat persalinan kepada ibu dan kemudian dilanjutkan
dengan pemberian satu kali pada bayi pada usia 48-72jam setelah lahir dapat
menurunkan transmisi vertical sebanyak 50% bila dibandingkan dengan
pemberian zidovudine oral waktu intrapartum dan pada bayiselama satu minggu.
Kombinasi dua obat anti-retroviral atau lebih ternyata sangat mengurangi
transmisi vertikal apalagi bila dikombinasi dengan persalinan melalui seksio
sesaria serta tidak memberikan ASI. Efek samping penggunaan anti retroviralini
masih dalam penelitian
c. Pertolongan persalinan oleh petugas terampil
Pertolongan persalinan sebaiknya oleh tenaga kesehatanyang terampil dengan
meminimalkan prosedur yanginvasif dan menetrapkan universal precaution
untukmencegah transmisi HIV.
d. Pembersihan jalan lahir.
Pembersihan jalan lahir dengan menggunakan chlorhexidine dengan
konsentrasi cukup pada saat intra partum diusulkan sebagai salah satu cara
yang dapat menurunkan insidens transmisi HIV intra-partum antara ibu ke
anak.14,15 Selain menurunkantransmisi vertikal HIV tindakan membersihkan
jalanlahir ini dapat menurunkan morbiditas ibu dan bayiserta mortalitas bayi.
e. Persalinan dengan seksio sesaria
Suatu meta-analisis pada 15 buah penelitian yang melibatkan 7800 pasangan
ibu anak membuktikan bahwa bayi yang dilahirkan secara seksio sesaria yang
dilakukan sebelum ketuban pecah mempunyai kejadian transmisi vertikal jauh
lebih rendah bila dibandingkan dengan kelahiran pervaginam. Sebuah penelitian
klinik yang dilakukan dengan randomisasi membuktikan bahwa pada bayi yang
dilahirkan dengan cara seksio sesaria transmisi vertika lHIV adalah 1.8%
sedangkan yang lahir per vagina transmisi vertikal adalah 10,6 %
f. Makanan ibu penting.
Gangguan gizi ibu dapat merusak integritas mukosa usus dan memudahkan
tranmisi. Selain vit.A, riboflavin dan mikro nutrient lain dapat mempertahankan
integritas mukosa usus.

D. Proses Penularan HIV/AIDS Pada Anak Dan Bayi


Lahirnya Millenium Development Goals tahun 2000 di New York merupakan
komitmen pemimpin dunia untuk mempercepat pembangungan manusia dan
pemberantasan kemiskinan. Namun di Indonesia, tujuan MDGs dikembangkan dan
diklasifikasikan menjadi delapan, antara lain: menurunkan angkan kematian anak serta
memerangi HIV/AIDS (Indriyani, Dian dan Asmuji, 2014).
Penularan HIV ke Bayi dan Anak, bisa dari ibu ke anak, penularan melalui darah,
penularan melalui hubungan seksual (pelecehan seksual pada anak). Penularan dari ibu
ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia
subur (15-44 tahun), sehingga terdapat risiko penularan infeksi yang bisa terjadi saat
kehamilan (in uteri). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV
dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum
ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% SAMPAI 35%, sedangkan
jika sudah ada gejala pada ibu kemungkinan mencapai 50%.
penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfusi fetomaternal atau
kontak antara kulit atau membran mucosa bayi dengan darah atau sekresi maternal
saat melahirkan . semakin lama proses kelahiran, semakin besar pula risiko penularan,
sehingga lama persalinanbisa dicegah dengan operasi sectio caecaria. Transmisi lain
juga terjadi selama periode postpartum melalui ASI, risiko bayi tertular melaui ASI dari
ibu yang positif sekitar 10% (Nurs dan Kurniawan, 2013).

E. Tata laksana Bayi dari ibu HIV positif


Pertolongan persalinan pada bayi baru lahir dari ibuyang mengidap HIV/AIDS seperti
pada pertolongan persalinan normal dengan menerapkan universal precaution. Bila obat
antiretroviral tersedia dapat diberikan kepada bayi. Saat ini obat yang dianjurkan untuk
mengurangi transmisi vertikal pada neonatusadalah Zidovudine selama 6 minggu atau
Niverapinesebanyak satu kali pemberian.
F. Diagnosis HIV/AIDS Pada Anak Dan Bayi
Bayi tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama periode
neonatal. Penyakit penan da AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah
pneumonia yang disebabkan pneumocystis cranii, gejala umum yang ditemukan pada
bayi dengan infeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare
kronis, atau hepatosplenomegali (pembesaran pada hepar dan lien).
Karena antibodi ibu bisa dideteksi pada bayi sampai berumur 18 bulan. Maka tes
ELISA dan western blot akan postif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV karena tes ini
berdasarkan ada atau tidaknya antibodi pada HIV. Tes paling spesifik untuk
mengidentifikasi adalah PCR untuk DNA HIV. Kultur HIV yang positif juga
mennjukkan pasien terinfeksi HIV. Untuk pemeriksaan PCR, bayi harus dilakukan
pengambilan sampel darah untuk dilakukan tes PCR pada dua waktu yang berlainan.
DNA PCR pertama diambil saat berusia 1 bulankarena tes ini kurang sensitif selama 1
bulan setelah lahir. CDC merekomendasikan pemeriksaan DNA PCR setidaknya
diulang pada saat bayi berusia 4 bulan. Jika tes ini negatif, maka bayi tidak terinfeksi
HIV sehingga tes PCR perlu diulang setelah bayi disapih. Pada usia 18 bulan,
pemeriksaan ELISA bisa dilakukan pada bayi bila tidak tersedia sarana pemeriksaan
yang lain. Anak-anak berusia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan
menggunakan kombinasi antara gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Anak
denagn HIV sering mengalami infeksi bakteri, gagal tumbuh atau wasting,
limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang, sariawan pada mulut dan faring.
Anak usia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan ELISA dan tes konfirmasi lain
seperti pada dewasa. Terdapat dua klasifikasi yang bisa digunakan untuk mendiagnosis
bayi dan anak dengan HIV yaitu menurut CDC dan WHO(Nurs dan Kurniawan, 2013).
G. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan darah tepi berupa pemeriksaan Hemoglobin, leukosit hitung jenis,
trombosit, dan jumlah sel CD4. Pada bayi yang terinfeksi HIV dapat ditemukan
anemia serta jumlah leukosit CD4 dan trombosit rendah.
b. Pemeriksaan kadar immunoglobulin. Ini di-lakukan untuk mengetahui adanya hipo
atau hiper gammaglobulinemia yang dapat menjadi pertandaterinfeksi HIV
c. Pemeriksaan antibody HIV. Terdapatnya IgG antibodi HIV pada darah bayi belum
berarti bayitertular, oleh karena antibody IgG dari ibu dapatmelalui plasenta dan
baru akan hilang pada usiakurang lebih 15 bulan. Bila setelah 15 bulan didalam
darah bayi masih ditemukan antibodi IgGHIV baru dapat disimpulkan bahwa bayi
tertular.Untuk dapat mengetahui bayi kurang dari 15 bulan terinfeksi atau tidak
diperlukan pemeriksaan lainyaitu pemeriksaan IgM antibody HIV, biakan HIVdari

10
sel mononuklear darah tepi bayi, mengukuran tigen p24 HIV dari serum dan
pemeriksaan provirus (DNA HIV) dengan cara reaksi rantai polimerase
(polymerase chain reaction = PCR)21.Bila bayi tertular HIV in utero, maka baik
biakan maupun PCR akan menunjukkan hasil yang positif dalam 48 jam pertama
setelah lahir. Bila bayi tertular pada waktu intrapartum maka biakan HIV maupun
PCR dapat menunjukkan hasil yang negatif pada minggu pertama. Reaksi baru
akan positif setelah bayi berumur 7-90 hari21. Kebanyakan bayi yang tertular HIV
akan menunjukkan hasil biakan dan PCR yangpositif pada usia rata-rata 8 minggu.
Dianjurkan untukmemeriksa PCR segera setelah lahir, pada usia 1-2bulan dan 3-6
bulan.
H. Pencegahan HIV/AIDS Pada Anak Dan Bayi

Penularan HIV dari dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui 4 cara, mulai saat
hamil, saat melahirkan dan setelah lahir yaitu: penggunaan antiretroviral selama
kehamilan, penggunaan anti retroviral saat persalinan dan bayi yang baru
dilahirkan, penggunaan obstetrik selama selama persalinan, penatalksanaan selama
menyusui. Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load rendah sehingga
jumlah virus yang ada di dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk
menularkan HIV. Persalinan sebaiknya dipilih dengan metode sectio caecaria
karena terbukti mengurangi resiko risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai
80% walaupun caesaria.. demikian bedah caesar juga memiliki risiko penularan
HIV dari ibu kebayi sampai 80%.
Bila bedah caesar selektif disertai penggunaan terapi antiretroviral, maka
risiko dapat ditirinkan sampai 87%. Walaupun demikian bedah caesar juga
mempunyai risiko karena imunitas ibu yang rendah sehingga bisa terjadi
keterlambatan penyembuhan luka, bahkan bisa terjadi kematian saat operasi oleh
karena itu persalinan pervaginam dan sectio caecaria harus dipertimbangkan sesuai
kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain. Namun jika melahirkan dengan pervaginam
maka beberapa tindakan harus dihindari untuk meminimalisir risiko, seperti terlalu
sering melakukan pemeriksaan dalam atau memecahkan ketuban sebelum
pembukaan lengkap (Nurs dan Kurniawan,2013)

I. Penatalaksanaan HIV/AIDS Pada Anak Dan Bayi


1. Pengobatan pada Anak dengan HIV/AIDS

11
Prinsip pemberian ART pada anak hampir sama dengan dewasa, tetapi
pemberian ART pada anakmemerlukan perhatian khusus tentang dosisi dan
toksisitasnya. Pada bayi, sistem kekebalannya mulai dibentuk dan berkembang
selama beberapa tahun pertama. Efek obat pada bayi dan anak juga akan
berbeda dengan orang dewasa (Nurs dan Kurniawan, 2013:168). Pedoman
pengobatan HIV/AIDS pada Anak menurut (Departemen Kesehatan Indonesia:
Direktotat Jendran Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
2008:35) yaitu Rejimen Lini pertama yang direkomendasikan adalah 2
Nucleosida Reverse Transkriptase Inhibitor (NRTI) + 1 Non Nucleosida
Reverse Transkriptase Inhibitor (NNRTI)
2. Perawatan pada Anak dengan HIV/AIDS
a. Pengobatan antiretroviral
antiretroviral yang dipakai pada bayi/anak adalah Zidovudine Obat tersebut
diberikan bila sudah terdapat gejala seperti infeksi oportunistik, sepsis, gagal
tumbuh, ensefalopati progresif, jumlah trombosit <75.000 / mm3 selama 2
minggu, atau terdapat penurunan status imunologis. Pemantauan statusi
munologis yang dipakai adalah jumlah sel CD4 ataukadar imunoglobulin <
250 mg/mm3. Jumlah sel CD4 untuk umur <1 tahun,1-2, 3-6,dan >6 tahun
berturut-turut adalah < 1750, <1000, <750/mm3., dan < 500/mm3.
Pengobatan diberikan seumur hidup. Dosis pada bayi < 4 minggu adalah 3
mg/kg BB per oral setiap 6 jam, untuk anak lebih besar 180 mg/m2; dosis
dikurangi menjadi 90-120 mg/m2 setiap 6 jam apa bila terdapat tanda-tanda
efek samping atau intoleransi seperti kadar Hemoglobin dan jumlah leukosit
menurun, atau adanya gejala mual. Untuk pencegahan terhadap
kemungkinan terjadi infeksi Pneumocystis cari ini diberikan trimethropin-
sulfamet hoxazole dengan dosis 150 mg/m2 dibagidalam 2 dosis selama 3
hari berturut setiap minggu.22Bila terdapat hipogam maglobulinemia
(IgG<250 mg/dl) atau adanya infeksi berulang diberikan Imunoglobulin
intravena dengan dosis 400 mg/kg BB per 4 minggu .Pengobatan sebaiknya
oleh dokter anak yang telah memperdalam tentang pengobatan AIDS pada
anak.
b. Pemberian makanan
Analisis dari data yang diperoleh membukti kanbahwa di negara yang
angka kematian pasca neonatal adalah 90 per seribu, bila penggunaan
susu formula mencapai 10% akan terjadi kenaikan 13% pada angkak
ematian bayi dan apabila penggunaan susu formula mencapai 100%
angka kematian bayi naik sebanyak 59%. Penelitian lain menunjukkan
bahwa di daerah dengan higiene yang buruk, angka kematian karena
diare pada anak usia 8 hari sampai 12 bulan adalah 14 kali pada mereka
yang tidak mendapatkan ASIdibandingkan yang mendapat ASI. Lagipula
padamasyarakat yang kebiasaan menyusui itu lumrah,
Apabila ibu diketahui mengidap HIV/AIDS terdapat beberapa alternatif
yang dapat diberikan dan setiap keputusan ibu setelah mendapat
penjelasan perlu didukung. Bila ibu memilih tidak memberikan ASI
maka ibu diajarkan memberikan makanan alternatif yang baik dengan
cara yang benar, misalnya pemberian dengan cangkir jauh lebih baik
dibandingkan dengan pemberian melalui botol. Di negara berkembang
sewajarnya makanan alternatif ini disediakan secara cuma-cuma untuk
paling kurang 6 bulan.-Bila ibu memilih memberikan ASI walaupun
sudah dijelaskan kemungkinan yang terjadi, maka dianjurkan untuk
memberikan ASI secara eksklusif selama 3-4 bulan kemudian
menghentikan ASIdan bayi diberikan makanan alternatif. Perlu di
usahakan agar puting jangan sampai luka karenavirus HIV dapat menular
melalui luka. Jangan pula diberikan ASI bersama susu formula
karenasusu formula akan menyebabkan luka di dinding usus yang
menyebabkan virus dalam ASI lebih mudah masuk.

c. Imunisasi
Oleh karena itu dinegara-negara berkembang tetap dianjurkan untuk
memberikan vaksinasi rutin pada bayi yang terinfeksiHIV melalui
transmisi vertikal. Namun dianjurakan untuk tidak memberikan
imunisasi dengan vaksin hidup misalnya BCG, polio, campak. Untuk
imunisasi polio OPV (oral polio vaccine) dapat digantikan dengan IPV
(inactivated polio vaccine) yang bukan merupakan vaksin hidup.
Imunisasi Campak juga masih dianjurkan oleh karena akibat yang
ditimbulkan oleh infeksi alamiah pada pasien ini lebih besar dari pada
efek samping yang ditimbulkan oleh vaksin campak.
d. Nutrisi pada Anak dengan HIV/AIDS
Pemberian Nutrisi pada bayi dan anakdengan HIV/AIDS tidak berbeda
dengan anak yang sehat, hanya saja asupan kalori dan proteinnya perlu
ditingkatkan. Selain itu perlu juga diberikan multivitamin, dan
antioksidan untuk mempertahankan kekebalan tubuh dan menghambat
replikasi virus HIV. sebaiknya dipilih bahan makanan yang
risiko alerginya rendah dan dimasak dengan baik untuk mencegah
infeksi oportunistik. Sayur dan buah-buahan juga harus dicuci dengan
baik dan sebaiknya dimasak sebelum diberikan kepada anak. Pemberian
(Nurs dan Kurniawan, 2013).
e. Dukungan sosial spiritual pada Anak dengan HIV/AIDS
Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma emosi yang
mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi masalah berat
dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang, dan sebagainya
sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak. Orang tua
memerlukan waktu untuk mengatasi masalah emosi, syok, kesedihan,
penolakan, perasaan berdosa, cemas, marah, dan berbagai perasaan lain.
Anak perlu diberikan dukungan terhadap kehilangan dan perubahan
mencaku (1) memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien dan
keluarga untuk membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan
perasaan keluarga, (2) membangkitkan harga diri anak serta keluarganya
dengan melihat keberhasilan hidupnya atau mengenang masa lalu
yang indah, (3) menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan
reaksi lainnya, (4) mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah,
dapat mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau orang lain
(Nurs dan Kurniawan, 2013).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Acquired immunodeficiency syndrom (AIDS) suatu gejala penyakit yang menunjukkan


kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala penyakit infeksi tertentu /
keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh
(kekebalan) oleh virus yang disebut dengan HIV. infeksi HIV pada perempuan
menurunkan fertilitas Namun karena kelompok umur yang terinfeksi HIV sebagian
besar adalah usia subur maka kehamilan pada wanita HIV positif merupakan masalah
nyata. Transmisi HIV dari ibu dengan HIV positif ke bayi disebut transmisi vertikal
dapat terjadi melalui plasenta pada waktu hamil (intrauterin), waktu bersalin
(intrapartum) dan pasca natal melalui air susu ibu (ASI) Tidak semua ibu pengidap
HIV akan menularkannya kepada bayi yang di kandungnya. HIV tidak melalui barier
plasenta.
B. Saran
Dianjurkan untuk memberikan vaksinasi rutin pada bayi yang terinfeksi HIV. Sebagai
professional perawat hendaknya kita terus memberi penkes kepada masyarakat terkait
pentingnya kesadaran akan bahaya HIV/AIDS serta memberikan support kepada
penderita HIV/AIDS.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Indonesia: Direktotat Jendran Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan, Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada anak di indonesia. Jakarta:DepkeS RI, 2008.

https://www.scribd.com/document/367451640/Makalah-Hiv-Anak diakses pada 4


September 2020 pukul 09.57 WIB

Anda mungkin juga menyukai