Disusun Oleh :
Ayu Pratika Wati
( 2014901055)
D. Patofisiologi
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada
intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian
usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas
dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga
bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan
lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi
sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi .
Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan
dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran darah menurun dan
keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus.
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum.
Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum
ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan
juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya
mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt sedemikian
besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan
lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai
akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya
bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya menutup
lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi
komplit kadang-kadang tidak terjadi pada intususepsi (Wong, 2008).
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun
total dan strangulasi. Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil
menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang
menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi
perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi
E. Pathway keperawatan
Tidur terganggu
G. Pemeriksaanpenunjang
Radiologis :
1. Foto abdomen 3 posisi
a. Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika
circularis usus)
b. Colon In loop berfungsi sebagai :
1) Terapi Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda-tanda obstruksi dan
kejadian < 24 jam
2) Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar
bersama feses dan udara.
Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran
tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu
menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan
melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi.
Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi
stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.
H. Pengkajian focus
Lakukan pengkajian fisik secara rutin
1. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama deskripsi keluarga tentang
gejala.
2. Observasi pola defekasi dan perilaku praoperasi dan pasca operasi
3. Observasi perilaku anak
4. Observasi adanya manifestai intususepsi:
a. Nyeri abdomen akut tiba-tiba
b. Anak berteriak dan menarik lutut ke dada
c. Anak tampak normal dan nyaman selama interval di antara episode nyeri
d. Muntah
e. Letargi
f. Keluarnya feses seperti jeli merah ( feses bercampur darah dan mucus )
g. Abdomen lunak ( pada awal penyakit )
h. Nyeri tekan dan distensi abdomen ( penyakit lanjut )
i. Massa berbentuk sosis yang dapat diraba dikuadran kanan atas
j. Kuadran kanan bawah kosong ( tanda dance )
k. Demam, prostasi dan tanda-tanda lain peritonitis
5. Observasi adanya manifestasi intususepsi yang lebih kronis:
a. diare
b. anoreksia
c. penurunan berat badan
d. muntah (kadang-kadang )
e. nyeri periodic
f. nyeri tanpa gejala lain ( pada anak yang lebih besar )
I. Diagnosa keperawatan
1. Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor
biologi.
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelainan absorbsi cairan.
e. Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang
relevan.
2. Post operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur invasif.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
c. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, nyeri.
J. Perencanaan keperawatan
Pre Operasi
Dx 1 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit.
Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang
dapat diterima anak
Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
Intervensi
1. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi
pengunjung).
2. Berikan analgesia sesuai ketentuan
3. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur
4. Cegah peningkatan TIK
5. Kompreskan air hangat pada dahi
Post Operasi
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan prosedur invasif.
Tujuan : Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang
dapat diterima anak
Kriteria hasil :
a. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
b. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
Intervensi :
1. Kaji nyeri secara komprehensif (lokasi, durasi, frekuensi, intensitas nyeri).
2. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi
pengunkung).
3. Berikan analgesia sesuai ketentuan
4. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur
5. Ajarkan teknik relaksasi
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2004. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta
: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia