Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Dengan sepenuh hati yang meliputi pengertian syukur dan puji, kami
kelompok III memanjatkan syukur kepada Allah Swt karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Seminar
Kasus Dengan Dignosa medis Peritonitis Di Ruangan IGD Bedah di RSUD.

Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo.


Kelompok III selama menyelesaikan penyusunan laporan ini banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu melalui kesempatan ini
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Preseptor Klinik Ruangan IGD Bedah, Ns. Arifin Umar, S.Kep.,M.Kep
2. Preseptor Akademik Ruangan IGD Bedah, Ns. Haslinda Damansyah.,M.Kep
3. Teman-Teman seperjuangan Profesi Ners Angkatan X dan yang paling
teristimewa teman-teman kelompok III yang selalu memberikan motifasi 1
sama lain dan yang selalu menjaga kekompakannya.
Kelompok III menyadari masih banyak kekurangan yang disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan, wawasan dan kemampuan kami. Oleh karena itu,
kelompok kami sangat mengharapkan masukan guna penyempurnaan dalam
penulisan laporan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pengambil
keputusan dan pemerhati

Gorontalo, November 2019

Kelompok III
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR....................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 1
1.3 Tujuan................................................................................................. 2

BAB II. PEMBAHASAN.................................................................................. 3

2.1 Definisi................................................................................................ 3
2.2 Etiologi................................................................................................ 4
2.3 Manifestasi Klinis................................................................................ 6
2.4 Patofisiologi......................................................................................... 7
2.5 Pathway............................................................................................... 8
2.6 Pemeriksaan Diagnostik...................................................................... 9
2.7.Komplikasi........................................................................................... 9
2.8 Penatalaksanaan................................................................................... 10

BAB III. SUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS................................... 11

BAB IV PENUTUP........................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 14
3.2 Saran.................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peradangan merupakan respon terhadap cedera. Arti khususnya,
peradangan adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan,
zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada
daerah cedera atau nekrosis. Peradangan sebenarnya adalah gejala
menguntungkan dan pertahanan, yang hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan
agen-agen penyerang, penghancur jaringan nekrosis, pembentukan keadaan yang
dibutuhkan untuk perbaikan serta pemulihan. Peradangan bisa terjadi di seluruh
bagian tubuh manusia, misalnya peritonitis.
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput
organ perut (peritonieum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa
terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh
infeksi atau aseptik.Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi
bakteri (secara inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri
yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim
pencerna aktif.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Peritonitis ?
2. Apa etiologi dari Peritonitis ?
3. Apa klasifikasi dari Peritonitis ?
4. Apa patofisiologi Peritonitis?
5. Apa komplikasi pada peritonitis?
6. Bagaimana penanganan peritonitis ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien peritonitis?
1.3 Tujuan
1 Untuk Mengetahui Definisi Peritonitis
2. Untuk Mengetahui Etiologi Peritonitis
3. Untuk Mengetahui manifestasi Klinis Pada Peritonitis
4. Untuk Mengetahui Patofisiologi Peritonitis
5. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Pada Peritonitis
6. Untuk Mengetahui Komplikasi Pada Peritonitis
7. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Pada Peritonitis
8. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Klien Peritonitis
1.4 Manfaat
Dengan adanya laporan seminar ini, diharapkan mahasiswa mampu
memahami dan membuat asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis
peritonitis serta mampu mengimplementasikannya dalam proses kepeawatan.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
2.1 Definisi
Peritonitis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan
pada peritoneum. Peritoneum adalah lapisan tipis dari jaringan yang melapisi
organ-organ perut dan terletak di dalam dinding perut. Peradangan ini disebabkan
oleh infeksi bakteri atau jamur pada membrane ini. Ada dua tipe peritonitis yaitu
primer dan sekunder. Peritonitis primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
pembuluh darah dan pembuluh limfe ke peritoneum. Penyebab peritonitis primer
yang paling umum adalah penyakit hati. Peritonitis sekunder adalah tipe
peritonitis yang lebih umum. Hal ini terjadi ketika infeksi yang berasal dari
saluran pencernaan atau saluran empedu menyebar ke dalam peritoneum.
Peritonitis juga dapat bersifat akut atau kronis.
Peritonitis akut adalah peradangan yang tiba-tiba pada peritoneum
sedangkan peritonitis kronis adalah peradangan yang berlangsung sejak lama pada
peritoneum. Peritonitis adalah keadaan darurat yang mengancam jiwa karena
memerlukan perawatan medis secepatnya. Infeksi menghentikan pergerakan usus
yang normal (peristaltik). Tubuh segera mengalami dehidrasi, dan zat-zat kimia
penting yang disebut elektrolit dapat menjadi sangat terganggu. Seseorang yang
menderita peritonitis dan tidak dirawat dapat meninggal dalam beberapa hari.
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau
sekunder, akut atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal
oleh bakteri atau kimia. Primer tidak berhubungan dengan gangguan usus dasar
(contoh: sirosis dengan asites, system urinarius); sekunder inflamasi dari saluran
GI, ovarium/uterus, cedera traumatic atau kontaminasi bedah (Doenges, 1999).
Peritonitis adalah inflamasi peritonium yang bias terjadi akibat infeksi bacterial
atau reaksi kimiawi (Brooker, 2001). Peritonitis adalah infeksiseius atau
5

peradangan dari sebagian atau seluruh peritonium, penutup dari saluran usus
(Griffith, 1994)
2.2 Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan didalam abdomen berupa
inflamasi dan penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak
lambung, perforasitifus abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena
perforasi organ berongga karena trauma abdomen.
1) Bakterial, misalnya Bacteroides, E.Coli, Streptococus,Pneumococus, proteus,
kelompok Enterobacter-Klebsiella, Mycobacterium Tuberculosa.
Misalnya peradangan dinding peritonium yang terjadi bila benda asing
termasuk bakteri atau isi gastrointestinal.
2) Kimiawi, yaitu pada getah lambung,dan pankreas, empedu,darah, urin, benda
asing (talk, tepung).
Misalnya, robek atau perforasi dari organ mana saja diperut, seperti
apendiksitis, tukak peptik, atau divetikulum yang terinveksi atau kandung
kemih. Juga luka pada dinding perut, seperti karena pisau atau luka karena
tembak, atau dapat pula karena penyakit radang panggul atau robeknya
kehamilan ektopi
Infeksi peritoneal dapat diklasifikasikan sebagai bentuk:
1. Peritonitis primer (Spontaneus)
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari
rongga peritoneum. Penyebab paling sering dari peritonitis primer
adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis.
Kira-kira 10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan ascites akan
berkembang menjadi peritonitis bakterial.
2. Peritonitis sekunder
Penyebab peritonitis sekunder paling sering adalah perforasi appendicitis,
perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering
kolon sigmoid) akibat divertikulitis, volvulus, kanker serta strangulasi usus
halus (Brian,2011).
6

2.3 Manifestasi Klinis


Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan
tanda-tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri
tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di
bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan
sementara usus.
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan
terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan
ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran
peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita
bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri
jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri
abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas
lokasinya (peritoneum visceral) yang makin lama makin jelas lokasinya
(peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat
yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki
punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.
Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri
akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi
positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes
berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis,
atau penggunaan analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.
7

2.4 Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen ke dalam
rongga abdomen sebagai akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau
perforasi tumor. Terjadinya proliferasi bacterial, terjadinya edema jaringan dan
dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal
menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris seluler
dan darah. Respons segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti oleh
ileus paralitik disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.
8

2.5 Phatway

invasi kuman ke lapisan peritoneum oleh berbagai kelainan oleh


system gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ abdomen
atau perforasi organ pasca trauma abdomen

Respon peradangan pada peritoneum dan organ didalammnya

PERITONITIS

Penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen

Pembentukan eksudat fibrinosa atau abses pada peritoneum

Laparatomi Respon local saraf syok sepsis Gangguaan


terhadap inflamasi
gastrointestinal

Pre Operasi Post Operasi Distensi Abdomen Respon Kardiovaskuler

Respon Psikologis Curah jantung Mual, Muntah, Kembung


Resiko Infeksi Nyeri
Akut
Ansietas
Suplay darah ke otak menurun Intake nutrisi tidak
edekuat

Risiko Perfusi
Serebral Tidak Efektif Defisit Nutrisi
9

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


a. Test laboratorium
1) Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein
(lebihdari 3 gram/100 ml) danb anyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi
dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi
memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupaka
ndasardiagnosasebelum hasil pembiakan didapat.
a) Hematokritmeningkat
b) Asidosis metabolic (darihasilpemeriksaanlaboratoriumpadapasien
peritonitis didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
2) X. Ray
Dari tesX Ray didapat:
Fotopolos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
a) Illeus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis.
b) Usus halus dan usus besar dilatasi.
c) Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi
1) Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk
pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan fotopolos abdomen 3 posisi, yaitu :
a) Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior.
b) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan
sinar dari arah horizontal proyeksi anteroposterior.
c) Tiduran miring kekiri (left lateral decubitus = LLD), dengansinar
horizontal proyeksianteroposterior.
10

2.7 Komplikasi
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut
sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan
lanjut, yaitu :
a. Komplikasi dini
1) Septikemia dan syok septic
2) Syok hipovolemik
3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multi system
4) Abses residual intraperitoneal
5) Portal Pyemia (misal abses hepar)
b. Komplikasi lanjut
2) Adhesi
3) Obstruksi intestinal rekure

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Pembedahan
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir
semua penyebab peritonitis memerlukan tindakan pembedahan
(laparotomieksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:
a. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defansmuskuler yang meluas, nyeri tekan
terutama jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok,
anemia progresif), tanda sepsis (panastinggi, leukositosis), dan tanda iskemia
(intoksikasi, memburuknya pasien saat ditangani).
b. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensiusus,
extravasasi bahan kontras, tumor, danoklusi vena atau arteri mesenterika.
c. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan
saluran cerna yang tidak teratasi.
d. Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
11

a. Mengeliminasi sumber infeksi.


b. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
c. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus
mempersiapkan pasien untuk tindakan bedah a.l :
a. Mempuasakanpasienuntukmengistirahatkansalurancerna.
b. Pemasangan NGT untukdekompresilambung.
c. Pemasangankateteruntuk diagnostic maupun monitoring urin.
d. Pemberianterapicairanmelalui I.V.
e. Pemberian antibiotic.
Terapi bedah pada peritonitis a.l :
a) Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan
luas dari pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan
infeksinya.
b) Pencucian rongga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,
kainkassa, lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk
menghilangkan pus, darah, danjaringan yang nekrosis.
c) Debridemen: mengambiljaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.
d) Irigasi kontinyu pasca operasi.
Terapi post operasi a.l:
a) Pemberiancairan I.V, dapat berupa air, cairanelektrolit, dannutrisi.
b) Pemberian antibiotic
c) Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, peristaltic usus pulih, dan tidak ada
distensi abdomen.
2.8.2 Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan
fokusseptik (apendiks, dsb) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin
mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
12

Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonic adalah penting. Pengembalian


volume intravascular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen,
nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan
tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi.
1) Terapi antibiotic harus diberikan segera setelah diagnosis peritonitis bakteri
dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian
dirubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan
pada organism mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika
berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia
dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakterei akan berkembang
selama operasi.
2) Pembuangan focus septic atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertical di garis tengah yang
menghasilkan jalan masuk keseluruh abdomen dan mudah dibuka serta
ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan di atas tempat
inflamasi.Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi
tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada
umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan
menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
3) Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan
menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi
ke tempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika
(misalsefalosporin) atau antiseptik (misalpovidon iodine) pada cairan irigasi.
Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum,
karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteri menyebar ke tempat lain.
10

4) Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu
dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat
masuk bagi kontaminaneksogen. Drainase berguna pada keadaan dimanater jadi
kontaminasi yang terus-menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis
terlokalisasi yang tidak dapat direseksi.
2.8.3 Pngobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila
terdapat apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada
peradangan pankreas (pankreatitisakut) atau penyakit radang panggul pada wanita,
pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu
beberapa macam antibiotic diberikan bersamaan.
B. Konsep keperawatan
A. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Biodata/ identitas pasien :
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,no medrek,diagnose, tanggal
masuk, dan alamat
2. Riwayat penyakit
a) Keluhan utama
Nyeri abdomen. Keluhan nyeri dapat bersifat akut, awalnya rasa sakit sering
kali membosankan dan kurang terlokalisasi (peritoneum viseral). Kemudian
berkembang menjadi mantap, berat, dan nyeri lebih terlokalisasi (peritoneum
parietal). Jika tidak terdapat proses infeksi, rasa sakit menjadi berkurang. Pada
beberapa penyakit tertentu (misalnya: perforasi lambung, pankreatitis akut
berat, iskemia usus) nyeri abdomen dapat digeneralisasi dari awal
b) Riwayat kesehatan sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai nyeri, seperti peningkatan suhu
tubuh, mual, dan muntah. Pada kondisi lebih berat akan didapatkan penurunan
kesadaran akibat syok sirkulasi dari septikemia
c) Riwayat kesehatan dahulu
Penting untuk dikaji dalam menentukan penyakit dasar yang menyebabkan
kondisi peritonitis. Untuk memudahkan anamnesis, perawat dapat melihat
pada tabel. Penyebab dari peritonitis sebagai bahan untuk mengembangkan
11

pernyataan. Anamnesis penyakit sistemik, seperti DM, hipertensi dan


tuberkulosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Dikaji untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga yang meliputi pola
makan, gaya hidup atau pun penyakit yang sering diderita keluarga sehingga
dapat menyebabkan peritonitis seperti penyakit apendititis, ulkul peptikum,
gastritis, divertikulosis dan lain-lain
3. Pengkajian psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana
pembedahan, serta perlunya pemenuhan informasi prabedah
4. Pemeriksaan fisik
Didapatkan sesuai dengan manisfestasi klinis yang muncul.
a) Keadaan umum : pasien terlihat lemah dan kesakitan
b) TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan hemodinamik.
c) Suhu badan meningkat ≥38,5oC dan terjadi takikardia, hipotensi, pasien
tampak legarti serta syok hipovolemia
d) Pemeriksaan fisik yang dilakukan :
1) Inspeksi : pasien terlihat kesakitan dan lemah. Distensi abdomen
didapatkan pada hampir semuja pasien dengan peritonitis dengan
menunjukkan peningkatan kekakuan dinding perut. Pasien dengan
peritonitis berat sering menghindari semua gerakan dan menjaga pinggul
tertekuk untuk mengurangi ketegangan dinding perut. Perut sering
mengembung disertai tidak adanya bising usus. Temuan ini mencerminkan
ileus umum. Terkadang, pemeriksaan perut juga mengungkapkan
peradangan massa
2) Auskultasi : penurunan atau hilangnya bising usus merupakan salah satu
tanda ileus obstruktif
3) Palpasi : nyeri tekan abdomen (tenderness), peningkatan suhu tubuh,
adanya darah atau cairan dalam rongga peritoneum akan memberikan
tanda-tanda rangsangan peritoneum. Rangsangan peritoneum
menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular. Pekak hati dapat
menghilang akibat udara bebas dibawah diafragma. Pemeriksaan rektal
dapat memunculkan nyeri abdomen, colok dubur ke arah kanan mungkin
12

mengindikasikan apendisitis dan apabila bagian anterior penuh dapat


mengindikasikan sebuah abses.
Pada pasien wanita, pemeriksaan bimanual vagina dilakukan untuk
mendeteksi penyakit radang panggul (misalnya endometritis, salpingo-
ooforitis, abses tuba-ovarium), tetapi temuan sering sulit diinterprestasikan
dalam peritonitis berat
4) Perkusi : nyeri tekuk dan bunyi timpani terjadi adanya flatulen
5. Pemeriksaan diagnostik
a) Pemeriksaan laboratorium, meliputi (Laroche, 1998) hal-hal berikut :
1) Sebaian besar pasien dengan infeksi intra-abdomen menunjukkan
leukositosis (>11.000 sel/µL)
2) Kimia darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis
3) Pemeriksaan waktu pembekuan dan pendarahan untuk mendeteksi
disfungsi pembengkuan
4) Tes fungsi hati jika diindikasikan secara klinis
5) Urinalisis penting untuk menyingkirkan penyakit saluran kemih, namun
pasien dengan perut bagian bawah dan infeksi panggul sering
menunjukkan sel darah putih dalam air seni dan mikrohematuria
6) Kultur darah untuk mendeteksi agen infeksi septicemia
7) Cairan peritoneal (yaitu paracentesis, aspirasi cairan perut dan kultur
cairan peritoneal). Pada peritonitis tuberkulosa, cairan peritoneal
mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak
limfosit; basil tuberkel diindikasi dengan kultur
b) Pemeriksaan radiografik
1) Foto polos abdomen
Walaupun identifikasi sangat terbatas, kondisi ileus mungkin didapatkan
usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas hadir dalam
kebanyakan kasus anterior perforasi lambung dan duodenum, tetapi jauh
lebih jarang dengan perforasi dari usus kecil dan usus besar, serta tidak
biasa dengan appendiks perforasi. Tegak film berguna untuk
mengidentifikasi udara bebas di bawah diafragma (paling sering disebalah
kanan) sebagai indikasi adanya viskus berlubang
2) Computed tomography scan (CT scan)
13

CT scan abdomen dan panggul tetap menjadi studi diagnostik pilihan


untuk abses peritoneal. CT scan ditunjukkan dalam semua kasus dimana
diagnosis tidak dapat dibangun atas dasar klinis dan temuan foto polos
abdomen. Abses peritoneal dan cairan lain dapat diambil untuk diagnostik
atau terapi dibawah bimbingan CT scan
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah suatu modalitas pencitraan muncul untuk diagnostis dicurigai
abses intra-abdomen. Abses abdomen menunjukkan penurunan itensitas
sinyal pada gambar T1-weighted dan homogen atau peningkatan intensitas
sinyal heterogen pada gambar T2-weighted. Terbatasnya 
c) USG
USG abdomen dapat membantu dalam evaluasi kuadran kanan atas (misalnya
perihepatic abses, kolesistitis, biloma, pankreatitis, pankreas pseudocyst),
kuadran kanan bawah, dan patologi pelvis (misalnya appendisitis, abses tuba-
ovarium, abses Douglas), tetapi terkadang pemeriksaan menjadi terbatas
karena adanya nyeri, distensi abdomen dan gangguan gas usus. USG dapat
mendeteksi peningkatan jumlah cairan peritoneal (asites), tetapi
kemampuannya untuk mendeteksi jumlah kurang dari 100 ml sangat terbatas
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d infeksi, inflamasi intestinal, abses abdomen ditandai dengan nyeri tekan
pada abdomen
2. Defisit Nutrisi b.d kurangnya asupan makanan yang adekuat ditandai dengan mual,
muntah dan anoreksia
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif
4. Risiko infeksi
5. Ansietas
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Observasi
Kategori : Psikologis keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi lokasi,
Subkategori : Nyeri dan diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi,
Kenyamanan menurun dengan criteria hasil frekuensi, kualitas, intensitas
Definisi : Pengalaman 1. Keluhan nyeri menurun nyeri
sensorik atau emosional 2. Meringis menurun 2. Identifiksi skala nyeri
yang berkaitan dengan 3. Gelisah menurun 3. Identifikasi respon nyeri non
kerusakan jaringan actual 4. Kesulitan tidur menurun verbal
atau fungsional, dengan 5. Frekuensi nadi membaik 4. Identifikasi factor yang
onset mendadak atau lambat memperberat dan
dan berintensitas ringan memperingan nyeri
hingga berat yang Terapeutik
berlangsung kurang 3 bulan 1. Berikan tehnik
Penyebab : nonfarmakologi untuk
1. Agen pencedera mengurangi rasa nyeri
fisiologis 2. Kontrol lingkungan yang
2. Agen pencedera memperberat nyeri
kimiawi 3. Fasilitas istrahat tidur
3. Agen pencedera fisik Edukasi
Gejala Dan Tanda Mayor 1. Jelaskan penyebab, periode,
Subjektif : dan pemicu nyeri
1. Mengeluh Nyeri 2. Ajarkan tehnik
Objektif nonfarmakologi untuk
1. Tanpa Meringis mengurangi nyeri
2. Bersikap Protektif Kolaborasi
3. Gelisah 1. kolaborasi pemberian
4. Frekuensi Nadi analgetik
Meningkat
5. Sulit Tidur
Gejala Dan Tanda Minor
Objektif
1. Tekanan darah
meningkat
2. Pola nafas bertambah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir
terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri
sendiri
7. Diaforesis
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Observasi
Kategori : Fisiologis keperawatan selama 3x24 jam 1. Identifikasi status nutrisi
Subkategori : Nutrisi dan diharapkan asupan nutrisi 2. Identifikasi makanan yang
cairan membaik dengan criteria hasil disukai
Definisi : 1. Porsi makan yang 3. Identifikasi kebutuhan kalori
Asupan nutrisi tidak cukup dihabiskan meningkat dan jenis nutrient
untuk memenuhi kebutuhan 2. Perasaan cepat kenyang 4. Monitor asupan makanan
metabolisme menurun 5. Monitor berat badan
Penyebab : 3. Nyeri abdomen menurun Terapeutik
1. kurangnya asupan 4. Berat badan membaik 1. Lakukan oral higine sebelum
makanan 5. IMT membaik makan, jika perlu
2. ketidakmampuan 2. Fasilitasi menentukan
menelan makanan pedoman diet
3. ketidakmampuan 3. Sajikan makanan secara
mencerna makanan menarik dan suhu yang sesuai
4. ketidakmampuan 4. Berikan makan tinggi serat
mengabsorbsi nutrien untuk mencegah konstipasi
5. peningkatan kebutuhan 5. Berikan makan tinggi kalori
dan tinggi protein
Gejala dan Tanda Mayor 6. Berikan suplemen makanan
Objektif Edukasi
1. Berat badan menurun 1. Anjurkan posisi dudu, jika
minimal 10 % dibawah mampu
rentang ideal 2. Ajarkan diet yang
Gejala dan Tanda Minor diprogramkan
Subjektif Kolaborasi
1. Cepat kenyang setelah 1. Kolaborasi pemberian
makan medikasi sebelum makan
2. Kram/nyeri abdomen 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
3. Nafsu makan menurun untuk menentukan jumlah
Objektif kalori dan jenis nutrien yang
1. Bising usus hiperaktif dibutuhkan, jika perlu
2. Otot mengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membrane mukosa
pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebih
8. Diare
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada selaput
organ perut (peritonieum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang
membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Lokasi peritonitis bisa
terlokalisir atau difuse, riwayat akut atau kronik dan patogenesis disebabkan oleh
infeksi atau aseptik.
Ada dua tipe peritonitis yaitu primer dan sekunder. Peritonitis primer
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari pembuluh darah dan pembuluh limfe ke
peritoneum. Penyebab peritonitis primer yang paling umum adalah penyakit hati.
Peritonitis sekunder adalaht ipe peritonitis yang lebih umum.
Peritonitis juga dapat bersifat akut atau kronis. Peritonitis akut adalah
peradangan yang tiba-tiba pada peritoneum sedangkan peritonitis kronis adalah
peradangan yang berlangsung sejak lama pada peritoneum.

4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan perawat dapat menangani dan
dapat mengatasi apabila pasien dengan peritonitis. Perawat diharapakan dapat
melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik kepada klien dengan peritonitis.
2

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Alih bahasa oleh Hartono, dkk.
Jakarta: EGC.

Dongoes, M.E., Mary F.M., dan Alice C. G. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC.

Heather, Herdman. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.


Jakarata : EGC

PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia; Definisi Dan Indicator


Diagnostic, Edisi 1, Jakarta : DPP. PPNI

PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia; Definisi Dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1, Jakarta : DPP. PPNI

PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia; Definisi Dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1, Jakarta : DPP. PPNI
ii
2

Anda mungkin juga menyukai