Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PPOK/COPD

DISUSUN OLEH :

NUR INDAH OKTAVIANI 88170008

NURHALISA YUNUS 881700

NUNUNG NUR KARIM 881700

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BSI BANDUNG

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan segala
keterbatasan.
Makalah ini di buat sebagai tugas mata kuliah Keperawatan Medical Bedah I
yang membahas tentang Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK/COPD, yang
merupakan salah satu mata kuliah di prodi S1 Keperawatan. Dan juga dapat di gunakan
sebagai salah satu literatur dalam proses belajar mahasiswa di kelas.
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Akan tetapi, dalam makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, kamu berharap para pembaca dapat
memanfaatkan makalah ini, baik bagi kepentingan-kepentingan praktis di dalam kelas
maupun untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bandung, Agustus 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI
Contents

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN......................................................................................................................... 4
I. LATAR BELAKANG....................................................................................................... 4
II. TUJUAN ........................................................................................................................... 4
III. MANFAAT ................................................................................................................... 4
BAB II ........................................................................................................................................... 5
LANDASAN TEORI .................................................................................................................... 5
I. PPOK/COPD ..................................................................................................................... 5
A. Definsi ........................................................................................................................... 5
D. Manifestasi klinik .......................................................................................................... 6
E. Patofisiologi .................................................................................................................. 7
F. Pathway ......................................................................................................................... 7
G. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................. 8
H. Komplikasi .................................................................................................................... 8
I. Penatalaksanaan ............................................................................................................ 9
II. ASUHAN KEPERAWATAN ......................................................................................... 10
A. Pengkajian ................................................................................................................... 10
B. Diagnosa Keperawatan ................................................................................................ 13
C. Intervensi ..................................................................................................................... 14
BAB III........................................................................................................................................ 17
PENUTUP ................................................................................................................................... 17
I. Kesimpulan ..................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 18

3
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive
Pulmonary Disease (COPD) merupakan penyakit paru-paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
parofisiologis utamanya. Beberapa penyakit yang lazim terjadi adalah emfisema,
bronkitis kronis, asma. Udara hars dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat,
udara akan terperangkap didalam paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru-paru
untuk mendapatkan oksigen yang cuup bagi bagian tubuh lainnya.
Enfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang
berlebihan dan pada akhirnya menimbulkan kelainan pada strutur paru-paru,
sehingga aliran udara terhambat secara permanen (itulah sebabnya disebut
“bronkitis kronis”).
Data dari organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010
diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab
kematian. Pravelensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit-penyakit paru
obtruksi kronik sebanyak 80-90% (kasana, 2011).

II. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian penyakit PPOK
2. Mengetahui etiologi, komplikasi dan manifestasi klinis penyakit PPOK
3. Mengetahui ASKEP teori pada pasien PPOK

III. MANFAAT
A. Manfaat Keilmuan
Hasil analisis ini dapat memberikan gambaran, informasi, dan penjelasan
tentang masukan keperawatan dengan kasus PPOK/COPD.
B. Manfaat Aplikatif
Hasil analisis ini dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan pada perawat untuk mencegah terjadinya PPOK/COPD.
C. Manfaat Metodologis
Hasil analisis ini dapat memperkaya jumlah analisis dan menjadi dasar analisis
selanjutnya dengan asuhan keperawatan yang berbeda pada pasien
PPOK/COPD.

4
BAB II
LANDASAN TEORI
I. PPOK/COPD
A. Definsi
COPD (Chronik Obst-ruction Pulmonary Disease) yaitu gangguan
pernapasan yang kronis akibat dari gangguan bronchitis. Meskipun
diferensiasi ini acap kali tidak mudah dilakukan, namun sebenarnya memiliki
konsekuensi langsung dan eensial untuk melakukan tindakan pengobatan yang
lebih mudah.
PPOK/PPOM/COPD adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara dislauran napas yang bersifat progresif non-reversibel
atau reversibel parsial. Menurut perhimpunan dokter Paru Indonesia PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD), PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran
napas tersebut biasanya progresif dan berhubungan denga repons inflamasi
dikarenakan bahan yang merugikan atau gas.
B. Klasifikasi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) terdiri dari:
1. Bronkitis kronik
Gangguan klinis yang di tandai dengan pembentukan mukus yang
berlebihan dalam bronkhus dan dimanifestasikan dalam bentuk batuk
kronis serta membentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, minumal 2
tahun berturut-turut. (Muttaqin, 2012 : 156)
2. Emfisema
Penyakit yang ditandai dengan pelebaran dari alveoli yang diikuti oleh
destruksi dari dinding alveoli. Biasanya terdapat bersamaan dengan
bronkus kronik, akan tetapi dapat pula berdiri endiri. Penyebabnya juga
sama dengan bronkitis, antara lain pada perokok
C. Faktor Resiko dan Etiologi
Menurut perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 faktor resiko pada
PPOK yaitu:
1. Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam
pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok

5
b. Derajat berat merokok dengan indeks brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : > 600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hiperaktifitas bronkus
4. Riwyat infeksi saluran napas bawah berulang
D. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis menurut Mansjoer (2000) pada pasien dengan PPOK adalah
1. Batuk. Sputum putih atau mukoi, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukopurulen.
2. Sesak. Sesak sampai menggunakan otot pernafasan tambahan untuk
bernafas.
Reeves (2001) menambahkan menifestasi klinis pada pasien dengan PPOK
adalah
1. Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah
malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya
ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin
menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi
nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami
perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang di sertai dengan
produksi dahak yang semakin banyak.
2. Biasanya pasien akan sering muncul mengalami infeksi pernapasan dan
kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien
tersebut akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah
tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaanya. Pasien mudah
sekali merasa lelah secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari.
3. Selain itu, pada pasien PPOK banyak mengalami penurunan berat badan
yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena
produksi dahak yang makin banyak, penurunan daya kekuatan tubuh,
kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan
pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sisten
GI. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih
banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.

6
E. Patofisiologi
Obstruksi jalan nafas menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam
bergantung pada penyakit. Pada brnkhitis kronis dan brokhiolitis, terjadi
penumpukan lendir dan skresi yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan
nafas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida
terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi
ruang udara dalam paru. Pada asma, jalan nafas bronkhial menyempit dan
membatasi jumlah udara yang mengalir kedalam paru. Protokol pengobatan
tertentu digunakan dalam semua kelainan ini, meski patofisiologi dari masing-
masing kelainan ini membutuhkan pendekatan spesifik.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi
genetik dengan lingkungan. Meroko, polusi udara, dan paparan ditempat kerja
(terhadap batu bara, kapas, dan padi-padian) merupakan faktor resiko penting
yang menunjang terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang
lebih dari 20-30 tahun. PPOK juga ditemukan terjadi pada individu yang tidak
mempunyai enzim yang normal untuk mencegah penghancuran jaringan paru
oleh enzim tertentu.
PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang membutuhkan
waktu bertahun-tahun untuk menunjukan awitan (onset) gejala kelinisnya
seperti kerusakan fungsi paru. PPOK sering menjadi simtomatik selama tahun-
tahun usia baya. Tetapi insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan
usia. Meskipun aspek-aspek fungsi paru tertentu seperti kapasitas vital (VC)
dan volume ekspirasu paksa (FEV) menurun sejalan dengan peningkatan usia,
PPOK dapat memperburuk perubahan fisiologi yang berkaitan dengan
penuaan dan mengakibatkan obstruksi serta kehilangan daya pengembangan
(elastisitas) paru misalnya pada enfisema. Oleh karena itu, terdapat perubahan
tambahan dalam rasio ventilasi-perfusi pada klien lansia dengan PPOK.

F. Pathway

7
G. Pemeriksaan Penunjang
Tes diagnostik adalah tes yang dilakukan untuk memeriksa apakah anda
sudah terinfeksi virus. Secara umum, pengujian adalah proses 2 langkah :
1. Tes seleksi
Ada beberapa macam tes. Ada yang tes darah, ada yang tes cairan mulut.
Mereka memeriksa untuk antibodi terhadap virus HIV, antigen HIV, atau
keduanya. Beberapa tes skrining dapat memberikan hasil dalam ± 30 menit
2. Tes tindak lanjut
Ini juga disebut tes konfirmasi. Tes ini sering dilakukan ketika tes skrining
positif.
Tes setelah diagnosa dengan HIV. Orang yang AIDS biasanya melakukan
tes darah rutin untuk memeriksa jumlah CD4 mereka : Sel CD4 adalah sel
darah yang diserang HIV. Mereka juga disebut sel T4 atau "sel T
pembantu." Karena HIV merusak sistem kekebalan, jumlah CD4 menurun.
Jumlah CD4 normal adalah dari 500 hingga 1.500 darah. Orang biasanya
mengalami gejala ketika jumlah CD4-nya turun di bawah 350. Komplikasi
yang lebih serius terjadi ketika jumlah CD4 turun menjadi 200. Ketika
jumlah itu di bawah 200, orang tersebut dikatakan menderita AIDS.
3. Tes lain termasuk:
a. Tingkat RNA HIV, atau viral load, untuk memeriksa berapa banyak
HIV di dalam darah.
b. Tes resistansi untuk melihat apakah virus memiliki resistansi terhadap
obat yang digunakan untuk mengobati HIV.
c. Hitung darah lengkap, kimia darah, dan tes urin.
d. Tes untuk infeksi menular seksual lainnya.
e. Tes TB.
f. Pap smear untuk memeriksa kanker serviks.
g. Anal Pap smear untuk memeriksa kanker anus

Prinsip konfidensialitas artinya hasil pemeriksaan harus dirahasiakan dan


hanya dapat di buka kepada :Orang/pasien yang bersangkutan, Tenaga
kesehatan yang menangani, Keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan
tidak cakap, Pasangan seksual, Pihak lain yang sesuai ketentuan.(Creek, 2018)

H. Komplikasi
Komplikasi penyakit PPOK menurut Grecc&borley (2011), jackson (2014) dan
padila (2012) :

1. Gagal napas akut atau acute respiratory failure (ARF)


2. Corpulmonal
3. Pneumothoraks

8
I. Penatalaksanaan
1. Penanganan awal.
a. Tentukan masalah yang menonjol, misalnya:
1) Infeksi saluran nafas
2) Gangguan keseimbangan asam basa
3) Gawat nafas
b. Triase untuk ke ruang rawat atau ICU
Penanganan diruang rawat untuk eksa serbasi sedang dan berat (belum
memerlukan ventilasi mekanik)
1) Obat-obatan adekuat diberikan secara intravena dan nebulizer
2) Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakanan ventury mask
3) Evaluasi ketat tanda-tanda gagal nafas
4) Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan ventilasi
mekanik

Indikasi perawatan ICU

1) Pengawasan dan terapi intensif


2) Hindari inturbasi, bila diperlukan untubasi gunakan pola ventilasi
mekanik yang tepat
c. Mencegah kematian
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi
segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal nafas,
bila telah menjadi gagal nafas segera atasi untuk mencegah kematian.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan meliputi :
1) Diagnose beratnya eksaserbasi
a) Derajat sesak, frekuensi nafas, pernapasan paradoksil
b) Kesadaran
c) Tanda-tanda vital
d) Analisa gas darah
e) neumonia
2) Terapi oksigen adekuat
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama
dan utama bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan
mencegah keadaan yang mengancam jiwa. Dapat dilakukan
diruang gawat darurat, ruang rawat atau ruang ICU. Sebaiknya
dipertahankan Pao2 >60 mmHg atau saturasi O2 >90%. Evaluasi
ketat hiperkapnia, gunakan sungkup dengan kadar yang sudah
ditentukan (ventury mask) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan
apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung
kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai
9
kondisioksigen adekuat. Harus digunakan ventilasi dalam
penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan noninvasive
positif pressure ventilation (NIPPV). Bila tidak berhasil ventilasi
mekanik digunakan dengan intubasi
3) Pemberian oabt-obatan yang maksimal
Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut
a) Antibiotic
b) Bronkodilator
c) Kortikosteroid

Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia


berkepanjangan, dan menghindari kelahan otot bantu nafas.

Ventilasi mekanik

Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi berat akan


mengurangi mortality dan mordibity, dan memperbaiki symptom. Dahulukan
penggunaan NIPPV. Bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik
dengan intubasi.

Kondisi lain yang berkaitan

- Monitor balans cairan elektrolit


- Pengeluaran sputum
- Gagal jantung atau aritmia

Indikasi penggunaan ventilasi mekanik denga intubasi

- Sesak nafas berat, pernapasan > 35x/menit


- Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal
- Kesadaran menurun
- Hipoksia berat Paco2 > 60 mmHg
- Asidosis Ph < 6,25 dan hiperkapnia Paco > 60 mmHg
- Komplikasi kardiovaskuler hipotensi
- Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia,
barotraumas, efusi pleura dan emboli massif
- Penggunaan NIPPV yang gagal.

II. ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Anamnesa
Dipsnea adalah keluhan utama PPOK. Klien biasanya
mempunyai riwayat merokok dan riwayat batuk kronis, bertempat
10
tinggal atau bekerja di area dengan polusi berat, adanya riwayat alergi
pada keluarga, adanya riwayat asma pada anak-anak.
Perawat perlu mengkaji riwayat atau adanya faktor pencetus
eksaserbasi yang meliputi alergen, stres emsional, peningkatan aktifitas
fisik yang berlebihan, terpapar dengan polusi udara, serta infeksi saluran
pernapasan. Perawat juga perlu mengkaji obat-obata yang biasa di
munim klien, memeriksa kembali setiap obat apakah masih relevan
untuk digunakan kembali.
Pengkajian pada tahap lanjut penyakit, didapatkan kadar oksigen
yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi
(hiperkapnea). Klien rentan terhadap reaksi imflamasi dan infeksi akibat
pengumpulan sekresi. Setelah infeksi terjadi, klien mengalami mengi
yang berkepanjangan saat ekspirasi.
Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan adalah hal
yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin juga mengalami distensi
selama ekspirasi. Pada pengkajian yang dilakukan ditangan, seringan di
dapatkan adanya jari tubuh (clubbing finger) sbagai dampak dari
hipoksemia yang berkepanjangan.
Sebagai pengkajian untuk menentukan predisposisi penyakit yang
mendasarinya, perawat perlu merujuk kembali pada penyakit yang
mendasarinya, yaitu asma bronkhial, bronkhitis kronis, dan empisema
pada pembahasan selanjutnya
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kondisi pernapasan terdahulu (misalnya asma, TB, karsinoma
bronkus, bronkicktasis, atau empisema), selidiki adanya kelainan
kondisi jantung atau pernapasan lain. Pernahkah ada pneumonia,
tanyakan gejala apnea saat tidur (mengantuk di asiang hari,
mendengkur)
b. Obat-obatan
Tanyakan respon pasien terhadap terapi kortikosteroid, nebuliser,
oksigen dirumah. Apakah pasien menggunakan oksigen di rumah. Jika
ya selama berapa jam sehari digunakan. Dapatkan riwayat merokok
pasien (dahulu <bungkus perhari, tahun>, sekarang dan pasif).
c. Riwayat keluarga dan sosial
Bagaimana riwayat pekerjaan pasien (pneumokoniosis). Adakah
riwayat masalah pernapasan kronik di keluarga. Bagaimana tingkat
disabilitas pasien. Bagaimana toleransi olahraga pasien. Apakah pasien
mampu keluar rumah. Bisakah pasien naik tangga. Dimana kamar

11
tidur/kamar mandi paisen, dan sebagainya. Siapa yang berbelanja,
mencuci, memasak dan sebagainya
3. Pemeriksaan fisik
a. Inpeksi
- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero – posterior dn transfersal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
b. Palpasi
Pada emfisema premitus melemah, sela iga melebar
c. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah.
d. Auskultasi
- Suara nafas vesikuler normal, atau melemah
- Terdapat ronki atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
saat ekspirasi paksa
- Ekspirasi memanjang
- Bunyi jantung terdengar jauh

Analisa Data
P E S
Batasan karakteristik : Respon inflamasi Ketidakefektifan pola
- Suara nafas tambahan ↓ nafas
- Perubahan frekuensi, irama nafas Hipersekresi mukus
- Dipsnea ↓
- Sputum dalam jumlah yang bronkitis
berlebihan ↓
- Batuk yang tidak efektif Penumpukan lendir dan
Faktor yang berhubungan : sekresi berlebih
- Perokok ↓
- Mokus dalam jumlah berlebih Merangsang refleks batuk
- PPOK ↓
Berihan jalan nafas tidak
efektif
Batasan karakteristik : Kerusakan alveolar Ketidakefektifan bersihan
- Perubahan kedalaman pernafasan ↓ jalan nafas
- Takipnea Kolaps saluran napas kecil
12
- Peningkatan diameter anterior- saat ekspirasi
posterior ↓
- Pernafasan cuping hidung Emfisema
- Fase ekspirasi memanjang ↓
- Pernafasan bibir Obstruksi pada pertukaran
- Penggunaan otot aksesoris untuk O2 dan CO2 dari alveoli ke
bernafas paru-paru
Faktor yang berhubungan ↓
- Ansietas Penurunan asupan O2
- Deformitas dinding dada ↓
- Hiperventilasi Hipoksemia
- Sindrom hipoventilasi ↓
Kompensasi tubuh dengan
peningkatan RR

Ketidakefektifan pola nafas
Batasan karakteristik : Respon inflamasi Nyeri akut/kronis
- Perubahan selera makan ↓
- Perubahan tekanan darah Fibrosa paru
- Perubahan frekuensi jantung ↓
- Perubahan frekuensi pernapasan Obstruksi paru
- Sikap tubuh melindung nyeri ↓
- Mengeskpresikan perilaku (gelisah, COPD
merengek, menangis, meringis) ↓
Timbul nyeri yang
berlangsung kronis/akut

Nyeri kronis/akut

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ansietas, posisi tubuh, deformitas
tulang, deformitas dinding dada, keletihan, hiperventilasi, sindrom hipoventilasi,
gangguan muskuloskeletal, krusakan neurologis, imaturitas neurologi, disfungsi
neuromuskular, obesitas, nyeri, keletihan otot pernapasan cedera medula spinalis.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan lingkungan
(perokok pasif, mengisap asap, merokok), obstruksi jalan napas (spasme
jalan napas, mucus dalam jumlah berlebihan, eksudat dalam jala alveoli,
materi asing dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi
bertahan/sisa sekresi, sekresi dalan bronki), fisiologi (jalan napas alergik,
asma, PPOK, hyperplasia dinding bronchial, infeksi, disfungsi
neuromuscular).
3. Nyeria akut/kronis berhubungan dengan agen cidera (biologis, zat kimia,
fisik, psikologis)
13
C. Intervensi
Diagnosa Medis Tujuan Intervensi Rasional
Ketidakefektifan NOC 1. Kaji pola nafas 1. Untuk mengetahui
pola nafas - Respiratory status : kedalaman dan
berhubungan ventilation frekuensi nafas dan
dengan ansietas, - Respiratory status : membantu dalam
posisi tubuh, airway patency menentukan
deformitas tulang, - Vital sign status intervensi
deformitas dinding
Kriteria hasil : selanjutnya
dada, keletihan,
- Mendemonstrasikan 2. Auskultasi bunyi 2. Rochi dan
hiperventilasi, batuk efektif dan
sindrom nafas dan catat wheezing menyertai
suara nafas yang
hipoventilasi, bersih, tidak ada adanya bunyi obstruksi jalan
gangguan sianosis dan dipsnea nafas tambahan. nafas/kegagalan
muskuloskeletal, (mampu pernafasan
krusakan mengeluarkan 3. Berikan posisi 3. Memaksimalkan
neurologis, sputum, mampu semi fowler ekspansi dan
imaturitas bernafas dengan ventilasi paru
neurologi, mudah, tidak ada 4. Kolaborasi dengan 4. Membantu dalam
disfungsi pursed tim medis dalam
lips)\menunjukan pemberian terapi
neuromuskular, pemberian terapi
obesitas, nyeri, jalan nafas yang yang tepat
keletihan otot paten (klien tidak
pernapasan cedera merasa tercekik,
irama nafas,
medula spinalis.
frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
- Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal (TD, nadi,
pernapasan)
Ketidakefektifan NOC 1. monitor status 1. untuk megetahui
bersihan jalan - Respiratory status : oksigen pasien oksigen dalam tubuh
nafas ventilation mencegah terjadinya
- Respirasi status : hipoksia
berhubungan
airway patency 2. beri pasien posisi 2. posisi ini untuk
dengan Kriteria hasil : semi fowler memaksimalkan
lingkungan - Mendemonstrasikan ventilasi
(perokok pasif, batuk efektif dan 3. ajrkan pasien 3. untuk
mengisap asap, suara nafas yang batukefektif mengembangakan
merokok), bersih, tidak ada ekspansi paru dan

14
obstruksi jalan sianosis dan dipsnea mengeluarkan sekret
napas (spasme (mampu 4. anjurkan pasien 4. untuk
jalan napas, mengeluarkan untuk minum air memaksimalkan
sputum, mampu hangat sewaktu mengeluarkan sekret
mucus dalam
bernafas dengan bangun tidur yang kering
jumlah mudah, tidak ada Kaji pola nafas
berlebihan, pursed 5. Auskultasi bunyi 5. Rochi dan wheezing
eksudat dalam lips)\menunjukan nafas dan catat menyertai obstruksi
jala alveoli, jalan nafas yang adanya bunyi nafas jalan nafas/kegagalan
materi asing paten (klien tidak tambahan. pernafasan
dalam jalan merasa tercekik,
irama nafas,
napas, adanya
frekuensi
jalan napas pernafasan dalam
buatan, sekresi rentang normal,
bertahan/sisa tidak ada suara
sekresi, sekresi nafas abnormal)
dalan bronki), - Mampu
fisiologi (jalan mengidentifikasikan
dan mencegah
napas alergik,
faktor yang dapat
asma, PPOK, menghambat jalan
hyperplasia nafas
dinding
bronchial, infeksi,
disfungsi
neuromuscular).
Nyeria NOC 1. Kontrol 1. Mengontrol
akut/kronis - Pain level lingkungan yang lingkungan untuk
berhubungan - Pain control dapat menghindari faktor
dengan agen - Comfort level mempengaruhi pencetus terjadinya
Kriteria hasil :
cidera (biologis, nyeri seperti suhu nyeri
- Mampu mengontrol
zat kimia, fisik, ruangan,
nyeri (tahu
psikologis) penyebab nyeri, pencahayaan dan
kebisingan 2. Teknik relaksasi
mampu
menggunakan 2. Anjurkan pasien menarik napas
tehnik melakukan teknik dalam adalah
nonfarmakologi relaksasi menarik penanganan nyeri
untuk mengurangi napas dalam. nonfarmakologi
nyeri, mencari yang dapat
bantuan) mengurangi
- Melaporkan bahwa
intensitas nyeri
nyeri berkurang
3. Tingkatkan 3. Istirahat dapat
dengan
15
menggunakan istirahat membantu
manajemen nyeri mengurangi nyeri
- Mampu engenali karena tidak adanya
nyeri (skala,
aktifitas berat
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang

16
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
PPOK atau PPOM atau COPD adalah penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel
atau reversibel parsial. Menurut perhimpunan Dokter Paru Indonesia PPOK terdiri
dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
Data dari organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010
diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab
kematian. Pravelensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit-penyakit
paru obtruksi kronik sebanyak 80-90% (kasana, 2011).
Klasifikasi PPOK terdiri dari : bronkitis kronik dan emfisema. Manifestasi
klinis menurut mansjoer (2000) pada pasien dengan PPOK adalah : batuk. Sputum
putik atau mukoi, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen, sesak. Sesak
sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas.

17
DAFTAR PUSTAKA

Antariksa, Budhi Dkk. 2011. Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Diagnosis dan
penatalaksanaan. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

Glade, Jhonatan. 2007. At a Glance Anemis dan pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. APLIKASI ASUHAN KEPERAWTAAN
BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS&NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction

https://www.scribd.com/document/343266606/Asuhan-Keperawatan-Ppok-1

18

Anda mungkin juga menyukai