Anda di halaman 1dari 82

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

TN.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS TUBERKULOSIS PARU


(TB PARU) DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RSUD
dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

OLEH:
DANDUNG SETIADI
(2017.C.09a.0880)

YAYASAN EKAHARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Dandung Setiadi
NIM : 2017.C.09a.080
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.A
Dengan Medis Tuberkulosis Paru (TB Paru) diruang intensive
care unit ICU RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.

Telah melakukan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan IV Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Nia Pristina, S.Kep,Ners

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Asuhan
Keperawatan di Ruang ICU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ini dapat
diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penyusunan Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk memenuhi tugas
Praktik Praklinik Keperawatan IV (PPK IV) pada Program Studi S-1
Keperawatan. Selain itu, Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk menambah
wawasan bagi pembaca maupun kami sebagai penulis. Sehingga pada waktu yang
akan datang materi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan dan penyusunan Asuhan
Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes, selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep, Selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep,Ners Selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam penyelesaian
Asuhan Keperawatan ini.
4. Semua pihak yang turut ambil bagian dalam membantu penulis
menyelesaikan LaporanAsuhan Keperawatan ini, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Semoga Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, untuk perbaikan
dimasa yang akan mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima
kasih.

Palangka Raya, Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit 1
1.1.1 Definisi 1
1.1.2 Anatomi Fisiologi 2
1.1.3 Etiologi 2
1.1.4 Klasifikasi 2
1.1.5 Patofisiologi 2
1.1.6 Manifestasi Klinis 5
1.1.7 Komplikasi 5
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang6
1.1.9 Penatalaksanaan Medis 6
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan 9
1.2.1 Pengkajian Keperawatan 9
1.2.2 Diagnosa Keperawatan 10
1.2.3 Intervensi Keperawatan 11
1.2.4 Implementasi Keperawatan 12
1.2.5 Evaluasi Keperawatan 12
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian Keperawatan 17
2.2 Diagnosa Keperawatan 26
2.3 Intervensi Keperawatan 32
2.4 Implementasi Keperawatan 38
2.5 Evaluasi Keperawatan 44
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
LAMPIRAN..............................................................................................................
SAP............................................................................................................................
LEAFLET.................................................................................................................
JURNAL...................................................................................................................

iii
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Definisi

Gambar 1.2.1 : Tuberculosis Paru ( TB Paru )


Tuberkulosis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh
mycobacterium, yang berkembang biak di dalam bagian tubuh dimana terdapat
banyak aliran darah dan oksigen. Infeksi bakteri ini biasanya menyebar melewati
pembuluh darah dan kelenjar getah bening, tetapi secara utama menyerang paru-
paru. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita
kepada orang lain (Santa, dkk, 2013).
1.1.2 Anatomi Fisiologi
Sistem respirasi adalah sistem organ yang berfungsi untuk mengambil O2
dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh untuk mentranspor CO2 yang dihasilkan sel-
sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi untuk
produksi bicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh
melawan benda asing, dan pengatran hormonal tekanan darah.
Sistem respirasi dibedakan menjadi dua saluran yaitu, saluran nafas bagian
atas dan saluran nafas bagian bawah. Saluran nafas bagian atas terdiri dari: rongga
hidung, faring dan laring. Saluran nafas bagias bawah terdiri dari trakea, bronkus,
bronkiolus, dan paru-paru. Sedangkan saluran pernapasan bawah meliputi trakea
atau batang tenggorokan, bronkus, dan paru-paru. Respirasi dibagi menjadi 2
bagian, yaitu respirasi eksternal dimana proses pertukaran O2 & CO2 ke dan dari
1
2

paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan CO2 + H2O masuk ke paru paru
darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan respirasi internal/respirasi sel dimana
proses pertukaran O2 & peristiwa  CO2 di tingkat sel biokimiawi untuk proses
kehidupan
1.1.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um
1.1.4 Klasifikasi
1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
a. Dengan atau tanpa gejala klinik
b. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
c. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
a. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
b. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3. Bekas TB Paru dengan kriteria:
a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan
serial foto yang tidak berubah.
d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
1.1.5 Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga
tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka
pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara
penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi
sebelumnya .(Sylvia.A.Price.2011.hal 754 )
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah
dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar.
Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu
diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah
3

maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan
bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. ( dr.Hendrawan.N.2015,hal 1-2 )
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa
muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah
bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar
getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat
menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa
mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri
dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi
dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa
membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari
pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami
konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga
dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional,
sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan
yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh
limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer
paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah
bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang
mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan
menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada
daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain
paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.
(Sylvia.A Price:2012 ;754).
4

WOC TB PARU Droplet mengandung micobecterium


tuberkulosae

Udara tercemar micobecterium tuberkulosae

Terhirup lewat saluran pernapasan, masuk keparu-paru,masuk ke alveoli

Proses Peradangan tuberkulosae

Mycrobacteriumtuberkulosis

Tuberkulosis Paru (TB Paru)

B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

Inhalasi droplet Bakteri Miobacterium Perubahan cairan Reaksi infeksi dan Menyebar melalui kelenjar getah
Penyubatan bening, kekelenjar regional
intrapleura merusak parenkim paru
pembuluh darah menimbulkan reaksi oksidasi
limfa Terhirup kesaluran
Bakteri masuk kepernafasan atas
dan mencapai alveolus pernafasa masuk Reaksi sistematis Reaksi sistematis Proses peradangan
Aliran darah tidak adekuat keparu-paru,dan
masuk ke alveoli
Muncul reaksi radang Oliguria, anuria
Mual, muntah, Kerusakan jaringan
Iskemikparu
reseptor nyeri anoreksia
Terjadi pengeluaran sekret Intake dan output tidak seimbang
Penurunan suplai meningkat kelemahan
Produksi secret meningkat O2 keotak MK:
MK: Risiko
MK:
Ketidakseimbangan Elektrolit Defisit nutrisi
Nyeri akut MK:
MK: MK: Perfusi Intoleransi aktivitas
Bersihan jalan perifer tidak
nafas tidak efektif efektif
5

1.1.6 Manifestasi klinis


1) Demam
2) Batuk/Batuk Darah
3) Sesak Napas
4) Nyeri Dada
5) Malaise
1.1.7 Komplikasi
1) Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3) Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4) Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6) insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1.1.8.1 Pemeriksaan fisik :
1) Pada tahap dini sulit diketahui.
2) Ronchi basah, kasar dan nyaring.
3) Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberi suara umforik.
4) Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
5) Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak)
1.1.8.2 Pemeriksaan Radiologi :
1.1.8.3 Bronchografi
1.1.8.4 Laboratorium :
1) Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
2) Sputum : pada kultur ditemukan BTA
1.2.7.5 Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
6

1.1.9 Penatalaksanaan Medis


1.1.9.1 Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.Sebagian besar
pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
1.1.9.2 Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama, Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
1.2.8.3 Jenis, sifat dan dosis OAT
Laporan Pendahuluan TBC (Tuberkulosis), Paduan OAT yang
digunakan di Indonesia, Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR, Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan
dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan
kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak., Tablet
OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien., Paket Kombipak Terdiri dari obat lepas yang dikemas
dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan
OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
1.1.10 Ventilator
Ventilasi mekanik adalah upaya bantuan napas dengan alat bantu napas
mekanik atau ventilator sebagai alat pengganti fungsi pompa dada yang
mengalami kelelahan atau kegagalan. Ventilasi mekanik digunakan untuk
membantu atau menggantikan napas spontan. Ventilasi mekanik ini diaplikasikan
7

dengan alat khusus yang dapat mendukung fungsi ventilasi dan memperbaiki
oksigenasi melalui penggunaan gas dengan konten tinggi oksigen dan tekanan
positif.
Fungsi ventilator umumnya antara lain, mengembangkan paru selama
inspirasi, dapat mengatur waktu dari inspirasi ke ekspirasi, mencegah paru untuk
menguncup sewaktu ekspirasi, serta dapat mengatur waktu dari fase ekspirasi ke
fase inspirasi. Semua ventilator mekanik canggih dilengkapi oleh monitor
pengukur tekanan (pressure gauge), pembatas tekanan untuk mencegah paru dari
barotrauma (pressure limiting device), pengaman (alarm) tekanan tinggi dan
rendah, serta pengatur volum paru (spirometer).
1.1.11 Indikasi pemasangan ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik diindikasikan ketika ventilasi spontan pada
pasien tidak adekuat untuk memelihara kehidupannya. Indikasi utama penggunaan
ventilasi mekanik adalah untuk mensuport pasien dengan gagal napas, termasuk
kegagalan dalam ventilasi (hiperkarbia), kegagalan oksigenasi (hipoksia) ataupun
keduanya.
Gagal napas adalah suatu kondisi dimana sistem respirasi tidak dapat
menjaga pertukaran gas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism,
contohnya oksigenasi atau eliminasi CO2. Secara konvensional, gagal napas
didefinisikan ketika tekanan arterial O2 (PaO2) <8.0 kPa (60 mmHg), tekanan
arterial CO2 (Pa CO2) >6.0 kPa (45 mmHg) atau keduanya. Gagal napas secara
umum diklasifikasikan menjadi:
1. Hipoksemia akut atau tipe I
Dimana O2 rendah dengan CO2 normal/ rendah. Pada umumnya
terjadi pada V:Q matching yang buruk (area paru dengan
ventilasi yang buruk namun tetap terperfusi), contohnya pada
pneumonia, edema pulmonum atau ARDS, atau emboli paru.
Gagal napas hipoksemia ditandai dengan SaO2 arteri <90%,
meskipun fraksi oksigen inspirasi > 0.6. Tujuan dari pemasangan
ventilasi mekanik pada kondisi ini yaitu untuk menyediakan
saturasi oksigen yang adekuat melalui kombinasi oksigen
8

tambahan dan pola ventilasi tertentu sehingga meningkatkan


ventilasi-perfusi dan mengurangi intrapulmonary shunt.
2. Hiperkarbia atau tipe II
Gagal napas hiperkarbia disebabkan oleh kondisi yang
menurunkan ventilasi semenit atau peningkatan ruang mati
fisiologis sehingga ventilasi alveolar menjadi tidak adekuat
untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Kondisi yang
berhubungan dengan gagal napas hiperkarbia, yaitu: penyakit
neuromuscular seperti miastenia gravis, ascending
polyradiculopathy, miopati, dan penyakit-penyakit yang
menyebabkan kelelahan otot pernapasan karena peningkatan
kerja, seperti: asma, PPOK, dan penyakit paru restriktif. Kondisi
gagal napas hiperkarbia ditandai dengan PCO2 > 50 mmHg dan
pH arteri < 7.30.
3. Gagal napas sekunder terhadap hipoperfusi atau syok
Pada gagal napas ini, aliran darah ke paru tidak mencukupi
oksigenasi atau pembersihan CO2. Semua jenis syok
menyebabkan proses metabolik seluler yang akan memicu
terjadinya jejas sel, organ failure, dan kematian. Syok akan
menyebabkan paling tidak tiga respon pernapasan, yaitu:
peningkatan ruang mati ventilasi, disfungsi otot-otot pernapasan,
dan inflamasi pulmoner. Pasien dengan syok biasanya
dilaporkan sebagai dispneu. Pasien juga biasanya mengalami
takipneu dan takikardi, asidosis metabolik atau alkalosis
respiratorik dengan beberapa derajat kompensasi respiratorik.
Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan
kebutuhan aliran darah pada sistem pernapasan (sebagai akibat
peningkatan kerja napas dan konsumsi oksigen) dapat
mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilator untuk
mengurangi beban kerja sistem pernapasan sehingga beban kerja
jantung juga berkurang.
9

Tabel 1. Kriteria Aplikasi Ventilasi Mekanik

PARAMETER APLIKASI HARGA NORMAL


MEKANIK
frekuensi napas > 35x/menit 10-20 x/menit
volume tidal < 5ml/kgBB 5-7 ml/kgBB
kapasitas vital < 15ml/kgBB 65-75 ml/kgBB
kekuatan inspirasi < 25 75-100
max (cm H2O)
OKSIGENASI
PaO2 (mmHg) < 60 (FiO2 0,6) 75-100 (udara)
P(A-aDO2) > 350 25-65 (FiO2 1,0)
VENTILASI
PaCO2 (mmHg) > 60 35-45
VD:VT >0,6 0,3

1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian Primer
1.2.1.1 Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
1.2.1.1.1 Chin lift / jaw trust
1.2.1.1.2 Suction / hisap
1.2.1.1.3 Guedel airway
1.2.1.1.4 Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
1.2.1.2 Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing,
sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
1.2.1.3 Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
10

1.2.1.4 Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap
nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun
cara yang cukup jelas dan cepat adalah:
Awake :A
Respon bicara :V
Respon nyeri 
Tidak ada respon :U
1.2.1.5 Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan
1.2.2 Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes, Last meal, dan Event/
Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik dimulai dari
kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik.
1) Identitas klien
2) Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah
kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu
yang lain.
3) Riwayat penyakit sekarang
4) Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang
di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat
malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengonbatan.
5) Riwayat penyakit dahulu
6) Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
11

7) Riwayat penyakit keluarga


8) Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya
9) Riwayat psikososial
10) Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain.
1.3.1.2 Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan
napas yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi   : Fremitus suara meningkat.
Perkusi      : Suara ketok redup.
§  Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar
dan yang nyaring.
3) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
12

1.2.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul Pada Tn.A dengan TB Paru
menurut SDKI adalah sebagai berikut :
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
kental atau sekret darah (D.0001)
2) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan kurang terpapar informasi
tentang faktor pemberat (D.0009)
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
4) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan disfungsi
regulasi endokrin (D.0037)
5) Defisit Nutrisi berhubungan dengan anoreksia (D.0019)
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
13

1.2.3 Intervensi keperawatan


Diagnosis
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ulang fungsi 1. Mengetahui bunyi nafas dan
tidak efektif keperawatan selama …. jam pernafasan , bunyi nafas, irama pada pasien
berhubungan dengan diharapkan jalan nafas dapat irama 2. Frekuensi pernafasan dapat
akumulasi sekret kental efektif dan dapat terpenuhi 2. Monitor tanda Vital menunjukan kemampuan
atau sekret darah dengan kriteria hasil: Pasien terutama pasien dalam upaya bernafas
- Mempertahankan jalan frekuensi nafas 3. Untuk memberikan rasa
nafas pasien 3. Atur posisi semi-Fowler aman dan nayaman
- Secret berkurang atau Fowler 4. Pengumpulan secret dapat
4. Anjurkan pasien batuk mengganggu jalannya
efektif pernafasan
5. Kolaborasi pemberian 5. Mempercepat proses
terapi Dokter penyembuhan
Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor adanya daerah 1. Untuk mengetahui daerah
efektif berhubungan keperawatan selama …. jam tertentu yang hanya peka yang peka terhadap
dengan kurang terpapar diharapkan ada nya terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
informasi tentang faktor keadekuatan pembuluh darah panas/dingin/tajam/tumpul. 2. Untuk mengetahui adanya
pemberat dengan kriteria hasil: 2) Instruksikan keluarga untuk lesi
- Edema tidak ada mengobservasi kulit jika 3. Untuk mengetahui
- Turgor kulit membaik ada lesi atau laserasi. tromboplebitis
- Tidak pucat 3) Monitor adanya 4. Untuk mempercepat proses
- Akral membaik tromboplebitis. kesembuhan
4) Kolaborasi dengan dokter
pemberian analgetik sesuai
kebutuhan.
14

Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi skala nyeri 1. Mengetahui skala nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama.... jam pasien pasien
Agen pencedera diharapkan nyeri berkurang 2. Identifikasi respon nyeri 2. mengetahui respon nyeri non
fisiologis dengan kriteria hasil: non verbal verbal
1. TTV Normal TD ; 3. Identifikasi factor yang 3. agar mengetahui
120 / 80 ,mmhg, N : memperberat dan Mengidentifikasi factor yang
60-100 kali per memperingan nyeri memperberat dan
menit,S : 36,5-37,2 ‘ 4. Fasilitasi istirahat dan memperingan nyeri
C, RR : 18 – 24 tidur selama perawatan 4. Membuat pasien nyaman
x/menit 5. Kolaborasi pemberian selama perawatan agar cepat
2. Nyeri hilang dan tidak obat sesuai advis Dokter sembuh
muncul lagi 5. Mempercepat proses
penyembuhan
Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab 1. Untuk mengetahui
ketidakseimbangan keperawatan selama …. jam ketidakseimbangan ketidakseimbangan
elektrolit berhubungan diharapkan elektrolit elektrolit
dengan disfungsi ketidakseimbangan elektrolit 2. Monitor kehilangan 2. Untuk mengetahui berapa
regulasi endokrin klien berkurang dengan cairan banyak kehilangan cairan
kriteria hasil: 3. Monitor mual, muntah 3. Untuk mengetahui mual,
- Mual dan muntah tidak dan diare muntah dan diare
ada 4. Dokumentasi hasil 4. Untuk mencatat setiap
- Intake dan output pemantauan perkembangan pemantauan
seimbang 5. Informasikan hasil 5. Untuk mengetahui hasil
pemantauan pemantauan

Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan makan sedikit 1. Untuk mencegah terjadinya
berhubungan dengan keperawatan selama …. jam tapi sering mual, dan muntah
ketidakmampuan untuk diharapkan Keseimbangan 2. Ajarkan pasien tentang 2. Untuk meningkatkan kadar
mencerna makanan nutrisi kurang dari kebutuhan makanan tinggi kalium kalium dalam darah
:mual, muntah, tubuh dapat terpenuhi dengan 3. Ajarkan hygnie oral 3. Untuk meningkatkan nafsu
anoreksia. kriteria hasil: sebelum makan makan pasie
- Nafsu makan meningkat 4. Anjurkan asupan cairan 4. Untuk menjaga
- Keadaan umum baik 1000 ml/hari keseimbangan tubuh
- TTV Normal 5. Kolaborasikan obat 5. Untuk mempercepat
sesuai indikasi Dokter penyembuhan

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi defisit 5. Untuk mengetahui defisit
berhubungan dengan keperawatan selama …. jam tingkat aktivitas aktivitas
kelemahan diharapkan kelemahan klien 2. Libatkan keluarga dalam 6. Agar keluarga dapat
dapat berkurang kriteria hasil: aktivitas membantu aktivitas klien
- Melakukan aktivitas tanpa 3. Berikan penguatan 7. Agar klien mendapatkan
dibantu keluarga positif atas partisipasi dalam penguatan positif
- Melakukan aktivitas secara aktivitas 8. Untuk membantu
mandiri 4. Kolaborasi pada terapis merencanakan program
okupasi dalam merencanakan aktivitas
dan memonitor program
aktivitas
16

1.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam
Haryanto, 2017).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 2011).
Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat
yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk
membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria
hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
1.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi
suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah
tercapai.
Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan tetapi
tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah
dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang observasi. Diagnosis juga perlu
dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan
pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat
dicapai secara efektif. (Nursalam, 2018).
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 04 Desember 2020 pukul 10.00
WIB di ruang ICU dr.Doris Sylvanus Palangka Raya, dengan teknik anamnesa
(wawancara), observasi, pemeriksaan fisik, dan data dari buku status pasien,
didapatkan hasil sebagai berikut:
2.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Cempaka no.33 Palangka Raya
Tgl MRS : 03 Desember 2020
Diagnosa Medis : Tuberkulosis Paru (TB Paru)
2.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan
2.1.2.1 Keluhan Utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran.
2.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga pasien mengatakan Pada tanggal 03 Desember 2020 Tn. A
mengalami penurunan kesadaran, demam dan sakit tenggorokkan serta pasien
memiliki riwayat Tuberkulosis Paru. Kemudian oleh keluarga pasien di bawa ke
IGD Rumah Sakit RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya, di IGD pasien diberikan
tindakan pemasangan O2 NRM 10 lpm, pemasangan infus NaCl 0,9% 20 tpm,
serta dilakukan pemeriksaan radiologi. Untuk perawatan lebih lanjut oleh dokter
pasien di pindahkan ke ruang ICU.

17
18

Pasien kemudian dirawat di Ruang ICU pada jam 09.00 Wib dan saat di
kaji keadaan umum pasien tampak lemah dan pucat, kesadarannya sopor E:2, V:1,
M:3 total GCS 5,CRT >2 detik, tampak irama pernapasan tidak teratur, terdengar
bunyi suara nafas tambahan yaitu Ronchi dan adanya sekret dengan konsistensi
kental saat dilakukan suction, pasien terpasang ventilator mode SIMV, terpasang
O2 NRM 10 lpm, terpasang OPA (Oropharyngeal Airway), terpasang NGT,
terpasang kateter dan TTV TD: 160/100 mmHg, Suhu : 37,5 0C , Nadi: 160
x/menit, RR: 32 x/menit SPO2 84% .
2.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (Riwayat Penyakit dan Riwayat
Operasi)
Keluarga pasien mengatakan bahwa Tn.A memiliki riwayat penyakit
Tuberkulosis paru sejak 1 tahun lalu.
2.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa dikeluarganya tidak ada yang
memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien

GENOGRAM KELUARGA: Keterangan :

= Laki-Laki

= Perempuan

= Pasien

= Tinggal Serumah

= Meninggal

2.1.3 Pemerikasaan Fisik


2.1.3.1 Keadaan Umum:
Pasien tampak sakit berat, kesadaran pasien sopor total GCS 5 , tampak
lemah dan pucat, tampak sesak, terpasang O2 NRM 10 lpm, terpasang kateter,
terpasang NGT, terpasang OPA (Oropharyngeal Airway), terpasang infus NaCl
0,9% 20 tpm pada tangan sebelah kiri dan SPO2 84%.
19

2.1.3.2 Status Mental:


Tingkat kesadaran sopor (GCS 5 – E2V1M3), bentuk badan pasien sedang,
cara berbaring supinasi, penampilan kurang rapi, pasien belum bisa berbicara
(penurunan kesadaran). Dalam orientasi waktu, orang dan tempat pasien tidak
dapat mengenali karna pasien mengalami penurunan kesadaran.
2.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian pada Tn.A didapatkan
hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu Suhu/T 38,5oC Axilla, Nadi/HR =
160x/menit, pernafasan/RR = 32x/menit, tekanan darah/BP = 160/100 mmHg.
Masalah Keperawatan : Hipertermia
2.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada pasien simetris, tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak ada
batuk, ada batuk darah, adanya sputum saat dilakukan suction dengan konsistensi
kental berwarna putih pekat, tidak ada sianosis, tidak ada nyeri dada, ada sesak
nafas, type pernafasan dada dan perut, irama pernafasan tidak teratur, suara nafas
vesikuler dan ada suara nafas tambahan ronchi.
Masalah Keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif
Gangguan Pertukaran gas
Resiko Infeksi
2.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Capillary refill> 2 detik, tidak ada oedema, tidak ada asites, tidak ada
nyeri dada, adanya pusing, pucat, tidak ada sianosis, tidak ada kram kaki,asites
dan lingkar perut tidak dikaji, ictus cordis tidak melihat, vena jugularis tidak
meningkat, suara jantung normal.
2.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Berdasarkan pemeriksaan dan pengkajian nilai GCS pasien, E (Eye): 2
(rangsangan nyeri), V (Verbal): 1 (tidak mengeluarkan suara sedikitpun, meski
sudah dipanggil atau dirangsang nyeri), M (Motorik): 3 (Fleksi lengan dengan
adduksi bahu), Total Nilai GCS adalah 5 (Sopor).
Pemeriksaan Uji Syaraf Kranial : Nervus Kranial I (Olfaktorius) Pasien
tidak dapat mencium aroma minyak kayu putih. Nervus Kranial II (Optikus)
Pasien tidak dapat membaca, Nervus Kranial III (Okulomotorus) Pasien tidak
20

dapat menggerakan bola mata ke atas dan ke bawah, Nervus Kranial IV


(Troklearis) Pasien tidak dapat menggerakan bola mata kekiri dan ke kanan,
Nervus Kranial V (Trigeminus) Pasien tidak dapat mengunyah dengan baik,
Nervus Kranial VI (Abdusen) Pasien tidak dapat membedakan rasa asam, manis,
asin, pahit, Nervus Kranial VII : (Fasialis) Pasien tampak meringis, Nervus
Kranial VIII (Vestibuloakustikus) Pasien tidak dapat mendengar dengan baik,
Nervus Kranial IX (Glosofaringus) Pasien tidak dapat menelan dengan baik,
Nervus Kranial X (Vagus) Pasien tidak dapat berbicara dengan baik, Nervus
Kranial XI (Aksesorius) Pasien dapat menggerakan kepala ke kiri dan ke kanan
saat gelisah, Nervus Kranial XII (Hipoglosus) Pasien tidak dapat menjulurkan
lidah.
Pemeriksaan Uji Koordinasi Ekstrimitas Atas Jari ke jari negatif, Jari ke
hidung negatif, Ekstrimitas Bawah Tumit ke jempul kaki negatif, Uji Kestabilan
Tubuh negatif. Pemeriksaan tes reflek pada bisep pada tangan kanan dan
kirinegatif (-). Pada reflek trisep pada tangan kanan dan kiri negatif (-). Pada
brachioradialis kanan dan kiri negatif (-). Pada patella pada kaki kanan dan kiri
negatif (-). Pada aciles pada kaki kanan dan kiri negatif (-). Pada babinski pada
kanan dan kiri negatif (-).
Masalah Keperawatan : Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
2.1.3.7 Eliminasi Urin (Bladder)
Pasien terpasang Kateter dengan produksi Urine 1600 ml/hr, Warna
Kuning, Bau khas Amoniak, Tidak ada masalah/lancar pada eliminasi urin.
2.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Mulut pasien terlihat normal, Bibir Kering, Gigi tampak kotor, Gusi tidak
ada peradangan, Lidah tampak kotor, Tonsil tidak ada peradangan, Buang Air
Besar 1 kali/hari dengan warna kecoklatan dan konsistensi lembek, tidak ada
nyeri, dan tidak ada benjolan.
Masalah keperawatan: Defisit perawatan diri
2.1.3.9 Tulang - Otot – Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi pasien terbatas, tidak ada Parese, tidak ada
hemiparese, tidak ada krepitasi, tidak ada nyeri. Ukuran otot pasien simetris.
Kekuatan otot klien ektermitas atas kiri 2, kanan 1, ektremitas bawah kiri 2, kanan
21

1 dan skala aktivitas 5 tergantung secara total. Tidak ada deformasi tulang, tidak
ada peradangan, tidak ada perlukaan. Tidak ada patah tulang, tulang belakang
klien normal.
2.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut
Klien tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan, dan kosmetik, suhu
kulit dingin, warna kulit normal, turgor kulit jelek, teksture kasar, tidak terdapat
lesi, teksture rambut halus, distribusi rambut merata, bentuk kuku simetris.
2.1.1.1 Sistem Penginderaan
Penglihatan klien kurang baik, fungsi penglihatan normal, bola mata
bergerak normal, sclera berwarna putih, konjungtiva anemis, kornea berwarna
keruh, tidak mengunakan alat bantu kaca mata. Fungsi pendengaran normal,
bentuk hidung simetris tidak ada lesi.
2.1.1.2 Leher dan Kelenjar Limfe
Tidak terdapat masa pada leher klien, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba jaringan limfe, tidak ada teraba kelenjar tiroid, dan mobilisasi leher klien
bebas.
2.1.1.3 Sistem Reproduksi
Keluarga menolak pasien untuk dikaji.
2.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
2.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Keluarga mengatakan ingin pasien cepat sembuh agar bisa cepat pulang
kerumah dan bisa melakukan aktivitas seperti biasanya.
2.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
Klien memiliki tinggi badan 165 cm dengan berat badan 60 kg sebelum
sakit, saat sakit berat badan klien 55 kg.
Diketahui : TB= 165 cm= 1,65 m, BB=55 kg
BB 55 kg
IMT = = = 20,22 (Berat badan normal)
( TB ) 2 ( 1,65 x 1,65 ) m
Diet makanan pasien cair dengan menggunakan NGT, kesukaran menelan
ada, frekuensi makan sebelum sakit yaitu 3x sehari dengan 1 porsi dapat
dihabiskan, sesudah sakit pasien diberikan susu 150 ml dengan frekuensi
pemberian 3x menggunakan selang NGT. Jenis makanan yang dimakan sebelum
sakit biasanya nasi, sayur dan ikan, saat sakit hanya susu saja. Jenis minuman
22

yang sering di minum adalah air putih baik sebelum sakit dan sesudah sakit,
jumlah minuman sebelum sakit ±1500 cc, saat sakit pasien minum air sebanyak
±400 cc, kebiasaan makan biasanya sebelum dan sesudah sakit masih sama yaitu
pagi, siang, dan sore.
Masalah Keperawatan : Resiko defisit nutrisi
2.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit tidur siang pasien 1 jam pada pukul 11.00-12.00 WIB, tidur
malam sebelum sakit 7-8 jam, saat sakit klien selalu tertidur karena penurun
kesadaran.
2.1.4.4 Kognitif
Pasien mengalami penurunan kesadaran sehingga fungsi kognitif tidak dapat
terkaji.
2.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, hargadiri,
peran)
Gambaran diri: tidak terkaji karena klien mnegalami penurunan kesadaran,
ideal diri:klien mnegalami penurunan kesadaran, identitas dari klien: klien adalah
seorang laki-laki dan seorang ayah, harga diri: klien mengalami penurunan
kesadaran, peran: klien sebagai seorang ayah dan anak kedua.
2.1.4.6 Aktivitas sehari-hari
Sebelum sakit pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri,
saat sakit pasien tidak bisa beraktivitas secara mandiri karena penurunan
kesadaran.
2.1.4.7 Koping-Toleransi terhadap Stress
Sebelum sakit klien jika ada masalah klien selalu membicarakannya
dengan keluarga untuk mendapat jalan keluar yang baik. Sesudah sakit klien
masih belum bisa berinteraksi karena klien mengalami penurunan kesadaran.
2.1.4.8 Nilai Pola Keyakinan
Saat sakit pasien tidak dapat melakukan ibadah, hanya keluarga saja yang
selalu berdoa untuk kesembuhan pasien.
2.1.5 Sosial - Spiritual
2.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien tidak mampu berkomunikasi karena terjadinya penurunan kesadaran.
23

2.1.5.2 Bahasa Sehari – hari


Keluarga pasien mengatakan pasien dapat menggunakan bahasa Dayak
dan Indonesia dalam bahasa sehari-harinya.
2.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Keluarga pasien mengatakan hubungan pasien dan keluarga baik, tidak ada
masalah.
2.1.5.4 Hubungan dengan teman/ petugas kesehatan/ orang lain
Hubungan keluarga pasien dengan teman dan petugas seperti perawat,
dokter,serta orang lain baik.
2.1.5.5 Orang Terdekat
Orang terdekat bagi pasien adalah keluarganya yang meliputi, suami dan
anak-anaknya.
2.1.5.6 Kebiasaan Mengunakan Waktu Luang
Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit kebiasaan pasien dalam
meluangkan waktu berkumpul bersama keluarganya, saat sakit klien lebih banyak
istirahat.
2.1.5.7 Kegiatan beribadah
Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit klien selalu aktif beribadah,
selama sakit hanya keluarga yang mendokan pasien agar sempat sembuh.
2.1.5.8 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium dan Penunjang Lainnya)
Hasil Laboraturium tgl 03 Desember 2020:
No. Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1. WBC 16.73x10^3/uL 4.50-11.00
2. HGB 13.3 g/dL <10.50-18.00
3. HCT 40.2% 37.0-48.0
4. PLT 412x10^3/uL 150-400
5. pH 7,39 7,35-7,45
6. pCO2 28 mmHg 35-45
7. pO2 218 mmHg 75-100
8. Na+ 142 mmol/L 35-148
9. K+ 2,5 mmol/L 3,5-5,3
10. Ca++ 0,31 mmol/L 0,98-1,2
11. HCO3 16,9 mmol/L 22-28 24
12. HCO3std 19,4 mmol/L
13. TCO2 17,8 mmol/L
14. Beecf -8,1 mmol/L
15. BE (B) -7,2 mmol/L -2 s/d +2
16. SO2c 100 mmol/L 95-97
17. Natrium (Na) 141 mmol/L 135-148
18. Kalium (K) 3,4 mmol/L 3,5-5,3
19. Calcium (Ca) 0,97 mmol/L 0,98-1,2
Tabel 3.2 Pemeriksaan Makroskopis, Kimia, Mikroskopis Tgl 03 Desember 2020
No
Parameter Hasil
.
1. Volume 8 ml
2. Warna Tak berwarna
3. Kejernihan Jernih
4. Bekuan -/Negatif
5. None Test (+)/Positif
6. Pandy Test (+)/Positif
7. Glukosa Cairan 33 mg/dl
8. Protein Cairan 70 mg/dl
9. Hitung Jumlah Leukosit 58/uL
10. Mononuclear (MN) 25,9 %
11. Polimorfonuklear (MN) 74,1 %

Kesan: Pada sediaan LCS didapatkan Nonne (+), Pandy (+), glukosa menurun,
peningkatan protein total, dengan peningkatan PMN (74,1%), menyongkong suatu
infeksi TB. dd/: Infeksi virus dan infeksi jamur.
2.1.5.9 Penatalaksanaan Medis
No Nama Infus Dosis Rute Indikasi
1. Infus NaCl 0,9% 1500cc/ IV Memenuhi kebutuhan cairan
24 jam
2. Infus. Paracetamol 3x1 gr IV Meredakan Rasa Sakit Dan
Demam

No Nama Obat Dosis Rute Indikasi


1. 2Ceftriaxone 1x2 gr IV Menghambat pertumbuhan atau
membunuh bakteri.
2. 3Moxifloxacin 1x400mg IV Menghambat dan menghentikan
pertumbuhan bakteri penyebab
infeksi.
3. 4Streptomycin 1x750 g IM Mengobati Tuberculosis (TBC) dan
infeksi Mycobacterium tertentu.
4. 5Mecobelamin 3x500 IV Mengobati neuropati perifer.
mg
5. 7Salbutamol 3x1 mg PO Melebarkan saluran udara pada paru-
paru
25

6. 8OBH Sirup 3x5 ml PO Meredakan batuk dan membantu


mengeluarkan dahak.

7. 9Combivent 1 amp Inhalasi Mengatasi penyumbatan saluran


pernapasan
8. 1Pulmicort 1 amp Inhalasi Mengurangi iritasi dan
pembengkakan pernapasan

9. 1Rimstar-4 1x3 PO Mengobati Tuberculosis (TBC) dan


FDC Tablet infeksi Mycobacterium tertentu.
10. Vitamin B6 1x2 PO Berfungsi dalam perkembangan saraf
12 Tablet otak

11. Sp. Fentanyl 50 ml IV Meredakan rasa sakit/nyeri hebat


13

12. Omeprazole 2x40 g IV Mengatasi gangguan lambung


14

Palangka Raya, 04 Desember 2020


Mahasiswa,

Dandung Setiadi

26

ANALISA DATA
DATA SUBJEKTIF DAN
PENYEBAB MASALAH
DATA OBJEKTIF
DS: - Sel mukus berlebih Bersihan Jalan Napas
DO: Tidak Efektif
- Pasien tampak sesak Peningkatan produksi
- RR: 32x/m mukus

- Terpasang mode Akumulasi sekret pada


ventilator SIM VC
saluran pernapasan
- Terdapat sekret
meningkat
- SPO2 84%
- Irama napas tidak
teratur
- Klien tampak tidak
sadarkan diri
- Klien tampak lemah
- Tampak adanya
sumbatan pada jalan
nafas yaitu sekret
dengan konsistensi
kental berwarna
putih pekat saat
dilakukakn suction
- Terdengar suara
nafas tambahan
ronchi
- Tipe pernafasan
dada dan perut
- Terdapat retraksi
dinding dada

DS: - Infiltrasi Paru Gangguan Pertukaran


DO: Gas
- Irama: Tidak teratur Sesak Napas
- Kedalaman Napas:
Dalam Distres pernapasan

- Terdapat
Pertukaran O2 dan CO2
penggunaan otot
bantu pernapasan terganggu

- Terpasang ventilator Hasil AGD Abnormal


- Hasil TTV
TD: 160/100 mmHg,
N: 160x/m,
RR: 32x/m,
S: 38,5oC,
SPO2: 84%,
Hasil pemeriksaan Analisa
gas darah menandakan
adanya Alkalosis
Respiratorik kompensasi
sempurna.
- PH 7,39
- PCO2 28 mmHg
- PO2 218 mmHg
- HCO3 16,9 mmol/L
- SO2 100%

DS : Pasien mengalami Pendarahan subarakhnoid Penurunan Kapasitas


penurunan kesadaran Adaptif Intrakranial
DO : Perembesan darah ke
- Klien tampak lemah ruang subarakhnoid
- Tampak gelisah
- Kesadaran sopor Penekanan jaringan otak
- E=2 ,V=1,M=3 Total
GCS = 5 Penekanan pada membran
- Fungsi neurologis
terganggu Depresi saraf
- Fungsi kognitif kardiovaskular
terganggu
TD : 160/100mmHg Penurunan suplay darah
N : 160x/menit dan oksigen ke otak
R : 32x/menit
S : 38,5oC

DS : - Pendarahan subarakhnoid Defisit Perawatan Diri


DO :
- Klien tampak lemah Perembesan darah ke
- Kesadaran sopor ruang subarakhnoid
- Wajah tampak kusam
- E=2 ,V=1,M=3 Total Penekanan jaringan otak
GCS = 5
- Tubuh tampak kotor Disfungsi sistem motorik
- Gigi dan gusi serta lidah
kotor. Gangguan koordiasi
- Uji ekstremitas atas gerak ekstremitas
kanan 2 kiri 1,
ekstremitas bawah kanan Hemiparesis
2 kiri 1
- Skala aktivitas 5 Bed rest total
tegantung secara total
DS: Anemia Resiko Infeksi
-
DO: Oksigen ke usus menurun
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak pucat
- Hasil pemeriksaan Tekanan usus terganggu
lab tgl 03/12/2020:
- WBC : 16.73 (nilai Mual/muntah/batuk darah
normal 4,5-11,0)
- PLT : 412 (nilai Resiko infeksi
normal 150-400)
- Hasil TTV:
TD : 160/100mmHg
N : 160x/menit
R : 32x/menit
S : 38,5oC

DS: - Dehidrasi Hipertermia


DO:
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak pucat Terpapar lingkungna
- Akral teraba panas
panas
- Suhu tubuh klien
diatas normal
- CRT >2 Detik
Ketidak sesuain pakain
- Hasil pemeriksaan
lab tgl 03/12/2020: dengan suhu lingkungan
- WBC : 16.73 (nilai
normal 4,5-11,0)
- PLT : 412 (nilai Proses penyakit ( Infeksi)
normal 150-400)
- Hasil TTV:
TD : 160/100mmHg Peningkatan laju
N : 160x/menit
metabolism
R : 32x/menit
S : 38,5oC
Respon Trauma

DS : - Reaksi infeksi dan Resiko defisit nutrisi


DO :
merusak parenkim paru
- Klien tampak lemah
- Kesadaran sopor
- E=2 ,V=1,M=3 Total Reaksi sistematis
GCS = 5
- Klien terpasang NGT
- Klien tampak sulit Mual, muntah, anoreksia
menelan
- Jenis makanan saat sakit
adalah susu
30

PRIORITAS MASALAH

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
dibuktikan klien tampak sesak, RR 32x/menit dan klien terpasang ventilator,
tampak adanya sumbatan pada jalan nafas yaitu sekret dengan konsistensi
kental berwarna putih saat dilakukakn suction, terdengar suara nafas tambahan
ronchi, tipe pernafasan dada dan perut. Terdapat retraksi dinding dada,
TTV:TD : 160/100mmHg; N : 160x/menit; R : 32x/menit; S : 38,5oC.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi dibuktikan dengan hasil AGD yaitu Alkalosis Respiratorik kompensasi
sempurna.
3. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan gangguan
metabolisme, dibuktikan dengan klien tampak lemah, tampak gelisah,
kesadaran sopor, E=2 ,V=1,M=3 Total GCS = 5, fungsi neurologis terganggu,
fungsi kognitif terganggu, TTV:TD : 160/100mmHg; N : 160x/menit; R :
32x/menit; S : 38,5oC.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, dibuktikan dengan
klien tampak lemah, tampak gelisah, kesadaran sopor, E=2 ,V=1,M=3 Total
GCS = 5, wajah tampak kusam, tubuh tampak kotor, gigi dan gusi tampak
kotor, Uji ekstremitas atas kanan 2 kiri 1, ekstremitas bawah kanan 2 kiri 1,
skala aktivitas 5 tergantung secara total.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder : leukopenia, penurunan hemoglobin dibuktikan dengan Pasien
mengalami batuk darah, Pasien tampak lemas, Pasien tampak pucat, Hasil
pemeriksaan lab tgl 03/12/2020: WBC : 16.73 (nilai normal 4,5-11,0), PLT :
412 (nilai normal 150-400), Hasil TTV:TD : 160/100mmHg; N : 160x/menit; R
: 32x/menit; S : 38,5oC.
6. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit dibuktikan dengan Pasien
tampak lemas, Pasien tampak pucat, Akral teraba panas, Suhu tubuh klien
diatas normal, CRT >2 detik, Hasil pemeriksaan lab tgl 03/12/2020: WBC :
16.73 (nilai normal 4,5-11,0), PLT : 412 (nilai normal 150-400), Hasil
TTV:TD : 160/100mmHg; N : 160x/menit; R : 32x/menit; S : 38,5oC.

7. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan,


dibuktikan dengan klien tampak lemah, tampak gelisah, kesadaran sopor,
E=2 ,V=1,M=3 Total GCS = 5, klien terpasang NGT, klien tampak sulit
menelan, jenis makanan saat sakit adalah susu.
32

RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien: Tn. A
Ruang Rawat : ICU
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan Hasil
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakuakan asuhan 1. Monitor pola napas 1. Agar mengetahui kepatenan pola
tidak efektif keperawatan selama 1x7 2. Monitor bunyi napas napas
berhubungan dengan jam diharapkan jalan nafas tambahan 2. Agar menghindari terjadinya
adanya penumpukan klien dapat kembali efektif 3. Monitor sputum bunyi nafas tambahan dan
sekret dengan kriteria hasil: 4. Posisikan semi-fowler atau komplikasi lainnya
1. Sekret menurun (5) fowler 3. Agar menghindar terjadinya
2. Pola napas membaik 5. Lakukan penghisapan lendir penumpukan sputum di jalan
(5) kurang dari 15 detik nafas klien sehingga klien
3. Frekuensi nafas 6. Berikan oksigen kesulitan untuk bernafas
membaik (5) 7. Kolaborasi pemberian 4. Agar meminimalkan terjadinya
4. Suara nafas tambahan bronkodilator, ekspektoran, penyempitan jalan nafas dan
menurun (5) mukolitik mengurangi sesak dengan
mengatur posisi
5. Agar terhindar terjadinya
kesulitan bernafas karna adanya
lendir seperti sputum
6. Agar membantu klien dengan
mengurangi sesak tersebut
7. Obat tersebut membantu untuk
mengurangi sesak seperti asma,
lalu menggurangi lendir karna
sputum.
2. Gangguan pertukaran Setelah dilakuakan asuhan 1) Monitor pola napas 1) Agar mengetahui kepatenan pola
gas berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 2) Monitor adanya sumbatan napas
ketidakseimbangan jam diharapkan gangguan napas 2) Agar menghindari terjadinya
ventilasi perfusi pertukaran gas dapat 3) Monitor sputum sumbatan napas
kembali efektif dengan 4) Posisikan semi-fowler atau 3) Agar menghindar terjadinya
kriteria hasil: fowler penumpukan sputum di jalan
1) Sekret menurun (5) 5) Monitor AGD nafas klien sehingga klien
2) Frekuensi nafas 6) Dokumentasi hasil kesulitan untuk bernafas
membaik (5) pemantauan 4) Agar meminimalkan terjadinya
penyempitan jalan nafas dan
mengurangi sesak dengan
mengatur posisi
5) Agar AGD dapat terpantau
6) Agar dapat mengetahui hasil dari
pemantauan

3. Penurunan kapasitas Setelah dilakuakan asuhan 1. Identifikasi penyebab 1. Agar mengidentifikasi apa yang
adaptif intrakranial keperawatan selama 1x7 peningkatan TIK (mis. lesi, menjadi penyebab terjadinya
berhubungan dengan jam diharapkan penurun gangguan metabolisme, edema peningkatan TIK
gangguan metabolisme kapasitas adaptif serebral).
intrakrnial dapat optimal 2. Monitor tanda/gejala peningkatan 2. Agar mengetahui tanda dan
dengan kriteria hasil: TIK (mis. tekanan darah gejala terjadinya peningkatan
1.Tingkat kesadaran meningkat, tekanan nadi melebar, TIK
meningkat (5) yaitu GCS bradikardia, pola napas ireguler,
15 dengan kesadaran kesadaran menurun)
Composmenthis 3. Monitor status pernapasan 3. Agar status pernapasan dapat
2.Fungsi Kognitif 4. Minimalkan stimulus dengan terpantau dengan baik
meningkat (5) menyediakan lingkungan yang 4. Agar klien dapat beristirahat
3.Tekanan darah membaik tenang dengan lingkungan yang tenang
(5) yaitu 120/80 mmHg 5. Berikan posisi semi Fowler
4.Tekanan intrakranial 6. Pertahankan suhu tubuh normal 5. Agar klien dapat merasa nyaman
membaik (5) 7. Kolaborasi pemberian diuretik dengan posisi yang dianjurkan
osmosis 6. Agar dapat mengantisipasi dari
perubahan suhu tubuh diatas
normal
7. Diuretik osmosis sangat
diperlukan karna digunakan
untuk membuang kelebihan
garam dan air dari dalam tubuh
melalui urine.

4. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi kebutuhan alat bantu 1. Agar dengan adanya kebutuhan
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 kebersihan diri, berpakaian, alat bantu kebersihan klien
kelemahan jam diharapkan perawatan berhias, dan makan dapat melakukan perawatan diri
diri klien dapat meningkat 2. Monitor tingkat kemandirian 2. Agar mengetahui tingkat
dengan kriteria hasil: 3. Sediakan lingkungan yang kemandirian klien
1. Kemampuan melakuka terapeutik (mis. suasana hangat, 3. Agar dengan adanya lingkungan
perawatan diri rileks, privasi) yang nyaman klien dapat
meningkat (5) 4. Jadwalkan rutinitas perawatan menjaga kebersihan diri dengan
2. Lingkungan bersih diri baik
meningkat (5) 5. Dampingi dalam melakukan 4. Dengan adanya jadwal
perawatan diri sampai mandiri perawatan diri dapat dilakukan
6. Fasilitasi kemandirian, bantu jika dengan baik
tidak mampu melakukan 5. Agar dengan didampingi
perawatan diri keluarga maupun perawat, klien
7. Anjurkan melakukan perawatan dapat melalukan perawatan diri
diri secara konsisten sesuai secara mandiri
kemampuan 6. Agar klien memfasilitasi
kemandirian dalam perawatan
diri
7. Agar klien dapat konsisten
dalam melakukan perawatan diri
5. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Agar mengetahui tanda gejala
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 2. Pertahankan teknik aseptik infeksi
ketidakadekuatan jam diharapkan batuk 3. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Agar tetap terjaga
pertahanan tubuh darah klien berkurang 4. Ajarkan etika batuk kebersihannya
sekunder : leukopenia, dengan kriteria hasil: 5. Batasi jumlah pengunjung 3. Agar klien mengetahui tanda
penurunan hemoglobin 1. Batuk darah 6. Cuci tangan sebelum dan gejala infeksi
menurun (5) sesudah kontak dengan pasien 4. Agar pasien mengetahui etika
2. Kadar sel darah 7. Kolaborasi pemberian antibiotik batuk
putih/ WBC 5. Agar pasien dapat beristirahat
membaik (5) dengan tenang
6. Agar menghindari terkena
resiko penyakit tersebut
7. Untuk membantu mengurangi
infeksi tersebut
6. Hipertermia Setelah dilakuakan asuhan 1. Identifikasi penyebab 1. Mencari tahu penyebab
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 hipertermia 2. Pantau suhu tubuh
proses penyakit jam diharapkan pasien 2. Monitor suhu tubuh 3. Mencegah penyebab hipertermia
menunjukkan hipertermia 3. Monitor komplikasi akibat 4. Meminimalisir produksi panas
menurun dengan kriteria hipertermia 5. Berikan pasien kompres
hasil: 4. Sediakan lingkungan yang 6. Fasilitasi alat oksigen
1. Menggigil munurun dingin 7. Kerja sama untuk memberikan
(skor : 5) 5. Basahi atau kipas permukan cairan dan elektrolit
2. Suhu tubuh membaik tubuh
( skor : 5) 6. Berikan oksigen
3. Tanda-tanda vital 7. Kolaborasi pemberian cairan
membaik ( Skor : 5) dan elektrolit

7. Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi perlunya 1. Agar


berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 penggunaan selang nasogastrik penggunaan selang nasogratik
ketidakmampuan menelan jam diharapkan nutrisi 2. Monitor asupan makanan dapat membantu terpenuhinya
makanan klien meningkat dengan 3. Monitor berat badan nutrisi klien
kriteria hasil: 4. Berikan makanan tinggi serat 2. Agar
1.Frekuesi makan untuk mencegah konstipasi asupan makanan yang
membaik (5) 5. Berikan makanan tinggi kalori dibutuhkan klien terpenuhi
2. Nafsu makan membaik dan tinggi protein 3. Agar
(5) 6. Kolaborasi pemberian medikasi berat badan klien dapat kembali
3.Membran mukosa sebelum makan (mis. pereda normal dengan rata-rata IMT
membaik (5) nyeri, antiemetik). jika perlu 4. Makan
7. Kolaborasi dengan ahli gizi an tinggi serat sangat
untuk menentukan jumlah kalori dibutuhkan agar terhindar dari
dan jenis nutrien yang konstipasi
dibutuhkan 5. Agar
nutrisi kalori dan protein klien
terpenuhi
6. Agar
menghindar terjadinya nyeri
saat makan berlangsung
7. Agar
dengan adanya ahli gizi jumlah
kalori dan nutrien yang
dibutuhkan klien terpenuhi
38

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien: Tn. A
Ruang Rawat : ICU
Tanda tangan
Hari/Tanggal,
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Kamis, 03 1) Memonitor pola napas S:-
Desember 2020 2) Memonitor bunyi napas tambahan O: Dandung Setiadi
10.30 WIB 3) Memonitor sputum - Klien tampak lemas
Diagnosa 4) Memposisikan semi-fowler atau fowler - Klien masih tampak sesak
keperawatan 1 5) Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik - Suara nafas tambahan ronchi
6) Memberikan oksigen - Sekret belum berkurang
7) Berkolaborasi pemberian bronkodilator, - Klien tampak gelisah
ekspektoran, mukolitik - Klien terpasang OPA (Oro-pharyngeal
Airway)
- Klien terpasang O2 NRM 10 lpm
- Dilakukan tidakan suction untuk
mengurangi sekret
- Dilakukan tindakan nebulizer untuk
mengurangi sesak
A : Masalah beum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1-7

Kamis, 03 1) Memonitor pola napas S:-


Desember 2020 2) Memonitor adanya sumbatan napas O:
11.00 WIB 3) Memonitor sputum - Klien tampak lemas
Diagnosa 4) Memposisikan semi-fowler atau fowler - Klien masih tampak sesak Dandung Setiadi
keperawatan 2 - Sekret belum berkurang
5) Memonitor AGD - Klien tampak gelisah
6) Mengdokumentasi hasil pemantauan - Klien terpasang O2 NRM 10 lpm
A : Masalah beum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1-6
Kamis, 03 1) Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. S : Pasien mengalami penurunan kesadaran
Desember 2020 lesi, gangguan metabolisme, edema serebral). O:
11.40 WI 2) Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. - Tingkat kesadaran menurun Dandung Setiadi
B tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar, - Klien tampak lemah
Diagnosa bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran - Kesadaran sopor
keperawatan 3 menurun) - Reflek neurologis terganggu
3) Memonitor status pernapasan - Fungsi kognitif terganggu
4) Meminimalkan stimulus dengan menyediakan - Disorientasi waktu, tempat dan orang
lingkungan yang tenang tidak dapat dikenali karna pasien
5) Memberikan posisi semi Fowler mengalami penurunan kesadaran
6) Mempertahankan suhu tubuh normal A : Masalah Belum Teratasi
1) Berkolaborasi pemberian diuretik osmosis P : Lanjutkan Intervensi 1-7
Kamis, 03 1) Mengidentifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan S :-
Desember 2020 diri, berpakaian, berhias, dan makan O: Dandung Setiadi
12.00 WIB 2) Memonitor tingkat kemandirian - Klien tampak lemas
Diagnosa 3) Menyediakan lingkungan yang terapeutik (mis. - Klien tampak tidak dapat
keperawatan 4 suasana hangat, rileks, privasi) mengggerakkan tubuhnya
4) Menjadwalkan rutinitas perawatan diri - Kesadaran sopor
5) Mendampingi dalam melakukan perawatan diri - Uji ekstremitas atas kanan 2 kiri 1,
sampai mandiri ekstremitas bawah kanan 2 kiri 1
6) Memfasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu - Klien tampak tidak rapi
melakukan perawatan diri - Skala aktivitas 5 tergantung secara total
7) Menganjurkan melakukan perawatan diri secara A: Masalah Belum Teratasi
konsisten sesuai kemampuan P : Lanjutkan Intervensi 1-7
Kamis, 03 1) Memonitor tanda dan gejala infeksi S :-
Desember 2020 2) Mempertahankan teknik aseptik O:
12.10 WIB 3) Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Klien tampak lemas Dandung Setiadi
Diagnosa 4) Mengajarkan etika batuk - Klien tampak pucat
keperawatan 5 5) Membatasi jumlah pengunjung - Hasil pemeriksaan lab tgl 03/12/2020:
6) Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak WBC : 16.73 (nilai normal 4,5-11,0),
dengan pasien PLT : 412 (nilai normal 150-400)
7) Berkolaborasi pemberian antibiotik - Kesadaran sopor
A: Masalah Belum Teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1-7
Kamis, 03 1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia S :-
Desember 2020 2. Mengobservasi suhu tubuh O: Dandung Setiadi
12.15 WIB 3. Mengobservasi komplikasi akibat hipertermia - Klien tampak lemas
Diagnosa 4. Menyediakan lingkungan lingkungan yang dingin - Klien tampak pucat
keperawatan 6 5. Membasahi atau kipas permukan tubuh - Akral teraba panas
6. Memberikan cairan oral - Suhu tubuh klien belum kembali
7. Memberikan oksigen normal yaitu S : 38,5oC.
8. Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit A: Masalah Belum Teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1-7
Kamis, 03 1) Mengidentifikasi perlunya penggunaan selang S : -
Desember 2020 nasogastrik O:
12.20 WIB 2) Memonitor asupan makanan - Klien tampak lemah Dandung Setiadi
Diagnosa 3) Memonitor berat badan - BB klien = 55kg
keperawatan 7 4) Memberikan makanan tinggi serat untuk mencegah - TB = 165cm
konstipasi - IMT = 20,22
5) Memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi - Klien terpasang NGT Klien diberikan
protein diet saring melalui NGT yaitu susu
6) Berkolaborasi pemberian medikasi sebelum makan A: Masalah Belum Teratasi
(mis. pereda nyeri, antiemetik). jika perlu P : Lanjutkan Intervensi 1-7
7) Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
44

CATATAN PERKEMBANGAN 1
Nama Pasien: Tn. A
Ruang Rawat : ICU
Tanda tangan
Hari/Tanggal,
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Jumat, 04 1. Memonitor pola napas S:-
Desember 2020 2. Memonitor sputum O: Dandung Setiadi
10.35 WIB 3. Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik - Klien tampak lemas
Diagnosa 4. Memberikan oksigen - Klien masih tampak sesak
keperawatan 1 5. Berkolaborasi pemberian bronkodilator, - Sekret masih belum berkurang
ekspektoran, mukolitik - Klien terpasang OPA (Oro-pharyngeal
Airway)
- Klien terpasang O2 NRM 10 lpm
- Dilakukan tidakan suction untuk
mengurangi sekret
- Dilakukan nebulizer untuk mengurangi
sesak
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi 1-5

Jumat, 04 1. Memonitor pola napas S:-


Desember 2020 2. Memonitor adanya sumbatan napas O:
11.30 WIB 3. Memonitor sputum - Klien tampak lemas Dandung Setiadi
Diagnosa 4. Memonitor AGD - Klien masih tampak sesak
keperawatan 2 5. Mengdokumentasi hasil pemantauan - Sekret belum berkurang
- Klien terpasang O2 NRM 10 lpm
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi 1-5

Jumat, 04 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. S : Pasien mengalami penurunan kesadaran
Desember 2020 lesi, gangguan metabolisme, edema serebral). O:
11.41 WI 2. Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. - Tingkat kesadaran menurun Dandung Setiadi
B tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar, - Klien tampak lemah
Diagnosa bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran - Kesadaran sopor
keperawatan 3 menurun) - Reflek neurologis terganggu
3. Memonitor status pernapasan - Fungsi kognitif terganggu
4. Meminimalkan stimulus dengan menyediakan - Disorientasi waktu, tempat dan orang
lingkungan yang tenang tidak dapat dikenali karna pasien
5. Memberikan posisi semi Fowler mengalami penurunan kesadaran
6. Mempertahankan suhu tubuh normal A : Masalah Belum Teratasi
7. Berkolaborasi pemberian diuretik osmosis P : Lanjutkan Intervensi 1-7
Jumat, 04 1. Mengidentifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan S :-
Desember 2020 diri, berpakaian, berhias, dan makan O: Dandung Setiadi
12.30 WIB 2. Memonitor tingkat kemandirian - Klien tampak lemas
Diagnosa 3. Menyediakan lingkungan yang terapeutik (mis. - Klien tampak tidak dapat
keperawatan 4 suasana hangat, rileks, privasi) mengggerakkan tubuhnya
4. Menjadwalkan rutinitas perawatan diri - Kesadaran sopor
5. Mendampingi dalam melakukan perawatan diri - Uji ekstremitas atas kanan 2 kiri 1,
sampai mandiri ekstremitas bawah kanan 2 kiri 1
6. Memfasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu - Klien tampak tidak rapi
melakukan perawatan diri - Skala aktivitas 5 tergantung secara total
7. Menganjurkan melakukan perawatan diri secara A: Masalah Belum Teratasi
konsisten sesuai kemampuan P : Lanjutkan Intervensi 1-7
Jumat, 04 1) Memonitor tanda dan gejala infeksi S :-
Desember 2020 2) Mempertahankan teknik aseptik O:
12.30 WIB 3) Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Klien tampak lemas
Diagnosa 4) Mengajarkan etika batuk - Klien tampak pucat
keperawatan 5 5) Membatasi jumlah pengunjung - Hasil pemeriksaan lab tgl 03/12/2020: Dandung Setiadi
6) Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak WBC : 16.73 (nilai normal 4,5-11,0),
dengan pasien PLT : 412 (nilai normal 150-400)
7) Berkolaborasi pemberian antibiotik - Kesadaran sopor
A: Masalah Belum Teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1-7
Jumat, 04 1) Mengobservasi suhu tubuh S :-
Desember 2020 2) Menyediakan lingkungan lingkungan yang dingin O: Dandung Setiadi
12.35 WIB 3) Membasahi atau kipas permukan tubuh - Klien tampak lemas
Diagnosa 4) Memberikan cairan oral - Klien tampak pucat
keperawatan 6 5) Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit - Akral teraba hangat
- Suhu tubuh klien belum kembali
normal yaitu S : 37,8oC.
A: Masalah Teratasi Sebagian
P : Lanjutkan Intervensi 1-5
Jumat, 04 1) Mengidentifikasi perlunya penggunaan selang S :-
Desember 2020 nasogastrik O: Dandung Setiadi
12.40 WIB 2) Memonitor asupan makanan - Klien tampak lemah
Diagnosa 3) Memberikan makanan tinggi serat untuk mencegah - BB klien = 55kg
keperawatan 7 konstipasi - TB = 165cm
4) Memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi - IMT = 20,22
protein - Klien terpasang NGT Klien diberikan
5) Berkolaborasi pemberian medikasi sebelum makan diet saring melalui NGT yaitu susu
(mis. pereda nyeri, antiemetik). jika perlu A: Masalah Teratasi Sebagian
6) Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan P : Lanjutkan Intervensi 1-6
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
48

CATATAN PERKEMBANGAN 2
Nama Pasien: Tn. A
Ruang Rawat : ICU
Tanda tangan
Hari/Tanggal,
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Sabtu, 05 1. Memonitor pola napas S:-
Desember 2020 2. Memonitor sputum O: Dandung Setiadi
10.30 WIB 3. Melakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik - Klien tampak lemas
Diagnosa 4. Memberikan oksigen - Klien masih tampak sesak
keperawatan 1 5. Berkolaborasi pemberian bronkodilator, - Sekret berkurang
ekspektoran, mukolitik - Klien terpasang OPA (Oro-pharyngeal
Airway)
- Klien terpasang O2 NRM 10 lpm
- Dilakukan tidakan suction untuk
mengurangi sekret
- Dilakukan nebulizer untuk mengurangi
sesak
A : Masalah beum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1-5

Sabtu, 05 1. Memonitor pola napas S:-


Desember 2020 2. Memonitor adanya sumbatan napas O: Dandung Setiadi
11.00 WIB 3. Memonitor sputum - Klien tampak lemas
Diagnosa 4. Memonitor AGD - Klien masih tampak sesak
keperawatan 2 5. Mengdokumentasi hasil pemantauan - Sekret berkurang
- Klien tampak gelisah
- Klien terpasang O2 NRM 10 lpm
A : Masalah beum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1-6
Sabtu, 05 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. S : Pasien mengalami penurunan kesadaran
Desember 2020 lesi, gangguan metabolisme, edema serebral). O:
11.42 WI 2. Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. - Tingkat kesadaran menurun Dandung Setiadi
B tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar, - Klien tampak lemah
Diagnosa bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran - Kesadaran sopor
keperawatan 3 menurun) - Reflek neurologis terganggu
3. Memonitor status pernapasan - Fungsi kognitif terganggu
4. Meminimalkan stimulus dengan menyediakan - Disorientasi waktu, tempat dan orang
lingkungan yang tenang tidak dapat dikenali karna pasien
5. Berkolaborasi pemberian diuretik osmosis mengalami penurunan kesadaran
A : Masalah Belum Teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1-5
Sabtu, 04 1. Memonitor tingkat kemandirian S :-
Desember 2020 2. Menyediakan lingkungan yang terapeutik (mis. O: Dandung Setiadi
12.00 WIB suasana hangat, rileks, privasi) - Klien tampak lemas
Diagnosa 3. Menjadwalkan rutinitas perawatan diri - Klien tampak tidak dapat
keperawatan 4 4. Mendampingi dalam melakukan perawatan diri mengggerakkan tubuhnya
sampai mandiri - Kesadaran sopor
5. Memfasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu - Uji ekstremitas atas kanan 2 kiri 1,
melakukan perawatan diri ekstremitas bawah kanan 2 kiri 1
6. Menganjurkan melakukan perawatan diri secara - Skala aktivitas 5 tergantung secara total
konsisten sesuai kemampuan A: Masalah Belum Teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 1-6
Sabtu, 04 1) Memonitor tanda dan gejala infeksi S :-
Desember 2020 2) Mempertahankan teknik aseptik O:
12.20 WIB 3) Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Klien tampak lemas
Diagnosa 4) Mengajarkan etika batuk - Klien tampak pucat
keperawatan 5 5) Membatasi jumlah pengunjung - Kesadaran sopor
6) Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak A: Masalah Belum Teratasi
dengan pasien P : Lanjutkan Intervensi 1-7 Dandung Setiadi
7) Berkolaborasi pemberian antibiotik
Sabtu, 04 1) Mengobservasi suhu tubuh S :-
Desember 2020 2) Memberikan cairan oral O: Dandung Setiadi
12.40 WIB 3) Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit - Klien tampak lemas
Diagnosa - Klien tampak pucat
keperawatan 6 - Akral teraba hangat
- Suhu tubuh klien kembali normal yaitu
S : 36,8oC.
A: Masalah Teratasi Sebagian
P : Lanjutkan Intervensi 1-3
Sabtu, 04 1) Mengidentifikasi perlunya penggunaan selang S :-
Desember 2020 nasogastrik O: Dandung Setiadi
12.50 WIB 2) Memonitor asupan makanan - Klien tampak lemah
Diagnosa 3) Memberikan makanan tinggi serat untuk mencegah - BB klien = 55kg
keperawatan 7 konstipasi - TB = 165cm
4) Memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi - IMT = 20,22
protein - Klien terpasang NGT Klien diberikan
5) Berkolaborasi pemberian medikasi sebelum makan diet saring melalui NGT yaitu susu
(mis. pereda nyeri, antiemetik). jika perlu A: Masalah Teratasi Sebagian
6) Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan P : Lanjutkan Intervensi 1-6
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA
Joyce,M,Black,dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah : manajemen klinis untuk
hasil yang diharapkan, Buku 3.Edisi . Singapura : PT.Salemba Emban
Patri
Somantri,Iman.2008. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran ed.1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30
Oktober2012 jam 09.03dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/
Dewi,Kusma .2011.Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis
Paru.Diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15
dari http://www.scribd.com /doc/52033675/
Doengoes,MarylinnE.2000.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:
Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta:
Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi
2005-2006.Editor : BudiSentosa.Jakarta:PrimaMedika
Price,S.A,2005,Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,Jakarta :
EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI),  Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI),  Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI),  Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
LAMPIRAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN TENTANG TUBERKULOSIS (TB


PARU) DI RUANG ICU RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH:

DANDUNG SETIADI
(2017.C.09a.0886)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN
TB PARU 

Topic : Penyakit Tuberkulosis


Sasaran : Pasien dan Keluarga
Hari / Tanggal : Sabtu, 05 Desember 2020
Waktu : 30 menit
I. Tujuan  Instruksional Umum:
Setelah mengikuti penyuluhan mengenai  TBC selama  30 menit, pasien maupun
keluarga pasien dengan TBC mampu memahami tentang TBC.
II. Tujuan  Instruksional Khusus:
Setelah dilakukan penyuluhan mengenai TBC, maka kelurga maupun pasien
mampu:
1.      Menjelaskan tentang pengertian  TBC
2.      Menjelaskantentang  penyebab  TBC
3.      Menjelaskan  gejala TBC
4.      Menjelaskan cara penularan TBC
5. Menjelaskan pencegahan TBC
6.      Menjelaskanpengobatan TBC
III.Sasaran
Pasien dan Keluarga pasien TB Paru
IV. Materi
1. Pengertian  TBC
2. Penyebab   TBC
3. Gejala TBC
4. Cara Penularan TBC
5. Pencegahan TBC
6. Pengobatan TBC
V. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
VI. Media
1. Leaflet
2. LCD
3. Laptop
VII. Pengorganisasian
1. Penyaji : Dandung Setiadi
2. Moderator : Dandung Setiadi.
3. Fasilitator : Dandung Setiadi
VIII. Kegiatan Penyuluhan
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan 2 Menit Secara langsung

2 Perkenalan (Perkenalan kelompok oleh 2 Menit Secara langsung


moderator )
3 Menyampaikan Kontrak 2 Menit Secara langsung
(Menyampaikan tujuan)
4 Menyampaikan Materi Penyuluhan 10 Menit Secara langsung
( Penyampaian Materi oleh Leader )
5 Evaluasi 5 Menit Secara langsung
(Tanya Jawab oleh Demonstrator )
IX. KriteriaEvaluasi
1) Evaluasi struktur
(a) Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa bekerjasama
dengan keluarga.
2) Evaluasi Proses
(a) Keluarga antusias terhadap materi yang disampaikan pemateri.
(b) Keluarga terlihat aktif dalam kegiatan penyuluhan.
3) Evaluasi hasil
(a) Keluarga memahami materi yang disampaikan pemateri.
(b) Ada umpan balik positif dari keluarga, dapat menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh penyuluh.

LAMPIRAN
MATERI PENYULUHANTUBERKOLOSIS
PARU (TB PARU)
I.           Pengertian
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
sehingga menyebabkan gangguan pada paru–paru. TBC ditularkan lewat batuk
dan dahak.
II.          Penyebab
Tuberkulosis disebabkan oleh basil TB (Mycobacterium tuberculosis
humanis) yang termasuk famili Mycobacteriaceae yang mempunyai beberapa
genus, satu diantaranya adalah Mycobacterium, salah satu spesiesnya adalah
Mycobacterium Tuberculosis. Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga
tahan asam, sifat ini dimanfaaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnai secara
khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut BTA (Basil Tahan Asam). Basil TB
sangat rentan terhadap sinar matahari sehingga dalam beberapa menit saja akan
mati karena gelombang cahaya ultraviolet. Basil TB juga rentan terhadap
panas/basah, sehingga dalam 2 menit Basil TB yang ada di lingkungan basah akan
mati bila terkena air dalam suhu 100°C. Basil TB juga akan terbunuh dalam
beberapa menit bila terkena alkohol 70 % atau lisol 5%.
III.       Tanda dan Gejala
1.    Gejala sistemik (umum)
a.       Demam
Salah satu keluhan utama penderita TB paru adalah demam seperti gejala
influenza. Biasanya demam dirasakan pada malam hari disertai dengan keringat
malam, kadang-kadang suhu badan mencapai 40°- 41°C. Serangan seperti
influenza ini bersifat hilang timbul, dimana ada masa pulih diikuti dengan
serangan berikutnya setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan (dikatakan sebagai
multiplikasi 3 bulan).
b.     Gejala yang tidakspesifik
Dapat ditemukan rasa tidak enak badan (malaise), nafsu makan berkurang
yang menyebabkan penurunan berat badan, sakit kepala dan badan pegal-pegal.
Pada wanita kadang-kadang dapat dijumpai gangguan siklus haid.
2.    Gejalarespiratorik (paru)
1)      Batuk
2)      Batuk darah
3)      Sesak napas
4)      Nyeri dada
5)   Malaise     
IV.       Penularan
Sumber utama penularan penyakit ini adalah sputum (dahak). Batuk dan
meludah akan menyebabkan kuman tuberkulosis menular pada orang lain lewat
udara. Penderita TBC ketika batuk, bersin, atau berbicara, akan memercikkan
kuman TBC atau bacilli ke udara. Seseorang dapat terpapar dengan kuman TBC
hanya dengan menghirup sejumlah kecil kuman TBC (penularan melalui udara).
Keluarga yang tinggal dekat penderita memiliki kemungkinan lebih banyak untuk
tertular. Bayi dari ibu yang terinfeksi tuberkulosis berisiko tinggi untuk terserang,
oleh sebab itu penderita harus dilatih untuk menutup mulutnya dan menghadapkan
wajah ke arah lain saat batuk.
V.         Pengobatan
           Menurut Dep.Kes (2003) tujuan pengobatan TB Paru adalah untuk
menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan
menurunkan tingkat penularan. Salah satu komponen dalam DOTS adalah
pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung dan untuk
menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
Prinsip pengobatan TB Paru :
1)      Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis (Isoniasid,
Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin, Etambutol) dalam jumlah cukup dan dosis
tepat selama 6 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat
dibunuh.
2)      Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal,
sebaiknya pada saat perut kosong.
3)      Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB
Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif.
4)      Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persisten sehingga mencegah terjadi kekambuhan.
VI.       Pencegahan Tuberkolosis
1.      Mencegah dengan menjalankan pola hidup sehat dengan cara:
a.       Makan bergizi seimbang
b.      Istirahat cukup dan jangan tidur larutmalam
c.       Tidakmerokok (pasifatauaktif)
d.      Menjemur kasur atau alas tidur teratur agar tidak lembab
e.       Membuka jendela rumah waktu pagi hari sampai sore hari
2.      Mencegahpenularan pada pasien TBC dengancara :
a.       Bilabatuktutupmulut agar keluarga dan orangsekitartidaktertular
b.      Jangan meludah di sembarang tempat.
c.       Meludah dengan menggunakan tempolong atau kaleng yang tertutup dan
diisi air sabun atau Lysol untuk menampung dahak.
d.      Membuang tampungan dahak ke lubang WC atau timbun di tempat yang
jauh dari keramaian.
3.      Mencegah TB pada anakdengancara :
a.       Mencegah kontak antara anak dengan penderita TB yang menular
b.      Memberikan gizi yang cukup (terutama protein dan Fe yang cukup)
c.      Vaksinasi BCG sebagai perlindungan bagi anak terhadap TB primer serta
komplikasi-komplikasinya dengan syarat bahwa vaksinnya baik,
penyimpanan dan handling-nya baik, teknik penyuntikannya baik dan
anak yang bersangkutan mempunyai respons imun seluler yang baik
pula. (WHO, 1980).
VIII. Bagaimana Diet Yang Tepat?
a. Tinggi protein (daging, susu, keju, telur).
b. Karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan.
u
Apakah itu Tubekulosis ? Gejala TBC menurut Trias
TUBERKULOSI suatu penyakit infeksi yang
TB yaitu:
S disebabkan oleh bakteri sehingga
menyebabkan gangguan pada paru– Batuk selama 2 minggu
paru.

Berkeringat di malam hari

Apa Penyebabnya ?
Berat badan menurun
Kuman

Mycobacterium Tuberculosa
Oleh :

Dandung Setiadi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stikes


Penularan TB ? Cara Pencegahan TB dengan Mencegah TB pada anak
PHBS (Perilaku Hidup bersih 1) Mencegah kontak antara
Kuman TB menular melalui
udara dan pada saat penderita dan Sehat) anak dengan penderita TB
I. PENDAHULUAN keberhasilan pengobatan pasien. Dari hasil penelitian di RSUP Dr.
TB bersin, batuk dan berbicara. 2) Memberikan gizi yang cukup
Kariadi semarang, menemukan bahwa peran PMO secara baik
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan mendapatkan hasil keberhasilan pengobatan pada 18 pasien (100%)
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis,sebagian besar bakteri TB
(terutama
dibandingkan pasien yang mendapat dukungan protein
PMO secara dan
tidakFebaik
6
menyerang paru tetapi dapat juga menyerang organ tubuh dengan keberhasilan pengobatan hanya 8 pasien (66,7%). Berdasarkan
lainnya.1Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
yang cukup)
karakteristik umur, dari hasil penelitian yang dilakukan di 10 daerah di
menunjukkan bahwa Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis Ethiopia, menemukan bahwa kasus TB yang terdeteksi sebesar 071
3) Vaksinasi BCG sebagai
pasien pada juli 2012-juli2015. Pasien dengan kasus TB paru BTA (+)
TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0.4 persen. 1 WHO
(2015) menyatakan Indonesia sebagai negara dengan penderita TB paling banyak adalah umur >15 tahun sebesar 30,2%, dari pada umur 5-
perlindungan bagi anak.
14 sebesar 18,3% dan <0-4 tahun hanya 10,7%. 6 Berdasarkan jenis
Paru terbanyak di dunia yaitu sebanyak 10% dari total global kasus TB
Paru di dunia.2 Pada tahun 2013 dari laporan WHO juga diperkirakan kelamin, hasil penelitian di Rumah Sakit Uganda, menemukan bahwa
terdapat 8.6 juta kasus TB di Indonesia. 3 Dalam kelompok penyakit pasien dengan hasil akhir pengobatanTBTB dapat di banyak
sembuh, sembuhkanditemukan
infeksi, TB merupakan peringkat pertama penyebab kematian di pada jenis kelamin laki-laki sebesar 37%. Penelitian sama yang
Indonesia. Hasil penelitian jumlah kasus baru TB paru bakteri tahan dilakukan di bagian Utara Ethiopia padadengan pasien TBcara:
paru BTA (+)
asam (BTA) menurut jenis kelamin terbanyak terdapat pada laki- sebesar 89,2% dengan karakteristik pasien lebih banyak terjadi pada
laki.3Di Provinsi Kalimantan Tengah proporsi pasien baru BTA (+) 1. Minum
pasien laki-laki sebanyak 221 pasien
6
daripada obat sesuaihanya
perempuan petunjuk
186
diantara semua kasus pada tahun 2016 adalah 53.3% lebih rendah bila pasien. Berdasarkan karakteristik pendidikan, dari hasil penelitian
dibandingkan dengan capaian pada tahun 2015 dengan capaian sebesar yang dilakukan di Pekan Baru, bahwadan teraturyang paling banyak
pendidikan
72,1%. Hal ini menunjukan bahwa secara nasional target masih belum berhasil pengobatannya adalah pendidikan menengah atas (41,38%),
terpenuhi.4 Pada tahun 2017 RSUD dr. Doris Sylvanus menjadi rumah SMP (27,58%), SD (24,14%) dan2. Menghabisakan
perguruan tinggi (6,9%).obat
6
sesuai
Selain dari
sakit dengan temuan TBparu terkonfirmasi bakteriologi dan pendidikan, dilihat dari karakteristik pekerjaan bahwasanya pasien TB
terdiagnosis klinis mencapai 297 kasus.5Kegagalan mencapai indikator waktu keberhasilan
paru BTA (+) yang paling banyak mengalami yang di tentukan
pengobatan(6
angka kesembuhan penderita TB paru disebabkan oleh beberapa faktor adalah pekerja wiraswasta sebesar 65,51%, diikuti tidak bekerja sebesar
antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, 27,58% dan pegawai negeri sipil bulan)
sebesar 6,9%. 6Berdasarkan
peran pengawas minum obat (PMO), jenis PMO, akses ke pelayanan pengetahuan, penelitian yang dilakukan di BP4 Salatiga Semarang
kesehatan dan motivasi.6Peran PMO sangat penting dalam menemukan bahwa pasien TB Paru yang berhasil dalam pengobatan
memiliki pengetahuan cukup sebesar 63,1%, dibandingkan mereka Penelitian ini merupakan penelitian Analitik Observasional
yang memiliki pengetahuan baik (5,31%) dan kurang (31,6%). 6Dilihat dengan desain Kohort Design
dari karakteristik motivasi, bahwasanya motivasi merupakan dorongan
dari dalam diri maupun dari luar individu untuk melakukan tindakan Populasi Penelitian
atau perilaku. Hasil penelitian sebelumnya didapatkan bahwa pasien
dengan motivasi untuk sembuh yaitu rendah (36,2%) cenderung tidak Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah besar subyek
patuh minum Obat Anti TB (OAT). 6 yang mempunyai karakteristik tertentu. Pada penelitian ini, populasi
merupakan semua penderitaTB paru BTA positif dewasa (berusia 15-65
tahun) yang telah tercatat dalam register TB di poli paru RSUD dr.
Dari pemaparan diatas serta beberapa hasil penelitian terkait Doris Sylvanus.
gambaran pasien TB Paru BTA (+) yang berhasil pengobatan, dapat
diketahui bahwa rendahnya angka keberhasilan pengobatan, membuat A. Populasi target merupakan sasaran akhir penerapan hasil
pasien TB Paru BTA (+) yang berhasil pengobatan juga sedikit.Jika penelitian. Populasi target penelitian ini adalah semua
pasien tidak berhasil dalam pengobatan (sembuh dan pengobatan penderitaTB paru BTA positif dewasa (berusia 15-65 tahun)
lengkap) maka pasien tersebut memberikan peluang untuk menularkan yang telah tercatat dalam register TB di poli paru RSUD dr.
penyakitnya ke anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya, serta Doris Sylvanus.
memungkinkan terjadinya resisten OAT bagi pasien tersebut. 6
Akibatnya, kemajuan pengobatan penderita tidak dapat dievaluasi Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
untuk menentukan kelanjutan pengobatan berdasarkan status
kesembuhan penderita. Dampak terhadap program yaitu sulit mencapai Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan
target angka kesembuhan. Salah satu hal yangberperan agar target dengan metode total sampling. Total sampling adalah teknik
kesembuhan dapat tercapai adalah dengan mengetahui faktor-faktor pengambilan sample dimana jumlah sampel sama dengan populasi
yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB paru diRSUD dr. penelitian.
Doris Sylvanus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB paru diRSUD dr. Estimasi Besar Sampel
Doris Sylvanus.
Pada penelitian inisemua penderita tuberkulosis BTA positif
II. METODOLOGI PENELITIAN dewasa berdasarkan register TB di poli paru didapatkan menjadi
responden
Jenis dan Rancangan Penelitian
Kriteria Pemilihan
Kriteria Inklusi
a. Penderita berusia 15 – 65 tahun pada periode penelitian Variabel Penelitian
tersebut
b. Pasien TB Paru kasus baru dan dinyatakan terdiagnosis 1. Variabel bebas (Independent variable) : Variabel bebas dalam
klinis yang mengikuti pengobatan di TB Paru di Poli paru penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
RSUD dr. Doris Sylvanus pengetahuan, peran PMO , jenis PMO, akses ke pelayanan
c. Memiliki PMO kesehatan dan motivasi
d. Memiliki data rekam medik yang lengkap
e. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani 2. Variabel terikat (Dependent variable) Variable terikat dalam
informed consent penelitian ini adalah keberhasilan pengobatan TB paru
f. Berdomisili di kota Palangka Raya Definisi Operasional
Kriteria Ekslusi Umur adalah umur pasien TB paru pada saat mulai pengobatan
a. Penderita berusia <15 tahundan >65 tahun TB sampai selesai dan dinyatakan berhasil. Jenis kelamin adalah
b. Penderita tidak berada di tempat selama penelitian identitas dari responden yang dilihat dari bentuk, sifat, dan fungsi
c. Pasien TB Paru yang bukan kasus baru (kasus kambuh, kasus biologinya Harvard Step Test adalah test untukmengukur ketahanan
d. setelah putus berobat,
Penderita meninggalkasus setelah
selama gagal)
mengikuti kardiovaskular seseorang dengan metode naik turun bangku dengan
e. Pasien TB Rifampicin Resistance (RR) kecepatan yang telah ditentukan hasil ukur detik dan skala rasio.
Pekerjaan adalah Kegiatan yang dilakukan responden untuk menunjung
kehidupannya. Pengetahuan adalah pemahaman umum pasien terkait
penyakit TB paru dan tatalaksana pengobatan TB. Peran PMO adalah
seseorang yang memberikan peranan penuh terhadap pasien agar pasien
teratur untuk berobat selama masa pengobatan TB yang dijalankannya
Motivasi pasien adalah dorongan dari dalam diri pasien selama
pengobatan TB sehingga bisa berhasil pengobatan. Keberhasilan
pengobatan adalah merupakan indikator pencapaian utama
pengendalian program TB di pelayanan kesehatan.

Instrumen Penelitian
Instrumen seperti kuesioner dan rekam medik digunakan dalam
pengambilan data dari responden. Kuesioner digunakan untuk
mendapatkan informasi dari subjek penelitian, dilakukan
denganwawancara. Sebelum digunakan untuk pengumpulan data,
kuesioner tersebut terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan
realibilitas pada variabel pengetahuan, peran PMO dan motivasi. Hasil (56,3%)dan tidak bekerja sebanyak 14 responden
data dari rekam medik RSUD dr. Doris Sylvanus untuk mengetahui
jumlah populasi penderita TB paru yang telah berhasil dalam (43,8%).
pengobatan.

Tabel 2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Keberhasilan Pengobatan TB


Paru Di Poli Klinik Paru RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Periode Triwulan I 2018

Prosedur Penelitian

5
25

0 Laki-Perempuan
20

15

10
Berhasil Tidak
berhasil

III. Hasil Penelitian Berdasarkan tabel di atas menunjukkan dari dari 24 responden
laki-laki, 20 responden (83,3%) berhasil, dan 4 responden (16,7%) tidak
Responden pada penelitian ini adalah sebanyak 32 orang yang berhasil dan dari 8 responden perempuan , 6 responden (75%)berhasil
terdiri dari penderita berusia 15-65 tahun pada periode penelitian dan 2 responden (25%) tidak berhasil.
tersebut yang merupakan kasus baru dan sedang mengikuti pengobatan
di poli paru RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya Adapun distribusi Uji statistik selanjutnya dengan menggunakan Fisher’s Exact
karakteristik responden sebagai berikut: Testdengan taraf signifikansi 0,05 dan didapatkan p value sebesar
0,625. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
jenis kelamin dengan keberhasilan pengobatan TB paru.
Tabel 1. Karakteristik Responden Tabel 3. Hubungan Umur dengan Keberhasilan Pengobatan TB Paru Di
Poli Klinik Paru RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya Periode
Persentase Triwulan I 2018
No Karakteristik Jumlah
(%)

SD-SMP SMA-Perguruan
1. Jenis kelamin : Laki-laki Tinggi
Perempuan
2. Usia : 24 75,0%
4. Pekerjaan :
15-45 >45 8 25,0%

3. Pendidikan : 17 53,1
%

46,9
15 %

9 28,1%

23 71,9%
20

15

10
Berhasil

5 Tidak
berhasil
0

15-45 >45

tahun tahun

Bekerja 18 56,3% responden (71,9%). Sementara itu, berdasarkan status pekerjaan


responden bekerja dengan 18 responden
Tidak Bekerja 14 43,8%

Berdasarkan tabel di atas jenis kelamin responden sebagian


besar laki-laki dengan 24 responden (75,0%) dan perempuan dengan 8
responden (25,0%), berdasarkan usia responden sebagian besar berusia
15-45 tahun dengan 17 responden (53,1%) dan >45 tahun dengan 15
responden(46,9%).Berdasarkan tingkat pendidikan responden SD-SMP
dengan 9 responden (28,1%), SMA-Perguruan Tinggi dengan 23
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan dari 0,076. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
usia dengan keberhasilan pengobatan TB paru
17 responden berusia 15-45 tahun , 16 responden
(94,1%) berhasil dan 1 responden (5,9%) tidak
berhasil dan dari 15 responden berusia >45 tahun, 10 Tabel 4. Hubungan Pendidikan dengan Keberhasilan Pengobatan TB
responden (66,7%) berhasil, dan 5 responden Paru Di Poli Klinik Paru RSUD dr.
(33,3%) tidak berhasil.

Uji statistik selanjutnya dengan menggunakan Fisher’s Exact


Test dengan taraf signifikansi 0,05 dan didapatkan p value sebesar

794

Tidak
Doris Sylvanus Palangka Raya Periode Triwulan I 2018 0 berhasil

SD- SMA-
20 SMP PT

15

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan dari 9 responden dengan


10 pendidikan terakhir SD-SMP, 7 responden (77,8%) berhasil dan 2
Berhasil responden (22,2%) tidak berhasil dan dari 23 responden dengan
5
pendidikan terakhir SMA-perguruan tinggi, 19 responden (82,6%)
berhasil, dan 4 responden (17,4%) tidak berhasil. 15

Uji statistik selanjutnya dengan menggunakan Fisher’s Exact


Testdengan taraf signifikansi 0,05 dan didapatkan p value sebesar 10 berhasil
1,000. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
pendidikan dengan keberhasilan pengobatan TB paru
tidak
berhasil
Tabel 5. Hubungan Pekerjaan dengan Keberhasilan Pengobatan TB
5
Paru Di Poli Klinik Paru RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Periode Triwulan I 2018
0

bekerjatidak bekerja

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan dari 18 responden yang


bekerja, 16 responden (88,9%) berhasil dan 2 responden (11,1%) tidak
berhasil, dari 14 responden yang tidak bekerja, 10 responden (71,4%)
berhasil dan 4 responden (28,6%) tidak berhasil.

Uji statistik selanjutnya dengan menggunakan Fisher’s Exact


Test dengan taraf signifikansi 0,05 dan didapatkan p value sebesar
0,365. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
pekerjaan dengan keberhasilan pengobatan TB paru
20
Tabel 6. Hubungan Pengetahuan dengan Keberhasilan Pengobatan TB
Paru Di Poli Klinik Paru RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Periode Triwulan I 2018
30

25

20

15 berhasil

10 tidak berhasil

baik kurang

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan dari 28


responden dengan pengetahuan yang baik, 25 responden
(89,3%)berhasil dan 3 responden (10,7%) tidak berhasil, dari 4
responden dengan pengetahuan yang kurang 1 responden (25%)
berhasil, dan 3 responden (75%) tidak berhasil. 5

0
Uji statistik selanjutnya dengan menggunakan Fisher’s Exact Test
dengan taraf signifikansi 0,05 dan didapatkan p value sebesar 0,015. ya tidak
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan
dengan keberhasilan pengobatan TB paru.

Tabel 7. Hubungan Peran PMO dengan Keberhasilan Pengobatan TB Berdasarkan tabel di atas menunjukkan dari 30 responden
Paru Di Poli Klinik Paru RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dengan peran PMO, 26 responden (86,7%) berhasil dan 4 responden
Periode Triwulan I 2018 (13,3%) tidak berhasil dan dari 2 responden tanpa peran PMO, 0
responden (0%) berhasil, dan 2 responden (100%) tidak berhasil.
30
Uji statistik selanjutnya dengan menggunakan Fisher’s Exact Test
dengan taraf signifikansi 0,05 dan didapatkan p value sebesar 0,030.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara Peran PMO
25
dengan keberhasilan pengobatan TB paru

20
Tabel 8. Hubungan Motivasi Pasien dengan Keberhasilan Pengobatan
TB Paru Di Poli Klinik Paru RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Periode Triwulan I 2018
15 berhasil

10 tidak berhasil
795

tinggi rendah

30

25 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan dari 30 responden


dengan motivasi pasien 26 responden dengan motivasi yang tinggi
(86,7%)berhasil dan 4responden (13,3%) tidak berhasil dan dari 2
20 responden dengan motivasi yang rendah 0 responden (0%) berhasil, dan
2 responden (100%) tidak berhasil.

15 berhasil
Uji statistik selanjutnya dengan menggunakan Fisher’s Exact
Test dengan taraf signifikansi 0,05 dan didapatkan p value sebesar
0,030. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
motivasi pasien dengan keberhasilan pengobatan TB paru.
10 tidak berhasil
Tabel 9. Hubungan Motivasi keluarga dengan Keberhasilan
Pengobatan TB Paru Di Poli Klinik Paru RSUD dr. Doris Sylvanus
5 Palangka Raya Periode Triwulan I 2018

0
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan dari 30 responden
dengan motivasi keluarga 26 responden dengan motivasi yang tinggi
(86,7%) berhasil dan 4 responden (13,3%) tidak berhasil dan dari 2
responden dengan motivasi yang rendah 0 responden (0%) berhasil, dan
2 responden (100%) tidak berhasil.
30
Uji statistik selanjutnya dengan menggunakan Fisher’s Exact Test
25 dengan taraf signifikansi 0,05 dan didapatkan p value sebesar 0,030.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara motivasi
keluarga dengan keberhasilan pengobatan TB paru.
20

Tabel 10. Hubungan Motivasi Petugas Kesehatan dengan Keberhasilan


15 Berhasil Pengobatan TB Paru Di Poli Klinik Paru RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya Periode Triwulan I 2018

10 Tidak Berhasil

TinggiRendah
tinggi (86,2%) berhasil dan 4 responden (13,8%) tidak berhasil, dan
dari 3 responden dengan motivasi yang rendah 1 responden (33,3%)
berhasil, dan 2 responden (66,7%) tidak berhasil.
30
Uji statistik selanjutnya dengan menggunakan Fisher’s Exact
Testdengan taraf signifikansi 0,05 dan didapatkan p value sebesar
25 0,083. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara
motivasi petugas kesehatan dengan keberhasilan pengobatan TB paru.
20

15 Berhasil IV. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di poli paru RSUD dr.


Doris Sylvanus Palangka Raya Tahun 2018 dengan sample 32
10 Tidak berhasil orang dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antar
variabel. Pada analisis bivariat tersebut ada beberapa variabel yang
menunjukan hubungan yang signifikan dari faktor-faktor yang
5 memperngaruhi keberhasilan pengobatan TB paru dan ada pula
yang tidak signifikan.Faktor-faktor yang hasilnya signifikan antara
0
lain pengetahuan, peran PMO, motivasi pasien dan motivasi
keluarga.
TinggiRendah

Berdasarkan tabel 5.1.8 menunjukan hubungan yang signifikan


antara pengetahuan dengan keberhasilan pengobatan TB paru
(p=0,015). Hasil penelitian ditemukan bahwa pengetahuan pasien
TB paru BTA yang berhasil pengobatan memiliki
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan dari 29 responden
dengan motivasi petugas kesehatan 25 responden dengan motivasi yang
pengetahuan baik.Pasien yang memiliki pengetahuan baik dapat
mengubah sikapnya untuk patuh dalam pengobatan dan bisa Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya pengetahuan tentang
menyelesaikan pengobatannya, dibandingkan pasien yang memiliki tuberkulosis akanberpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan.
pengetahuan rendah. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan 25 Hal tersebut akan mengakibatkantidak tuntasnya pengobatan
responden (89,3%) berhasil dengan pengetahuan yang baik dan 1
responden (25%) berhasil dengan pengetahuan yang kurang.
tuberkulosis dan kebosanan penderita

796

(66,7%) .36 Hal ini sejalan dengan hasil penelitian tersebut di mana 26
responden (86,7%) dengan adanya peran PMO dinyatakan berhasil,
dalammengkonsumsi OAT (Obat Anti Tuberkulosis) serta memeriksa sedangkan 0 responden (0%) tanpa adanya peran PMO dinyatakan
dahak ke10 pelayanan kesehatan. Responden yang kurang mengetahui berhasil. Selain peran PMO motivasi pasien juga memiliki hubungan
masalah tuberkulosis paru mempunyai risiko 1,3 kali lebih besar untuk yang signifikan terhadap pengobatan TB paru (p=0,03).
tidak memanfaatkan pengobatan tuberkulosis paru di Puskesmas
dibanding dengan mereka yang mengetahui masalah tuberkulosis
paru.22Selain pengetahuan faktor yang lain adalah peran PMO. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar motivasi pasien
TB Paru yang berhasil pengobatan memiliki motivasi tinggi. Selain
motivasi pasien juga dari motivasi keluarga menunjukan adanya
Berdasarkan hasil penelitian antara peran PMO dengan keberhasilan pengaruh yang signifikan (p=0,03). Keluarga berperan penting dalam
pengobatan TB paru didapatkan hubungan yang signifikan (p=0,03). penentuan keputusan untuk mencari dan mematuhi pengobatan.
Pasien TB paru yang berhasil pengobatan adalah mereka yang telah Keluarga juga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
mendapatkan peran PMO.Peran PMO sangat penting dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu seperti memberi
keberhasilan pengobatan pasien. Menurut hasil penelitian yang dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota
dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang, menemukan bahwa peran keluarga yang sakit.32
PMO secara baik mendapatkan hasil keberhasilan pengobatan pada 18
pasien (100%) dibandingkan pasien yang mendapat dukungan PMO
secara tidak baik dengan keberhasilan pengobatan hanya 8 pasien
Dalam hal ini keluarga memberikan dukungan seperti mengingatkan
untuk kontrol, minum obat secara teratur dan memperhatikan keluhan
pasien. Oleh karena itu motivasi dari keluarga sangat berpengaruh DAFTAR PUSTAKA
terhadap keberhasilan pengobatan pasien. Selain itu keluarga juga
memberikan motivasi seperti dukungan moril maupun materi,
1.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan
memberikan semangat dan pengertian kepada pasien agar pasien tetap
dasar tahun 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
teratur minum OAT dan berobat ke pelayanan masyarakat. Seperti
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013
halnya dari penelitian yang dilakukan disemarang, bahwa sebagian
besar responden yang teratur berobat adalah pasien yang telah 2.Global tuberculosis control. WHO global tuberculosis control,
mendapat motivasi dari keluarganta tinggi sebanyak 16 pasien (80%) 2015. Diakses pada
dibanding pasien yang tidak teratur berobat hanya 4 pasien (20%)
mendapat motivasi dari keluarga rendah.34 tanggal: 19April 2018 melalui http://www.WHO.inst

KESIMPULAN
3.Data dan informasi kesehatan profil kesehatan Indonesia. 2016;3
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa: 4.Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya, Profil Kesehatan Kota
Palangka Raya, Palangka Raya : Dinas Kesehatan Kota
1.Dari 32 penderita TB paru yang berhasil melaksanakan Palangka Raya, 2016
pengobatan TB paru berjumlah 26 (81,25%) orang sedangkan
yang tidak berhasil melaksanakan pengobatan 6 (18,75%) orang. 5.Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya, Palangka Raya : Dinas
Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan, peran Kesehatan Kota Palangka Raya. 2017
PMO, motivasi pasien dan motivasi keluarga.
6.Citra, Dewi. Gambaran Keberhasilan Pengobatan pada Pasien
Tuberkulosis Paru BTA
2.Ada beberapa variabel yang menunjukan hubungan yang
signifikan dari faktor-faktor yang memperngaruhi keberhasilan ( Di Wilayah Kecamatan Ciputat, Kota Tanggerang
pengobatan TB paru dan ada pula yang tidak signifikan. Faktor- Selatan Tahun 2015. Jakarta:
faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB paru di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.2017
poli klinik RSUD dr. Doris Sylvanus periode Triwulan I antara
lain pengetahuan, peran PMO, motivasi pasien dan motivasi
keluarga.
7.Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Jakarta : 13. Jawetz, Melnick, and Adfcerg..
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Mikrobiologi
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. nd ed.
2014 Kedokteran. 23 Jakarta:Erlangga.
8.KementerianKesehatan Republik 2013:325
Indonesia.PedomanPenanggulanganTuberkulosi s.. Jakarta:
Depkes RI. 2014
14. Departemen Kesehatan. Pedoman Nasional Pengendalian
9. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan departemen Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI. 2014;18-20
kesehatan RI. Laporan nasional riset
kesehatan dasar. Jakarta : Departemen Kesehatan, 2014 15. Sudoyo A.W., Bambang S., Idrus A., Marcellus S. K., Siti S.
(eds). Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta:Pusat
10. Kementrian Kesehatan Republik
Penerbitan Departemen PenyakitDalamUniversitas Indonesia.
2014:867-68
Indonesia.www,kemenkes.go.id.dipublikasi25A pril 2017.

11. Sudoyo A.W., Bambang S., Idrus A., 16. TB Care 1. International Standard for Tuberculosis Care, Edition 3. The
Marcellus S. K., Siti S. (eds). Tuberkulosis Hague, 2014;9
Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta:Pusat 17. Departemen Kesehatan. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI. 2014;20-6
Penerbitan Departemen PenyakitDalamUniversitas Indonesia.
2014:864-65. 18. PerhimpunanDokterParuIndonesia.

Pedoman Diagnosis danPenatalaksanaan Tuberkulosis di


12. AlsagafH.danMuktyH.A.Dasar- Indonesia. Jakarta:PDPI. 2011;39-41
th
dasarIlmuPenyakitParu.5 ed. 19. Trisnowati, Heni. Peran Pengawas Minum Obat (PMO) dalam
AirlanggaUniversityPress:Surabaya. 2008:73 Upaya Penyembuhan Penderita TB Paru (Studi Pada Puskesmas
Besimaka, Kecamatan Malaka, Nusa Tenggara Timur).
Yogyakarta : Universitas Respati. 2016
24. Hastono, S.P., 2016. Analisis Data Bidang Kesehatan.
20. Departemen Kesehatan. Pedoman Nasional Pengendalian Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI. 2014;144
25. Darmawanti, 2014. Hubungan Komunikasi
21. Departemen Kesehatan. Pedoman Nasional Pengendalian Interpersonal Petugas Kesehatan terhadap Kepatuhan
Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI. 2014:44-45 Pasien Menjalani Pengobatan TB Paru di Puskesmas
Sunggal Medan Tahun 2014. (Tesis). USU, Medan.
22. Bertin Tanggap Tirtana, 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi 26. Berhe, G., Abraham Aseffa, 2012. Treatment
Keberhasilan Pengobatan pada Pasien Tuberkulosis Paru dengan
Resisten Obat Tuberkulosis di Wilayah Jawa Tengah (Artikel Outcome Of Smear-Poitive Pulmonary Tuberkulosis Patients in
Ilmiah). UNDIP. Tigray Region Northern Ethiopia. Biomed Cent.

23. Harnanik. 2014. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Keberhasilan Pengobatan TB Paru di Puskesmas Purwodadi II 27. Maesaroh, S.,2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan
Kabupaten Grobogan. Yogyakarta: Program Studi Ilmu dengan Kepatuhan Berobat Pasien Tuberkulosis Paru
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Di Klinik Jakarta Respiratory Centre PPTI tahun 2009
‘Aisyiyah (Skripsi), UIN Jakarta, Jakarta.

28. Hadifah, Z., 2009. Pemenuhan Tugas Pengawas

Minum Obat (PMO) bagi Penderita Tuberkulosis (TB) Sebagai


Indikator Penyakit Menular Di Puskesmas Kota Sigli, Aceh.

29. Firdaus, K.M., 2012. Pengaruh PMO terhadap


Keberhasilan Pengobatan TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Sukoharji. Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.

30. Harnanik, 2016. Analisis Faktor-Faktor yang


Memperngaruhi Keberhasilan Pengobatan TB Paru di
Puskesmas Purwodadi II Kabupaten Grobogan
(Skripsi). Yogyakarta.

31. Aditama, T.Y., 2008. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi


dan Masalahnya Edisi ke-4. Yayasan Penerbit Ikatan
Dokter Indonesia, Jakarta.

32. Hayati, D., Elly Musa, 2016. Hubungan Kinerja


Pengawas Menelan Obat (PMO) dengan Kesembuhan
Penderita TB di Puskesmas Arcimanik Bandung. J.
Ilmu keperawatan Vol.4 No.1.

33. Pandapotan, Kintoko, Alam Bakti, 2015. Gambaran


Peran Serta Petugas Kesehatan terhadap Kepatuhan
Berobat Penderita TB Paru di Kelurahan Gambir Baru
Kecamataan Kisaran Timur Tahun 2014. USU,
Medan.

34. Fauziyah, N., 2010. Faktor-Faktor yang Empengaruhi


Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru di Puskesmas
Depok. Buletin Penelitian Kesehatan Vol.30 No.1

Anda mungkin juga menyukai