Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT ANEMIA

Diajukan untuk memehuni tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II


dosen pengampu Yusi Sofiyah M.Kep., Ns. Sp. Kep. An

Disusun oleh:

Puput Putri Kusuma W 302017054


Sekar Ayu Atresia 302017065
Salma Salsabila 302017068

PRODI SARJANA KEPERAWATAN KELAS III-B


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG
Jl. K.H. Ahmad Dahlan Dalam (Banteng Dalam) No. 6 Bandung

2019
KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah SWT yang melimpahkan kasih dan sayangnya kepada
kita semua khususnya kepada penulis, sehingga penulis dapat membuat makalah ini
tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada
nabi besar kita nabi Muhammad SAW.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Anak II. Dalam penyusunannya pun penulis mendapatkan bantuan dari
dosen mata kuliah yang bersangkutan, dari teman-teman dan dari referensi buku serta
artikel media massa.
Penyusunan makalah ini belum mencapai kata sempurna, sehingga penulis
dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun sehingga di kemudian hari penulis dapat membuat makalah jauh lebih
baik dari makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan
pembaca serta menjadi inspirasi bagi pembaca.

Bandung, Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3
A. Definisi Anemia ................................................................................................. 3
B. Klasifikasi Anemia ............................................................................................. 4
C. Etiologi ............................................................. Error! Bookmark not defined.
D. Patofisiologi ..................................................... Error! Bookmark not defined.
E. Manifestasi Klinis ............................................ Error! Bookmark not defined.
F. Pemeriksaan Penunjang ................................... Error! Bookmark not defined.
G. Pentalaksaan ..................................................... Error! Bookmark not defined.
H. Komplikasi ....................................................... Error! Bookmark not defined.
I. Pengkajian ........................................................................................................ 27
J. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul ............................................... 29
K. Rencana Asuhan Keperawatan ......................................................................... 30
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 36
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 36
B. Saran................................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga, prevalensi anemia pada


balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5%.
Sementara survei di DKI Jakarta 2004 menunjukkan angka prevalensi anemia
pada balita sebesar 26,5%, 35 juta remaja menderita anemia gizi besi, usia 6
bulan cadangan besi itu akan menipis, sehingga diperlukan asupan besi
tambahan untuk mencegah kekurangan besi. (Depkes RI, 2009)
Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi
atau iron deficiency anemia. Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang
kurang tepat. Anemia lainnya adalah anemia karena pendarahan, anemia
karena pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak memproduksi
sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga
anemia karena yang bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan seperti
kangker, leukemia dll. (Depkes RI, 2009)
Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secara permanen lebih
berbahaya dari kerusakan sel-sel kulit.Sekali sel-sel otak mengalami
kerusakan tidak mungkin dikembalikan seperti semula.Karena itu, pada
masa emas dan kritis perlu mendapat perhatian. (Depkes RI, 2009)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan beberapa pertanyaan yang akan dibahas dalam


suatu makalah. Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Apa definisi dari Anemia?
2. Apa saja klasifikasi dari Anemia?
3. Bagaimana etiologi dari Anemia?

1
2

4. Bagaimana patofisiologi dari Anemia?


5. Bagaimana manifestasi klinis dari Anemia?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Anemia?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Anemia?
8. Bagaimana komplikasi pada Anemia?
9. Bagaimana pengkajian pada Anemia?
10. Apa saja diagnosa yang mungkin muncul pada Anemia?
11. Bagaimana intervensi pada Anemia?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Melalui pembuatan makalah mengenai Anemia ini, diharapkan mahasiswa
mampu memahami materi mengenai gangguan sistem hematologi dan
asuhan keperawatan pada anak.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari Anemia
b. Untuk mengetahui klasifikasi dari Anemia
c. Untuk mengetahui etiologi dari Anemia
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari Anemia
e. Untuk mengetahui pathway dari Anemia
f. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Anemia
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Anemia
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari Anemia
i. Untuk mengetahui komplikasi pada Anemia
j. Untuk mengetahui pengkajian pada Anemia
k. Untuk mengetahui diagnosa yang mungkin muncul pada Anemia
l. Untuk mengetahui intervensi pada Anemia
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Anemia

Anemia adalah keadaan penurunan jumlah SDM dan/atau konsentrasi


hemoglobin (Hb) di bawah nilai normal. Sebagai akibat akibat dari penurunan ini,
kemampuan darah untuk membawa oksigen menjadi berkurang sehingga ketersediaan
oksigen untuk jaringan mengalami penurunan. Anemia merupakan kelainan
hematologik yang paling sering dijumpai pada masa bayi dan kanak-kanak. (Wong,
2009)
Anemia menurut Bakta (2006) didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer oleh penurunan kadar hemoglobin.
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa anemia adalah suatu
keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah di bawah nilai normal, sehingga
tidak dapat membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.

B. Komposisi Darah

Komposisi darah diperoleh dengan cara memutar darah dalam satu tabung dengan kecepatan
tinggi. Proses pemutaran darah tersebut dinamakan sentrifugasi. Dari hasil sentrifugasi, darah
akan terpisah menjadi dua bagian, yaitu bagian bawah yang padat dan bagian atas berupa cairan.
Cairan pada bagian atas adalah plasma darah (55%), sedangkan bagian bawah terdapat sel-sel
darah (45%).
1. Plasma darah
Plasma darah mengisi sekitar 55% dari total volume darah. Salah satu fungsi plasma darah
yaitu mengatur keseimbangan osmosis darah di dalam tubuh. Pada manusia, plasma darah
tersusun atas air (90%) dan bahan-bahan terlarut (10%).
2. Sel-sel darah
Terdapat sekitar 45% sel-sel dalam darah. Sel-sel darah tersusun atas sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan keeping darah (trombosit).
a. Sel darah merah (eritrosit)
Sel darah merah (eritrosit) berfungsi mengangkut atau mengedarkan oksigen dan karbon
dioksida. Kemampuan mengikat oksigen dan karbon dioksida oleh sel darah merah
4

adalah karena adanya haeoglobin. Haemoglobin adalah suatu protein yang memiliki daya
ikat kuat terhadap oksigen dan karbon dioksida.
b. Sel draah putih (leukosit)
Sel darah putih (leukosit) berfungsi dalam pertahanan dan kekebelan tubuh. Leukosit
akan mempertahankan tubuh dari serangan penyakit. Fungsi tersebut didikung oleh
kemampuan leukosit untuk bergerak amoebid (seperti amoeba) dan fagositosis
(memangsa atau memakan).

C. Klasifikasi Anemia

1. Anemia Defisiensi Besi


a. Definisi
Anemia defisiensi besi adalah gejala dari kondisi yang mendasar, seperti
kehilangan komponen darah akibat dari kadar besi dalam rendah rendah akibatnya
menganggu eritopoesis sehingga terjadi penurunan kapasitas pengangkut oksigen
darah. (Wong, 2009)
b. Etiologi
1) Asupan zat besi
Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi
bahan makananan yang kurang beragam dengan menu makanan yang terdiri dari nasi,
kacang-kacangan dan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi.
Gangguan defisiensi besi sering terjadi karena susunan makanan yang salah baik jumlah
maupun kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, distribusi
makanan yang kurang baik, kebiasaan makan yang salah, kemiskinan dan ketidaktahuan.

2) Penyerapan zat besi


Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam tubuh
karena banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari jenis zat besi dan bahan
makanan yang dapat menghambat dan meningkatkan penyerapan besi.
3) Kebutuhan meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada
bayi, anakanak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga meningkat
pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit.
4) Kehilangan zat besi
Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut
kehilangan zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga kehilangan
zat besi melalui menstruasi.
5

c. Patofisiologi
Anemia defisiensi zat besi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor yang mengurangi
pasokan zat besi, mengganggu absorpsinya, meningkatkan kebutuha tubuh akan zat besi
atau yang memengaruhi sintesis Hb. Meskipun manifesitasi klinis dan evaluasi diagnostik
defisiensi zat besi cukup serupa tanpa memperhatikan penyebabkanya, pertimbangan
terapeutik dan keperawatannya bergantung pada penyebab spesifik terjadinya defisiensi
zat besi. Pembahasan berikut ini hanya dibatasi pada anemia defisiensi besi yang terjadi
karena kandungan zat besoi yang tidak memadai dalam makanan.
Selama trimester terakhir kehamilan, zat besi dipindahkan dari dalam tubuh ibu ke
dalam tubuh janin. Sebagian besar zat besi disimpan dalam eritrosit janin yang bersikulasi
sementara sisanya berada di dalam hati, limpa dan sumsum tulang janin. Biasanya
simpanan zat besi ini sudah mencukupi kebutuhan selama 5 hingga 6 bulan pertama pada
bayi aterm tetapi pada bayi prematur atau kembar, simpanan tersebut hanya cukup untuk
2 hingga 3 bulan. Apabila makanan bayi tidak ditambahkan zat besi untuk memenuhi
kebutuhannya dalam masa pertumbuhan setelah terjadi deplesi simpanan zat besi di dalam
tubuh janin, maka akan terjadilah anemia defisiensi besi.
d. Manifestasi Klinis
1) Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris- garis
vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
2) Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang.
3) Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
4) Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring. Sindrom Plummer
Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari
anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.
5) Tubuh tidak tegap
6) Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
7) Kelelahan dan keletihan
8) Sesah nafas
9) Penurunan semangat
e. Penatalaksaan medis
Menurut Engram, (1999). penatalaksanaan pada pasien dengan anemia yaitu :
1) Memperbaiki penyebab dasar.
2) Suplemen nutrisi (vitamin B, asam folat, besi)
3) Transfusi darah.
6

Pathway Anemia Defisiensi Besi

Asupan zat besi Penyerapan zat Kebutuhan zat Kehilangan zat


kurang besi besi meningkat besi

Penurunan
SDM

Hb berkurang

Anemia defisiensi besi

Suplai O2 dan nutrisi ke jaringan


berkurang

Hipoksia
Sistem saraf
Gastro intestinal
pusat

Penurunan kerja GI Mekanisme an- Reaksi antar saraf Gg. Perfusi


aerob berkurang jaringan

ATP berkurang Pusing


Peristaltic Kerja lambung
menurun menurun
Asam laktat

Makanan sulit Asam lambung


dicerna meningkat
Keletihan Energi untuk membentuk
antobodi berkurang
7

Intoleransi Risiko infeksi


Anoreksia mual
Konstipasi aktivitas

Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan

f. Pemeriksaan diagnositik
Pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
1) Jumlah darah lengkap (JDL) di bawah normal (hemoglobin, hematokrit dan SDM).
2) Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.
3) Kadar Bserum rendah pada anemia pernisiosa.
4) Tes Comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun.
5) Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormalpada
penyakit sel sabit.
6) Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B (Engram,
1999:430)
g. Penatalaksaan medis
Menurut Engram, (1999). penatalaksanaan pada pasien dengan anemia yaitu :
1) Memperbaiki penyebab dasar.
2) Suplemen nutrisi (vitamin B, asam folat, besi)
3) Transfusi darah.
h. Pemeriksaan diagnositik
Pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
1) Jumlah darah lengkap (JDL) di bawah normal (hemoglobin, hematokrit dan SDM).
2) Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.
3) Kadar Bserum rendah pada anemia pernisiosa.
4) Tes Comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun.
5) Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormalpada penyakit
sel sabit.
6) Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin B (Engram, 1999:430)
i. Pengkajian fokus
8

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994). Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ; penurunan
semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan
istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri,
apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan.
Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda
lain yang menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat
(DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis.
Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi
postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi
gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat
pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan:
pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin,
pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara
(DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi
kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut :
kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).
3) Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan
transfusi darah.
Tanda : depresi.
4) Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis,
feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal
tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah,
dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau
peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12).
9

Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas
(DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan
sudut mulut pecah. (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12).
Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas
(DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan
sudut mulut pecah. (DB).
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi.
Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan
buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu
berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis :
perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar,
dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi;
baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran
terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan,
penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan
ekimosis (aplastik).
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi;
baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran
terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan,
penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan
ekimosis (aplastik).

10) Seksualitas
10

Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido
(pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
J. Diagnose
Masalah yang lazim muncul pada klien anemia defisiensi besi adalah
1) Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dan darah,
suplai oksigen berkurang
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, anoreksia
3) Resiko infeksi
4) Resiko gangguan integritas kulit
11

K. Intervensi
No Dx Tujuan Intervensi Rasional
1 Perfusi jaringan tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Awasi tanda vital kaji pengisian 1. Memberikan informasi tentang
efektif berhubungan keperawatan selama 3 x 24 kapiler, warna kulit/membrane derajat/keadekuatan perfusi
dengan penurunan jam diharapkan mukosa, dasar kuku. jaringan dan membantu
konsentrasi Hb dan peningkatan perfusi 2. Tinggikan kepala tempat tidur menetukan kebutuhan intervensi.
darah, suplai oksigen jaringan dengan kriteria sesuai toleransi. 2. Meningkatkan ekspansi paru dan
berkurang hasil: 3. Awasi upaya pernapasan ; memaksimalkan oksigenasi untuk
1. Perfusi menunjukan auskultasi bunyi napas perhatikan kebutuhan seluler.
adekuat ditandai TTV bunyi adventisius. 3. Dispnea, gemericik
stabil 4. Selidiki keluhan nyeri menununjukkan gangguan
dada/palpitasi. jajntung karena regangan jantung
5. Ukur suhu air mandi dengan lama/peningkatan kompensasi
thermometer. curah jantung.
6. Kolaborasi pengawasan hasil 4. Iskemia seluler mempengaruhi
pemeriksaan laboraturium. jaringan miokardial/ potensial
Berikan sel darah merah risiko infark. Hindari penggunaan
lengkap/packed produk darah botol penghangat atau botol air
sesuai indikasi. panas.
7. Berikan oksigen tambahan sesuai 5. Termoreseptor jaringan dermal
indikasi. dangkal karena gangguan oksigen.
6. Mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan pengobatan /respons
terhadap terapi.
7. Memaksimalkan transport oksigen
ke jaringan.

2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk 1. Mengidentifikasi defisiensi,
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x 24 makan yang disukai. memudahkan intervensi.
12

kebutuhan b.d intake jam diharapkan 2. Observasi dan catat masukkan 2. Mengawasi masukkan kalori atau
yang kurang menunujukkan makanan pasien. kualitas kekurangan konsumsi
peningkatan/mempertahank 3. Timbang berat badan setiap hari. makanan.
an berat badan dengan nilai 4. Berikan makan sedikit dengan 3. Mengawasi penurunan berat badan
normal dengan kriteria frekuensi sering dan atau makan atau efektivitas intervensi nutrisi.
hasil: diantara waktu makan. 4. Menurunkan kelemahan,
1. tidak mengalami tanda 5. Observasi dan catat kejadian meningkatkan pemasukkan dan
mal nutrisi. mual/muntah, flatus dan dan gejala mencegah distensi gaster.
2. Menununjukkan lain yang berhubungan. 5. Gejala GI dapat menunjukkan efek
perilaku, perubahan 6. Berikan dan Bantu hygiene mulut anemia (hipoksia) pada organ.
pola hidup untuk yang baik ; sebelum dan sesudah 6. Meningkatkan nafsu makan dan
meningkatkan dan atau makan, gunakan sikat gigi halus pemasukkan oral.
mempertahankan berat untuk penyikatan yang lembut. 7. Menurunkan pertumbuhan bakteri,
badan yang sesuai. 7. Berikan pencuci mulut yang di meminimalkan kemungkinan
encerkan bila mukosa oral luka. infeksi. Teknik perawatan mulut
8. Kolaborasi pada ahli gizi untuk khusus mungkin diperlukan bila
rencana diet. jaringan rapuh/luka/perdarahan dan
9. Pantau hasil pemeriksaan nyeri berat.
laboraturium. 8. Membantu dalam rencana diet
10. Berikan obat sesuai indikasi. untuk memenuhi kebutuhan
individual.
9. Meningkatakan efektivitas program
pengobatan, termasuk sumber diet
nutrisi yang dibutuhkan.
10. Kebutuhan penggantian tergantung
pada tipe anemia dan atau adanyan
masukkan oral yang buruk dan
defisiensi yang diidentifikasi.

3 Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Tingkatkan cuci tangan yang 1. Mencegah kontaminasi
keperawatan selama 3 x 24 baik ; oleh pemberi perawatan silang/kolonisasi bacterial.
jam diharapkan dan pasien. Catatan : pasien dengan
menunujukkan infeksi 2. Pertahankan teknik aseptic anemia berat/aplastik dapat
tidak terjadidengan kriteria ketat pada prosedur/perawatan berisiko akibat flora normal
hasil:
13

1. mengidentifikasi luka. kulit.


perilaku untuk 3. Berikan perawatan kulit, 2. Menurunkan risiko
mencegah perianal dan oral dengan kolonisasi/infeksi bakteri.
atau menurunkan risiko cermat. 3. Menurunkan risiko kerusakan
infeksi. 4. Motivasi perubahan kulit/jaringan dan infeksi.
2. meningkatkan posisi/ambulasi yang sering, 4. Meningkatkan ventilasi semua
penyembuhan luka, latihan batuk dan napas segmen paru dan membantu
bebas drainase purulen dalam. memobilisasi sekresi untuk
atau eritema, dan 5. Tingkatkan masukkan cairan mencegah pneumonia.
demam. adekuat. 5. Membantu dalam
6. Pantau/batasi pengunjung. pengenceran secret
Berikan isolasi bila pernapasan untuk
memungkinka mempermudah pengeluaran
7. Pantau suhu tubuh. Catat dan mencegah stasis cairan
adanya menggigil dan tubuh misalnya pernapasan
takikardia dengan atau tanpa dan ginjal.
demam. 6. Membatasi pemajanan pada
bakteri/infeksi. Perlindungan
isolasi dibutuhkan pada
anemia aplastik, bila respons
imun sangat terganggu.
7. Adanya proses
inflamasi/infeksi membutuhkan
evaluasi/pengobatan.

4 Risiko gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji integritas kulit, catat 1. Kondisi kulit dipengaruhi oleh
keperawatan selama 3 x 24 perubahan pada turgor, gangguan sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi.
integritas kulit b.d
jam diharapkan dapat warna, hangat local, eritema, Jaringan dapat menjadi rapuh dan
mempertahankan integritas ekskoriasi. cenderung untuk infeksi dan rusak.
kulit. dengan 2. Reposisi secara periodic dan pijat 2. Meningkatkan sirkulasi kesemua
kriteria hasil: permukaan tulang apabila pasien kulit, membatasi iskemia
1. mengidentifikasi factor tidak bergerak atau ditempat tidur. jaringan/mempengaruhi hipoksia
risiko/perilaku individu 3. Anjurkan pemukaan kulit kering seluler.
14

untuk mencegah cedera dan bersih. Batasi penggunaan 3. Area lembab, terkontaminasi,
dermal. sabun. memberikan media yang sangat
4. Bantu untuk latihan rentang gerak. baik untuk pertumbuhan organisme
5. Bantu untuk latihan rentang gerak. patogenik. Sabun dapat
6. Pelindung tumit/siku dan bantal mengeringkan kulit secara
sesuai indikasi. berlebihan.
4. Meningkatkan sirkulasi jaringan,
mencegah stasis.
5. Gunakan alat pelindung, misalnya
kulit domba, keranjang, kasur
tekanan udara/air.
6. Menghindari kerusakan kulit
dengan mencegah /menurunkan
tekanan terhadap permukaan kulit.

1. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28)
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
1) Infeksi tidak terjadi.
2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3) Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
4) Peningkatan perfusi jaringan.
5) Dapat mempertahankan integritas kulit.
6) Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
7) Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
15

2) Anemia Sel Sabit


a. Definisi
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada
molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri. Anemia sel sabit
merupakan suatu kelainan pada darah yang disebabkan karena adanya perubahan
asam amino ke-6 pada rantai protein globin β yang menyebabkan adanya
perubahan bentuk dari sel darah merah menjadi serupa dengan sabit. (Wong,
2009)
b. Etiologi
Anemia sel sabit disebabkan oleh mutasi gen yang merupakan hemoglobin yang
bercampur dengan banyak zat besi yang membuat darah merah. Hemoglobin
memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru menuju
seluruh tubuh. Anemia sel sabit membuat sel darah merah menjadi kaku, lengket,
dan cacat. Gen sel sabit diturunkan dari generasi ke generasi.
c. Patofisiologi
Perubahan asam amino ke -6 pada rantai protein globin β dari asam glutamate
menjadi valin membawa dampak yang sangat besar terhadap morfologi sel darah
merah dan interaksi hemoglobin dalam sel darah merah tersebut. Perubahan asam
amino tersebut menyebabkan hemoglobin S mempunyai kecenderungan untuk
berikatan dengan hemoglobin S yang lain sehingga membentuk suatu rantai spiral
yang menyerupai tali tambang ketika mengalami deoksigenasi, sehinggga secara
keseluruhan bentuk dari sel darah merah tidak lagi menjadi bikonkaf, tetapi
menyerupai sabit. Proses pembentukan rantai spiral tersebut disebut dengan
polimerisasi.
Proses polimerisasi menyebabkan adanya peningkatan viskositas dan solubilitas
dari darah, sehingga darah akan menjadi lebih kental yang kemudian dapat
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil. Faktor yang
mempengaruhi polimerisasi yaitu :oksigen, konsentrasi HbS darah dan suhu.
Padas el darah yang mengalami polimerisasi tidak dapat kembali normal,
disebabkan oleh perubahan bentuk Hb menjadi sabit yang mengubah membrane
sel darah merah. Perubahan bentuk Hb dapat mengurangi jumlah oksigen dalam
sel yang emnyebabkan bentuknya menjadi sabit.
16

d. Manifestasi Klinis
1) Penyumbatan pembuluh darah
Apabila penderita mengalami demam,dehidrasi,suhu dingin,kehamilan,tekanan
emosional maupun asidosis.Penyumbatan akan dirasakan oleh penderita sebagai
rasa nyeri. Penyumbatan yang terjadi pada otak dapat menyebabkan stroke. Rasa
nyeri pada perut pada umumnya disebabkan karena terjadi infark pada limpa. Rasa
nyeri pada dada sering disertai dengan infeksi bakteri yang kemudian disebut acute
chest syndrome(ACS).
2) Hand-foot syndrome
Sindrom ini ditandai dengan adanya pembengkakan pada punggung tangan dan
kaki, dan terasa sangat sakit yang disertai dengan demam dan peningkatan jumlah
leukosit.
3) Priapismus
Priapismus ini dialami oleh sebagian besar penderita anemia sel sabit yang berusia
antara 5-13 tahun dan 21-29 tahun. Hal ini umumnya dimulai malam hari ketika
tidur yang disebabkan karena terjadinya dehidrasi dan hipoventasi yang kemudian
menyebabkan terjadinya stagnansi aliran darah pada daerah penis. Semakin tua
usia penderita, maka prognosisnya akan semakin buruk dan dapat menyebabkan
impotensi.
4) Krisis aplastic
Disebabkan karena terjadinya penurunan pembentukan sel darah merah yang
disertai dengan demam. Berdasarkan studi epidemiologi, hal ini disebabkan karena
adanya infeksi virus, yaitu human parvovirus B19
5) Penggumpalan darah pada limpa

Hal ini ditandai dengan turunnya konsentrasi Hb paling tidak menjadi 2 g/dl dan
terjadinya splenomegaly.
5) Krisis hemolisis
Disebabkan karena terlalu pendeknya usia sel darah merah sehingga semakin cepat
terjadinya hemolysis. Hal ini menyebabkan turunnya hemoglobin dan naiknya
retikulosit, yang kemudian memicu terjadinya jaundice.
17

e. Manifestasi Klinis
6) Penyumbatan pembuluh darah
18

Apabila penderita mengalami demam,dehidrasi,suhu dingin,kehamilan,tekanan


emosional maupun asidosis.Penyumbatan akan dirasakan oleh penderita sebagai
rasa nyeri. Penyumbatan yang terjadi pada otak dapat menyebabkan stroke. Rasa
nyeri pada perut pada umumnya disebabkan karena terjadi infark pada limpa. Rasa
nyeri pada dada sering disertai dengan infeksi bakteri yang kemudian disebut acute
chest syndrome(ACS).
7) Hand-foot syndrome
Sindrom ini ditandai dengan adanya pembengkakan pada punggung tangan dan
kaki, dan terasa sangat sakit yang disertai dengan demam dan peningkatan jumlah
leukosit.
8) Priapismus
Priapismus ini dialami oleh sebagian besar penderita anemia sel sabit yang berusia
antara 5-13 tahun dan 21-29 tahun. Hal ini umumnya dimulai malam hari ketika
tidur yang disebabkan karena terjadinya dehidrasi dan hipoventasi yang kemudian
menyebabkan terjadinya stagnansi aliran darah pada daerah penis. Semakin tua
usia penderita, maka prognosisnya akan semakin buruk dan dapat menyebabkan
impotensi.
9) Krisis aplastic
Disebabkan karena terjadinya penurunan pembentukan sel darah merah yang
disertai dengan demam. Berdasarkan studi epidemiologi, hal ini disebabkan karena
adanya infeksi virus, yaitu human parvovirus B19
10) Penggumpalan darah pada limpa

Hal ini ditandai dengan turunnya konsentrasi Hb paling tidak menjadi 2 g/dl dan
terjadinya splenomegaly.
6) Krisis hemolisis
Disebabkan karena terlalu pendeknya usia sel darah merah sehingga semakin cepat
terjadinya hemolysis. Hal ini menyebabkan turunnya hemoglobin dan naiknya
retikulosit, yang kemudian memicu terjadinya jaundice.
f. Pemeriksaan Penunjang
Untuk pemeriksaan darah lengkap akan diperoleh :
a. Konsentrasi Hb 6-10 g/dl
b. Rata-rata MCV ± 90µ
c. Rata-rata MCHC(mean corpuscular hemoglobin concentration) ±34 g/dl
19

d. Leukositosis dan Trombositosis menurun


Untuk pemeriksaan hapusan darah tepi akan diperoleh :
1) Jumlah retikulosit 4%-24% dan
2) Anemia normositik normokrom.
Pada pemeriksaan penunjang lainnya akan ditemukan :
1) Peningkatan immunoglobulin
2) Peningkatan jumlah B limfosit
3) Penurunan jumlah T limfosit
4) Peningkatan ferritin pada penderita yang menerima transfuse.
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan terhadap penderita anemia sel sabit adalah
a. Transfusi darah
Untuk menambahkan jumlah hemoglobin normal dalam darah sehingga dapat
mencegah proses polimerisasi. Apabila penderita mengalami krisis, terutama
vasooklusi,maka terapi ini dilakukan dalam jangka panjang tetapi memiliki efek
samping yaitu terjadinya hyperviscosity karena penambahan hemotokrit
berbanding lurus dengan viskositas darah,hypersplenism,keracunan besi, dan
kemungkinan infeksi yang disebabkan karena screening darah yang kurang akurat.
b. Transplantasi sumsum tulang
c. Mengaktifkan sintesa HbF
d. Jika terjadi krisis, berikan suasana hangat, infus salin fisiologik 3L/hari, atasi
infeksi, berikan analgesic secukupnya.
20

h. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV pasien 1. Untuk mengetahui keadaan
tidak adekuatnya keperawatan selama 3 x 24 jam 2. Tekankan cuci tangan yang umum pasien
pertahanan sekunder resiko infeksi teratasi dengan baik untuk semua individu 2. Untuk mencegah kontaminasi
(penururunan kriteria hasil: yang datang dan kontak silang, menekan resiko infeksi
hemoglobin a. TTV dengan pasien 3. Agar pasien dan keluarga
leukopenia, atau TD : 120/80 mmHg 3. Ajarkan pasien dan keluarga dapat mendeteksi lebih awal
penurunan granulosit) N : 60-100 x/menit tanda dan gejala infeksi jika tedapat tanda dan gejala
S : 36,5 -37,50C 4. Kolaborasi dengan dokter infeksi
R : 16-24 x/menit untuk pemberian antibiotik 4. pemeberian antibiotik dapat
b. Tidak terdapat tanda-tanda jika terdapat tanda-tanda mengatasi penyebaran infeksi
infeksi (kemerahan, panas, infeksi
nyeri, pembengkakan dan
perubahan fungsi
Resiko Perdarahan b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda-tanda 1. Untuk mengetahui apakah
tidak adekuatnya kadar keperawatan selama 3 x 24 jam perdarahan, melena, sudah terjadi perdarahan atau
trombosit resiko perdarahan teratasi epistaksis, ekimosis, purpura, tidak
21

dengan kriteria hasil: perdarahan gusi 2. Untuk melindungi klien dari


a. Tidak ada melena, epistaksis, 2. Lindungi klien dari trauma trauma yang dapat
ekimosis, purpura, yang dapat menyebabkan menyebabkan perdarahan
perdarahan gusi perdarahan 3. Agar perdarahan dapat
b. Trombosit dalam rentang 3. Anjurkan keluarga untuk dideteksi ssedini mungkin
normal (150.000-400.00 memberitahukan apabila ada 4. Agar klien dan keluarga
103/µl) tanda perdarahan mengetahui apa saja penyebab
4. Edukasi klien dan keluarga perdarahan
penyebab beresiko 5. Peningkatan kadar trombosit
perdarahan dapat meningkatkan koagulasi
5. Kolaborasi dalam pemberian dalam darah
trombosit dan monitoring
jumlah trombosit sesuai
kebutuhan
3) Anemia Aplastik
a. Definisi
Anemia aplastik merupakan suatu keadaan semua unsur darah yang terbentuk
terdepresi secara bersamaan. Anemia aplastic dicirikan dengan depresi sel
darah merah yang sangat mencolok, tetapi nilai sel darah putih (SDP) dan
trombosit normal atau sedikit menurun. (Wong, 2009)
b. Etiologi
1) Infeksi oleh HPV (human parvovirus), hepatitis atau infeksi yang sangat
banyak
2) Iradiasi
3) Obat-obatan seperti agens kemoterapeutik dari beberapa jenis antibiotic,
salah satu yang paling dikenal adalah kloramfenikol
4) Zat kimia industry dan rumah tangga, termasuk benzene dan derivatnya
yang ditemukan dalam produk petroleum, bahan pewarna, penghilang cat,
dempul, dan pernis
5) Infiltrasi dan penggantian unsur-unsur mielois, seperti pada leukemia atau
limfoma
6) Idiopatik, yang tidak dapat ditemukan penyebab yang memicunya. (Wong,
2009)
c. Patofisiologi
Anemia aplastik disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sum-
sum tulang dan penggantian sum-sum tulang dengan lemak. Dapat terjadi
secara kongenital maupun didapat. Dapat juga idiopatik (tanpa penyebab
yang jelas) dan merupakan penyebab utama. Berbagai macam infeksi dan
kehamilan dapat mencetuskannya atau dapat pula disebabkan oleh obat,
bahan kimia, atau kerusakan radiasi. Bahan yang sering menyebabkan aplasia
sum-sum tulang meliputi benzenedan turunan benzene (misalnya perekat
pesawat terbang), obat anti tumor seperti nitrogen mustard, antimetabolit,
termasuk metotrexate dan 6-merkaptopurin dan bahan toksik seperti arsen
anorganik.
Dalam berbagai keadaan, anemia aplastik terjadi saat obat atau bahan
kimiamasuk dalam jumlah toksik. Namun, pada beberapa orang dapat timbul

22
23

pada dosis yang dianjurkan untuk pengobatan. Apabila pajanannya segera


dihentikan dapat diharapkan penyembuhan yang segera dan sempurna.
Apapun bahan penyebabnya, apabila pajanan dilanjutkan setelah tanda
hipoplasia muncul, maka depresi sum-sum tulang akan berkembang sampai
titik dimana terjadi kegagalan sempurna dan irreversibel, disinilah pentingnya
pemeriksaan angka darah sesring mungkin pada pasien yang mendapat
pengobatan atau terpajan secara teratur pada bahan kimia yang dapat
menyebabkan anemia aplastik.
Pada anemia aplastik, tidak terdapat mekanisme patogenik tunggal sel
induk hemopoetik yang multifoten berdeferensiasi menjadi sistem-sistem
eritropoetik, granulopoetik, trombopoetik, limpoetik, dan monopoetik.
Sejumlah sel induk lainnya membelah secara aktif menghasilkan sel induk
baru. Sebagian darinya dalam fase 5istirahat setiap saat siap berdiferensiasi
kedalam berbagai sistem tersebut. Apapun penyebab anemia aplastik,
kerusakan dapat terjadi pada sel induk yang aktif maupunyang berada dalam
fase istirahat.
d. Manifestasi Klinis
Awitan anemia aplastik biasanya khas yaitu bertahap ditandai oleh
kelemahan, pucat, sesak napas pada saat latihan, dan manifestasi anemia
lainnya. Apabila granulosit juga terlibat, pasien biasanya mengalami demam,
faringitis akut, atau berbagai bentuk lain sepsis dan perdarahan. Tanda fisik
selain pucat dan perdarahan kulit, biasanya tidak jelas. Pemeriksaan hitung
darah menunjukkan adanya defisiensi berbagai jenis sel darah (pansitopenia).
Sel darah merah normositik dan normokromik artinya ukuran dan warnanya
normal. Sering, pasien tidak mempunyai temuan fisik yang khas: adenopati
(pembesaran kelenjar) dan hepatosplenomegali (pembesaranhati dan limpa).
24

Pathway

Depresi Sumsum Tulang Belakang

Mengganggu sel perkuser

Pansitopeni

Anemia Aplastik

Trombosit Eritrosit Granulosit

Risiko Perdarahan Hb Risiko Infeksi

O2

Sirkulasi O2 ke
Jaringan

Metabolisme Suplai darah ke Otak Iskemia

Energi Metabolisme Anaerob Kunang-Kunang Nyeri

Kelelahan Penumpukan
Asam Laktat ATP

Lemah Lelah
25

e. Pemeriksaan Penunjang
Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sum-sum tulang, aspirasi sum-sum
tulang sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan
biopsi untuk menentukan beratnya penurunan elemen sum-sum normal dan
penggantian oleh lemak. Abnormalitas mungkin terjadi pada sel stem,
prekursor granulosit, eritrosit, dan trombosit, akibatnya terjadi pansitopenia
(defisiensi semua elemen seldarah). Kriteria anemia aplastik yang berat.
Darah tepi:
1) Granulosit < 500/mm3
2) Trombosit < 20.000/mm3
3) Retikulosit < 0,1%
Sumsum tulang: Hiposeluler < 25%
f. Penatalaksanaan
1) Transplantasi sum-sum tulang
Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia
aplastik jika memiliki donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara
kembar ataupun saudara kandung). Terapi ini sangat baik pada pasien yang
masih anak-anak. Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka
keberhasilan lebih dari 80% jika memiliki donor yang HLA-nya cocok.
Namun angka ini dapat menurun bila pasien yang mendapat terapi semakin
tua. Artinya, semakin meningkat umur,makin meningkat pula reaksi
penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau
graft-versus-host disease. Kondisi pasien akan semakin memburuk.
Dilakukan untuk memberikan persediaan jaringan hematopoesis yang
masih dapat berfungsi. Agar transplantasi dapat berhasil, diperlukan
kemampuan menyesuaikan sel donor dan resipien serta mencegah
komplikasi selama masa penyembuhan.
2) Terapi imuunosupresif
26

Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang menderita


anemia aplastik. Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan. Obat-
obat yang termasuk terapi imunosupresif ini antara lain antithymocyte
globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG), siklosporin A (CsA)
dan Oxymethalone. Oxymethalon juga memiliki efek samping
diantaranya, retensi garam dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak
mungkin lagi melakukan terapi transplantasi sumsum tulang, dapat
melakukan terapi imunosupresif ini. Dengan ATG diberikan untuk
menghentikan fungsi imunologis yang memperpanjang aplasia sehingga
memungkinkan sum-sum tulang mengalami penyembuhan. ATG diberikan
setiap hari melalui kateter vena sentral selama 7 sampai 10 hari. Pasien
yang berespon terhadap terapi biasanya akan sembuh dalam beberapa
minggu sampai 3 bulan, tetapi respon dapat lambat sampai 4 bulan setelah
penanganan. Pasien yang mengalami anemia berat dan ditangani secara
awal selama perjalanan penyakitnya mempunyai kesempatan terbaik
berespon terhadap ATG.
3) Terapi suportif
Berperan sangat penting dalam penatalaksanaan anemia aplastik. Setiap
bahan penyebab harus dihentikan. Pasien disokong dengan transfusi sel
darah merah dan trombosit secukupnya untuk mengatasi gejala.
Selanjutnya pasien tersebut akan mengembangkan antibodi terhadap
antigen sel darah merah minor dan antigen trombosit, sehingga transfusi
tidak lagi mampu menaikkan jumlah sel. Kematian biasanya disebabkan
oleh perdarahan atau infeksi, meskipun antibiotik khusunya yang aktif
terhadap basil gram negatif, telah mengalami kemajuan besar pada pasien
ini.
4) Terapi lain
Pasien dengan lekopenia yang jelas (penurunan abnormal sel darah putih)
harus dilindungi terhadap kontak dengan orang lain yang mengalami
infeksi. Antibiotik tidak boleh diberikan secara profilaksis pada pasien
dengan kadar netrofil rendah dan abnormal (netropenia) karena antibiotik
dapat mengakibatkan kegawatan akibat resistensi bakteri dan jamur.
27

g. Pengkajian

1. Riwayat Kesehatan
a. Gambaran yang jelas tentang gejala-gejala antara awitan, durasi, lokasi,
dan factor pencetus. Tanda dan gejala utama dapat mencakup:
1) Keletihan, sakit kepala, vertigo, iritabilitas, dan depresi.
2) Anorexia dan penurunan BB.
3) Kecenderungan perdarahan dan memar, antara menstruasi berat dan
epistaksis.
4) Infeksi yang sering
5) Nyeri tulang dan sendi
b. Kaji riwayat prenatal, individu, dan keluarga terhadap factor-faktor
resiko gangguan hematologic.
1) Faktor risiko riwayat prenatal: Rh bayi-ibu atau inkompatibilitas
ABO.
2) Factor risiko riwayat individu antara lain prematuritas, BBLR, diet
kurang besi atau diet berat dengan susu sapi (selama masa bayi),
perdarahan (mis., menstruasi berat), kebiasaan diet, atau pajanan
terhadap inveksi virus. Factor resiko riwayat keluarga antara lain
riwayat anemia sel sabit, atau gangguan perdarahan.
2. Manifestasi Umum
a. Kelamahan otot
b. Mudah lelah : sering istirahat, napas pendek, proses menghisap yang
buruk (bayi)
c. Kulit pucat : pucat lilin terlihat pada anemia berat
d. Pica
3. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
Perubahan tanda vital yang nyata bukan merupakan factor pada
sebagian besar gangguan hematologic. Namun takikardi dan takipnea
mungkin harus diperlukan.
b. Inspeksi
28

1) Kulit. Pucat, kemerahan, ikterus, purpura, petekie, ekimosis, tanda-


tanda pruritus (tanda garukan), sianosis, atau warna kecklatan yang
mungkin terlihat.
2) Mata. Sclera ikterik, konjungtiva pucat, perdarahan retina, atau
pandangan kabur mungkin terlihat.
3) Mulut. Mukosa dan gusi yang pucat mungkin terlihat.
4) Neurologic. Kerusakan proses berpikir atau letargi mungkin
terlihat.
5) Musculoskeletal. Pembengkakan sendi mungkin terlihat.
6) Genitourinaria. Darah dalam urine dan perdarahan menstruasi yang
berlebihan atau abnormal mungkin terlihat.
c. Palpasi
1) Kulit. Kemungkinan terdapat pemanjangan waktu pengisian
kapiler.
2) Nodus limfe. Limfadenopati atau nyeri tekan mungkin dapat
dipalpasi.
3) Gastrointestinal. Nyeri tekan abdomen, hepatomegali, atau
splenomegali mungkin dapat dipalpasi.
d. Auskultasi
1) Jantung. Murmur dapat diauskultasi.
2) Pulmonal. Suara napas tambahan (bila terjadi gagal jantung
kongestif pada dapat diauskultasi.
4. Pengkajian anemia meliputi teknik pemeriksaan dasar yang dapat
diaplikasikan pada setiap keadaan.
a. Usia
Usia bayi atau anak memberi beberapa petunjuk mengenai penyakit-
penyakit yang mungkin merupakan etiologi anemia. Contoh, anemia
defisiensi besi terjadi lebih sering pada bayi yang berusia 6 – 12 bulan
dan selama periode lonjakan pertumbuhan pada masa remaja.
b. Rasa atau Etnik
Latar belakang ras atau etnik merupakan faktor yang signifikan.
Contoh, anemia yang berkaitan dengan kadar Hb yang abnormal
29

ditemukan pada penduduk Asia Tenggara dan orang-orang keturunan


Afrika. (Wong, 2009)
D. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan


perubahan komponen seluler yang diperlukan untuk mengirim O2 ke
sel
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat
3. Keletihan berhubungan dengan anemia ditandai dengan lesu dan
mengatakan perasaan lelah
4. Resiko Infeksi
5. Resiko Perdarahan
E. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1 Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda-tanda vital, 1. Untuk mengetahui
jaringan perifer keperawatan selama 3 x 24 warna kulit, membran kondisi klien untuk
berhubungan dengan jam, diharapkan mukosa, dasar kuku membantu
perubahan komponen ketidakefektifan perfusi 2. Berikan posisi semi menentukan tindakan
seluler yang diperlukan jaringan perifer pada klien fowler selanjutnya
untuk mengirim O2 ke teratasi dengan kriteria hasil: 3. Monitor pemeriksaan 2. Agar klien merasa
sel a. Tanda-tanda vital laboratorium misalnya nyaman dan
dalam rentang normal Hb atau Ht dan pernafasannya
(TD:70-100/50-60 jumlah sel darah maximal
mmHg, N: 80-130 merah 3. Merupakan indikasi
x/mnt. S: 36,5-37,5◦C, 4. Berikan oksigen anemia
R: 20-40 x/mnt) tambahan sesuai 4. Membantu
b. Tidak ada sianosis indikasi pernafasannya
c. CRT < 3 detik 5. Bila perlu berikan sel supaya tidak sulit
d. Konjungtiva tidak darah merah lengkap bernafas
anemis 5. Bantuan darah dapat
membantu

30
31

memulihkan anemia

2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan manfaat 1. Dengan pemahaman


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x 24 makanan pada anak anak lebih kooperatif
kebutuhan tubuh jam, diharapkan bila dikaitkan dengan dengan mengikuti
berhubungan dengan ketidakseimbangan nutrisi kondisi saat ini aturan
intake nutrisi yang tidak kurang dari kebutuhan tubuh 2. Menganjurkan anak 2. Untuk menghindari
adekuat pada klien teratasi dengan untuk makan makanan makanan yang
kriteria hasil: yang disediakan menggangggu proses
a. Nafsu makan rumah sakit penyembuhan luka
meningkat 3. Berikan makanan 3. Untuk meningkatkan
b. Porsi makan yang dalam keadaan yang selera dan mencegah
disediakan habis hangat dengan porsi mual, serta membantu
kecil serta pembentukan sel-sel
mengandung banyak darah merah pada
folat tubuh
4. Libatkan keluarga 4. Anak kadang
pasien dalam mempunyai selera
memenuhi nutrisi makan yang sudah
32

tambahan yang biasa sejak dirumah.


bertentangan dengan Dengan bantuan
penyakitnya keluarga dengan
5. Bantu dan ajarkan pemenuhan nutrisi
anak perawatan mulut dengan tidak
sebelum dan sesudah bertentangan dengan
manan pola diet akan
meningkatkan
pemenuhan nutrisi
5. Oral hygine yang
baik akan
meningkatkan nafsu
makan anak
3 Keletihan berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan jenis dan 1. Mengidentifikasi
dengan anemia keperawatan selama 3 x 24 banyaknya aktivitas pencetus kelelahan
jam, diharapkan keletihan yang dibutuhkan anak 2. Aktivitas tang terlalu
pada klien teratasi dengan untuk menjaga berat akan
kriteria hasil: ketahanan yaitu memperburuk
a. Klien mampu seperti teknik bermain toleransi terhadap
33

menyeimbangkan yang dapat dilakukan latihan


antara aktivitas dan ditempat tidur 3. Memudahkan anak
istirahat 2. bantu anak memilih untuk mengenali
b. Klien mampu aktivitas aktivitas kelelahan dan
mengatur aktivitasnya yang akan dilakukan waktuutnutk istirahat
untuk penyimpanan seperti bermain, 4. Adanya faktor lain
energi mandi,, makan yang yang menyebabkan
dilakukan ditempat keletihan akan
tidur. memperburuk kondisi
3. Membatasi aktivitas anak
yang cukup berat 5. Aktivitas yang maju
seperti, berjalan jauh, memberi kontrol
berlari, mengangkat jantung,
benda benda berat dll meningkatkan
4. Kaji adanya faktor regangan dan
yang menyebabkan mencegah ektivitas
adanya keletihan berlebihan
5. Pembatasan waktu
atau meningkatkan
34

periode istirahat

4 Resiko infeksi b.d tidak Setelah dilakukan tindakan 5. Monitor TTV pasien 5. Untuk mengetahui
adekuatnya pertahanan keperawatan selama 3 x 24 6. Tekankan cuci tangan keadaan umum pasien
sekunder (penururunan jam resiko infeksi teratasi yang baik untuk semua 6. Untuk mencegah
hemoglobin leukopenia, dengan kriteria hasil: individu yang datang dan kontaminasi silang,
atau penurunan c. TTV kontak dengan pasien menekan resiko infeksi
granulosit) TD : 120/80 mmHg 7. Ajarkan pasien dan 7. Agar pasien dan keluarga
N : 60-100 x/menit keluarga tanda dan gejala dapat mendeteksi lebih
S : 36,5 -37,50C infeksi awal jika tedapat tanda
R : 16-24 x/menit 8. Kolaborasi dengan dan gejala infeksi
d. Tidak terdapat tanda-tanda dokter untuk pemberian 8. pemeberian antibiotik
infeksi (kemerahan, panas, antibiotik jika terdapat dapat mengatasi
nyeri, pembengkakan dan tanda-tanda infeksi penyebaran infeksi
perubahan fungsi
5 Resiko Perdarahan b.d Setelah dilakukan tindakan 6. Pantau tanda-tanda 6. Untuk mengetahui apakah
tidak adekuatnya kadar keperawatan selama 3 x 24 perdarahan, melena, sudah terjadi perdarahan
trombosit jam resiko perdarahan teratasi epistaksis, ekimosis, atau tidak
dengan kriteria hasil: purpura, perdarahan gusi 7. Untuk melindungi klien
35

c. Tidak ada melena, 7. Lindungi klien dari dari trauma yang dapat
epistaksis, ekimosis, trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
purpura, perdarahan gusi menyebabkan perdarahan 8. Agar perdarahan dapat
d. Trombosit dalam rentang 8. Anjurkan keluarga untuk dideteksi ssedini mungkin
normal (150.000-400.00 memberitahukan apabila 9. Agar klien dan keluarga
103/µl) ada tanda perdarahan mengetahui apa saja
9. Edukasi klien dan penyebab perdarahan
keluarga penyebab 10. Peningkatan kadar
beresiko perdarahan trombosit dapat
10. Kolaborasi dalam meningkatkan koagulasi
pemberian trombosit dan dalam darah
monitoring jumlah
trombosit sesuai
kebutuhan
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada
dibawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang
memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru yang
mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan
berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel
darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah
sesuai yang diperlukan tubuh.
Anemia disebabkan oleh beberapa hal antara lain: gangguan pembentukan
eritrosit oleh sumsum tulang, kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan),
proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya atau (hemolisis),
penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker), defisiensi nutrient
(nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin, vitamin C
dan copper.

B. Saran

Penyusun mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat sehingga bisa


menambah wawasan bagi yang membacanya. Makalah ini jauh dari sempurna,
masih diperlukan lebih banyak lagi sumber penelitian dan buku untuk
melengkapinya. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran agar
makalah ini dapat berkembang menjadi lebih baik.

36
37

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta: EGC

Depkes RI. 2009. Kita Bisa Lebih Berprestasi Tanpa Anemia. Jakarta: Direktorat
Jenderal Bina Sehat Masyarakat.

Muscari. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. Edisi Ketiga. EGC. Jakarta

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi Dua. EGC. Jakarta

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Edisi Pertama. Salemba
Medika. Jakarta

Wong, D. L. 2009. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai