Anda di halaman 1dari 38

Keperawatan Medikal Bedah 1

TENTANG
Anemia

OLEH :

Cinta Silvia
Hafifah Karnia Putri
Justine Naila
Ramla Mahuri
Ratna Yolanda Putri
Rini
Raul Zaki Agusman
Rezi Mai Zikri
Novi Anggraini
Martalaina

PRODI : S1 KEPERAWATAN
Dosen Pengampu : Ns. Dian Anggraini, S.Kep, M.Kep,Sp.Kmb
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah dan
hidayah-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul, “Anemia” sebagai bentuk pengajuan tugas dari mata kuliah Konsep
Dasar Keperawatan II.
Adapun makalah ini berisi 3 Bab yakni Bab 1 berupa pendahuluan dari
pembuatan makalah, Bab 2 berisi pembahasan tentang materi, serta Bab 3 yang
berisi kesimpulan dan daftar pustaka.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
makalah ini. Akhir kata, semoga segala informasi yang terdapat di dalam makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bukittinggi, 04 Oktober 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Berdasarkan survei kewsehatan rumah tangga (SKSRT) 2001, prevalensi
anemia pada balita 0-5 tahun sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja
sekitar 26,5%. Sementara survei di DKI Jakarta 2004 menunjukkan angka
prevalensi anemia pada balita sebesar 26,5%, 35 juta remaja menderita
anemia gizi besi, usia 6 bulan cadangan besi itu akan menipis, sehingga
diperlukan asupan besi tambahan untuk mencegah kekurangan besi.
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb
sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau
iron deficiency anemia. Penyebabnya umumnya adalah pola makan yang
kurang tepat. Anemia lainnya adalah anemia karena pendarahan, anemia
karena pabriknya mengalami gangguan (sumsum tulang tidak memproduksi
sel-sel darah dengan baik dan penyebabnya bermacam-macam), bisa juga
anemia karena yang bersangkutan menderita suatu penyakit keganasan
seperti kangker, leukemia dll, tapi biasanya dokter akan tahu karena hati dan
limpanya membesar
Anemia bisa menyebabkan kerusakan sel otak secdara permanen lebih
berbahaya dari kerusakan sel-sel kulit. Sekali sel-sel otak mengalami
kerusakan tidak mungkin dikembalikan seperti semula. Karena itu, pada
masa amas dan kritis perlu mendapat perhatian.
B. Tujuan
a. Tujuan umum dari penulisan makalah ini di harapkan mahasiswa
mampu membuat asuhan keperawatan penyakit anemia pada anak
b. Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu:
1. Mengetahui anatomi fisiologi darah
2. Mengetahui pengertian anemia
3. Mengetahui etiologi anemia
4. Mengetahui patofisologi anemia
5. Mengetahui manifestasi klinis anemia
6. Mengetahui macam-macam anemia
7. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada anak yang menderita
anemia
BAB II
PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem hematology tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus
yang berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan.
Darah adalah suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang
mengandung elektrolit. Peranannya sebagai medium pertukaran antara sel-
sel yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar serta memiliki sifat-
sifat protektif terhadap organisme sebagai suatu keseluruhan dan
khususnya terhadap darahnya sendiri.
Unsur seluler darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa
jenis sel darah putih (leukosit), dan pecahan sel yang disebut trombosit.
1. Sumsum tulang
Sumsum tulang menempati bagian dalam tulang spons dan
bagian tengah rongga tulang panjang. Sumsum merupakan 4 % sampai
5 % berat badan total,sehingga merupakan yang paling besar dalam
tubuh. Sumsum bisa berwarna merah atau kuning. Sumsum merah
merupakan tempat diproduksi sel darah merah aktif dan merupakan
organ hematopoetik (penghasil darah) utama. Sedang sumsum kuning,
tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi elemen
darah. Selama masa kanak-kanak, sebagian besar sumsum berwarna
merah. Sesuai dengan pertumbuhan usia, sebagian besar dalam
sumsum tulang panjang mengalami perubahan menjadi sumsum
kuning, namun masih mempertahankan potensi untuk kembali berubah
menjadi jaringan hematopoetik apabila diperlukan.
2. Eritrosit
Sel darah merah atau eritrosit dalah merupakan cakram bikonkaf
yang tidak berinti yang kira-kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2m
pada bagian tengah tebalnya hanya 1m atau kurang. Karena sel itu
lunak dan lentur maka dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi
konfigurasinya berubah. Stroma bagian luar yang mengandung protein
terdiri dari antigen kelompok A dan B serta faktor Rh yang
menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah
merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2
dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar
intraseluler. Molekul-molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai
polipeptida (globin) dan 4 gugus hem, masing-masing mengandung
sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang
sangat sempurna.
Pembentukan hemoglobin terjadi pada sumsum tulang melalui
semua stadium pematangan. Sel darah merah memasuki sirkulasi
sebagai retikulosit dari sumsum tulang. Retikulosit adalah stadium
terakhir dari perkembangan sel darah merah yang belum matang dan
mengandung jala yang terdiri dari serat-serat retikular. Sejumlah kecil
hemoglobin masih dihasilkan selama 24 sampai 48 jam pematangan,
retikulum kemudian larut dan menjadi sel darah merah yang matang.
3. Leukosit (sel darah putih)
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan
tubuh. Leukosit ini sebagian di bentuk di sumsum tulang (granulosit
dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe
(limfosit dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut
dalam darah menuju bagian tubuh untuk di gunakan. Manfaat
sesungguhnya dari sel darah putih ialah bahwa kebanyakan di transpor
secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan
serius, jadi menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap
bahan infeksius yang mungkin ada.
Ada 6 macam sel darah putih yang secara normal di temukan
dalam darah. Keenam sel tersebut ialah netrofil polimorfonuklir,
eosinofil polimorfonuklir, basofil polimorfonuklir, monosit, limfosit,
dan kadang-kadang sel plasma. Selain itu terdapat juga sejumlah besar
trombosit, yang merupakan pecahan dari tipe ketujuh sel darah putih
yang dijumpai dalam sumsum tulang, yakni megakariosit. Ketiga tipe
dari sel, yaitu sel polimorfonuklir, seluruhnya mempunyai gambaran
granular, karena alasan itu mereka disrbut granulosit atau dalam
terminologi klinis disebut “poli” karena intinya multipel.
Granulosit dan monosit melindungi tubuh terhadap organisme
penyerang terutama dengan cara mencernakannya yaitu melalui
fagositosis. Fungsi utama limfosit dan sel-sel plasma berhubungan
dengan sistem imun.
4. Trombosit
Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2 sampai 4 µm,
yang terdapat pada sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami
disintegrasi cepat dan mudah, jumlahnya selalu berubah antara
150.000 dan 450.000 per mm³ darah, tergantung jumlah yang
dihasilkan, bagaimana digunakan, dan kecepatan kerusakan. Dibentuk
oleh fragmentasi sel raksasa sumsum tulang, yang disebut
megakariosit. Produksi trombosit diatur oleh trombopotein.
Trombosit berperan penting dalam mengotrol pendarahan.
Apabila terjadi pendarahan cedera vascular, trombosit mengumpul
pada pada tempat edera tersebut. Subtansi yang dilepaskan dari granula
trombosit dan sel darah lainnya menyebabkan trombosit menempel
satu sama lain dan membentuk tambalan atau sumbatan, yang
sementara menghentikan pendarahan. Subtansi lain dilepaskan dari
trombosit untuk mengaktifasi factor pembekuan dalam plasma darah.
5. Plasma darah
Apabila elemen seluler diambil dari darah, bagian cairan yang
tersisa dinamakan plasma darah. Plasma darah mengandung ion,
protein, dan zat lain. Apabila plasma dibiarkan membeku, sisa cairan
yang tertinggal dinamakan serum. Serum mempunyai kandungan yang
sama dengan plasma, keuali kandungan fibrinogen dan beberapa factor
pembekuan.
Protein plasma tersusun terutama oleh albumin dan globulin.
Globulin tersusun atas fraksi alfa, beta dan gama yang dapat dilhat dari
laboratorium yang dinamakan elektroforesis protein. Masing-masing
kelompok disusun oleh protein tertentu.
Gama globulin, yang tersusun terutama oleh anti bodi,
dinamakan immunoglobulin. Protein ini dihasilkan oleh limfosit dan
sel plasma. Protein plasma penting dalam fraksi alfa dan beta adalah
globulin transpor dan nfaktor pembekuan yang dibentuk di hati.
Globulin transpor membawa berbagai zat dalam bentuk terikat
sepanjang sirkulasi. Misalnya tiroid terikat globulin, membawa
tiroksin, dan transferin membawa besi. Faktor pembekuan, termasuk
fibrinogen, tetap dalam keadaan tidak aktif dalam plasma darah sampai
diaktifasi pada reaksi pada tahap-tahap pembekuan.
Albumin terutama penting untuk pemeliharaan volume cairan
dalam system vaskuler. Dinding kapiler tidak permeabel terhadap
albumin, sehingga keberadaannya dalam plasma menciptakan gaya
onkotik yang menjaga cairan dalam rongga vaskuler. Albumin, yang
dihasilkan oleh hati, memiliki kapasitas mengikat berbagai zat yang
ada dalam plasma. Dalam hal ini, albumin berfungsi sebagai protein
transpor untuk logam, asam lemak, bilirubin, dan obat-obatan, diantara
zat lainnya.
 PEMBENTUKAN SISTEM HEMATOPOISIS DALAM EMBRIO
Dibedakan menjadi 3 periode pembuatan sel darah pada masa embrio
yaitu
 Periode mesoblastik
Sel darah dibuat dari jaringan masenkim. Mula-mula sel dibentuk
dalam pulau-pulau darah dari yolk salt, kemudian sistem
hematopoisis di bentuk dalam jaringan mesoblastik. Pada embrio
sebesar 2,25 mm, pulau-pulau darah tersebut masih ditemukan
sedangkan pada 5mm sudah tidak tampak lagi. Pembuatan darah
intravaskulus dalam yolk salt dapat dilihat dalam embrio sebesar
20 mm.

 Periode hepatic
Pembuatan sistem hematopoitik periode ini terjadi pada embrio
sebesar 5-7 mm. Sel darah dibuat oleh jaringan masenkim yang
ditemukan dalam jaringan hati. Periode ini tampak sel eritrosit
yang definitive, sel lekosit dan megakariosit. Sel granulosit
bertambah terus sampai bulan 4 kehidupan embrio, dalam limpa
dibentuk eritropoisis dan leukopoisis tetapi hanya sampai bulan ke
5 kehidupan fetus.
 Periode myeloid
Merupakan periode terakhir pembentukan sistem hematopoisis dan
dimulai sejak embrio berumur 5 bulan. Mula-mula sel eritropoetik
terutama dibuat dalam hati sedangkan sel leukosit dalam sumsum
tulang, tetapi dalam perkembangan selanjutnya fungsi pembutan
sel darah diambil alih oleh sumsum tulang dan hepar tidak
berfungsi membuat sel darah lagi

B. DEFINISI
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar
Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat
(Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan
oleh hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya
produksi sel darah merah. (Guyton,1997).
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau
konsentrasi hemoglobin turun dibawah normal.(Wong,2003).
Anemia adalah penurunan dibawah normal dadam jumlah eritrosit,
banyaknya hemoglobin, atau volume sel darah merah, sistem berbagai
jenis penyakit dan kelainan (Dorlan, 1998)

C. PATOFISIOLOGI
1. Jumlah efektif eritrosit berkurang menyebabkan jumlah O2 ke jaringan
berkurang
2. Kehilangan darah yang mendadak (> 30%) mengakibatkan pendarahan
menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemi dan hipoksia
3. Tanda dan gejala: gelisah, diaforesis (keringat dingin),
takikardi,dyspne, syok
4. Kehilangan darah dalam beberapa waktu (bulan) sampai dengan 50%
terdapat kompensasi adalah:
 Peningkatan curah jantung dan pernafasan
 Meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
 Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-
sela jaringan
 Redistribusi aliran darah ke organ vital
Salah satu tanda yang sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat,
ini umumnya sering di kaitkan dengan volume darah, berkurangnya
hemoglobin dan vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke
organ-organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan
kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit maka warna
kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku,
telapak tangan dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat
digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi
2. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah)
Angina (sakit dada)
3. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2
berkurang)
4. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada SSP
5. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi
atau diare)

E. KLASIFIKASI ANEMIA
1. Anemia pasca-pendarahan (post hemorrhagi)
a. Etiologi
Kehilangan darah karena kecelakaan, operasi, pendarahan usus,
ulkus peptikum, pendarahan karena kelainan obstetric, hemoroid,
ankilostomiasis. Jadi umumnya karena kehilangan darah yang
mendadak atau menahun
 Kehilangan darah mendadak
 Pengaruh yang timbul segera
Akibat kehilangan darah yang cepat, terjadi reflek
kardiovaskular yang fisiolgis berupa kontraksi arteriola,
pengurangan aliran darah atau komponennya ke organ
tubuh yang kurang vital (anggota gerak, ginjal dan
sebagainya) dan penambahan alran darah ke organ vital
(otak dan jantung)
Gejala yang timbul tergantung dari cepat dan banyaknya
darah yang hilang dan apakah tubuh masih dapat
mengadakan kompensasi.
Kehilangan darah sebanyak 12-15 % akan memperlihatkan
gejala pucat, transpirasi, takikardi, tekanan darah normal
atau merendah. Kehilangan sebanyak 15-20 % akan
mengakibatkan tekanan darah menurun dan dapat terjadi
renjatan (shock) yang masih reversibel. Kehilangan lebih
dari 20% akan menimbulkan renjatan yang ireversibel
dengan angka kematian yang tinggi.
Pengobatan yang terbaik ialah dengan transfusi darah.
Pilihan kedua adalah plasma (plasma expanders atau
plasma substitute). Dalam pemberian darurat cairan
intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia
 Pengaruh lambat
Beberapa jam setelah pendarahan, terjadi pergeseran cairan
ekstravaskular ke intravaskular yaitu agar isi intravaskular
dan teknan osmotik dapat dipertahankan, tetapi akibatnya
terjadi hemodilusi.
Gejala yang ditemukan ialah leukositosis (15.000-
20.000/mm3). Nilai hemoglobin, erirosit dan hematokrit
merendah akibat hemodilusi. Untuk mempertahankan
metabolisme, sebagai kompensasi sistem eritropoetik
menjadi hiperaktif. Kadang-kadang terlihat gejal gagal
jantung
 Kehilangan darah menahun
Pengaruhnya terlihat sebagai gejala akibat defisiensi besi, bila
tidak diimbangi dengan masukan besi yang cukup.

2. Anemia defisiensi besi


Anemia akibat defesiensi besi untuk sisntesis Hb merupakan penyakit
darah yang paling sering pada bayi dan anak. Frekuensinya berkaitan
dengan aspek dasar metabolisme besi dan nutrisi tertentu. Tubuh bayi
baru lahir mengandung kira-kira 0,5 g besi, sedangkan dewasa kira-
kira 5 g. untuk mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 mg besi harus
direabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertam kehidupan. Disamping
kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk
menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel,
karena itu untuk mempertahankan keseimbangan besi positif pada
anak, kira-kira 1 mg besi harus direabsorbsi setiap hari.
a. Etiologi
Menurut patogenesisnya, etiologi anemia defisiensi besi dibagi:
 Masukan kurang: MEP, defisiensi diet relatif yang disertai
pertumbuhan yang cepat
 Absorsi kurang: MEP: diare kronis, sindrom malabsorbsi
lainnya
 Sintesis kurang: transferin (hipotransferinemia congenital)
 Kebutuhan yang bertambah: infeksi, pertumbuhan yang cepat
 Pengeluaran yang bertambah: kehilangan darah karena
ankilostomiasis, amubiasis yang menahun, polip, hemolisis
intravascular kronis yang menyebabkan hemosiderinemia
Ditinjau dari segi umur penderita, etologi anemia defisiensi besi
dapat digolongkan menjadi:
 Bayi dibawah usia 1 tahun
 Kekurangan depot besi dari lahir, misalnya pada
prematuritas, bayi kembar, bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang anemia
 Pemberian makanan tambahan yang terlambat, yaitu karena
bayi diberi asi saja
 Anak umur 1-2 tahun
 Infeksi yang berulang-ulang seperti enteritis,
bronkopneumonia dan sebagainya
 Diet yang tidak adekuat
 Anak umur lebih dari 5 tahun
 Kehilangan darah kronis karena infestasi parasit, misalnya
ankilostomiasis, amubisis
Seekor caing Ankylostoma duodenale akan menghisap
darah 0,2-0,3 ml darah setiap hari
 Diet yang tidak adekuat
b. Manifestasi klinik
Anak tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit
kepala, iritabel dan sebagainya. Mereka tidak tampak sakit karena
perjalanan penyakitnya bersifat menahun. Tampak pucat terutama
pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku,
konjungtiva ocular berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly
white). Papil lidah tampak atrofi. Jantung tampak membesar dan
terdengar murmur sistolik yang fungsionil. Pada anak MEP dengan
infestasi ankylostoma akan memperlihatkan perut buncit yang
disebut pot belly dan dapat terjadi edema. Tidak ada pembesaran
limpa dan hepar dan tidak terdapat diatesis hemoragik.
Pemeriksaan radiologis tulang tengkorak akan menunjukkan
pelebaran diploe dan penipisan tabula eksterna sehingga mirip
dengan perubahan tulang tengkorak dari talasemia
c. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb< 10 g%; MCV < 79 cµ; MCHC < 32%, mikrositik,
hipokromik, poikilositosis, sel target. Kurve Price Jones bergeser
kekiri. Leukosit dan trombosit normal. Pemeriksaan sumsum
tulang menunjukkan system eritropoetik hiperaktif dengan sel
normoblas polikromatofil yang predominan. Dengan demikian
terjadi maturation arrest pada tingkat normoblas polikromatofil.
Dengan pewarnaan khusus dapat dibuktikan tidak terdapat besi
dalam sumsum ntulang
Serum iron (SI) merendah dan iron binding capacity (IBC)
meningkat (kecuali pada MEP, SI dan IBC rendah)
d. Diagnosis
Ditegakkan atas dasar ditemukannya penyebab defisiensi besi,
gambaran eritrosit mikrositik hipokromik, SI rendah dan IBC
meningkat, tidak terdapat besi dalam sumsum tulang dan reaksi
yang baik terhadap pengobatan denan besi
e. Pengobatan
Makanan yang adekuat. Sulfas ferosus 3x10 mg/kgbb/hari. Obat ini
murah tapi kadang-kadang dapat menyebabkan enteritis. Hasil
pengobatan dapat terlihat dari kenaikan hitung retikulosit
(reticulocyte crisis) dan kenaikan kadar Hb 1-2 g%/minggu. Selain
itu dapat pula diberikan preparat besi parenteral. Obat ini lebih
mahal harganya dan penyuntikannya harus intra muscular dalam
atau ada pula yang dapat diberikan secara intravena. Preparat besi
parenteral hanya diberikan bila pemberian peporal tidak berhasil
Tranfusi darah hanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 g%
dan disertai dengan keadaan umum yang tidak baik, misalnya gagal
jantung, bronkopneumonia dan sebagainya. Umumnya jarang
diberikan transfusi darah karena perjalanan penyakitnya menahun
Antelmintik diberikan bila ditemukan cacing penyebab defisiensi
besi, (umur) dalam tiap kapsul, diberikan 3 kapsul dengan selang
waktu 1 jam, semalam sebelumnya anak dipuasakan dan diberikan
laksan setelah 1 jam kapsul ketiga dimakan. Pirantel pamoate 10
mg/kgbb (dosis tunggal). Antibiotika diberikan bila terdapat
infeksi.

3. anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik secara umum mempunyai abnormalitas
morfologi dan pematangan eritrosit tertentu. Morfologi megaloblastik
dapat dijumpai pada sejumlah keadaan, hampir senua kasus pada anak
disebkan oleh defisiensi asam folat, vitamin B12 atau kedua-duanya.
a. Defisiensi asam folat
Folat berlimpah dalam berbagai makanan termasuk sayuran hijau,
buah dan orgn binatang (ginjal, hati).
Defisiensi dalam makanan biasanya disertai pertumbuhan cepat
atau infeksi yang dapat menaikan kebutuhan asam folat.
Kebutuhan atas dasar berat badan pada anak lebih besar
dibandingkan pada orang dewasa. Karena kebutuhan yang
meningkat untuk pertumbuhan. Kebutuhan juga meningkat sejalan
dengan pergantian (turnover) jaringan. Susu manusia dan binatang
memberi pasokan asam folat dalam jumlah yang memadai. Susu
domba jelas defisien, suplementasi asam folat harus diberikan bila
susu domba merupakan makanan pokok. Jika tidak diberi
suplemen, susu bubuk juga mungkin sumber yang miskin asam
folat.

 Terapi
Bila diagnosis telah ditegakkan atau pada anak dengan sakit
berat, anemia diberikan secara oral atau parenteral dengan
dosis 1-5 mg/24 jam. Jika diagnosis spesifik belum diragukan
50-100 µg/24 jam folat dapat diberikan selam 1 minggu
sebagai uji diagnostic, atau 1 µg/ 24 jam sianokobalamin
parenteral untuk kecurigaan defisiensi vitamin B12. karena
respon hematology dapat diharapkan dalam waktu 72 jam,
transfusi hanya terindikasi jika anemia berat atau anak sakit
berat. Terapi asam folat harus diteruskan sampai 3-4 minggu.
b. Defisiensi B12 (kobalamin)
Vitamin B12 dihasilkan dari kobalamin dalam makanan, terutama
sumber hewani, produksi skunder oleh mikiroorganisne.
Defisiensi vitamin B12 dapat disebabkan karena kurang masukan,
pembedahan lambung, konsumsi atau inhibisi kompleks B12-
factor intrinsic, abnormalitas yang melibatkan sisi reseptor di ileum
terminal, atau abnormalitas TCII. Meskipun TCI mengikat 80%
kobalamin serum, defisiensi protein ini menyebabkan kadar
penurunan B12 tetapi tidak pada anemia megaloblastik.
Kasus defisiensi terdapat pada bayi minum ASI yang ibunya
mempunyai diet kurang atau yang menderita anemia pernisiosa.
 Terapi
Respon hematologist segera akan mengikut pemberian
parenteral vitamin B12 (1 mg), biasanya dengan retikulositosis
dalam 2-4 hari, bila tidak ada penyakit peradangan yang
menyertai. Kebutuhan fisiologis vitamin B12 adalah 1-5 µg/ 24
jam, dan respon hematologist telah diamati dengan dosis kecil
ini, ini menunjukan bahwa pemberian mini dosis dapat
digunakan sebagai uji terapeutik bila diagnosis defisiensi
vitamin B12 diragukan. Jika ada bukti keterlibatan neurologis, 1
mg harus disuntikkan intramuscular harian selama 2 minggu.
Terapi rumatan perlu selama hidup penderita, pemberian
bulanan intramuscular vitamin B12 cukup.

4. Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek
(normal umur eritrosit 100-120 hari)
Penyakit ini dapat dibagi menjadi dalam 2 golongan besar yaitu:
 Golongan dengan penyebab hemolisis yang terdapat dalam
eritrosit sendiri. Umumnya penyebab hemolisis dalam golongan
ini ialah kelainan bawaan (konginetal)
 Golongan dengan penyebab hemolisis ekstraseluler. Biasanya
penyebabnya merupakan faktor yang didapat (acquired)

a. Gangguan intrakorpuskuler (konginetal)


Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena adanya gangguan
metabolisme dalam eritrosit itu sendiri
Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
 Gangguan pada struktur dinding eritrosit
 Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme
dalam eritrosit
 Hemoglobinopatia

Gangguan struktur dinding eritrosit


 Sferositosis
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh
kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini
berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala
anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya,
sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang
ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik
Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang
telah lama menderita kelainan ini.Pada 40-80% penderita
sferositosis ditemukan kolelitiasis.

Pengobatan
Transfusi darah terutama dalam keadaan krisis. Pengangkatan
limpa pada keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3
tahun). Sebaiknya diberikan roboransia
 Ovalositosis (eliptositosis)
Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval
(lonjong). Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini
ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan
secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya
tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan
radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi
proses hemolisis dari penyakit ini.
 A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang
menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga
kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan
komposisi lemak pada dinding sel
 Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah
pecah, misalnya pada panmielopatia tipe fanconi

Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim


 Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
 Defisiensi Glutation reduktase
 Defisiensi Glutation
 Defisiensi Piruvatkinase
 Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
 Defisiensi difosfogliserat mutase
 Defisiensi Heksokinase
 Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari
hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya
konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun
telah mencapai keadaan yang normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan
hemoglobin ini, yaitu:
 Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin
abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain
 Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin.
Misal talasemia

b. Gangguan ekstrakorpuskuler
Gangguan ini biasanya didapat (acquired) dan dapat disebabkan
oleh:
 Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin,
air), toksin(hemolisin) streptococcus, virus, malaria, luka bakar
juga dapat menyebabkan anemia hemolitik
 Hipersplenisme. Pembesaran limpa apapun sebabnya sering
menyebabkan penghancuran eritrosit
 Anemia oleh karena terjadinya penghancuran eritrosit akibat
terjadinya reaksi antigen-antibodi.
 Antagonisme ABO atau inkompatibilitas golongan darah
lain seperti Rhesus dan MN
 Alergen atau hapten yang berasal dari luar tubuh, tetapi
dalam tubuh akan melekat pada permukaan eritrosit dan
menimbulkan reaksi antigen-antibodi pada permukaan
eritrosit dan hal ini dapat menyebabkan hemolisis. Kejadian
tersebut dapat ditimbulkan oleh virus, bakteri atau obat-
obatan seperti kina, PAS dan insektisida.
 Hemolisis dapat pula timbul akibat adanya reaksi autoimun.
Perjalanan penyakitnya bergantung pada penyebab
hemolisisnya, bisa berlangsung ringan tetapi dapat juga
terjadi akut, cepat dan dapat menyebabkan kematian. Pada
keadan yang sangat berat sering terjadi hemoglobinuria dan
hemoglobin yang bebas ini diduga merusak tubulus ginjal
sehingga terjadi oliguria, bahkan kerusakan ginjal itu bukan
disebabkan oleh hemoglobin bebas semata-mata, tetapi juga
oleh karena terjadinya mikroangiopatia dari pembuluh
darah ginjal. Oleh karena terjadi pembuatan trombin yang
berlebihan, maka dalam hal ini diperlukan pemberian
heparin.

Pengobatan
Pada keadaan yang berat, akibat keracunan obat-obatan,
pemberian transfusi darah dapat menolong penderita. Kadang-
kadang diperlukan pula transfusi tukar. Pada anemia hemolitik
oleh karena proses imun maka pemberian darah harus hati-hati
oleh karena hal ini dapat menambah proses hemolisis. Dalam
hal ini sebaiknya diberikan transfusi eritrosit yang telah dicuci.
Diberikan pula prednison atau hidrokortison dengan dosis
tinggi pada anemia hemolitik imun ini. Bila perlu diberikan
preparat kortikosteroid secara intravena. Apabila didapatkan
gagal ginjal akut, maka diberikan cairan dan obat-obatan sesuai
dengan penatalaksanaan dari gagal ginjal akut. Pada anemia
hemolitik autoimun yang biasanya berlangsung lama, maka
disamping pemberian prednison, juga diberikan azatioprin
(imuran).

5. Anemia aplastik
Merupakan keaadan yang disebabkan berkurangnya sel darah dalam
darah tepi, akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam
sumsum tulang.
Sistim limfopoetik dan RES sebenarnya dalam keadaan aplastik juga,
tetapi relatif lebih ringan dibandingkan dengan ketiga sistem
hemopoetik lainnya. Aplasia ini hanya dapat terjadi pada satu, dua atau
ketiga sistem hemopoetik (eritropoetik, granulopoetik dan
trombopoetik)
Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoetik disebut
eritroblastopenia (anemia hipoplastik), yang hanya mengenai sistem
granulopoetik saja disebut agranulositosis (penyakit schultz),
sedangkan yang hanya mengenai sistem trombopoetik disebut
amegakariostik trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai sistem
disebut panmiel optisis atau lazimnya disebut anemia aplastik.

Panmieloptisis (anemia aplastik)


Kecuali jenis kongenital, anemia aplastik biasanya terdapat pada anak
berumur lebih dari 6 tahun. Depresi sumsum tulang oleh obat atau
bahan kimia, meskipun ,dengan dosis rendah tetapi berlangsung sejak
usia muda secara terus-menerus, baru akan terlihat pengaruhnya
setelah beberapa tahun kemudian. Misalnya pemberian kloramfenikol
yang terlampau sering pada bayi (sejak umur 2-3 bulan), baru akan
menyebabkan gejala anemia aplastik setelah ia berumur lebih dari 6
tahun. Disamping itu pada beberapa kasus gejala sudah timbul hanya
beberapa saat setelah ia kontak dengan gen penyebabnya.

a. Etiologi
 Faktor konginetal
Sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain
seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal
dan sebagainya.
 Faktor didapat
 Bahan kimia: benzene, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
 Obat: kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan),
piribenzamin (antihistamin), santonin-kalomel, obat
sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine,
rubidomycine, dan sebagainya)
 Radiasi: sinar, rontgen, radioaktif
 Faktor individu: alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain-
lain
 Infeksi: tuberkolosis milier, hepatitis dan sebagainya
 Lain-lain: keganasan, penyakit ginjal, gangguan endokrin
 Idiopatik: merupakan penyebab yang paling sering. Akhir-
akhir ini faktor imunologis telah dapat menerangkan
aetiologi golongan idiopatik ini.

b. Gejala klinis dan Hematologis


Pada prinsipnyberdasarkan gambaran sumsum tulang yang
berupa aplasia sistim eritropoetik, granulopoetik dan trompoetik,
serta aktifitas relatif sistem limfopoetik dan RES (lihat tabel).
Aplasia sistem eritropoetik dalam darah tepi akan terlihat sebagai
retikulositopenia yang disertai dengan merendahnya kadar Hb,
hematrokit dan hitung eritrosit. Klinis anak akan terlihat pucat dan
berbagai gejala anemia lainya seperti anoreksia, lemah, palpitasi,
sesak karena gagal jantung dan sebagainya.
Ikhtisar gejala klinis dan hematologis anemia aplastik

Sumsum tulang Darah tepi Gejala klinis keterangan


Aplasia Retikulositopenia Anemia (pucat) Akibat
eritropoesis retikulositopenia:
kadar Hb, hematrokit
dan jumlah eritrosit
rendah
Akibat anemia:
anoreksia, pusing,
gagal jantung dan
lain-lain
Aplasia Granulositopenia, Panas (demam) Bila leukosit normal,
granulopresis leukopenia periksalah hitung
jenis
Panas terjadi karena
infeksi sekunder
akibat
Granulositopenia
Aplasia Trombositopenia Diatesis Pendarahan dapat
granulopoetik hemoragi berupa ekimosis,
epistaksis,
pendarahan gusi dan
sebagainya
Relatif aktif Limfositosis Limfositosis
limfopoesis biasanya tidk lebih
dari 80%
Relaktif aktif RES Mungkin terdapat
sel plasma,
monosit
bertambah
Gambaran umum: Tambahan: hepar,
sel sangat kurang, limpa, kelenjar getah
banyak jaringan bening tidak
penyokong dan membesar dan tidak
lemak ada ikterus
c. PePengobatan
 Prednison dan testosteron
Prednison diberikan dengan dosis 2-5 mg/kgbb/hari peroral,
sedangkan testosteron dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari
sebaiknya secara parenteral. Penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa testosteron lebih baik diganti dengan
oksimetolon yang mempunyai daya anabolik dan merangsng
sistem. Hematopoetik lebih kuat dan diberikan dengan dosis 1-
2 mg/kgbb/hari peroral. Pada pemberian oksimetolon ini
hendaknya diperhatikan fungsi hati.
Pengobatan biasanya berlangsung berbulan-bulan, bahkan
dapat sampai bertahun-tahun. Bila telah terdapat remisi, dosis
obt diberikan separuhnya dan jumblah sel darah diawasi setiap
minggu. Kemudian jika terjadi relaps, dosis obat harus
diberikan penuh kembali.
 Transfusi darah
Transfusi darah diberikan jika hanya diperlukan. Pada keadaan
yang sangat gawat (pendarahan masif, pendarahan otak dan
sebagainya)dapat diberikan suspensi trombosit

 Pengobatan terhadap infeksi sekunder


Untuk menghindarkan anak dari infeksi, sebaiknya anak
diisolasi dalam ruangan yang ’suci hama’. Pemberian obat
antibiotika hendaknya dipilih yang tidak menyebabkan depresi
sumsum tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan.
 Makanan
Disesuaikan dengan keadaan anak, umumnya diberikan
makanan lunak. Hati-hati pada pemberian makanan melalui
pipa lambung karena mungkin menyebabkan luka/pendarahan
pada waktu pipa dimasukkan
 Istirahat
Untuk mencegah trjadinya pendarahan, terutama pendarahan
otak.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi umum anemia meliputi:
1. Gagal jantung
2. Perestesia
3. Kejang

 Asuhan keperawatan

1. Pengkajian
a. Lakuka pengkajia fisik
b. Dapatkan rieayat kesehata, termasuk riwayat diet
c. Observasi adanya manifestasi anemia
◦ Maivestasi umum
 Kelemahan otot
 Mudah lelah
 Kulit pucat

◦ Manivestasi system saraf pusat


 Sakit kepala
 Pusing
 Kunang-kunang
 Peka rangsang
 Proses berpikir lambat
 Penurunan lapang pandang
 Apatis
 Depresi
◦ Syok(anemia kehilangan darah)
 Perfusi perifer buruh
 Kulit lembab dan dingin
 Tekanan darah rendah dan tekanan darah setral
 Peningkatan frekwensi jatung

◦ Bantu dengan tes diagnostic – analisa elemen darah


TES UNIT USIA
Lahir 1minggu 1bulan 3-1 5 10 Pubertas
bulan tahun tahun
Hemoglobin g/L 14.0- 13.5- 10.0- 9.5- 11.5- 11.5- 13.0-
22.5 20.5 13.0 14.0 14.0 15.0 16.0
L
12.0-
16.0
P
Trombosit X 109/L 150- 150-600 150- 150- 150- 150- 150-600
600 600 600 600 600
Hematokrit L/L 47- 42-62 30-48 28- 35- 35- 36-46 L
62 45 45 48 37-48 P
MCV Fl 100- 100-120 84- 70- 75- 77- 78-95
135 105 85 90 95
MCH Pg 31- 28-40 24-36 24- 24- 25- 25-35
37 36 31 33
MCHC % 32- 32-36 32-36 32- 32- 32- 32-36
36 36 36 36

2. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum.
b. Resiko tinggi cidera b/d gangguan kesadaran.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penurunan O2 kejaringan
d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigenasi ke sel/hipoksia.
e. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, tidak
mau makan
f. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan sistem pertahanan
tubuh.
g. Resiko perdarahan b/d penurunan faktor pembekuan darah

3. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

NO
1. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi adanya tanda kerja 1. Merencanakan istirahat yang
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 jam fisik (dispnea, sesak nafas, tepat.
kelemahan umum diharapkan klien melaporkan kunang-kunang, keletihan.
peningkatan intoleransi aktifitas. 2. Antisipasi dan bantu dalam 2. Untuk mencegah kelelahan.
Kriteria Hasil: aktifitas kehidupan sehari-
1. Menunjukkan pernafasan hari.
normal. 3. Beri pengalihan aktifitas 3. Meningkatkan istirahat
2. Mendapatkan istirahat yang bermain. dengan tenang serta
cukup. mencegah kebosanan dan
3. TD dalam keadaan normal menarik diri.
4. Pilih teman sekamar yang 4. Untuk mendorong kepatuhan
sesuai dengan usia dan minat pada kebutuhan istirahat.
yang sama.
5. Pertahankan posisi fowler 5. Untuk pertukaran udara ug
tinggi. optimal.
6. Ukur tanda vital selama 6. Untuk menentukan nilai
istirahat. dasar perbandingan selama
periode aktifitas.
2 Resiko tinggi cidera Setelah dilakukan tindakan 1. Longgarkan penggunaan 1. Dapat membatasi gerakan
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 jam pakaian. dan pernafasan.
gangguan kesadaran. diharapkan anak tidak 2. Singkirkan benda-benda yang 2. Untuk menghindari
mengalami cidera. dapat menimbulkan cidera. terjadinya cidera.
Kriteria Hasil: 3. Bila mungkin posisikan anak 3. Untuk meningkatkan
1. Anak tidak menunjukkan dengan kepala pada garis ventilasi yang adekuat.
tanda-tanda cidera fisik dan tengah.
tetap tenang. 4. Jangan mengharapkan anak 4. Adanya kerusakan kesadaran.
Mental dalam keadaan stabil untuk selalu melakukan
intruksi. 5. Anak mungkin bingung dan
5. Tetaplah bersama anak dan takut.
tenangkan anak sampai
mereka sadar.
3 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keluhan nyeri, 1. Nyeri pada anemia membuat
nyeri b/d penurunan O2 keperawatan selama 1 x 24 jam lokasi dan lamanya hipoksia dan dapat
kejaringan diharapkan anak menyatakan (skala 0-10). menimbulkan infark
nyeri reda/ kontrol. 2. Observasipetunjuk nyeri 2. Petunjuk non verbal yang
Kriteria Hasil: non verbal. Misal: dapat membantu
1. Menunjukkan postur badan denggan bergerak, mengevaluasi nyeri dan
rileks. ekspresi wajah. keefektifan terapi.
2. Bebas bergerak. 3. Biarkan anak mengambil 3. Meningkatkan kenyamanan
3. Mampu istirahat dengan posisi yang nyaman dan resiko terjadinya cedera
tepat. misal gunakan posisi menurunkan nyeri dan
miring, tinggikan kepala meningkatkan kenyamanan.
sedikit pada tempat tidur
tanpa menggunakan
bantal.
4. Lakukan pijatan lokal 4. Membantu menurunkan
hati-hati pada area luka. tegangan otot.
5. Lakukan kompres 5. Hangat menyebabkan
hangat, basah untuk vasodilatasi, meningkatkan
sendi yang sakit/nyeri. sirkulasi. Dingin
menyebabkan vasokontriksi.

4 Gangguan perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi perubahan status 1. Gelisah, bingung, disorientasi
jaringan berhubungan keperawatan selama 1 x 24 jam mental. atau perubahan sensori atau
dengan penurunan diharapkan menunjukkan tingkat motor dapatmenunjukkan
komponen seluler yang perfusi jaringan yang sesuai. aliran darah, hipoksia atau
diperlukan untuk Kriteria Hasil: cidera faskuler serebral
pengiriman oksigenasi ke 1. Tidak ada sianosis sentral (CSV) sebagai akibat emboli
sel/hipoksia. atau perifer. sistemik.
2. Kulit hangat atau kering. 2. Kulit pucat/sianosis, kaku
3. Status mental biasa. 2. Observasi warna dan suhu membrane bibir atau lidah
kulit atau membrane mukosa. menunjukkan vasokontriksi/
syok dan gangguan aliran
sistemik.
3. Memaksimalkan transport
3. Berikan oksigen tambahan oksigen ke jaringan.
sesuai indikasi. 4. Menurunkan status vena di
4. Tinggikan kaki atau telapak kaki dan pengumpulan darah
bila di tempat tidur atau pada vena pelvis untuk
kursi. menurunkan resiko
pembentukan thrombus.

5. Dapat mengindikasikan
5. Kaji untuk respon verbal gangguan fungsi serebral
melambat, mudah karena hipoksia atau
terangsang, bingung. defisiensi vitamin B12.
5 Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan asuhan 1. Berikan susu pada bayi 1. Terlalu banyak minum susu,
kebutuhan berhubungan keperawatan selama 1 x 24 jam sebagai makanan suplemen akan menurunkan masukan
dengan mual, muntah, diharapkan anak mendapatkan setelah makanan padat makanan padat.
tidak mau makan kebutuhan nutrisi yang tepat. diberikan.
Kriteria Hasil: 2. Sajikan makanan sedikit tapi 2. Mengurangi resiko
1. Berat badan anak kembali sering dari pada 3 kali dalam penurunan terjadi muntah.
normal. porsi besar.
2. Anak mendapatkan suplemen 3. Instruksikan keluarga untuk 3. Untuk memenuhi kebutuhan
yang dibutuhkan missal (Fe) memberikan asupan makanan nutrisi dan suplemen yang
3. Tidak mengalami tanda yang cukup dan suplemen dibutuhkan oleh tubuh.
malnutrisi. (Fe).

4. Dorong anak untuk makan 4. Anak mungkin hanya makan


semua makanan atau sedikit karena kehilangan
makanan tambahan. minat pada makanan serta
mengalami mual.
5. Berikan pilihan makanan 5. Makanan yang mereka
yang mereka sukai. makan pasti dihabiskan.
6. Ukur masukan diet harian 6. Memberikan informasi
dengan jumlah kalori. tentang kebutuhan
pemasukan atau defisiensi.

6 Resiko tinggi terjadinya Setelah dilakukan tindakan 1. Tingkatkan cuci tangan yang 1. Mencegah terjadinya
infeksi berhubungan keperawatan selama 1 x 24 jam baik oleh pemberi perawatan kontaminasi bakterial.
dengan sistem pertahanan mampu untuk mengidentifikasi dan anak.
tubuh perilaku untuk mencegah 2. Pertahankan teknik aseptik 2. Menurunkan resiko infeksi
menurunkan infeksi. ketat pada prosedur bakteri.
Kriteria Hasil: perawatan.
1. Anak dan keluarga. 3. Berikan perawatan kulit. 3. Menurunkan resiko
2. Anak tidak menunjukkan kerusakan kulit atau jaringan.
bukti infeksi.
4. Lindungi anak dari kontak 4. Untuk meminimalkan
dengan individu yang pemejanan pada organisme
terinfeksi. infektif.
5. Pantau suhu. 5. Adanya bukti infeksi dan
membutuhkan pengobatan.
7 Resiko perdarahan b/d Setelah diberikan asuhan Mandiri
penurunan faktor keperawatan selama 24 jam 1. Awasi nadi, TD, dan CVP 1. Peningkatan nadi dengan
pembekuan darah diharapkan anak dapat bila ada. penurunan TD dan CVP
mnurunkan resiko perdarahan. dapat menunjukkan
Kriteria hasil: kehilangan volume darah
1. mempertahankan sirkulasi, memerlukan
homeastasis dengan tanpa evaluasi lanjut.
perdarahan. 2. Catat perubahan mental atau 2. Perubahan dapat
2. menunjukkan perilaku tngkat kesadaran menunjukkan perbahan
penurunan resiko perfusi jaringan serebral
perdarahan. sekunder terhadap
hipoolemia, hipoksemia.
3. Dorong menggunakan sikat 3. Pada adanya gangguan
gigi halus faktor pembekuan, trauma
minimal dapat
menyebabkan perdarahan
mukosa.
4. Gunakan jarum kecil untuk 4. Meminimalkan kerusakan
injeksi, tekan lebih lama jaringan, menurunkan resiko
pada bagian bekas suntikan. perdarahan/hematoma
5. Koagulasi memanjang,
5. Hindarkan penggunaan berpotensi untuk resiko
produk yang mengandung perdarahan.
aspirin
kolaborasi 6. Indikator anemia,
6. Awasi Hb/Ht dan faktor perdarahan aktif/ terjadinya
pembekuan komplikasi (contoh: KID)
7. Menungkatkan sintesis
7. Berikan obat sesuai indikasi. protombin dan koagulasi
Vitamin tambahan (contoh:
vit K, D, C)
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb
sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Nelson,1999).
Anemia berarti kekurangan sel darah merah, yang dapat di sebabkan oleh
hilangnya darah yang terlalu cepat atau karena terlalu lambatnya produksi sel
darah merah. (Guyton,1997).
Macam-macam atau klasifikasi dari anemi berdasarkan etiolognya yaitu:
anemia pasca pendarahan (kehilangan darah mendadak, kehilangan darah
menahun), anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik (defisiensi asam folat dan
B12), anemia hemolitik dan anemia aplastik
Kebanyakan anemia pada anak adalah anemia kekurangan zat besi atau iron
defisiensi anemia. Penyebab umumnya adalah pola makan yang salah atau kurang
tepat. Anemia lainnya adalah anemia karena pendarahan anemia karena pabriknya
mengalami gangguan (sumsum tulang tidak memproduksi sel-sel darah dengan
baik dan penyebabnya macam-macam).
DAFTAR PUSTAKA

Abdulrrahman, dkk. 1995. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran


Unifersitas. Jakarta
Behrman, Ricard E et all. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 2. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Kedokteran. Ed 9. Jakarta: EGC.
Price & Wilson. 1995. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik/ Donna L. Wong:
alih bahasa Monika ester, editor edisi bahasa indonesia, Sari kurniasih. Ed
4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai