Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN I

HIPERNATREMIA

OLEH :

Burhanuddin P07120421010A
Denda vena Arda P07120421012A
Nur Maulina P07120421021A
Rian Zulkarnain P07120421025A
Rizky Dwi Kurniawan P07120421026A
Susi Mariyati P07120421032A
Wiwin Apriani P07120421035A

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM
PRODI ALIH JENJANG SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN DAN
PROFESI NERS MATARAM
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan Kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada pasien
gangguan Hipernatremia”, makalah ini dibuat sebagai penunjang kegiatan
perkuliahan pada mata kuliah Keperawatan Dasar

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis hanturkan kepada dosen


pembimbing mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan yang telah membimbing
kami dalam pembuatan makalah.

Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah kami. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat diterima dan dapat memberi manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Mataram, 19 September 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................4
A. Konsep Penyakit.................................................................................................4
1. Pengertian.......................................................................................................4
2. Etiologi............................................................................................................5
3. Manifestasi Klinis...........................................................................................8
4. Faktor Resiko..................................................................................................8
5. Klasifikasi.......................................................................................................9
6. Patofisiologi....................................................................................................9
7. Penatalaksanaan............................................................................................10
B. Konsep Asuhan Keperawatan...........................................................................12
1. Pengkajian.....................................................................................................12
2. Diagnosa Keperawatan.................................................................................12
3. Rencana Keperawatan...................................................................................12
BAB III PENUTUP...................................................................................................15
A. Kesimpulan.......................................................................................................15
B. Saran.................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk usia


lanjut terbanyak di dunia, yaitu mencapai 18,1 juta jiwa atau 7,6 persen dari total
penduduk. Jumlah penduduk usia lanjut (diatas 60 tahun) diperkirakan akan
meningkat menjadi 27,1 juta jiwa pada tahun 2020. (Kemenkes RI, 2016)
Hipernatremia didefinisikan sebagai peningkatan kadar natrium lebih dari
145 mmol/L. Hal ini merupakan suatu kondisi hiperosmolar yang disebabkan
oleh penurunan total body water (TBW) relatif terhadap kandungan elektrolit.
Hipernatremia dapat disebabkan oleh kehilangan air (peningkatan kehilangan
atau penurunan asupan) atau, walaupun jarang, karena kelebihan asupan natrium.
Pasien yang berisiko tinggi untuk hipernatremia ialah termasuk mereka dengan
gangguan mekanisme rasa haus atau keterbatasan akses terhadap air (misalnya:
terdapat perubahan status mental, sedang diintubasi, bayi, dan pasien lansia).
Hipernatremia pada orang dewasa hampir selalu terjadi karena kehilangan air
daripada karena asupan natrium yang berlebihan.
Insidensi hipernatremia pada pasien rawat inap berkisar 3-5 per 100.000
individu di seluruh dunia sedangkan prevalensi hipernatremia pada pasien
kondisi kritis sekitar 9-26 per 100.000 individu, dan umumnya mengenai lanjut
usia. Selain itu tidak terdapat perbedaan prevalensi hipernatremia berdasarkan ras
dan jenis kelamin.
Gejala klinis hipernatremia biasanya tidak spesifik dan pasien cenderung
menjadi simtomatik saat hipernatremia terjadi secara akut (biasanya <48 jam).
Penilaian hipernatremia akut atau kronis bergantung terhadap gejala yang timbul.
Hipernatremia akut terjadi ketika timbul gejala berat, pengobatan segera
diperlukan dan harus mendahului evaluasi diagnostik. Sebaliknya, hipernatremia

1
kronik ialah ketika sedikit gejala yang timbul, penyebab yang mendasari harus
diidentifikasi dan serum natrium harus dikoreksi secara bertahap. Komplikasi
hipernatremia ialah antara lain penyusutan otak akibat perpindahan cairan
intrasel ke ekstrasel yang dapat merobek pembuluh darah otak, pendarahan otak,
kejang, kelumpuhan, dan ensefalopati, dan bila berkepanjangan, dapat
menyebabkan edema serebral, yang dapat menyebabkan koma, kejang, dan
kematian. Jika koreksi natrium pada hipernatremia kronis dilakukan terlalu cepat,
maka dapat berisiko terjadi edema serebri.
Hipernatremia lebih jarang terjadi dibandingkan dengan hiponatremia dan
gejala yang menonjol biasanya hanya pada peningkatan konsentrasi natrium
plasma yang cepat dan besar diatas 158 sampai 160 mmol/L. Satu alasan untuk
hal ini ialah bahwa hipernatremia menimbulkan rasa haus yang luar biasa yang
melindungi tubuh dari peningkatan natrium dalam plasma dan cairan ekstrasel.
Hipernatremia yang berat dapat terjadi pada pasien yang dengan lesi hipotalamik
yang mengganggu sensasi rasa haus, bayi yang tidak dapat langsung mendapat
minuman, atau pada lanjut usia yang mengalami gangguan mental.
Respon fisiologik hipernatremia ialah meningkatnya pengeluaran
antidiuretic hormone (ADH) dari hipotalamus sehingga ekskresi urin berkurang
sehingga osmolelitas urin meningkat. Manusia dalam keadaan normal tidak akan
pernah mengalami hipernatremia, karena respon haus yang timbul akan direspon
dengan asupan air yang meningkat sehingga tidak terjadi hipernatremia.
Hipernatremia terjadi bila kekurangan air tidak diatasi dengan baik misalnya
pada lanjut usia dan diabetes insipidus (volume urin dapat >10 L). Dalam
keadaan hipotalamus yang normal serta fungsi ginjal normal, hipernatremia akan
menyebabkan osmolalitas urin menjadi lebih dari 700-800 mosmol/kg.
(Setyawan, 2021)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar penyakit mengenai Hipernatremia?

2
2. Bagaimana konsep asuhan keprawatan mengenai gangguan Hipernatremia?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar penyakit mengenai Hipernatremia

2. Mengetahui konsep asuhan keprawatan mengenai gangguan Hipernatremia

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit

1. Pengertian
Hipernatremia (kadar natrium darah yang tinggi) adalah suatu
keadaan dimana kadar natrium dalam darah lebih dari 145mEq/L. Penyebab
hipernatremia diantaranya asupan makanan yang tidak mencukupi,
meningkatnya kehilangan cairan karena diare, demam, atau muntah atau
disebabkan secara iatrogenik seperti terapi diuretik. (Rosalinda & Martini,
2020).

Hipernatremia adalah defisit cairan relatif. Hipernatremia jarang


terjadi namun umumnya disebabkan karena resusitasi cairan dalam
jumlah besar dengan larutan NaCl 0.9% ([Na+]154mEq/l).
Hipernatremia juga dijumpai pada kasus dehidrasi dengan gangguan
rasa haus misal pada kondisi kesadaran terganggu atau gangguan
mental. Selain itu juga pada penderita diabetes insipidus.

Hipernatremia merupakan suatu keadaan dimana kadar natrium


dalam plasma tinggi yang ditandai dengan addanya mukosa kering,
oliguria/anuria, turgor kulit buruk dan permukaan kulit membengkak,
kulit kemerahan, lidah kering dan kemerahan, konvulsi, suhu badan
naik, serta kadar natrium dalam plasma lebih dari 145 mEq/Lt. kondisi
demikian dapat disebabkan oleh dehidrasi, diare, dan asupan, air yang
berlebihan sedangkan asupan garamnya sedikit.

Hipernatremia sering terjadi pada usia lanjut. Hpernatremia pada


usia lanjut paling sering disebabkan oleh kombinasi dari asupan

4
cairan yang tidak adekuat dan bertambahnya kehilangan asupan
kehilangan cairan. Gangguan mekanisme dari rasa haus dan hambatan
akses terhadap cairan (sekunder dari gangguan mobilitas atau
menelan) terus berkontribusi dalam timbulnya hipernatremia pada
usia lanjut selain adanya keterlambatan eskresi natrium. Kehilangan air
murni pada keadaan demam, hiperventilasi dan diabetes insipidus.
Lebih sering, kehilngan airhipoteonik disebabkan oleh problem
saluran cerna, luka bakar, terapi diuretika atau dieresis osmotic.
Seringkali deteksi hipernatremia pada usia lanjut terlambat dilakukan
sehingga usia lanjut yang lemah dapat jatuh pada keadaan
hipernatremia yang bermakna.

2. Etiologi
Pada hipernatremia, tubuh mengandung terlalu sedikit air dibandingkan
dengan jumlah natrium. Konsentrasi natrium darah biasanya meningkat secara
tidak normal jika kehilangan cairan melampaui kehilangan natrium, yang
biasanya terjadi jika minum terlalu sedikit air. Konsentrasi natrium darah yang
tinggi secara tidak langsung menunjukkan bahwa seseorang tidak merasakan
haus meskipun seharusnya dia haus, atau dia haus tetapi tidak dapat
memperoleh air yang cukup untuk minum.

Hipernatremia juga terjadi pada seseorang dengan :


a. Fungsi ginjal yang abnormal
b. Diare
c. Muntah
d. Demam
e. Keringat yang berlebihan
Hipernatremia paling sering terjadi pada usia lanjut. Pada orang tua
biasanya rasa haus lebih lambat terbentuk dan tidak begitu kuat dibandingkan
dengan anak muda. Usia lanjut yang hanya mampu berbaring ditempat tidur

5
saja atau yang mengalami dimensia (pikun), mungkin tidak mampu untuk
mendapatkan cukup air walaupun saraf-saraf hausnya masih berfungsi.
Selain itu, pada usia lanjut, kemampuan ginjal untuk memekatkan air
kemih mulai berkurang, sehingga tidak dapat menahan air dengan baik. orang
tua yang minum diuretik, yang memaksa ginjal mengeluarkan lebih banyak
air, memiliki resiko menderita hipernatremia, terutama jika cuaca panas atau
jika mereka sakit dan tidak minum cukup air.
Hipernatemia selalu merupakan keadaan yang serius, terutama pada
orang tua. Hampir separuh dari seluruh orang tua yang dirawat di rumah
sakit karena hipernatremia meninggal. Tingginya angka kematian ini mungkin
karena penderita juga memiliki penyakit berat yang memungkinkan terjadinya
hipernatremia.
Hipernatremia dapat juga terjadi akibat ginjal mengeluarkan terlalu
banyak air, seperti yang terjadi pada penyakit diabetes insipidus. Kelenjar
hipofisa mengeluarkan terlalu sedilit hormon antidiuretik (hormone
antidiuretik menyebabkan ginjal menahan air) atau ginjal tidak memberikan
respon yang semestinya terhadap hormon. penderita diabetes insipidus jarang
mengalami hiponatremia jika memiliki rasa haus yang normal dan minum
cukup air.
Terdapat dua macam kelainan elektrolit yang terjadi kadarnya terlalu
tinggi (hiper) dan kadarnya terlalu rendah (hipo). peningkatan kadar
konsentrasi natrium dalam plasma darah atau disebut hipernatremia akan
mengakibatkan kondisi tubuh terganggu seperti kejang akibat dari gangguan
listrik disaraf dan otot tubuh. natrium yang juga berfungsi mengikat air juga
mengakibatkan meningkatnya tekanan darah yang akan berbahaya bagi
penderita yang sudah menderita tekanan darah tinggi. Sumber natrium berada
dalam konsumsi makanan sehari-hari kita seperti garam, sayur-sayuran dan
buah-buahan banyak mengandung elektrolit termasuk natrium.

6
Banyak kondisi yang mengakibatkan meningkatnya kadar natrium
dalam plasma darah. kondisi dehidrasi akibat kurang minum air, diare,
muntah, olahraga berat, sauna, menyebabkan tubuh kehilangan banyak air
sehingga darah menjadi lebih pekat dan kadar natrium secara relatif juga
meningkat. Adanya gangguan ginjal seperti pada penderita diabetes dan
hipertensi juga menyebabkan tubuh tidak bisa membuang natrium dalam
darah. Makan garam berlebihan serta penyakit yang menyebabkan
peningkatan berkemih (kencing) juga meningkatkan kadar natrium dalam
darah.
Penyebab utama dari hipernatremia :
a. Cidera kepala atau pembedahan saraf yang melibatkan kelenjar hipofisa.
b. Gangguan dari elektrolit lainnya (hiperkalsemia dan hipokalemia).
c. Penggunaan obat (lithium, demeclocycline, diuretic).
d. Kehilangan cairan yang berlebihan (diare, muntah, demam, keringat
berlebihan).
e. Penyakit sel sabit.
f. Diabetes insipidus.
Penyebab umum hipernatremia meliputi :
a. Hipovolemik
Hipovolemik adalah penyebab paling umum hipernatremia, berlebihan
kerugian air dari saluran kencing, yang mungkin disebabkan oleh
glycosuria, atau diuretik osmotik lainnya. Pengeluaran air dari tubuh
secara berlebih seperti berkeringat ekstrim maupun diare berat dapat
menyebabkan hipernatremia.
b. Hipervolemik
Pengambilan cairan hipertonik (cairan dengan konsentrasi zat terlarut
lebih tinggi dari pada sisa tubuh) dapat menyebabkan hipernatremia. hal
ini jarang terjadi, walaupun bisa terjadi seperti setelah dilakukan
resusitasi yang kuat dimana pasien menerima suatu volume yang besar

7
dari larutan natrium bikarbonat terkonsentrasi. menelat air laut juga
menyebabkan hipernatremia karena airlaut adalah hipertonik. Selain itu,
keadaan penyakit seperti sindrom Conn atau Cushing’s Disease Mineral
Corticoid juga dapat menyebabkan hipernatremia.

3. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis hipernatremia non spesifik seperti anoreksia, mual,
muntah, kelelahan dan mudah tersinggung. seperti natrium meningkat aka
nada perubahan dalam fungsi neurologis yang lebih menonjol jika natrium
telah meningkat pesat dan tingkat tinggi. Bayi cendrung menunjukkan
takipnea, kelemahan otot, gelisah, tangisan bernada tinggi, dan kelesuan
menyebabkan koma. Diagnosis diferensial utama untuk gejala-gejala tersebut
pada populasi ini adalah sepsis yang bisa diperparah oleh hipernatremia. (The
College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)

4. Faktor Resiko
Pasien dengan hipernatremia biasanya adalah lansia dan keadaan fisik
lemah. Pasien juga sering disertai dengan keluhan demam. Penting untuk
mengetahui apakah hipernatremia pasien merupakan keadaan akut atau kronik
karena dapat mempengaruhi penanganan yang akan diberikan.
Faktor resiko dari hipernatremia adalah :
a. Usia tua
b. Kelainan mental atau fisik
c. Diabetes tidak terkontrol
d. Poliuria
e. Pengobatan diuretic
f. Hospitalisasi

8
5. Klasifikasi
Paien dengan hipertnatremia dikelompokkan dalam 3 kategori :
a. Ringan, kadar serum 151-155 mEq/L
b. Moderate, 156-160 mEq/L
c. Berat, >160 mEq/L

6. Patofisiologi
Hipernatremia terjadi ketika ada kehilangan air bersih atau keuntungan
natrium dan mencerminkan terlalu sedikit air dalam kaitannya dengan jumlah
natrium dan kalium tubuh. Dalam pandangan disederhanakan konsentrasi
natrium serum (Na+) dapat dilihat sebagai fungsi dari total natrium tukar dan
kalium dalam tubuh dan total air tubuh. Rumus dinyatakan dibawah ini :

Na + = Na + tubuh total + K + tubuh total/total air

Akibatnya, hipernatremia hanya dapat berkembang sebagai hasil dari


baik kehilangan air bebas atau keuntungan dari natrium atau kombinasi
keduanya. hipernatremia menurut definisi adalah keadaan hiperosmolalitas,
karena natrium adalah kation ekstra seluler dominan dan zat terlarut.
Osmolalitas plasma normal (POSM) terletak diantara 275 dan 290 mOsm/kg
dan terutama ditentukan oleh konsentrasi garam natrium. (dihitung plasma
osmolalitas: 2 (Na) mEq/L + glukosa serum (mg/dL) / 18+ BUN (mg/dL) /
2.8). Peraturan POSM dan konsentrasi natrium plasma dimedisi oleh
perubahan dalam asupan air dan ekskresi air. Hal ini terjadi melalui dua
mekanisme : konsentrasi urin (melalui seksresi hipofisis dan efek ginjal dari
antidiuretik arginin fasopressin hormone [AVP]).
Dalam individu yang sehat, haus dan rilis AVP distimulasi oleh
peningkatan osmolalitas cairan tubuh diatas ambang osmotic tertentu, yang
kira-kira 280-290 mOsm/L dan dianggap sama jika tidak identik untuk kedua
haus dan rilis AVP. peningkatan osmolalitas menarik air dari sel-sel ke dalam

9
darah, sehingga dehidrasi nneuron tertentu di otak yang berfungsi sebagai
osmoreseptor atau “reseptor tonisitas”. Hal ini mendalilkan bahwa deformasi
ukuran neuron mengaktifkan sel-sel ini (sehingga bertindak seperti
mechanoreceptors). pada stimulasi, mereka sinyal ke bagian lain dari otak
untuk memulai haus dan rilis AVP, mengakibatkan peningkatan konsumsi air
dan konsentrasi urine, cepat mengoreksi keadaan hypernatremic.
konservasi dan ekskresim air oleh ginjal tergantung pada sekresi normal
dan aksi AVP dan diatur sangat ketat. stimulus untuk sekresi AVP adalah
aktivitas osmoreseptor hipotalamus, yang terjadi ketika osmolalitas plasma
mencapai batas tertentu (sekitar 280 mOsm/kg). Pada osmolalitas plasma
bawah ambang batas ini, sekresi AVP ditekan ke tingkat rendah atau tidak
terdeteksi. Rangsangan aferen lainnya, seperti penurunan efektif arteri volume
darah, nyeri, mual, kecemasan dan berbagai obat-obatan, juga dapat
menyebabkan pelepasan AVP.

AVP disintesis dalam neuron magnoselular khusus yang sel tubuh yang
terletak di inti supraoptik dan paraventrikular hipotalamus. Prohormon
diproses dan diangkut kebawah akson, yang berakhir dikelnjar hipofisis
posterior dari sana, itu dikeluarkan sebagai hormone AVP aktif kedalam
sirkulasi dalam menanggapi stimulus yang tepat (hiperosmolalitas,
hipovolemia).

7. Penatalaksanaan

Tatalaksana hipernatremia meliputi reduksi kehilangan air (underlying


cause) dan koreksi kekurangan air. Untuk pasien stabil dan asimptomatik
penggantian cairan melalui oral ataupun pipa nasogastrik masih efektif dan
aman.

Pada pasien dengan status hipovolemik, volume ektracellular fluid (ECF)


dapat dipulihkan dengan larutan salin normal atau 5% dextrose dalam

10
setengah salin normal untuk mencegah penurunan mendadak konsentrasi
natrium. Hindari penggunaan D5W karena akan menurunkan kadar natrium
terlalu cepat. Selama rehidrasi, pantau natrium serum untuk memastikan
penurunan berlangsung perlahan dan mencegah penurunan mendadak.

Jumlah air yang dibutuhkan untuk mengoreksi hipernatremia dapat


dihitung dengan persamaan berikut :

water deficit (in liters) = (plasma Na concertration – 140)/140 x total body water

Total body water dapat diperkirakan sebagai 50% berat badan laki-laki
dan 40% berat badan perempuan. Sebagai contoh, jika laki-laki dengan berat
badan 70-kg dengan kadar serum Na 160 mEq/L, maka perkiraan defisit air
(160-140) / 140 x (0.5 x 70) = 5L
Setelah defisit air diketahui, masukan cairan untuk menurunkan kadar
natrium dengan laju 0.5 sampai dengan 1 mEq/jam dengan penurunan tidak
lebih dari 12 mEq/L dalam 24 jam pertama dan sisanya dalam 48-32 jam.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh diantaranya :
a. Umur
b. Iklim
c. Diet
d. Stres
e. Kondisi sakit
f. Tindakan medis
g. Pengobatan
h. Pembedahan
Terapi hipernatremia adalah mengganti kehilangan cairan atau hentikan
pemberian natrium pada kasus dengan pemberian natrium yang berlebihan.
Karna adaptasi susunan saraf pusat terhdap pengerutan sel dan karenankoreksi

11
terlalu cepat dapat menyebabkan edema cerebral yang berbahaya,
hipernatremia kronik harus diatasi perlahan dan hati-hati.
D. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Fokus Masalah
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : kekakuan otot/tremor, kelemahan umum
b. Sirkulasi
Tanda : hipotensi postural, takikardia
c. Eliminasi
Tanda : haluaran urine menurun
d. Makanan/cairan
Gejala : haus
Tanda : membran mukosa kering, kental, lidah kotor
e. Neurosensori
Tanda : peka ransangan, latergi/koma, kejang, delusi, halusinasi
f. Keamanan
Tanda : kulit panas, kemerahan kering, demam

8. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelebihan natrium

b. Asupan cairan tidak adekuat berhubungan dengan gangguan sensasi rasa


haus

9. Rencana Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelebihan natrium

KH : kekurangan volume cairan dapat teratasi. Natrium serum dapat


kembali normal.

12
Intervensi :

1) Pantau tekanan darah, nadi dan timbang berat badan setiap hari.
Rasional : untk mengetahui adanya perubahan dalam status volume
dan gangguan keseimbangan cairan.
2) Anjurkan menghindari makanan tinggi natrium. misalnya sup atau
sayuran kaleng, makanan diproses, makanan kudapan dan bumbu.
Rasional: menurunkan resiko komplikasi akibat natrium.
3) Berikan perawatan oral sering. Hindari pencuci mulut yang
mengandung alcohol. Rasional: meningkatkan kenyamanan dan
mencegah kekeringan lanjut pada membran mukosa.
4) Monitor natrium serum. Rasional : memantau kadar natrium serum dan
mengobservasi perubahan dalam tanda-tanda neurologis.
5) Anjurkan pasien untuk menghindari penambahan garam saat memasak.
Rasional: agar tidak meningkatkan kadar natrium dalam tubuh.
6) Pantau elektrolit, osmolalitas serum dan GDA. Rasional: mengevaluasi
kebutuhan/keefektifan terapi.
7) Batasi masukan natrium dan kolaborasi pemberian diuretik sesuai
indikasi. Rasional: pembatasan natrium selama peningkatan klien
ginjal menurun kadar natrium pada kelebihan cairan ekstraseluler.
b. Asupan cairan tidak adekuat berhubungan dengan gangguan sensasi rasa
haus.

KH: klien mampu memenuhi asupan cairan secara adekuat.

Intervensi:

1) Pantau masukan dan haluaran urine. Rasional: parameter ini bervariasi


tergantung pada status cairan dan indikator terapi
kebutuhan/keefektifan.
2) Kaji tingkat kesadaran dan kekuatan muscular, tonus dan gerakan.
Rasional: menghindari terjadinya kejang, koma atau edema serebral.

13
3) Mempertahanakan kewaspadaan keamanan atau kejang sesuai indikasi
misalnya tempat tidur pada posisi rendah, penggunaaan bantalan pada
tempat tidur. Rasional: untuk menghindari resiko terjadinya kacau
mental.
4) Berikan perawatan kulit dan perubahan posisi sering. Rasional:
mempertahankan integritas kulit.
5) Berikan cairan pada pasien lemah dengan interval regular. Berikan air
bebas pada pasien yang mendapat makan enteral. Rasional: mencegah
hipernatremia pada pasien yang tidak mampu menerima atau berespon
terhadap haus.
6) Tingkatkan cairan IV, misalnya dekstrosa 5% pada dehidrasi, NaCl
0,9% (pada kekurangan ekstraseluler). Rasional: penggantian
kekurangan air tubuh total secara bertahap memperbaiki natrium atau
air.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hipernatremia (kadar natrium darah yang tinggi) adalah suatu keadaan
dimana kadar natrium dalam darah lebih dari 145mEq/L darah. Hipernatremia
juga terjadi pada seseorang dengan : fungsi ginjal yang abnormal, diare, muntah,
demam, keringat yang berlebihan.

Gambaran klinis hipernatremia nonspesifik seperti anoreksia, mual,


muntah, kelelahan dan mudah tersinggung. Seperti natrium meningkat aka nada
perubahan dalam fungsi neurologis yang lebih menonjol jika natriun telah
menignkat pesat dan tingkat tinggi.

E. Saran
Perlu penyuluhan yang intensif tentang penyakit, proses penyakit dan
pengobatannya pada penerita hipernatremia. Menginformasikan tentang
pencegahan-pencegahan terjadinya hipernatremia dengan memberitahu makanan-
makanan yang perlu dan tidak perlu untuk dikonsumsi.

15
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur. 2009. Fisiologi manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC

Kemenkes RI (2016).Situasi Lanjut Usia di Indonesia. Infodatin Pusat Data dan


Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Peate, Nair. 2015. Dasar-dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta : Bumi Medika

Rosalinda, R., & Martini, R. D. (2020). Hipernatremia dan Infeksi pada Geriatri,
1(Supplement 1), 63–68.

Setyawan, Y. (2021). Hipernatremia dan Penatalaksanaanya, 2(2), 93–99.

Siswanto. 2006. Kebutuhan cairan dan elektrolit. Alamat Web :


(www.sisroom.blogspot.com). Akses pada 19 September 2021 Pukul 13.00

16

Anda mungkin juga menyukai