Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEGAWATDARURATAN 2

KRITIS TRAUMA DADA

OLEH :
KELOMPOK 3

1. Ahmad Rifai (NIM:P07120421002A)


2. Alfi Maulana (NIM:P07120421003A)
3. Deni Yulistiawan (NIM:P07120421013A)
4. Dewa Ayu Linda Mahayani (NIM:P07120421014A)
5. Rian Zulkarnain (NIM:P07120421025A)
6. Rizky Dwi Kurniawan (NIM:P07120421026A)
7. Susi Mariyati (NIM:P07120421032A)
8. Wahyu Apni Saswidi (NIM:P07120421034A)
9. Wiwin Apriani (NIM:P07120421035A)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PROGRAM STUDI ALIH JENJANG SARJANA TERAPAN
KEPERAWATAN MATARAM
SEMESTER I
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang “KRITIS TRAUMA DADA”. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Kegawatdaruratan 2.
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekeliruan dan kekurangan
serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik, saran dan usulan dari pembaca yang besifat konstruktif dan membangun
demi kesempurnaan penyusun ke depannya.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi pembaca dan dapat bermanfaat
baik bagi penulis maupun pembaca. Tugas makalah ini tidak mungkin dapat
terselesaikan tanpa bantuan, arahan serta bimbingan dari berbagai pihak. Maka,
dari itu izinkan kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.

Mataram, September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................2
C. Tujuan ...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................3
A. Konsep Penyakit..................................................................................3
1. Definisi Trauma Dada.....................................................................3
2. Etiologi............................................................................................3
3. Patofisiologi....................................................................................4
4. Pathway...........................................................................................5
5. Manifestasi Klinis...........................................................................6
6. Komplikasi......................................................................................7
7. Penatalaksanaan..............................................................................8
B. Pelayanan Gawat Darurat Pada Pasien Kritis Dengan COVID-19
1. Proses Triase...................................................................................8
2. Manajemen Pasien Kritis .............................................................11
3. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pasien COVID-19............12
C. Konsep Asuhan Keperawatan..........................................................13
1. Pengkajian.....................................................................................13
2. Diagnosa Keperawatan..................................................................17
3. Intervensi Keperawatan.................................................................17
BAB III PENUTUP.....................................................................................24
A. Kesimpulan..........................................................................................24
B. Saran....................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga


thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau
benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut
(Sudoyo, 2010).

Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3


kehidupan diseluruh kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus
kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks
di amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di amerika
serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan
kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%.Dan
hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan
tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan
sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian (Sudoyo,
2010).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga
toraks. Dengan adanya trauma pada toraks akan meningkatkan angka
mortalitas pada pasien dengan trauma. Trauma toraks dapat
meningkatkan kematian akibat Pneumotoraks 38%, Hematotoraks
42%, kontusio pulmonum 56%, dan flailchest 69% (Nugroho, 2015).

Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam,


kecelakaan lalu lintas atau luka tembak. Bila tidak mengenai jantung,
biasanya dapat menembus rongga paru-paru. Akibatnya, selain terjadi
pendarahan dari rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke dalam
rongga paru-paru. Oleh karena itu, pau-paru pada sisi yang luka akan
mengempis. Penderita Nampak kesakitan ketika bernapas dan
mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi
berkurang (Sudoyo, 2010).

COVID-19 telah dinyatakan sebagai pandemik terhitung


sejak Maret 2020. COVID-19 memberikan dampak global yang tidak
terbayang sebelumnya terhadap kesehatan masyarakat dan pelayanan
kesehatan. Oleh karena itu, diperlukannya penanganan khusus untuk
pasien dengan trauma dada yang disertai dengan tanda dan gejala
COVID-19. Jika tidak ditangani maka akan berakibat fatal dan akan
terjadinya komplikasi pada klien dengan trauma dada.

Oleh karena itu jika ada kecurigaan dan penanganan sangat


mendesak dimana menunggu hasil swab tidak dimungkinkan, pasien
khususnya dengan trauma dada sebaiknya dianggap positif COVID-19
dan penggunaan APD maksimum perlu digunakan di setiap
penanganan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan trauma thoraks ?
2. Apa etiologi dari trauma thoraks ?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari trauma thoraks ?
4. Bagaimana patofisiologi trauma thoraks ?
5. Bagaimana penatalaksanaan trauma thoraks ?
6. Bagaimana penanganan pasien kritis dengan COVID-19?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan trauma thoraks?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dengan trauma thoraks pengertian
dengan trauma thoraks
2. Untuk mengetahui etiologi dari trauma thoraks
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari trauma thoraks
4. Untuk mengetahui patofisiologi trauma thoraks
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan trauma thoraks
6. Untuk mengetahui penanganan pasien kritis dengan COVID-19
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan trauma
dada

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Penyakit
1. Definisi Trauma Dada

Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera


fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang
disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang
rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik
oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pernapasan (Rendy, 2012).
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga
thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax
ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau
benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax
akut.Trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus.
Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga
thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi
keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Sudoyo,
2010)
Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma
thoraks adalah trauma yang mengenai dinding toraks yang secara
langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada pada organ
didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun
oleh sebab trauma tajam.
2. Etiologi

Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma


tumpul 65% dan trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab
trauma toraks tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-
78%) (Saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima

jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang,


berputar, dan terguling (Sudoyo, 2010).

Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan


riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang
berbeda. Penyebab trauma thoraks oleh karena trauma tajam dibedakan
menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah
seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan
berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab
trauma thoraks yang lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada
paru-paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti pada aktivitas
menyelam (Hudak, 2011).
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang
kosta dan sternum, rongga pleura saluran nafas intratoraks dan
parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi
tergantung dari mekanisme cedera (Sudoyo, 2010).
3. Patofisiologi

Utuhnya suatu dinding Toraks sangat diperlukan untuk


sebuah ventilasi pernapasan yang normal. Pengembangan dinding
toraks ke arah luar oleh otot -otot pernapasan diikuti dengan
turunnya diafragma menghasilkan tekanan negative dari intratoraks.
Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru – paru
selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur
yang berbedadari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi
kedalam 4 komponen, yaitu dinding dada, rongga pleura, parenkim
paru, dan mediastinum. Dalam dinding dada termasuk tulang - tulang
dada dan otot - otot yang terkait (Sudoyo, 2009).

Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan


dapat terisi oleh darah ataupun udara yang menyertai suatu trauma
toraks. Parenkim paru termasuk paru – parudan jalan nafas yang
berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi,
hematoma dan pneumokel. Mediastinum termasuk jantung,
aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan
esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab untuk fungsi vital
fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah untuk
metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan
darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat
dari cedera toraks (Sudoyo, 2009).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga
pada beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan
lokasi dari cedera, cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit
komorbid yang mendasari. Pasien – pasien trauma toraks cenderung
akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi respirasinya dan
secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung (Sudoyo,
2009).
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut Hudak,
(2009) yaitu :

a. Temponade jantung

1) Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan


menembus jantung
2) Gelisah
3) Pucat, keringan dingin Peninggian TVJ (9 Tekanan Vena
Jugularis)
4) Pekak jantung melebar
5) Bunyi jantung melemah
6) Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure
7) ECG terdapat low Voltage seluruh lead
8) Perikardiosentesis kuluar darah (FKUI:2005)

b. Hematothorax
1) Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
2) Gangguan pernapasan (FKUI:2005)

c. Pneumothoraks

1) Nyeri dada mendadak dan sesak napas


Trauma thoraks berkaitan dengan nyeri dada disebabkan oleh
cedera. Adapun nyeri dada sekarang adalah gejala yang sering
dilaporkan diantara pasien covid-19 yang menderita infeksi
ringan sekalipun. Nyeri dada disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan bagian atas.

2) Gagal pernapasan dengan sianosis


3) Kolaps sirkulasi
4) Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan
suara napas yang terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali
5) Pada auskultasi terdengar bunyi klik

6. Komplikasi

Trauma thoraks memiliki beberapa komplikasi seperti


pneumonia 20%, pneumotoraks 5%, hematothoraks 2%, empyema 2%,
dan kontusio pulmonum 20%. Dimana 50-60% pasien dengan kontusio
pulmonum yang berat akan menjadi ARDS. Walaupun angka kematian
ARDS menurun dalam decede terakhir, ARDS masih merupakan salah
satu komplikasi trauma toraks yang sangat serius dengan angka
kematian 20-43% (Nugroho, 2015).
a. Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma
toraks yangpaling sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul
dinding toraks,perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada
pembuluh darah pada kulit,subkutan, otot dan pembuluh darah
interkosta.
b. Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung
maupuntidak langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta
adalah nyeri, yang meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau
pada saat bergerak.
c. Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang
berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada
daerah kostokondral.
d. Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat
sering kalidisertai dengan fraktur kosta multipel.
e. Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks
yang palingumum terjadi.
f. Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura.
Pneumotoraks pada trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat
terjadinya kompresi dada tiba - tiba menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat menyebabkan rupture
alveolus..Gejala yang paling umum pada Pneumotoraks adalah
nyeri yang diikuti oleh dispneu.
7. Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda
dengan pasien trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A:
airway patency with care ofcervical spine, B: Breathing adequacy,
C: Circulatory support, D: Disabilityassessment, dan E: Exposure
without causing hypothermia (Nugroho, 2015).
Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara
keseluruhan harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk
mengidentifikasi dan menangani kondisi yang mengancam nyawa
dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension
Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif,
tamponade perikardial, dan flail chest yang besar (Nugroho, 2015).
Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan
indikasi utama untuk intubasi endotrakeal darurat.Resusitasi cairan
intravena merupakan terapiutama dalam menangani syok
hemorhagik.Manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal
yang sangat penting pada pasien trauma toraks. Ventilator harus
digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea
berat atau ancaman gagal napas (Hudak, 2011).
Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera
menjalani dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan
torakostomi tube. Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini
karena diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x -
ray hanya akan menunda pelaksanaan tindakan medis yang harus
segera dilakukan (Hudak, 2011).

B. Pelayanan Gawat Darurat Pada Pasien Kritis Dengan COVID-19


Skrining (penapisan) dan triase (pemilahan) pasien yang dicurigai
COVID-19 harus dilakukan pada kontak pertama pasien, baik di IGD
maupun rawat jalan. Skrining dapat menggunakan serangkaian kegiatan
seperti pemeriksaan suhu tubuh dengan thermal gun, pertanyaan sederhana
seperti ada demam atau riwayat demam, batuk, nyeri tenggorokan, hidung
tersumbat, sesak napas, keletihan, sakit kepala, nyeri otot, riwayat kontak
erat dengan pasien terkonfirmasi dan/atau riwayat perjalanan dalam 14
hari dari negawa atau wilayah transmisi lokal.
Deteksi dini manifestasi klinis akan dapat membantu menentukan
secara tepat penerapan tata laksana dan level penempatan pasien sesuai
kondisinya, pasien dengan gejala ringan, rawat inap tidak diperlukan
kecuali ada kekhawatiran akan mengalami perburukan yang cepat sesuai
dengan pertimbagan medis. Semua pasien yang pulang ke rumah harus
memeriksakan diri ke rumah sakit jika mengalmi perburukan. Pasien yang
berusia lanjut dan memiliki penyakit komorbid (seperti penyakit
kardiovaskuler dan diabetes) memiliki risiko lebih besar untuk mengalami
gejala yang lebih berat. Deteksi cepat COVID-19 diselenggarakan sesuai
manifestasi klinis dan sesuai definisi operasional surveilans COVID-19.
1. Proses Triase
Pelaksanaan triase dilaksanakan sebagai berikut :
a. Pisahkan jalan masuk pasien-pasien dengan gejala Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA)
b. Pertahankan jarak lebih dari satu meter antara petugas triase
dengan pasien dan keluarga pasien
c. Berikan masker bedah pada pasien (jika belum menggunakan)
d. Lakukan pre-tiase (skirining) COVID-19 dengan memeriksa gejala
dan faktor risiko
e. Pada pasien yang tidak terduga COVID-19, dilanjutkan dengan
triase yang biasa dilakukan di IGD
f. Pada pasien terduga atau terkonfirmasi COVID-19, periksa
kondisi pasien berdasarkan manifestasi klinis COVID-19 yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan atau WHO untuk
menentukan tingkat keparahan.
g. Tempatkan pasien terduga atau terkonfirmasi COVID-19 pada
ruangan tersendiri (ruang isolasi)
h. Pasien terduga dan pasien terkonfirmasi COVID-19 tidak boleh
digabung
2. Manajemen Pasien Kritis
a. Penentuan Indikasi Masuk
1) Saat pasien COVID-19, masuk RS dan atau pasien
membutuhkan ruang perawatan intensiif
2) Diskusikan dengan pasien, keluarga, kerabat terkait resiko,
manfaat dan hasil yang diharapkan sehingga mereka mampu
membuat keputusan terbaik mengenai program perawatannya
3) Libatkan tim perawatan kritis saat melakukan diskusi, jika
perlu
4) Libatkan anggota keluarga yang sudah dewasa dan memiliki
kapasitas saat mendiskusikan hal sensitive terkait
pengambilan keputusan Do Not Attempt Cardiopulmonary
Recuscitation (DNACPR)
5) Jika keluarga memutuskan dirawat di ruang perawatan biasa
dipastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan secara
optimal
b. Perawatan pasien Kritis secara Umum
Pasien dengan COVID-19 berat (Severe COVID-19) akan
mengalami ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Sesuai
dengan pedoman terkini penanganan ARDS yang dapat
diaplikasikan bagi pasien COVID-19 yaitu :
1) Terapi cairan intravena konservatif/tradisional
2) Pemberian antibiotik empiris untuk kemungkinan pneumonia
akibat bakteri
3) Pertimbangan pemasangan ventilator sesegera mungkin
4) Gunakan strategi lung protective ventilation
5) Posisikan pasien pronasi selama sokongan ventilator
6) Pertimbangan terapi extracorporeal membrane oxygenation
(ECMO)
c. Modifikasi Perawatan Pasien Kritis
1) Memasukkan pasien dengan dugaan COVID-19 kedalam
ruangan tersendiri jika memungkinkan
2) Gunakan masker surgical untuk pasien dengan gejala selama
melakukan assement dan transfer pasien
3) Jaga jarak aman kurang lebih 2 m dari pasien
4) Perhatian ketika menggunakan oksigen nasal tekanan tinggi
(high-flow nasal cannula (HFNC)) atau Non-Invasive
Ventilation (NIV) oleh karena resiko penyebaran aerosol dan
virus ke lingkungan sekitar pasien yang tanpa memakai masker
5) Petugas melakukan tindakan yang menyebabkan terjadinya
aerosol harus menggunakan alat pelindung diri (APD) untuk
mencegah airbone termasuk N95 dan proteksi mata
(google/face shield). Selain itu perlu juga menggunakan APD
lainnya seperti sarung tangan, gown, dan sepatu boot.
a) Intubasi endotracheal
b) Bronkhoskopi
c) Suction terbuka
d) Pemberian Nebulizer
e) Ventilasi manual sebelum intubasi
f) Memposisikan pronasi
g) Breathing circuit terlepas dari pasien
h) Ventilasi non-invasive tekanan positif
i) Trakheostomi
j) Resusitasi jantung paru
3. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pasien COVID-19
Pencegahan dan pengendalian infeksi di ICU terhadap pasien
COVID-19 dimulai dengan melakukan kewaspadaan standar, yang
terdiri dari mencuci tangan, menggunakan APD lengkap (airbone dan
kontak) seperti sarung tangan, masker N95, pelindung wajah, gown,
pelindung kepala, dan sepatu boot, melakukan praktek keselamatan
kerja, penggunaan antiseptic, penanganan peralatan dalam perawatan
pasien dan kebersihan lingkungan. Memberlakukan kebijakan untuk
menghindari penyebaran virus COVID-19 kepada pasien, staf dan
antar sesama pengunjung RS. Beberapa kebijakan yang dapat
dilakukan seperti :
a. Semua pasien yang dirawat tidak diperkenankan untuk dikunjungi
oleh keluarga, kecuali keluarga inti yang akan mendapatkan
edukasi
b. Untuk pasien yang dirawat di unit perawatan intensif, keluarga
hanya bisa mengunjungi dari luar ruangan dan tidak
diperkenankan untuk masuk
c. Seluruh pasien dan pengantar diwajibkan melalui tempat skrining
yang disediakan sebelum masuk area RS
d. Seluruh pasien dan keluarga diwajibkan menggunakan masker,
selalu menjaga kebersihan dan kesehatan diri dengan mencuci
tangan menggunakan sabun atau hand-sanitizer.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Pengkajian Primer
1) Airway
Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma
thorax.walaupun gejala kinis yang ada kadang tidak jelas,
sumbatan airway karena trauma laring merupakan cidera laring
yang mengancam nyawa. Trauma pada dada bagian atas, dapat
menyebabkan dislokasi ke area posterior atau fraktur dislokasi
dari sendi sternoclavicular. Penanganan trauma ini dapat
menyebabkan sumbatan airway atas. Trauma ini diketahui
apabila ada sumbatan napas atas (stridor), adanya tanda
perubahan kualitas suara dan trauma yang luas pada daerah
leher akan menyebabkan terabanya defek pada regio sendi
sternoclavikula. penanganan trauma ini paling baik dengan
reposisitertutup fraktur dan jika perlu dengan intubasi
endotracheal.
2) Breathing
Dada dan leher penderita harus terbuka selama
dilakukan penilaian breathing dan vena-vena leher. Pergerakan
pernapasan dan kualitas pernapasan pernapasan dinilai dengan
diobservasi, palpasi dan didengarkan. Gejala yang terpenting
dari trauma thorax adalah hipoksia termasuk peningkatan
frekuensi dan perubahan pada pola pernapasan, terutama
pernapasan yang dengan lambat memburuk. Sianosis adalah
gejala hipoksia yang lanjut pada penderita. Jenis trauma yang
mempengaruhi breathing harus dikenal dan diketahui selama
primary survey.

3) Circulation
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi
dan keteraturannya. Tekanan darah dan tekanan nadi harus
diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi
kulit untuk warna dan temperatur. Adnya tanda-tanda syok
dapat disebebkan oleh hematothorax masif maupun tension
pneumothorax. Penderita trauma thorax didaerah sternum yang
menunjukkan adanya disritmia harus dicurigai adanya trauma
miokard.

4) Open Pneumotoraks
Usaha pertama jika open pneumothorad adalah
menutup lubang pada dinding dada ini sehingga open
pneumothorax menjadi closed pneumothrax (tertutup). Prinsip
penutupan bersih. Harus segera ditambahkan bahwa apabila
selain lubang pada dinding dada, juga ada lubang pada paru,
maka usaha menutuo lubang ini secara total (occlusive
dressing) dapat mengkibatkan terjadinya tension
pneumothorax.
Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah :
(a) Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plaster
pada 3 sisinya, sedangkan pada sisi yang atas dibiarkan
terbuka (kasa harus dilapisi zalf/soffratule pada sisi
dalamnya supaya kedap udara).
(b) Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara
ini maka harus sering dievaluasi paru. Apabila ternyata
timbul pada tension pneumothorax maka kasa harus dibuka,
(c) Pada luka yang besar dapat dipakai plastik infus yang
digunting sesuai ukuran.
5) Tension Pneumothoraks
Penatalaksanaan tension pneumothoraks adalah dengan
dekompresi “needle thoracosintesis”, yakni menusuk dengan
jarum besar pada ruang intercostal 2 pada garis
midclavicularis. Terapi definitif dengan pemasangan selang
dada (chest tube) pada sela iga ke 5 diantara garis axillaris dan
misaxillaris.

6) Hemathoraks Masif
Jika klien mengalami hematothorax masif harus segera
dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan operatif.
Terapi awal yang harus dilakukan adalah penggantian volume
darah yang dilakukan bersama dengan dekompresi rongga
pleura dan kebutuhan thorakotomi diambil bila didapatkan
kehilangan darah awal lebih dari 1500 ml atau kehilangan
darah terus menerus 200 cc/jam dalam waktu 2-4 jam.

7) Flaiil Chest
Terapi awal meliputi pemberian oksigen yang adekuat,
pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri resusitasi cairan.
Sesak nafas berat akibat kerusakan perenkim paru mungkin
harus dilakukan ventilasi tambahan. Di rumah sakit akan
dipasang respirator apabila analisis gas darah menujukkan pO2
yang rendah atau pCO2 yang tinggi.
8) Tamponade Jantung
Pemasangan CVP dan USG abdomen dapat dilakukan
pada penderita temponade jantung tetapi tidak boleh
menghambat untuk dilakukannya resusitasi. Metode yang
cepat untuk menyelamatkan penderita ini adalah dilakukan
pericardiosintesis (penusukan rongga perikardium) dengan
jarum besar untuk mengeluarkan darah tersebut. Tindakan
definitif adalah dilakukan perikardiotomi yang dilakukan oleh
ahli bedah.
b) Pengkajian Sekunder

1) Aktivitas istirahat
Gejala : dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi
apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ;
DVJ.
3) Integritas Ego
Tanda : ketakutan atau gelisah
4) Makanan dan Cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
5) Nyeri/Ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau
regangan, tajam dan nyeri, menusuk- nusuk yang diperberat
oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan
abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
mengkerutkan wajah.
6) Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk
keganasan
7) Penyuluhan/pembelajaran
2. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan
b) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi
paru yang tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi
c) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat
nyeri dan keletihan
d) Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma
jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
e) Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan
perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler
f) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik
terpasang bullow drainage
3. Intervensi Keperawatan

a) Diagnosa : Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan


Hipoksia, tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat


mempertahankan perfusi jaringan dengan,
Kriteria hasil :
1) Tanda-tanda vital dalam batas normal
2) Kesadaran meningkat
3) Menunjukkan perfusi adekuat
Intervensi :
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab
penurunan perfusi jaringan.
Rasional : Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi,
mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk
menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan
2) Monitor GCS dan mencatatnya
Rasional : Menganalisa tingkat kesadaran
3) Monitor keadaan umum pasien.
Rasional : Memberikan informasi tentang
derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menentukan keb. intervensi.
4) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
5) Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium.
Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai
indikasi

Rasional : Mengidentifikasi defiensi dan kebutuhan


pengobatan/respon terhadap terapi

b) Diagnosa : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan


dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena trauma,
hipoventilasi.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat
mempertahankan jalan nafas pasien dengan
Kriteria Hasil :
1) Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru
2) Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif
3) Adaptive mengatasi faktor-faktor
Intervensi :
1) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian
kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien
untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit
2) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan,
dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda
vital dapat terjadi sebgai akibat stress fisiologi dan nyeri atau
dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan
hipoksia
3) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk
menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
4) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri
dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi
hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
5) Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 –
2 jam
Rasional : Mempertahankan tekanan negative intrapleural
sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru
optimum/drainase cairan.

c) Diagnosa : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan


dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder
akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama
diharapkan jalan nafas pasien normal, dengan
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan batuk yang efektif.
2) Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan
3) Klien tampak nyaman.
Intervensi :
1) Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan
mengapa terdapat penumpukan sekret di saluran Pernapasan.
Rasional : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
2) Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Rasional : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan
tidak efektif, menyebabkan frustasi

3) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.


Rasional : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan
upaya batuk klien.
4) Dorong atau berikanperawatan mulut yang baik setelah batuk
Rasional : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa
kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Pemberian antibiotika
atau expectorant. Rasional : Expextorant untuk memudahkan
mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien
atas pengembangan parunya
d) Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan
nyeri berkurang
Kriteria hasil :
1) Nyeri berkurang/ dapat diatasi
2) Dapat mengindentifikasia aktivitas yang meningkatkan/
menurunkan nyeri
3) Pasien tidak gelisah.
Intervensi :

1) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri


nonfarmakologi dan non invasive

Rasional : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan


nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri

2) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan


berikan posisi yang nyaman : misal waktu tidur, belakangnya
dipasang bantal kecil

Rasional : istirahat dan merelaksasi semua jaringan sehingga


akan meningkatkan kenyamanan
3) Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung

Rasional: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu


mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik -Analgetik
memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang

4) Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik

Rasional: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri


akan berkurang

5) Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit


setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji
efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1 - 2 hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat
data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi
dan melakukan intervensi yang tepat
e) Diagnosa : Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan
dengan perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama
diharapkan klien tidak mengalami syok hipovolemik, dengan
Kriteria hasil :
Tanda Vital dalam batas normal (N: 120-60 x/menit, S : 36-3oC,
RR : 20x/menit)
Intervensi :
1) Monitor keadaan umum pasien

Rasional: Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan


terutama saat terjadi perdarahan. Perawat segera mengetahui
tanda-tanda presyok / syok
2) Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional: Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk
memastikan tidak terjadi presyok / syok
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan
segera laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional: Dengan melibatkan pasien dan keluarga maka
tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan
yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
4) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasioinal : cairan intravena diperlukan untuk mengatasi
kehilangan cairan tubuh secara hebat
5) Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasional : untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih
lanjut
f) Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan
dapat mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
Kriteria hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
2) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi :
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka

Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka


mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan
luka

Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan


mempermudah intervensi

3) Pantau peningkatan suhu tubuh

Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan


sebagai adanya proses peradangan

4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka


dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas
Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat
penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi
5) Kolaborasi tindakan lanjutan sepertimelakukandebridemen

Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi


tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Latar Belakang

Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya


benturan baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax,
yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax.
Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan
gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax
seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi
patologis traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax,
Tamponade Jantung, dan sebagainya.

B. Saran

Dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya dengan


gangguan sistem pernafasan trauma toraks hendaknya mengetahui
terlebih dahulu gambaran keadaan pasien dan rencana asuhan
keperawatan yang tepat untuk penanganan yang lebih.
DAFTAR PUSTAKA

Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi
VIII Jakarta: EGC
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatan gawat
darurat. Padang : Medical book
Shamsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8 Volume 1. EGC. Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan intervensi
NIC dan Kriteria hasil NOC . Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai