Anda di halaman 1dari 27

KEGAWATDARURATAN PENCERNAAN:

TRAUMA ABDOMEN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan
Manajemen Bencana
Dosen pengampu : Bangun Wijonarko,S.ST, MT.Kep.

Disusun Oleh : Kelompok 1


Abdul Rahman Alivandra P27901121051
Ahlam Madaniyah P27901121052
Alifia Framudyta P27901121053
Alya Destika Fitri P27901121054
Ana Dea Oktavia P27901121055
Anicah Sovianti P27901121056
Anisa Iswara P27901121057
Annis Qurrotu Ain P27901121058
Dalistia Syahden Arifanti P27901121059
Dewi Shifa Fatihah P27901121060

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh dosen mata kuliah
keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana yang berjudul
“Kegawatdaruratan Pencernaan: Trauma Abdomen”.

Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik atas bantuan dan dukungan
dari semua pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah ikut serta dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 20 Juli 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian dari Trauma Abdomen...........................................................3
B. Klasifikasi dari Trauma Abdomen............................................................3
C. Etiologi dari Trauma Abdomen.................................................................7
D. Patofisiologi dan Pathway dari Trauma Abdomen.................................8
E. Manifestasi Klinis dari Trauma Abdomen...............................................9
F. Pemeriksaan Penunjang dari Trauma Abdomen..................................11
G. Komplikasi Trauma Abdomen...................................................................7
H. Penatalaksanaan Trauma Abdomen........................................................16
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
A. Simpulan....................................................................................................16
B. Saran..........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma abdomen merupakan penyebab yang cukup signifikan bagi
angka kesakitan dan kematian. Salah satu organ kita yang paling sering
mengalami cedera pada suatu trauma tumpul pada daerah perut atau toraks
kiri bagian bawah adalah lien. Penyebab utamanya adalah cedera langsung
atau tidak langsung yang menyebabkan laserasi kapsul lien dan avulsi pedikel
lien sebagian atau menyeluruh. Pada trauma lien yang perlu diperhatikan
adalah adanya tandatanda perdarahan yang memperlihatkan keadaan
hipotensi, syok hipovolemik, dan nyeri abdomen pada kuadran atas kiri dan
nyeri pada bahu kiri karena iritasi diafragma. (Sander, 2013).

Sepuluh persen dari kematian di seluruh dunia disebabkan oleh trauma.


Diperkirakan bahwa pada tahun 2020, 8,4 juta orang akan meninggal setiap
tahun karena trauma, dan trauma akibat kecelakaan lalu lintas jalan akan
menjadi peringkat ketiga yang menyebabkan kecacatan di seluruh dunia dan
peringkat kedua di negara berkembang. Di Indonesia tahun 2011 jumlah
kecelakaan lalu lintas sebanyak 108.696 dengan korban meninggal sebanyak
31.195 jiwa. Trauma abdomen menduduki peringkat ketiga dari seluruh
kejadian trauma dan sekitar 25% dari kasus memerlukan tindakan operasi.
Trauma abdomen diklasifikasikan menjadi trauma tumpul dan trauma tembus.
Trauma tembus abdomen biasanya dapat didiagnosis dengan mudah dan
andal, sedangkan trauma tumpul abdomen sering terlewat karena tanda-tanda
klinis yang kurang jelas. Keadaan mortalitas pada pasien trauma dikenal
dengan lethal triad of death yang terdiri dari hipotermia, koagulopati dan
asidosis metabolik.

1
Trauma adalah keadaan kondisi yang disebabkan oleh perlukaan atau
cedera yang bersifat menyeluruh, yang menyebabkan berkurangnya atau
hilangnya aktifitas seseorang. Menurut WHO trauma merupakan masalah
kesehatan yang semakin tinggi di seluruh dunia, dimana kejadianya terdapat
1.600 meninggal akibat luka-luka(Ginting, Sitohang and Simanjuntak, 2017,
p. 10). Kejadian trauma abdmen seharusnya dapat dicegah dengan baik
namun adanya faktor yang sering terlewatkan seperti adanya intoksikasi
maupun sering terjadi trauma capitis.

Rongga perut atau biasa disebut dengan abdomen merupkan rongga


pada tubuh yang letaknya diantara dada dan panggul. Abdomen merupakan
rongga tempat bagi organ pencernaan, seperti lambung, usus, hati, pankreas.
Didalam abdomen juga terdapat sistem perkemihan yaitu ginjal. Jika terjadi
cidera pada abdomen dengan berbagai keparahanya, kondisi tersebut disebut
sebagai trauma abdomenTrauma abdomen adalah keadaan atau kondisi
dimana perut atau abdomen mengalami cidera yang disebabkan oleh benda
tumpul atau tajam yang mengakibatkan gangguan pada organ dalam (Brunner
and Suddarth, 2015; GintingSitohang and Simanjuntak, 2017p11).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dari trauma abdomen ?
2. Bagaimana klasifikasi dari trauma abdomen?
3. Bagaimana etiologi dari trauma abdomen?
4. Bagaimana patofisiologi dari trauma abdomen?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari trauma abdomen?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari trauma abdomen?
7. Bagaimana komplikasi trauma abdomen?
8. Apa saja penatalaksanaan trauma abdomen?

2
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini agar Mahasiswa/i atau pembaca mampu
memahami tentang :
1. Memahami pengertian dari trauma abdomen.
2. Memahami klasifikasi dari trauma abdomen.
3. Memahami etiologi dari trauma abdomen.
4. Memahami patofisiologi dari trauma abdomen.
5. Memahami manifestasi klinis trauma abdomen.
6. Memahami pemeriksaan penunjang dari trauma abdomen.
7. Memahami komplikasi trauma abdomen.
8. Memahami penatalaksanaan trauma abdomen.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Trauma Abdomen


Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara torak
dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding abdomen yang terbentuk
dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium.. Trauma merupakan cedera
pada abdomen yang dapat disebabkan oleh benda tajam atau tumpul (Widjaya,
2019).
Trauma abdomen adalah benturan atau robekan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera pada isi rongga abdomen terutama organ, yaitu
hati, ginjal, pankreas dan limfa atau rongga beruang, yaitu lambung, usus halus, usus
besar pembulu darah abdominal dan mengakibatkan ruptur abdomen. Trauma
abdomen ini didefiniskan sebagai kerusakan struktur yang teletak diantara rongga
toraks dan pelvis yang disebabkan oleh trauma tumpul maupun tembus atau robekan
(Brunner and Suddarth, 2015; Widjaya, 2019).
Menurut (Nugroho, dkk. 2016). Trauma abdomen adalah pukulan/ benturan
langsung pada rongga abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan tindasan pada
isi rongga abdomen, terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau
berongga (lambung, usus halus, usus besar, pembuluh-pembuluh abdominal) dan
mengakibatkan rupture abdomen. Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan
pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolism, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma secara umum didefinisikan sebagai kecederaan yang tidak disengaja,
kasus pembunuhan, dan kasus bunuh diri. (Tim Bantuan Medis Panacea, 2014).
Trauma adalah cedera fisik dan psiskis, kekerasan yang mengakibatkan cedera
(Sjamsuhidayat, 1997 dalam Musliha, 2010).

4
B. Klasifikasi Trauma Abdomen
Menurut (kurniati, 2018).
1. Trauma Tumpul
Blunt abdomenial trauma (BAT) atau trauma tumpul abdomen terjadi
ketika terdapat energi yang mengenai dinding abdomen tidak
menyebabkan luka terbuka, biasanya di sebabkan tabrakan kendaraan
bermotor, olahraga, jatuh, dan penganiayaan fisik.
a. Bagian viseral dan struktur lain abdomen terkena injuri akibat
hantaman langsung, kompresi, atau deselerasi.
b. Cedera kompresi terjadi akibat hantaman secara langsung pada objek
yang tatap (sabuk pengaman, roda setir, atau tulang belakang).
c. Gaya deselerasi antara objek yang relatif diam dan objek bebas
menyebabkan cedera berupa pergeseran atau perobekan, bagian dari
jaringan terus bergerak ke depan sementara yang bagian yang lain
tetap diam.
d. Organ solid-saling sering lien, hati, ginjal kemungkinan mengalami
ruptur sebagai akibat dari trauma tumpul.
e. Walaupun sabuk pengaman menyelamtkan kehidupan, sabuk
pengaman juga dapat sebagai penyebab terjadinya injuri, meliputi
ruptur viseral, kompresi organ, fraktur, dan robekan viseral abdomen.

5
f. Penempatan sabuk pengaman diatas tulang pelvis dapat menyebabkan
jeratan pada jaringan di bawahnya melawan tulang belakang dan
menyebabkan pergeseran dan cedera kompresi.
2. Trauma Penetrasi
Trauma penetrasi terjadi ketika suatu objek seperti peluru, pisau, atau
fragmen proyektil-menembus dinding abdomen, masuk pada vacum
abdomen.
a. Luka tikam paling umum menyebabkan injuri intestinal, tetapi banyak
diantaranya tidak menembus cavum peritoneal. Dengan demikian
trauma ini berhubungan dengan angka mortalitas yang rendah dan
mungkin tidak memerlukan pembedahan.
b. Disisi lain, 96% sampai 98% luka tembak pada abdomen secara
signifikan menyebabkan kerusakan organ intra-abdomenial dan
pembuluh darah, memerlukan intervensi pembedahan darurat.

C. Etiologi Trauma Abdomen


Penyebab terjadinya trauma abdomen ini dibedakan berdasarkan
klasifikasinya, pada trauma tumpul dikarenakan benturan biasanya akibat dari
kecelakaan bermotor, kecepatan deselerasi yang tidak terkontrol,
menumpukan kekuatan yang menyebabkan trauma pada abdomen. Trauma
tembus abdomen umumnya disebabkan oleh luka tembak yang berakibat
merusak organ dalam klien. Selain luka tembak trauma tembus abdomen juga
dapat disebabkan oleh luka tusuk (Widjaya, 2019p. 92).
Menurut (Musliha,2010).
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan.
b. Luka akibat tikaman benda tajam.
c. Luka akibat tusukan.
2. Penyebab trauma non-penetrasi

6
a. Terkena kompresi atau tekenan dari luar tubuh.
b. Hancur (tertabrak mobil).
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut.
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olahraga.

D. Patofisiologi Dan Pathway Trauma Abdomen


Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian, maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara
faktor-faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma
yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk)
untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan
pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal
ini juga karakteristik dari permukaan yang menghenti kan tubuh juga penting.
Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan vasokontriksi jaringan tubuh
Toleransi tubuh terhadap benturan bergantung pada hal tersebut. Hal tersebut
dapat terjadi cidera organ itu teradap peabdominal yang disebabkan beberapa
mekanisme (Widjaya, 2019):
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak da hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakbatan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thorals.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapeat menyebabkan
gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.

7
E. Manifestasi Klinis Trauma Abdomen
Menurut Nugroho, Putri, & Putri (2016) manifestasi klinis trauma
abdomen dibagi menjadi dua yaitu trauma penetrasi dan non penetrasi.
Pada trauma penetrasi terdapat:
1. Terdapat luka robekan pada abdomen.
2. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
3. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan atau
memperparah keadaan.
4. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen

8
Pada trauma non penetrasi terdapat:

1. Jejas atau ruptur dibagian dalam abdomen.


2. Terjadi perdarahan intra abdominal.
3. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi
usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan
gejala mual, muntah, dan bab hitam (melena).
4. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa waktu setelah
trauma.
5. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen.

Tanda gejala pada trauma abdomen dibagi berdasarkan klasifikasinya yaitu


(Widjaya, 2019, pp. 193-194):

1. Truama tembus manifestasi klinis yang muncul adalah hilangnya seluruh


atau sebagian fungsi organ respon stres simpatis, perdarahan dan
pembekuan darah, kontaminasi bakteri dan kematian sel. Jika pada
abdomen mengalami luka tusukan hal ini akan mengakibatkan abdomen
rentan mengalami trauma penetrasi Secara umum organ padat akan
merespon terjadinya trauma dengan perdarahan dan pada organ yang
berongga akan pecah dan mengeluarkan isinya kedalam organ parineal
dan dapat menyebabkan infeksi.
2. Trauma tumpul, manifestasi klinis yang muncul adalah kehilangan darah
memar/jejas pada dinding perut kerusakan organ-organ, nyeri tekan,
nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan dinding perut, iritasi cairan usus,
leserasi, ekimosis, hipotensi, tidak adanya bising usus, hemoperitoeum,
mual dan muntah, adanya bunyi "bruit" tanda auskultasi abnormalnyeri
dan perdarahan.

9
F. Pemeriksaan Penunjang Trauma Abdomen
Menurut Salomone & Salomone (2011), pemeriksaan laboratorium
yang direkomendasikan untuk korban trauma biasanya termasuk
glukosascrum, darah lengkap, kimia serum, amylase serum, urinalisis,
pembekuan darah, golongan darah, arterial blood gas (ABG), ethanol darah,
dan tes kehamilan (untuk wanita usia produktif).
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Hasil yang normal untuk kadar hemoglobin dan hematokrit tidak
bisa dijadikan acuan bahan tidak terjadi perdarahan pasien pendarahan
mengeluarkan darah lengkap hingga volume darah tergantikan dengan
cairan kristaloid atau efek hormonal (seperti adrenocorticotropic
hormone ACTH), aldosteron, antidiuretic hormone ACTH dan muncul
pengisian ulang transkapiler, anemia masih dapat meningkat. Jangan
menahan pemberian transfusi pada pasien dengan kadar hematokrit yang
relatif normal (>30%) tapi memiliki bukti klinis syok, cidera berat
(seperti fraktur pelvis terbuka), atau kehilangan darah yang signifikan.
Pemberian transfusi trombosit pada pasien dengan trombositopenia berat
(Jumlah trombosit <50,000/ml dan terjadi perdarahan. Beberapa
penelitian menunjukkan hubungan antara rendahnya kadar hematokrit
(>30%) dengan cidera berat. Peningkatan sel darah putih tidak spesifik
dan tidak dapat menunjukkan adanya cidera organ berongga.
b. Kimia serum
Banyak korban trauma kecelakaan lebih muda dari 10 tahun dan
jarang menggunakan obat-obatan yang mempengaruhi elektrolit (seperti
diuretik. pengganti potassium). Jika pengukuran gas darah tidak
dilakukan, kimia serum dapat digunakan untuk mengukur scrum glukosa
dan level karbon dioksida. Pemeriksaan cepat glukosa darah
denganmenggunakan alat stik pengukur penting pada pasien dengan
perubahanstatus mental.

10
c. Tes fungsi hati
Tes fungsi hati pada pasien dengan trauma tumpul abdomen
penting dilakukan, namun temuan peningkatan hasil bisa dipengaruhi
oleh beberapa alasan (contohnya penggunaan alkohol). Sebuah penelitian
menunjukkan bahkan kadar aspartate aminotransferase (AST) atau
alanincaminotransferase (AST) meningkat lebih dari 130 U pada
koresponden dengan cedera hepar yang signifikan. Kadar lactate
Dehydrogenase (LD) dan bilirubin tidak spesifik menjadi indikator
trauma hepar.
d. Pengukuran Amilase
Penentuan amylase awal pada beberapa penelitian menunjukkan
tidak sensitif dan tidak spesifik untuk cidera pankreas. Namun,
peningkatan abnormal kadar amylase 3-6 jam setelah trauma memiliki
keakuratan yang cukup besar. Meskipun beberapa cedera pankreas dapat
terlewat dengan pemeriksaan CT scan segera setelah trauma. semua
dapat teridentifikasi jika scan diulang 36-48 j'am. Peningkatan amylase
atau lipase dapat terjadi akibat iskemik pancreas akibat hipotensi sistemik
yang menyertai syok.
e. Urinalisis
Indikasi untuk urinalisis termasuk trauma signifikan pada abdomen
dan atau panggul, gross hematuria, mikroskopik hematuria dengan
hipotensi, dan mekanisme deselerasi yang signifikan. Gross hematuri
merupakan indikasi untuk dilakukannya cystografi dan IVP atau CT scan
abdomen dengan kontras.
f. Penilaian gas darah arteri (ABG) Kadar (ABG) dapat menjadi informasi
penting pada pasien dengan trauma mayor.
Informasi penting sekitar oksigenasi (PO2, SaO2) dan ventilasi
(PC02) dapat digunakan untuk menilai pasien dengan kecurigaan asidosis
metabolic hasil dari asidosis laktat yang menyertai syok. Defisit kadar
basa sedang (>-5 mEq) merupakan indikasi untuk resusitasi dan
penentuan etiologi. Usaha untuk meningkatkan pengantaran oksigen

11
sistemik dengan memastikan Sa02 yang adekuat (>90%) dan pemberian
volume cairan resusitasi dengan cairan kristaloid, dan jika diindikasikan,
dengan darah.
g. Skrining obat dan alcohol Pemeriksaan skrining obat dan alkohol pada
pasien trauma dengan perubahan tingkat kesadaran. Nafas dan tes darah
dapat mengindentifikasi tingkat penggunaan alkohol.

G. Komplikasi Trauma Abdomen


Komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen adalah peritonitis hal
ini dikarenakan adanya ruptur yang terdapat pada organ intra-abdomen.
Terjadinya suatu hubungan ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ
intra- abdomen (lambungduodenum, intestinum, esophagus, colonrectum,
kandung empeduapendiks, dan saluran kemih) yang dapat disebabkan karena
traumadarah, benda asing, pancreatitis, PID dan obstruksi dari usus dapat
mengakibatkan kondisi serius dari suatu kejadian peritonitis. Peritoneum
yang meradang merupakan komplikasi paling berbahaya akibat penyebaran
infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis) rupture
saluran vernaatau luka tembus abdomen yang paling sering ditemukan. Pada
kasus rupture apendiks yang didalamnya terdapat organisme yang hidup di
kolon merupakan organism yang aling sering menginfeksi. Sedangkan
streptokokus dan stafilokokus sering masuk dari luar. Ada trauma tajam atau
trauma tembus seperti ada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu dicari
tanda-tanda peritonitis karena jika ditemukan kasus tersebut langsung
diindikasikan untuk segera diberikan bedah yaitu laparotomi eksplorasi. Beda
hal nya dengan trauma tumpul abdomen yang seringkali diperlukan observasi
dan pemeriksaan berulang karena tanda peritonitis biasanya timbul secara
perlahan-lahan Molmenti et al2004).

12
H. Penatalaksanaan Trauma Abdomen
Menurut Musliha (2010). Penilaian awal yang dilakukan adalah ABC jika ada
indikasi, jika korban tidak berespon. maka segera buka dan bersihkan.
1. Primary Survey
a. Airway
Membuka jalan nafas menggunakan teknik head tilt chin lift atau
mengadakan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda
asing yang mengakibatkan tertutupnya jalan nafas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Memeriksa pernapasan dengan cara lihat, dengar, rasakan'.
selanjutnya pemeriksaan status respirasi klien. Control jalan nafas
pada penderita trauma abdomen yang airway terganggu karena
faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada gangguan
kesadaran, dicapai dengan intubasi endotrakeal. Setiap penderita
trauma diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya diberikan
dengan face mask. Pemakaian pulse oximetry baik untuk menilai
saturasi oksigen yang adekuat.
c. Circulation
Jika pernafasan pasien cepat dan tidak adekuat, maka berikan
bantuan pernafasan. Resusitasi pasien dengan trauma abdomen
penetrasi dimulai segera setelah tiba. Cairan harus diberikan dengan
cepat, NaCl atau Ringer Laktat dapat digunakan untuk resusitasi
kristaloid.
d. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang
dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.

13
e. Exposure
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara
menggunting untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan
lengkap dan visualisasi head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien
dengan trauma abdomen penetrasi.
2. Secondary Survey
a. Pemeriksaan kepala
1. Kelainan kulit kepala dan bola mata
2. Telinga bagian luar dan membrane timpani
3. Cedera jaringan lunak periorbital
b. Pemeriksaan leher
1. Luka tembus leher
2. Enfisima subkutan
3. Deviasi trachea
4. Vena leher yang mengembang
c. Pemeriksaan neurologis
1. Penilaian fungsi otak dengan GCS.
2. Penilaian fungsi medulla spinalis dengan aktivitas motoric.
3. Penilaian rasa raba/sensasi dan reflex.
d. Pemeriksaan dada
1. Clavicular dan semua tulang iga.
2. Suara napas dan jantung.
3. Pemantauan ECG.
e. Pemeriksaan rongga perut
1. Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah.
2. Pasangkan pipa nasogastric pada pasien trauma tumpul
abdomen kecuali bila ada trauma wajah.
3. Periksa dubur.

14
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep asuhan keperawatan


Menurut krisanty, (2009) pengkajiandan diagnose secara teoritis yaitu:
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan data dari berbagai sumber baik secara
langsung dari pasien (Obyektif/Subyektif) Dan dari keluarga pasien
(wawancara & observasi) maupun tidak langsung dari dengan pasien
(rekam medik, buku status pasien dan cacatan laboratorium). Dalam studi
kasus ini, peneliti menggunakan format pengkajian kepearawatan.
1) Pengkajian primer
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di
lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan
jalan napas.
a) Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas
menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau menengadahkan
kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang
dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan,
darah atau benda asing lainnya.
b) Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan
dengan menggunakan cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari
10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak,
selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).

15
c) Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan
korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, makabantuan napas
dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan
resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan
napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali
bantuan napas.
2) Pengkajian skunder
Pengkajian fisik
a) Inspeksi
Harus teliti, meteorismus, darm contour, darm steifung, adanya
tumor, dilatasi vena, benjolan di tempat terjadi hernia, dll
Sikap penderita pada peritonitis : fleksi artic. coxae dan genue
sehingga melemaskan dinding perut dan rasa sakit
b) Palpasi
Diperhatikan adanya distensi perut, defans muskuler, sakit tekan
titik McBurney, iliopsoas sign, obturator sign, rovsing sign,
rebound tenderness.
Rectal toucher : untuk menduga kausa ileus mekanik, invaginasi,
tumor, appendikuler infiltrate.
Pemeriksaan vaginal
c) Perkusi
Penting untuk menilai adanya massa atau cairan intra abdominal
d) Auskultasi
Harus sabar dan teliti
Borboryghmi, metalic sound pada ileus mekanik
Silent abdomen pada peritonitis / ileus paralitik.
3) Pengkajian pada trauma abdomen
i. Trauma Tembus abdomen
a) Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan
tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).

16
b) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera
tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
c) Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar
sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus
adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda
iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi
pembedahan kedalam rongga abdomen).
d) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan
melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas,
penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
e) Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-
abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
f) Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
ii. Trauma tumpul abdomen
a) Metode cedera.
b) Waktu awitan gejala.
c) Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering
menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan
digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
d) Waktu makan atau minum terakhir.
e) Kecenderungan perdarahan.
f) Penyakit danmedikasi terbaru.
g) Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
h) Alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh
pasienuntuk mendeteksi masalah yang mengancam
kehidupan.

17
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kekurangan integritas kulit berhubungan dengan trauma tumpul
abdomen
2) Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka
penetrasi abdomen.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
5) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang
kurang.
3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Keperawatan Hasil Keperawatan
1. Kekurangan Setelah dilakukan 1. Kaji kulit dan - Untuk mengetahui
integritas kulit tindakan identifikasi tahap sejauh mana
berhubungan keperawatan selama perkembangan luka perkembangan luka
dengan trauma 3x24 jam 2. Kaji lokasi, ukuran, mempermudah
tumpul abdomen diharapkan warna, bau, serta dalam melakukan
penyembuhan luka jumlah cairan dan tindakan yang tepat
membaik dengan luka - Untuk
kriteria hasil: 3. Pantau peningkatan mengindentifikasi
- Tidak tanda- suhu tubuh tingkat keparahan
tanda infeksi 4. Berikan perawatan luka
seperti pus luka dengan - Suhu tubuh yang
- Luka bersih antiseptic, balut luka meningkat dapat
tidak lembab dengan kasa kering diindentifikasikan
dan tidak kotor dan steril sebagai adanya
- Tanda-tanda 5. Kolaborasi proses peradangan
vital dalam pemberian antibiotik - Teknik antiseptik

18
batas normal sesuai indikasi membantu
mempercepat
penyembuhan luka
dan mencegah
terjadinya infeksi
- Antibiotik berguna
untuk mematikan
mikroorganisme
pathogen pada
daerah yang berisiko
terjadi infeksi
2 Nyeri Setelah dilakukan 1. Kaji nyeri secara - Pengawasan
berhubungan tindakan komprehensif keefektifan
dengan adanya keperawatan selama meliputi lokasi, intervensi
trauma abdomen 2x10 menit karakteristik , - Petunjuk non
atau luka penetrasi diharapkan nyeri durasi, frekuensi, verbal dari nyeri
abdomen yang dialami pasien qualitas, intesitas atau
membaik dengan nyeri, dan faktor ketidaknyamanan
kriteria hasil: presipitasi memerlukan
- Pasien 2. Evaluasi intervensi
melaporkan peningkatan - Tindakan
nyeri berkurang iritabilitas, tegangan alternative untuk
- Pasien tampak otot, gelisah, mengontrol nyeri
rileks perubahan TTV - Memfokuskan
- 3. Berikan tindakan kembali perhatian
- TTV dalam kenyamanan - Menurunkan
batas normal 4. Ajarkan stimulus nyeri
(TD 110-90/70- menggunaka teknik - Dibutuhkan untuk
90 mmHg, nadi non farmakologis menhilangkan
60-100 x/menit, 5. Berikan nyeri
RR : 16-24 lingkungan yang -

19
x/menit, suhu nyaman
6. Kolaborasi berikan
36, 5 –37, 50 C)
obat sesuai indikasi
- Pasien dapat
menggunakan
teknik non-
analgetik untuk
menangani
nyeri
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda- - Mengidentifikasi
berhubungan tindakan tanda vital. tanda-tanda
dengan tindakan keperawatan selama 2. Lakukan peradangan terutama
pembedahan, tidak 3 jam diharap perawatan luka bila suhu tubuh
adekuatnya infeksi tidak terjadi. dengan teknik meningkat.
pertahanan tubuh Kriteria hasil : aseptik. - Mengendalikan
- Tidak ada 3. Lakukan penyebaran
tanda- tanda perawatan mikroorganisme
infeksi terhadap prosedur patogen.
seperti pus. invasif seperti
- Untuk mengurangi
- Luka bersih infus, kateter,
risiko infeksi
drainase luka, dll.
tidak lembab nosokomial.
Jika ditemukan
dan tidak - Penurunan Hb dan
tanda infeksi
kotor. peningkatan jumlah
4. Kolaborasi untuk
- Tanda-tanda leukosit dari normal
pemeriksaan
vital dalam bisa terjadi akibat
darah, seperti Hb
batas normal terjadinya proses
dan leukosit.
atau dapat infeksi.
5. Kolaborasi untuk
ditoleransi. - antibiotik mencegah
pemberian
antibiotik. perkembangan
mikroorganisme
patogen.

20
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Di dalam kegiatannya terdapat
pengumpulan data yang berkelanjutan dalam melakukan observasi pada
pasien sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah suatu penilaian dengan membandingkan
perubahan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
dibuat. Dalam studi kasus ini akan melakukan evaluasi terhadap data status
pasien dan keluhan pasien atau dari keluarga pasien sebagai indicator
pencapaian asuhan keperawatan yang diberikan berdasarkan kriteria hasil
yang ditetapkan.

BAB IV

PENUTUPAN

A. Simpulan
Trauma abdomen adalah benturan atau robekan langsung pada rongga
abdomen yang mengakibatkan cidera pada isi rongga abdomen, terutama
organ pada, yaitu hati, ginjal, pankreas dan limfa atau rongga beruang, yaitu
lambung, usus halus, usus besar pembulu darah abdominal dan
mengakibatkan ruptur abdomen. Kejadian trauma abdmen seharusnya dapat

21
dicegah dengan baik namun adanya faktor yang sering terlewatkan seperti
adanya intoksikasi maupun sering terjadi trauma capitis.
Dalam penulisan makalah ini, dilihat dari beberapa definisi diatas
penulis dapat menyimpulkan bahwa trauma abdomen dapat disebabkan oleh
berbagai faktor seperti yang tertera di bagian etiologi makalah ini. Trauma
abdomen yang disebabkan benda tumpul biasanya lebih banyak menyebabkan
kerusakan pada organ-organ padat maupun organ-organ berongga abdomen
dibandingkan dengan trauma abdomen yang disebabkan oleh benda tajam.
B. Saran
Saran Penulis sadar makalah ini jauh dari kata sempuma, jadi pembaca
bisa memvalidasi dengan referensi yang tersedia untuk mendapatkan teori
yang lebih baik Kritik dan saran penulis diharapkan demi perbaikan makalah
tentang trauma abdoment ini.
Dengan makalah ini diharapkan semoga bermanfaat bagi tenaga kesehatan
dapat mengerti dan memahami serta menambah wawasan tentang Asushan
Kepererawatan pada pasien dengan trauma abdomen dan bagaimana
mengaplikasikanya.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Ginting, EB., Sitohang R. and Simanjuntak, S. (2017). Gambaran Trauma


Abdomen yang Dirawat Inap di RSUD dr Pringadi Medan Tahun
2012-2015', Kesehatan Methodist, 10 (1)

Krisanty Paula, dkk, 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Cetakan


pertama, Jakarta, Trans Info Media.

22
Kurniati, A., Trisyani, Y., & Theresia, S. I. (2018). Keperawatan Gawat Darurat
dan Bencana Sheehy. Singapore: Elsevier.

Liani, I and Putra, FIE. (2019). Modalitas Diagnostik Pada Kasus


Kegawatdaruratan Trauma Tumpul Abdomen, Jurnal Gawat
Darurat, 1(2), pp 57-64.

Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI: Media


Aesculapius.

Musliha. (2010). Keperawatan gawat darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nugroho, T, Putri, B. T. & Putri, D.K (2016). Teori asuhan keperawatan gawat
darurat. Yogyakarta:Nuha Medika.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi


dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi


dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) I ed.), Jakarta: DPP PPNI

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Salomone A. J., Salomone, J. P. 2011. Emergency medicine: abdominal blunt


trauma. http://emedicine.medscape.com/article/433404-print.
Diakses pada 20 Juli 2023.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/2377
/3216

Sander, MA. (2013). KASUS SERIAL RUPTUR LIEN AKIBAT TRAUMA


ABDOMEN':, pp 18-28.

Sander, Mochamad Aleq. (2013). Kasus Serial Ruptur Lien Akibat Trauma
Abdomen, Bagaimana Pendekatan Diagnosis Dan

23
Penatalaksanaannaya, Jurnal Keperawatan, Issn 2086-3071. Vol. 4.
No, 1 di akses pada tanggal 20 Juli 2023.

Sjamsuhidayat. 1997. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC.

Valentina B. M. Lumbantobing1, A. A. (2015). Pengaruh Stimulasi Sensori


Terhadap Nilai Glaslow Coma Scale Pada Pasien Cedera Kepala
Di Ruang Neurosurgical Critical Care Unit Rsup Dr. Hasan
Sadikin Bandung Ilmu Keperawatan, 106-107.

Widjaya. (2019). Kegawatdaruratan Dasar. Yogyakarta: Trans Media

24

Anda mungkin juga menyukai