Anda di halaman 1dari 8

Nama : EVATASARI

NIM : P27901121063
Mata kuliah : Keperawatan Medical Bedah (KMB)
Nama Dosen : Kusniawati, S.Kep., Ners, M.Kep
Jenis Penugasan : Tugas Individu (Resume)
Waktu : Senin, 19 September 2022, pukul 11.00 WIB.

1. KONSEP KEBUTUHAN ELIMINASI

A. Pengertian Eliminasi
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan,
penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan
sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Eliminasi pada manusia
digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Defekasi
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup
untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari
sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).
2. Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Miksi inisering disebut buang air kecil.

B. Fisiologi Dalam Eliminasi


1. Fisiologi Defekasi
Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi. Seorang yang mempunyai
kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air besar kira-kira pada waktu yang
sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks gastro-kolika yang biasanya bekerja
sesudah makan pagi. Setelah makanan ini mencapai lambung dan setelah pencernaan
dimulai maka peristaltik di dalam usus terangsang, merambat ke kolon, dan sisa makanan
dari hari kemarinnya, yang waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon
pelvis masuk ke dalam rektum, serentak peristaltik keras terjadi dalam kolon dan terjadi
perasaan di daerah perineum. Tekanan intra-abdominal bertambah dengan penutupan
glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter anus mengendor dan
kerjanya berakhir (Pearce, 2002).
2. Fisiologi Miksi
Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah
ginjal,ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas
nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang
disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih
atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasia.
Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi antara lain:
a. Umur
b. Diet
c. Cairan
d. Tonus Otot
e. Faktor Psikologi
f. Gaya Hidup
g. Obat-Obatan

D. Tindakan dalam upaya pemenuhan kebutuhan eliminasi


Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)
1. Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan
2. Membantu pasien buang air besar dengan pispot
3. Memberikan huknah rendah
4. Memberikan huknah tinggi
5. Memberikan gliserin
6. Mengeluarkan feses dengan jari
Perawat dapat membantu klien memperbaiki keteraturan defekasi dengan
1. Memberikan privacy kepada klien saat defekasi
2. Mengatur waktu, menyediakan waktu untuk defeksi
3. Memperhatikan nutrisi dan cairan
4. Memberikan latihan / aktivitas rutin kepada klien Positioning

E. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat menangani pasien dalam eliminasi


1. Privacy
Privacy selama defekasi sangat penting untuk kebanyakan orang. Perawat
seharusnya menyediakan waktu sebanyak mungkin seperti kepada klien yang perlu
menyendiri untuk defeksi. Pada beberapa klien yang mengalami kelemahan, perawat
mungkin perlu menyediakan air atau alat kebersihan seperti tissue dan tetap berada
dalam jangkauan pembicaraan dengan klien.
2. Waktu
Klien seharusnya dianjurkan untuk defeksi ketika merasa ingin defekasi.
Untuk menegakkan keteraturan eliminasi alvi, klien dan perawat dapat berdiskusi
ketika terjadi peristaltik normal dan menyediakan waktu untuk defekasi. Aktivitas
lain seperti mandi dan ambulasi seharusnya tidak menyita waktu untuk defekasi.
3. Nutrisi dan Cairan.
Untuk mengatur defekasi normal diperlukan diet, tergantung jenis feses klien
yang terjadi, frekuensi defekasi dan jenis makanan yang dirasakan klien dapat
membantu defekasi normal.klien untuk minum cairan hangat dan jus buah, juga
masukkan serat dalam diet.

2. Patofisiologi terjadinya gangguan eliminasi pada kasus gangguan sistem


pencernaan dan syaraf
1. Sistem Pencernaan
GASTROENTERITIS
Patofisiologi gastroenteritis terjadi melalui 2 mekanisme antara lain yaitu akibat
kerusakan pada vili usus yang menyebabkan malabsorbsi dan diare osmotik serta
pelepasan toksin yang berikatan dengan reseptor enterosit spesifik dan menyebabkan
pelepasan ion klorida ke lumen intestinal sehingga menyebabkan diare sekretorik.
1. Gastroenteritis Akibat Virus
Transmisi gastroenteritis umumnya terjadi melalui rute fekal-oral dari makanan dan
air yang terkontaminasi. Beberapa virus, seperti norovirus, dapat ditularkan melalui jalur
udara. Manifestasi klinis berhubungan dengan infeksi usus, tetapi mekanisme yang tepat
dari terjadinya diare masih belum jelas.
Studi yang paling banyak dilakukan yaitu pada rotavirus. Rotavirus melekat dan
memasuki enterosit dewasa di ujung vili usus halus. Virus ini menyebabkan perubahan
struktural pada mukosa usus halus, termasuk pemendekan vili dan infiltrasi sel inflamasi
mononuklear di lamina propria. Infeksi rotavirus menyebabkan gangguan pencernaan
karbohidrat, dan akumulasinya di lumen usus, serta malabsorbsi nutrisi dan penghambatan
reabsorpsi air secara bersamaan, dapat menyebabkan komponen malabsorbsi diare.
Rotavirus mensekresi suatu enterotoksin yaitu NSP4, yang menyebabkan aktivasi
mekanisme sekretori dari Ca2+ yang dependen terhadap Cl-. Mobilisasi kalsium
intraseluler kalsium akibat ekspresi NSP4 endogen maupun eksogen dapat menyebabkan
sekresi klorida secara transien.

2. Gastroenteritis Akibat Bakteri


Pada gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri, mekanisme yang terjadi meliputi
invasi mukosa, perlekatan, dan produksi toksin. Untuk menentukan protokol manajemen
gastroenteritis, penting untuk memahami dengan baik patofisiologi gastroenteritis. Usus
halus memiliki peran penting untuk menyerap cairan. Dalam kasus gastroenteritis, usus
halus gagal dalam menyerap cairan dikarenakan adanya toksin pada usus.
Faktor virulensi lain yang signifikan pada gastroenteritis akibat bakteri adalah
perlekatan. Beberapa bakteri perlu melekat pada mukosa usus, terutama pada awal infeksi.
Untuk dapat melakukan hal tersebut, bakteri menghasilkan beberapa faktor perekat dan
protein yang membantu perlekatan yang diperlukan pada dinding usus. Misalnya, bakteri
Vibrio cholerae (kolera) menggunakan jenis adhesin permukaan tertentu untuk dapat
menempel pada usus. Contoh lain adalah E. coli enterotoksigenik yang memproduksi
antigen faktor kolonisasi yang merupakan protein perlekatan. Gejala disentri akibat infeksi
shigella dan E. coli terjadi sebagai akibat dari invasi dan penghancuran mukosa usus halus.
Faktor virulensi penting terakhir pada gastroenteritis akibat bakteri adalah produksi
toksin, termasuk enterotoksin. Enterotoksin dapat menyebabkan diare berair karena adanya
efek sekretori pada mukosa usus halus.
Patofisiologi gangguan derajat gerakan usus mengakibatkan perasaan tidak enak
abdomen , nausea dan akhirnya muntah – muntah , manifestasi ini merupakan keluhan
utama penderita gangguan saluran pencernaan.
- Peningkatan pergerakan akan mengakibatkan diare dan perasaan nyeri kejang
abdomen
- Perasaan nyeri paling hebat ditimbulkan oleh penyumbatan aliran isi sal cerna
normal ( misal : tumor,volvulus, strictura usus)
- Perdarahan yang terjadi dapat mengakibatkan kehilangan darah (Hematemesis
(muntah darah), Hematosesia (tinja mengandung darah segar),Melena (tinja
berwarna hitam seperti ter karena darah yang telah berubah)
- Pemeriksaan yang mendukung : Endoscopy.
2. Sistem Persyarafan
Sistem saraf adalah sistem organ pada manusia yang terdiri atas sel neuron yang
mengkoordinasi aktivitas otot, memonitor organ membentuk atau menghentikan masukan
dari indera dan mengaktifkan aksi. Komponen utama dalam sistem saraf adalah neuron
yang diikat oleh sel-sel neurologia, neuron memainkan peranan penting dalam
koordinasi. Sistem saraf pada manusia secara umum dibagi menjadi dua, yaitu sistem
saraf pusat dan sistem saraf tepi.
a. Parkinson
Penyakit parkinson adalah penyakit saraf progresif yang berdampak
terhadap respon mesenfalon dan pergerakan regulasi. Penyakit ini bersifat lambat
yang menyerang usia pertengahan atau lanjut, dengan onset pada umur 50 sampai
60 an.tidak ditemukan sebab genetik yang jelas dan tidak ada pengobatan yang
dapat menyembuhkan nya.
Patofisiologi
Pada kebanyakan klien,penyebab penyakit tersebut tidak diketahui, tetapi
terlihat pada usia lanjut. Kondisi ini menyertai keracunan, toksisitas (mangan, kar
bon monoksida) hipoksia atau dapat akibat pengaruh obat. Krisis oliguri
menyertai parkinsonisme jenis spasme otot-
otot konjunggasi mata. Gejala klinis penyakit parkinson sebagai berikut:
bradikinesia (pergerakan lambat), hilang secara spontan. Tremor yang menetap.
Tindakan dan pergerakan yang tidak terkontrol. Gangguans araf otonom (sulit
tidur, berkeringat, hipotensi ortostatik. Depresi, demensia.Wajah seperti topeng
b. Alzheimer
Alzheimer merupakan penyakit demensia primer yang tersering. Penyakit
Alzheimer (AD) adalah penyakit yang bersifat degeneratif dan progresif pada
otakyang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan
gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku.
c. Bell’s Palsy
Bell’s palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis tipe lower motor
neuron akibat paralisis nervus fasial perifer yang terjadi secara akut
dan penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat tanpa disert
aiadanya penyakit neurologis lainnya.
Patofisiologi
Para ahli menyebutkan bahwa bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut
pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, disekitar foramen stilomastoideus.
Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak
waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat
berulang atau kambuh. Patofisiologis nya belum jelas, tetapi salah satu teori
menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan
peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tulang
temporal melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang
temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang
menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis y
ang unik tersebut, adanya inflamasi, demyenlinisasi atau iskemik dapat
menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh
nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan
infranuklear. Lesisupranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik
primer atau di jaraskortikobulbar ataupun di lintas asosiasi yang berhubungan
dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Karena adanya
suatu proses yang dikenal awam sebagai “masuk angin” atau dalam bahasa
inggris “cold”. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC atau mengemudi
dengan kaca jendela yang terbuka siduga salah satu penyebab terjadinya bell’s
palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN
biasa terletak di pons, disudut serebelopontin, di os petrosum atau kavum timpani,
di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di
pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus
longitudinalisi medialis. Karena itu paralisisfasialis LMN tersebut akan disertai
kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu,
paralisis nervus fasialis LMN akan
timbul bergandengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa meng
ecapdengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa
penyebab utama bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus
herpeszooster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zooster
karenavirus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Teruma virus herpes zooster
diganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada bell’s palsy akan terjadi bagian atas
dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura
palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola
mata yang berbalik keatas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa
dicucurkan dan platismatidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata
tidak bisa disalurkansecara wajar sehingga tertimbun disitu.
d. Demensia
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan
fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran. Demensia adalah gangguan kronis
dengan witan lambat dan biasanya ber prognosis buruk. Demensia adalah dimana
seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir dan
kemampuan-kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi
kehidupan sehari-hari. Demensia dikenal sebagai keadaan organik kronika atau
sindroma otak kronika atau kegagalan otak.
Patofisiologi/ WOC
Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset)
yangdimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukkan yang bertahap dalam 5
atau 10tahun, yang sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan
kecepatan perburukkan bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan kategori diag
nostik masing-masing individu. Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia
tipealzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga 20 tahun. Data
penelitian menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau
dengan riwayat keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan
penyakityang lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita
penyak italzheimer, rata-rata angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali
demensia didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan neurologis
lengkap,karena 10 hingga 15 persen pasien dengan demensia potensial
mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai
sebelum kerusakkan otak yang permanen terjadi.

Anda mungkin juga menyukai