Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR ELIMINASI

Stase Praktek Keperawatan Dasar Profesi

Disusun oleh:

SABARIAH
NPM : 2214901210147

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2022
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik
berupa urin atau bowel (feses) (Potter & Perry, 2006).
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh
baik  berupa urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung
kemih bila kandung kemih terisi.   Sistem tubuh yang  berperan dalam terjadinya
proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu Kandung kemih secara
progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang,
yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul reflex saraf yang disebut
refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih
atau jika ini gagal, setidak-tidaknyamenimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih. Meskipun reflex miksi  adalah refleks autonomik medula spinalis,
refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau
batang otak. Kandung kemih dipersarafi saraf saraf sakral (S-2) dan (S-3).
Saraf sensori dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-
4)kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat
miksimengirim signal pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat
destrusor  berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah
kontolkesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi
abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya
tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang diusebuturine residu.
Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi
setelah bekerja, makan atau bangun tidur., Normal miksisehari 5 kali. Defekasi
adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa
kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.Banyaknya feses juga bervariasi
setiap orang. Ketika gelombang peristaltik  mendorong feses kedalam kolon
sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.Eliminasi yang teratur dari sisa-
sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada
eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh
yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor,
pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering
meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang
normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang
teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan
fasilitastoilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan
untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan
kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus
mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi
eliminasi.

2. Etiologi
a. Gangguan Eliminasi Urina.
1) Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yangmempengaruhi
output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodiummempengaruhi
jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake
cairan dari kebutuhan, akibatnya outputurine lebih banyak.
2) Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.Eliminasi
urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus
sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus ototkandung kemih
terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu
yang lama. Karena urine secara terus menerusdialirkan keluar kandung
kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggangdan dapat menjadi tidak
berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akanmempengaruhi jumlah urine
yang diproduksi, hal ini disebabkankarena lebih besar metabolisme
tubuh.
3) Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethrad.
4) Infeksie.
5) Kehamilanf.
6) Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat.
7) Trauma sumsum tulang belakang
8) Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,urethra.
9) Umur
10) Penggunaan obat-obatan

b. Gangguan eliminasi fekal


1) Makanan
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak
bisa dicerna. Ketidak mampuan ini berdampak pada gangguan
pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang
teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu
yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu,respon
fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan polaaktivitas
peristaltik di colon.
2) CairanPemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses.
Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran contoh:
urine,muntah yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan
untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan
feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan
memperlambat perjalanan chime di sepanjang intestinal,
sehinggameningkatkan reabsorbsi cairan dari chime
3) Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-
penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa
jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa
orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik
dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi
bisamemperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi
4) Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.
Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak
peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju
rectumdalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga
fesesmengerase.Obat-obatan beberapa obat memiliki efek samping yang
dapat berpengeruhterhadap eliminasi yang normal. Beberapa
menyebabkan diare; yanglain seperti dosis yang besar dari tranquilizer
tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein,
menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi
eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus
danmemudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan
feses,mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti
dicyclominehydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan
kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare
5) Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3
tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang
dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga
menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa
orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus
spinkter ani yang dapat berdampak pada prosesdefekasi
6) Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada
spinal cord dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat
menurunkanstimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa
membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan
defekasi ketikadia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan.
Akibatnya,klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa
mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari
spinkter ani.

3. Batasan Karakteristik
a. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal untuk
berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung
kemih.Begitu pula dengan feses menjadi mengeras karena terlalu lama di
rectum danterjadi reabsorbsi cairan.
b. Gaya hidup.
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine
dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat
mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi
keluargadapat mempengaruhi tingkah laku.
c. Stress
Psikologi Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan
meningkatnya frekuensikeinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya
sensitif untuk keinginan berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang
diproduksi.
d. Tingkat perkembangan.
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada
wanitahamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan
dari fetusatau adanya lebih sering berkemih. Pada usia tua terjadi penurunan
tonus ototkandung kemih dan penurunan gerakan peristaltik intestinal
e. Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter)
f. Obat-obatan,
Diuretiik dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapatterjadi retensi
urine.

4. Patofisiologi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah
ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah
utama yaitu kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu
timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak!tidaknya menimbulkan
kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks
autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh
pusat korteks serebri atau batang otak.
Gangguan pada eliminasi sangat beragam. Masing-masing gangguan
tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada pasien dengan trauma yang
menyebabkan cedera medulla spinalis, akan menyebabkan gangguan dalam
mengkontrol urine Cinkontinensia urine. Gangguan traumatik pada tulang
belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Kerusakan pusat
miksi di medulla spinalis menyebabkan kerusaan saraf simpatis dan parasimpatis
sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor
yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spingter
internal. Hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher /esika, striktur, bekuan
darah, dan batu kencing menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa
meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen, dapat merusak
penghantaran impuls sensorik dan motorik dan meyebabkan kemampuan otot
detrusor dan spingter dalam merespon keinginan untuk berkemih menjadi
terganggu. Selain itu analgesik narkotik dan anestesi dapat menyebabkan
rusaknya impuls sensorik dan motorik yang berjalan di antara kandung kemih,
medula spinalis, dan otak. Atot kandung kemih dan otot sfingter juga tidak
mampu merepons terhadap keinginan berkemih (Sylvia,2006).
5. Pathway

Proses Infeksi
infeksi pada uretra Tumor/neoplasma Pembesaran pada
di sekitar ureter uterus pada saat
atau uretra kehamilan
Metabolisme peradangan
meningkat
Kompresi pada
Terbentuknya Kompresi pada saluran kemih
Panas/demam jaringan parut ureter/uretra

HIPERTERMI
Urine yang
Obstruksi keluar sedikit GANGGUAN
Obstruksi akut sebagian atau karena ada POLA
total aliran penyempitan ELIMINASI
urine ureter/uretra URINE
Kolik
renalis/nyeri
Urine mengalir
pinggang
balik Kegagalan ginjal
untuk membuang lambung
NYERI limbah metabolik
AKUT/NYERI
hidroureter
KRONIS Ureum
bertemu
Peningkatan dengan
Urine reflak ureum
ke pelvis HCL
dalam darah
ginjal

Penekanan Mual
Bersifat
pada medulla muntah
racun
ginjal/pada sel
dalam
sel ginjal
tubuh
GANGGUAN
System NUTRISI
Gangguan pencernaan KURANG
fungsi DARI
KEBUTUHAN
TUBUH
Kerusakan
sel-sel
ginjal

Gagal
Ginjal
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Riwayat keperawatan eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu
perawatmenentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan
suatugambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi
danmengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah terjadi
berhubungan dengan eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor
yangmempengaruhi pola eliminasi
Pengkajiannya meliputi:
 Pola eliminasi
 Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
 Masalah eliminasi
 Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu,diet,
cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
b) Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputiinspeksi,
auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluranintestinal.
Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapatmerubah
peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi.
Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna,konsistensi,
bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen.
c) Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal
meliputi tehnik visualisasilangsung / tidak langsung dan pemeriksaan
laboratorium terhadap unsur-unsur yang tidak normal.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pola eliminasi urin
b. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d menurunnya intake
dan menurunnya absorpsi makanan dan cairan
c. Retensi urin b.d Tidak tuntasnya pengeluaran urine

3. Intervensi
a. Gangguan pola eliminasi urin
Definisi : kondisi di mana seseorang tidak mampu mengendalikan
pengeluaran urine.
Kriteria hasil :
 Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam.
 Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine.
 Klien berkemih dalam keadaan rileks

Intervensi :
 Monitor keadaan bladder setiap 2 jam
Rasional : membantu mencegah distensi atau komplikasi
 Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi dokter/fisioterapi
Rasional : meningkatkan kekuatan otot ginjal dan fungsi bladder
 Kolaborasi dalam bladder training
Rasional : menguatkan otot dasar pelvis
 Hindari faktor pencetus inkontinensia urine seperti cemas
Rasional : mengurangi / menghindari inkontinensia
 Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan dan kateterisasi
Rasional : mengatasi factor penyebab
 Jelaskan tentang : pengobatan,    kateter, penyebab, tindakan lainnya
Rasional : meningkatkan pengetahuan dan diharapkan pasien lebih
kooperatif.

b. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d menurunnya intake dan
menurunnya absorpsi makanan dan cairan
Tujuan : Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama 1x24 jam,
diharapkan pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria Hasil :
 Nafsu makan meningkat
 Peningkatan masukan oral
Intervensi :
 Timbang BB setiap hari
 Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
 Berikan kondisi yang relaks saat menyajikan makanan
 Ajarkan atau bantu individu untuk beristirahat sebelum makan
 Pertahankan kebersihan mulut yang baik sebelum dan sesudah makan
 Berikan makan dalam porsi kecil namun sering
 Instruksikan individu yang mengalami penurunan nafsu makan untuk:
 Makan apa saja bila dapat ditoleransi
 Pada kondisi menurunnya nafsu makan, batasi asupan cairan saat
makan dan hindari mengkonsumsi cairan satu jam sebelum dan
sesudah makan

c. Retensi urin b.d Tidak tuntasnya pengeluaran urine


Definisi : kondisi di mana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder
secara tuntas.
Tujuan yang diharapkan :
 Pasien dapat mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam
 Tanda dan gejala retensi urine tidak ada
Intervensi :
 Monitor keadaan bladder setiap 2 jam
 Ukur intake dan output cairan setiap 4 jam
 Berikan cairan 2.000 ml/hari dengan kolaborasi
 Kurangi minum setelah jam 6 malam
 Kaji dan monitor analisis urine elektrolit dan berat badan
 Lakukan latihan pergerakan
 Lakukan relaksasi ketika duduk berkemih
 Ajarkan teknik latihan dengan kolaborasi dokter/fisioterapi
 Kolaborasi dalam pemasangan kateter
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Eliminasi. Terdapat pada :http://
911medical.blogspot.com/2007/06/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
masalah.html
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. enerbitKedokteran
EGC: Jakarta.
Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal.Terdapat p
ada : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-dasar- pemenuhan-
kebutuhan-eliminasi-fecal/
Nanda International. 2009. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klasifikasi. Jakarta:
EGC
Septiawan, Catur E. 2008. Perubahan Pada Pola Urinarius. Terdapat pada:www.kiva.o
rg
Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran EGC:Jakarta.
Supratman. 2000. askep Klien Dengan Sistem Perkemihan

Anda mungkin juga menyukai