Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI

PADA PASIEN RETENSI URINE

Dosen Pengampu : Ni Nyoman Hartati, S.Kep.,Ns.,M.Biomed

Oleh :

Nama : Ni Made Sofia Kristina Dewi

NIM : P07120122016

Kelas : 1.1/D-III Keperawatan

Kelompok : 01

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2023
A. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi
1. Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolism tubuh. Pembuangan
dapat melalui urin ataupun bowel (Tarwoto, Wartonah, 2006). Eliminasi merupakan
kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan dalam menentukan
kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan
homeostasis melalui pembuangan sisa-sisa metabolism. (Potter& Perry, 2010)
Kebutuhan eliminasi terdiri dari 2 yaitu eliminasi urine (Buang air kecil) dan
eliminasi alvi (buang air besar) yang merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis dan
bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa. (Hidayat,2015)
Kebutuhan eleminasi terdiri dari dua, yaitu eleminasi urine (buang air kecil) dan
eleminasi alvi (buang air besar), yang merupakan bagian dari kebutuhan fisiologi dan
bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2010). Secara
garis besar, sisa metabolisme tersebut terbagi ke dalam dua jenis yaitu sampah yang
berasal dari saluran cerna yang dibuang sebagai feces (nondigestible waste) serta
sampah metabolisme yang dibuang baik bersama feses ataupun melalui saluran lain
seperti urine, CO2, nitrogen, dan H2O. (Potter& Perry, 2010).

2. Klasifikasi
1) Retensi urin akut
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba dan disertai rasa
sakit meskipun buli-buli terisi penuh. Kondisi yang terkait adalah tidak dapat
berkemih sama sekali, kandung kemih penuh, terjadi tiba-tiba, disertai rasa nyeri,
dan keadaan ini termasuk kedaruratan dalam urologi.
2) Retensi urin kronik
Retensi urin kronik adalah retensi urin tanpa rasa nyeri yang disebabkan oleh
peningkatan volume residu urin yang bertahap. Hal ini dapat disebabkan karena
pembesaran prostat, pembesaran sedikit-sedikit lama-lama tidak bisa kencing. Bisa
kencing sedikit tapi bukan karena keinginannya sendiri tapi keluar sendiri karena
tekanan lebih tinggi daripada tekanan sfingternya. Kondisi yang terkait adalah
masih dapat berkemih, namun tidak lancar, sulit memulai berkemih (hesitancy),
tidak dapat mengosongkan kandung kemih dengan sempurna (tidak lampias).

3. Etiologi
a. Faktor yang memengaruhi gangguan Eliminasi Fekal :
1) Usia : Perubahan dalam tahapan perkembangan dalam mempengaruhi status
eliminasi terjadi disepanjang kehidupan.
2) Diet : Asupan makanan setiap hari secara teratur membantu mempertahankan
pola peristaltic yang teratur di dalam kolon. Makanan yang dikonsumsi individu
mempengaruhi eliminasi. Serat, residu makanan yang tidak dapat dicerna,
memungkinkan terbentuknya masa dalam materi feses. Makanan pembentuk
masa mengabsorbsi cairan sehingga meningkatkan masa feses. Dinding usus
teregang, menciptakan gerakan peristaltic dan menimbulkan reflex defekasi.
Dengan menstimulasi peristaltic, masa makanan berjalan dengan cepat melalui
usus, mempertahankan feses tetap lunak.
3) Asupan Cairan : Asupan cairan yang tidak adekuat atau gangguan yang
menyebabkan kehilangan cairan (seperti muntah) mempengaruhi karakter
feses, tubuh mengabsorpsi cairan dari chymus dan menyebabkan feses menjadi
keras dan sulit dikeluarkan adanya gerak peristaltic yang meningkat, waktu
untuk mengabsorpsi berkurang menyebabkan feses encer dan lunak.
4) Aktivitas Fisik : Aktivitas fisik meninkatkan peristaltic, sementara imobilisasi
menekan motilitas kolon. Ambulasi dini setelah klien menderita suatu penyakit
dianjurkan untuk meningkatkan dipertahankannya eliminasi normal. Upaya
mempertahankan tonus otot rangka, yang digunakan selama proses defekasi,
merupakan hal yang penting.
5) Faktor Psikologis : Cemas akut/kronik, marah, takut, depresi dan emosional
dapat meningkatkan motilitas isi usus atau sekresi mucus sehingga
menimbulkan diare.
6) Kebiasaan / Gaya Hidup : Kebiasaan untuk melatih pola defekasi sejak kecil
secara teratur, fasilitas defekasi, kebiasaan mengabaikan defekasi. Reflex
gastrokolik adalah reflex yang paling mudah distimulasi untuk menimbulkan
defekasi setelah sarapan.
7) Obat-obatan : Obat-obatan seperti disiklomin HCL (Bentyl) menekan gerakan
peristaltic dan mengobati diare. Beberapa obat memiliki efek samping yang
dapat mengganggu eliminasi. Obat analgesic narkotik menekan gerakan
peristaltic. Opiat umumnya menyebabkan konstipasi.
8) Impaksi Feses : Impaksi feses adalah akumulasi atau pengumpulan feses keras
dan mengendap di dalam rectum merupakan akibat dari konstipasi yang tidak
diatasi dapat menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan atau konstipasi
yang terus-menerus.
9) Diversi Usus : Penyakit tertentu menyebebkan kondisi-kondisi yang mencegah
pengeluaran feses secara normal dari rectum. Hal ini menimbulkan kebutuhan
untuk membentuk suatu lubang (stoma) buatan yang permanen atau sementara
10) Pembedahan dan Anestesia : Agen anestesi yang digunakan selama proses
pembedahan, membuat gerakan peristaltic berhenti untuk sementara waktu.
Agens anestesi yang dihirup menghambat impuls saraf parasimpatis ke otot
usus. Kerja anestesi tersebut memperlambat atau menghentikan gelombang
peristaltic. Pembedahan yang melibatkan manipulasi usus secara langsung,
sementara akan menghentikan gerakan peristaltic. Kondisi ini disebut ileus
paralitik yang biasanya berlangsung sekitar 24 sampai 48 jam. Apabila klien
tetap tidak aktif atau tidak dapat makan setelah pembedahan, kembalinya fungsi
normal usus dapat terhambat lebih lanjut.
b. Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) etiologi gangguan eliminasi urin
sebagai berikut :
1) Penurunan kapasitas kandung kemih
2) Iritasi kandung kemih
3) Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
4) Efek tindakan medis dan diagnostic, misalnya operasi ginjal, operasi saluran
kemih, anestesi, dan obat-obatan.
5) Ketidak mampuan mengakses toilet, misalnya imobilisasi
6) Hambatan lingkungan
7) Ketidakmampuan mengkonsumsi kebutuhan eliminasi

Faktor yang memengaruhi gangguan eliminari urine meliputi :

1) Diet dan asupan (intake)


Jumlah dan tipe makanan merupan faktor utama yang mempengaruhi output
dan inpout urin (jumlah urin). Protein dapat menentukan jumlah urin yang
dibentuk.
2) Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan
urin banyak tertahan di dalam urinaria, sehingga mempengaruhi ukuran vesika
urinaria dan jumlah urin.
3) Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mengakibatkan pemenuhan kebutuhan eliminasi
dalam kaitannya terhadap tersedianya fasilitas toilet.
4) Tingkat perkembangan
Tingkat perkembangan tersebut dapat mempengaruhi pola berkemih. Hal ini
dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan untuk
mengontrol buang air kecil.
5) Tingkat aktivitas
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter. Hilangnya tonus vesika urinaria menyebabkan kemampuan
pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan
beraktivitas.
4. Patofisiologi
Pengendalian kandung kemih dan sfingter diperlukan agar terjadi pengeluaran urine
secara kontinu. Pengendalian memerlukan kegiatan otot normal diluar kesadaran dan
yang di dalam kesadaran yang dikoordinasi oleh refleks urethrovesica urinaria.
Bila terjadi pengisian kandung kemih, tekanan di dalam kandung kemih meningkat.
Otot detrusor (lapisan yang tiga dari dinding kandung kemih) memberikan respon
dengan relaksasi agar memperbesar volume daya tamping. Bila titik daya tamping telah
dicapai, biasanya 150-200 ml urin daya rentang reseptor yang terletak pada dinding
kandung kemih mendapat rangsang. Stimulus ditransmisi lewat serabut refleks eferen
ke lengkungan pusat refleks untuk mikutrisi. Impuls kemudian disalurkan melalui
serabut eferen dari lengkungan refleks ke kandung kemih, menyebabkan kontraksi otot
detrusor.
Sfingter internal yang dalam keadaan normal menutup, serentak Bersama-sama
membuka dan urin masuk ke uretra posterior. Relaksasi sfingter eskternal dan otot
perincal mengikuti dan isi kandung kemih keluar. Pengeluaran kegiatan refleks bisa
mengalami interupsi dan berkemih ditangguhkan melalui dikeluarkannya impuls
inhibitori dari pusat kortek yang berdampak kontraksi diluar kesadaran sfingter
eskternal. Bila salah satu bagian dari fungsi yang kompleks ini rusak, bisa terjadi
gangguan dalam elimanasi urine

5. Pohon Masalah
• Eliminasi Fekal
Bakteri, Virus, Parasit

Saluran Pencernaan

Berkembang Biak di Usus

Pertahanan Bakteri E.Coli

Pertahanan Tubuh Menurun

Kurangnya
Pola Makan Pengaruh
asupan cairan Penyakit
Terganggu Medikasi Obat
dan makanan

Gangguan Eliminasi Fekal


Konstipasi Diare Inkontinensia Fekal

• Eliminasi Urine

Respon keinginan Menahan urine


awal untuk berkemih

Gaya Hidup Fasilitas toilet

Stres Psikologis Meningkatkan


Gangguan pola
sensitivitas
eleminasi
urine: Risiko
Tingkat Aktivitas Pengontrolan
inkontinensia
urine menurun
urin urgensi
Kesulitan
Tingkat
mengontrol
Perkembangan
buang air kecil
Gangguan
Kondisi Penyakit Produksi urine Eleminasi

Urine
Kultur
Sosiokultur
masyarakat

Sulit berkemih
Kebiasaan Seseorang
saat sakit
Retensi Urine
Tonus Otot Kontaksi
pengontrol
pengeluaran
urine
Pembedahan Penurunan
produksi urine

Pengobatan Penurunan
jumlah urine

6. Gejala Klinis
• Konstipasi
Penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas serta
feses kering dan banyak.
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : Objektif :

1. Defekasi kurang dari 2 kali 1. Feses Keras


seminggu 2. Peristaltik Usus Menurun
2. Pengeluaran feses lama dan
sulit

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif : Objektif :

1. Mengejan saat defekasi 1. Distensi Abdomen


2. Kelemahan umum
3. Teraba massa pada rektal

• Retensi Urin
Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : Objektif :

1. Sensasi penuh pada 1. Dysuria/anuria


kandung kemih 2. Distensi kandung kemih

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif : Objektif :

1. Dribbling 1. Inkontinensia berlebih


2. Residu urin 150 ml atau lebih

• Risiko Inkontinensia Urin Urgensi


Berisiko mengalami pengeluaran urin yang tidak terkendali

7. Pemeriksaan Diagnostik
➢ Eleminasi Urine
a. Pemeriksaan urine (urinalisis):
1) Warna (N: jernih kekuningan)
2) Penampilan (N: Jernih)
3) Bau (N: beraroma)
4) pH (N: 4,5- 8,0)
5) Berat jenis (N: 1,005- 1,030)
6) Glukosa (N: negatif)
7) Keton (N: negatif)
b. Kultur urine (N: kuman pathogen negatif).
➢ Eliminasi Fekal
a. Endoskopi atau gastroskopi UGI : memungkinkan visualisasi esophagus,
lambung, dan duodenum. Sebuah gastroskop memampukan dokter mengambil
specimen jaringan (biopsi), mengangkat pertumbuhan jaringan yang abnormal
(polip), dan sumber- sumber darah samar dari perdarahan.
b. Proktoskopi dan sigmoidoskopi : merupakan instrumen yang kaku, berbentuk
selang yang dilengkapi dengan sumber cahaya.Sigmoidoskopi memungkinkan
visualisasi anus, rectum, dan kolon sigmoid.Protoskopi memungkinkan
visualisasi anus dan rectum.Kedua tes memungkinkan dokter mengumpulkan
specimen jaringan dan membekukan sumber- sumber perdarahan.
c. Rongga Media Kontras : klien menelan media kontras atau media yang
diberikan sebagai enema.Salah satu media paling umum digunakan adalah
barium, suatu substansi radioopaq berwarna putih menyerupai kapur, yang
diminumkan ke klien seperti milkshake.Pemeriksaan GI bagian atas adalah
pemeriksaan media kontras yang ditelan dengan menggunakan sinar-X, yang
memungkinkan dokter melihat esophagus bagian bawah, lambung, dan
duodenum.

8. Penatalaksanaan
➢ Eliminasi Urine
a. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
Cara pengambilan urine antara lain: pengambilan urine biasa, pengambilan
urine steril, dan pengumpulan selama 24 jam.
• Pengambilan urine biasa merupakan pengambilan urine dengan cara
mengeluarkan urine secara biasa, yaitu buang air kecil. Pengambilan
urine biasa ini biasanya dilakukan untuk memeriksa gula atau
kehamilan.
• Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan
menggunakan alat steril, dilakukan dengan cara kateterisasi atau pungsi
supra pubis. Pengambilan urine steril bertujuan untuk mengetahui
adanya infeksi pada utera, ginjal, atau nsaluran kemih lainnya.
• Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang
dikumpulkan dalam waktu 24 jam, bertujuan untuk mengetahui jumlah
urine selama 24 jam dan mengukur berat jenis, asupan dan pengeluaran,
serta mengetahui fungsi ginjal.
b. Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urinal
Menolong buang air kecil dengan menggunakan urinal merupakan tindakan
keperawatan dengan membantu pasien yang tidak mampu buang air kecil
sendiri di kamar kecil menggunakan alat penampung (urinal) dengan tujuan
menampung urine (air kemih) dan mengetahui kelainan dari urine (warna dan
jumlah).
c. Melakukan Kateterisasi
Kateterisasi merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan
kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan
membantumemenuhi kebutuhan eleminasi dan sebagai pengambilan bahan
pemeriksaan. Pelaksanaan kateterisasi dapat dilakukan melalui dua cara:
intermiten (straight kateter) dan indwelling (foley kakteter).
d. Menggunakan Kondom kateter
Menggunakan kondom kateter merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memberikan kondom kateter kepada pasien yang tidak mampu mengontrol
berkemih. Cara ini bertujuan agar pasien dapat berkemih dan
mempertahankannya.
➢ Eliminasi Fekal
a. Menyiapkan Feses untuk bahan Pemeriksaan
Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan cara yang dilakukan
untuk mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan, yaitu pemeriksaan lengkap
dan pemeriksaan kultur (pembiakan).
• Pemeriksaan feses lengkap merupakan pemeriksaan feses terdiri atas
pemeriksaan warna, bau, konsistensi, lender, darah, dan lain- lain.
• Pemeriksaan feses kultur merupakan pemeriksaan feses melalui biakan
dengan cara toucher
b. Menolong Buang Air Besar dengan Menggunakan Pispot
Menolong buang air besar dengan menggunakan pispot merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu buang air besar
secara sendiri di kamar kecil dengan membantu menggunakan pisot
(penampung) untuk buang air besar di tempat tidur dan bertujuan memenuhi
kebutuhan eliminasi fekal.
c. Memberi Huknah Rendah
Memberikan huknah rendah merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memasukkan cairan hangat ke dalam kolon desenden dengan menggunakan
kanula rekti melalui anus, bertujuan mengosongkan usus pada proses pra bedah
agar dapat mencegah terjadinya obstruksi makanan sebagai dampak dari
pascaoperasi dan merangsang buang air besar bagi pasien yang mengalami
kesulitan dalam buang air besar.
d. Memberi Huknah Tinggi
Memberikan huknah tinggi merupakan tindakkan keperawatan dengan cara
memasukkan cairan hangat ke dalam kolon asenden dengan menggunakan
kanula usus, bertujuan mengosongkan usus pada pasien prabedah atau untuk
prosedur diagnostic
e. Memberi Gliserin
Memberikan gliserin merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memasukkan cairan gliserin ke dalam poros usus menggunakan spuit gliserin,
bertujuan merangsang perisstaltik usus, sehingga pasien dapat buang air besar
(khususnya pada orang yang mengalami sembelit) dan juga dapat digunakan
untuk persiapan operasi.
f. Mengeluarkan feses dengan Jari
Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memasukkan jari ke dalam rektum pasien, digunakan untuk mengambil atau
menghancurkan massa feses sekaligus mengeluarkannya. Indikasi tindakan ini
adalah apabila massa feses terlalu keras dan dalam pemberian edema tidak
berhasil, konstipasi, serta terjadi pengerasan feses yang tidak mampu
dikeluarkan pada lansia.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Fokus pengkajian yang harus dikaji pada pasien dengan retensi urine adalah:
a. Biodata Data biografi: nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,
nama penanggung jawab dan catatan kedatangan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama: keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong
pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Riwayat Penyakit Sekarang: klien pada umumnya mengeluh akan penyakitnya
sekarang.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu: Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit
yang pernah dialami sebelumnya.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga : mengkaji riwayat keluarga apakah ada yang
menderita riwayat penyakit yang sama. Apabila ada anggota keluarga yang
meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan. Hal ini ditanyakan
karena banyak penyakit menurun dalam keluarga.
c. Pengkajian Fisik
Pada pengkajian ini berisikan keadaan umum pasien dengan keluhan pada saat
masuk rumah sakit serta berisi data hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
d. Pemeriksaan Penunjang
Pada pengkajian ini berisikan hasil dari pemeriksaan diagnostic yang dilakukan oleh
klien/pasien.

2. Diagnosis Keperawatan
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) retensi urin masuk dalam kategori
fisiologis. Kategori fisiologis sendiri terdiri dari beberapa subkategori, antara lain
respirasi, sirkulasi, nutrisi dan cairan, eliminasi, aktivitas dan istirahat, neurosensori,
serta reproduksi dan seksualitas. Klien dengan kondisi retensi urin masuk dalam
kategori fisiologis dengan subkategori eliminasi. Perawat harus mengkaji data mayor
dan minor yang sudah tercantum dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia, (2017) yaitu:
➢ Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
Sensasi penuh pada kandung kemih
2) Objektif
Disuria/anuria
Distensi kandung kemih
➢ Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif
Dribbling
2) Objektif
Inkontinensia berlebih
Residu urin 150 ml atau lebih

3. Rencana Keperawatan
Diagnosis Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Retensi Urin Eliminasi Urin Intervensi Utama : Intervensi Utama :
(D.0050) (L.04034) Kateterisasi Urin Kateterisasi Urin
Retensi urine (I.04148) (I.04148)
berhubungan Setelah di Observasi Observasi
dengan berikan 1. Periksa kondisi 1. Untuk
peningkatan tindakan pasien (mis. mengetahui
tekanan uretra Asuhan kesadaran, tanda- kondisi pasien
ditandai dengan Keperawatan tanda vital, daerah Terapeutik
pasien keluhan selama …x… perineal, distensi 1. Menyediakan
sudah 1 minggu jam kandung kemih, alat, bahan-
tidak bisa diharapakan inkontinensia urine, bahan, serta
BAK. retensi urin refleks berkemih) ruangan untuk
membaik Terapeutik melakukan
dengan kriteria 1. Siapkan peralatan, tindakan pada
hasil: bahan-bahan dan pasien
1. Sensasi ruangan Tindakan 2. Untuk
berkemih 2. Bersihkan daerah membersihkan
meningkat perineal atau daerah perineal
2. Distensi preposium dengan atau preposium
kandung cairan NaCl atau pada pasien
kemih aquades 3. Untuk
menurun 3. Sambungkan kateter menghubungkan
3. Berkemih urin dengan urine kateter urine
tidak tuntas bag dan urine bag
(hesitancy) 4. Isi balon dengan pada pasien
menurun NaCl 0,9 % sesuai 4. Untuk mengisi
4. Urin anjuran pabrik balon kateter
menetes 5. Fiksasi selang dengan NaCl
(dribbling) kateter diatas sesuai anjuran
menurun simpisis atau di paha 5. Untuk
5. Disuria 6. Berikan label waktu memastikan
menurun pemasangan bahwa kateter
6. Frekuensi Edukasi terpasang
BAK 1. Jelaskan tujuan dan dengan benar
membaik prosedur pada pasien
pemasangan kateter 6. Untuk
urine memberikan
2. Anjurkan menarik label waktu
napas saat insersi pemasangan
selang kateter kateter pada
pasien
Edukasi
1. Agar pasien
mengetahui
tujuan dan
prosedur
pemasangan
kateter urine

Intervensi
Intervensi Pendukung : Pendukung :
Perawatan Kateter Perawatan Kateter
Urine (I.04164) Urine (L.04164)
Observasi Observasi
1. Monitor kepatenan 1. Untuk
kateter urine memeriksa
2. Monitor tanda dan kepatenan
gejala infeksi saluran kateter urine
kemih 2. Mengetahui
3. Monitor tanda dan adanya infeksi
gejala obstruksi saluran kemih
aliran urine 3. Mengetahui
4. Monitor input dan gejala obstruksi
output cairan (jumlah aliran urine
dan karakteristik) 4. Mengetahui
Terapeutik input dan output
1. Gunakan teknik cairan
aseptic selama Terapeutik
perawatan kateter 1. Mencegah
urine terkontaminasi
2. Pastikan selang mikroorganisme
kateter dan kantung 2. Mencegah
urine terbebas dari adanya
lipatan sumbatan
3. Pastikan kantung 3. Memastikan
urine diletakkan kenyamanan
dibawah ketinggian pasien atau
kandung kemih dan menjaga estetika
tidak dilantai ruangan
4. Lakukan perawatan 4. Menjaga
perineal (perineal personal
hygiene) minimal 1 hygiene
kali sehari 5. Mencegah
5. Lakukan irigasi rutin kolonisasi
dengan cairan bakteri
isotonis untuk 6. Mengetahui
mencegah kolonisasi output cairan
bakteri 7. Menjaga agar
6. Kosongkan kantung kateter tetap
urine jika kantung steril
urine telah terisi 8. Melepaskan
setengahnya kateter sesuai
7. Ganti kateter dan indikasi melepas
kantung urine secara kateter
rutin sesuai protocol 9. Menjaga
atau sesuai indikasi kenyamanan
8. Lepaskan kateter pasien
urine sesuai Edukasi
kebutuhan 1. Agar pasien
9. Jaga privasi selama mengatahui
melakukan tindakan tujuan, manfaat,
Edukasi prosedur, dan
1. Jelaskan tujuan, resiko sebelum
manfaat, prosedur, pemasangan
kateter
dan resiko sebelum
pemasangan kateter.

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang dimulai setelah rencana keperawatan yang disusun dan ditunjukkan pada
nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Implementasi
dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat. Pelaksanaan atau implementasi
adalah tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan keperawatan yang telah
disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan yang
dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi (Tarwoto dan Wartonah, 2003).
Selama melaksanakan proses keperawatan, perawat menggunakan dasar pengetahuan
yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, membuat penilaian yang
bijaksana dan mendiagnosa, mengidentifikasi hasil akhir kesehatan klien dan
merencanakan, menerapkan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang tepat guna
mencapai hasil akhir tersebut (Dermawan, 2012).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika pasien dan
professional kesehatan menentukan kemajuan pasien menuju pencapaian tujuan atau
hasil, dan keefektifan rencana asuhan keperawatan. Tujuan evaluasi keperawatan yaitu
untuk menilai pencapaian tujuan pada rencana keperawatan yang telah ditetapkan,
mengidentifikasi variable-variabel yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan, dan
mengambil keputusan apakah rencana keperawatan diteruskan, dimodifikasi, atau
dihentikan (Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, 2010). Evaluasi keperawatan
dengan komponen SOAP, yaitu :
S : berupa data subjektif
O : berupa data objektif
A : analisis , interpretasi dari data subyektif dan data objektif. Analsisis merupakan suatu
masalah atau diagnosis yang masih terjadi, atau masalah atau diagnosis yang baru akibat
adanya perubahan status kesehatan klien.
P : planning, yaitu perencanaan yang akan dilakukan, apakah dilanjutkan, ditambah atau
dimodifikasi

Denpasar, 17 Mei 2023


Nama Clinical Teacher / CT Nama Mahasiswa

Ni Nyoman Hartati,S.Kep.,Ns,M.Biomed Ni Made Sofia Kristina Dewi


NIP : 196211081985122000 Nim : P07120122016
DAFTAR PUSTAKA

Tim POKJA SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Tim POKJA SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim POKJA SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI

Ernawati, N. 2019. Evaluasi Keperawatan. Malang : ITSK Malang

Ernawati, N. 2019. Implementasi Keperawatan. Malang : ITSK Malang

Warsiki, Ni Made Nila. 2020. Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Operasi Benigna
Prostat Hiperplasia Dengan Retensi Urine Di Ruang Sandat BRSU Tabanan Tahun
2020. Repository Poltekkes Denpasar

Anda mungkin juga menyukai