Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS MENINGITIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak 1

Disusun oleh Kelompok 4:

Arvian Ellyztiana R (A11701528)


Askinatul Fuadah (A11701529)
Asnira Widyaswuri (A11701530)
Asrifah Wahyuningrum (A11701531)
Ayu Wulandari (A11701532)
Bondan Berlian (A11701533)
Cahyani Anggitya U (A11701534)
Desi Rumiyati Q (A11701535)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

2019

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul “Peran dan Fungsi Perawat Dalam Melakukan Asuhan Keperawatan” tepat
pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa terselesainya Makalah “LAPORAN ASUHAN


KEPERAWATAN KASUS MENINGITIS” ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyusunan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan,
kelemahan, serta kesalahan, karena keterbatasan pengetahuan serta pola berpikir
penulis. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca selalu
penulis harapkan demi menyempurnakan penyusunan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi
penulis khususnya dan pembaca umumnya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amin.

Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Gombong, November 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................. 3
C. Tujuan ................................................................................................... 3
D. Manfaat.................................................................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi ................................................................................................ 4
B. Anatomi Fisiologi Selaput Otak ........................................................... 4
C. Etiologi ................................................................................................. 5
D. Patofisiologi Meningitis ........................................................................ 6
E. Pathway ................................................................................................. 9
F. Manifestasi Klinis .................................................................................. 11
G. Pemeriksaan Penunjang......................................................................... 12

BAB 3
A. Pengkajian ............................................................................................ 14
B. Diagnosa yang Mungkin Muncul......................................................... 18
C. Intervensi Keperawatan........................................................................ 18

BAB 4 PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 23
B. Saran ..................................................................................................... 23

iii
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 24

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningitis merupakan masalah kesehatan universal dan kondisi gawat darurat
medis pada anak yang berpotensi tinggi terjadi morbiditas dan mortalitas. Angka
kematian meningitis sebesar 152.000 jiwa tiap tahun, dari 7,6 juta jiwa kematian
anak usia dibawah 5 tahun (Bamberger, 2010; Afroze dkk., 2014; Ibrahim
dkk.,2011; Konstantinidis dkk., 2014)
Menurut World Health Organization (WHO), angka kematian meningitis pada
neonates dan anak masih tinggi sekitar 1,8 juta pertahun. Meningitis bakterial
berada pada urutan 10 teratas penyebab kematian akibat infeksi diseluruh dunia
dan menjadi salah satu infeksi yang paling berbahaya pada anak. Anti mikroba dan
vaksin telah tersedia, tetapi penyakit ini masih menjadi penyebab morbiditas dan
mortalitas yang tinggi pada anak. Angka mortalitas meningitis sebesar 25-50%
sedangkan angka morbiditas sebesar 25-45%. Insidens meningitis bakterial pada
anak di Afrika Selatan diperkirakan sebesar 4 per 100.000, dengan insiden
tertinggi pada usia kurang dari 1 tahun sebesar 40 per 100.000 (Airede, 2012;
Boyles dkk., 2013; Mago dkk., 2012).
Meningitis dapat terjadi pada semua umur. World health organization (WHO)
mengamati angka kejadian meningitis pada anak, meningitis bacterial terjadi pada
sebagian besar anak usia muda dan kasus tersering meningitis virus terjadi pada
anak usia di bawah 5 tahun. Studi epidemiologis menyebutkan angka 2 kejadian
meningitis antara 2 sampai 10 kasus per 10.000 kelahiran. Anak yang rentan
terkena meningitis adalah usia 3 bulan sampai 3 tahun (Mago dkk., 2012).
Meningitis didefinisikan sebagai peradangan pada meningen yaitu membran
yang melindungi otak dan cairan serebrospinal. Meningitis dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, infeksi parasit dan obat-obatan tertentu. Meningitis virus biasanya
lebih ringan dan dapat sembuh sendiri secara spontan sehingga tidak
membutuhkan pengobatan spesifik. Meningitis bakteri dapat mematikan dan
menyebabkan gangguan neurologis permanen di kemudian hari. Membedakan

1
meningitis viral dan bakterial pada saat pasien datang di rumah sakit, dapat
dilakukan dengan klinis maupun pemeriksaan penunjang. Terdapat beberapa
keuntungan yang diperoleh apabila kita dapat membedakan meningitis bacterial
dan viral secara cepat, yaitu menurunkan penggunaan antibiotik dan mengurangi
perawatan di rumah sakit (Adetunde dkk., 2014; Chadwick, 2006; Chalumeau
dkk., 2012; Lilihata dkk., 2014; Mago dkk., 2012).
Parameter klinis konvensional dan laborat seperti demam, kejang, kaku
kuduk, jumlah lekosit atau kadar protein C-reaktif (CRP) yang meningkat sesuai
definisi yang diajukan oleh American College of Chest Physicians dan Society of
Critical Care Medicine, kurang sensitif dan spesifisik dalam mendiagnosis infeksi
bakteri berat. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) masih menjadi baku emas
untuk mendiagnosis meningitis bakterial pada praktik klinis, tetapi hasil tersebut
dapat berubah negatif dalam beberapa jam setelah pemberian antibiotik (Liaudat
dkk., 2001; Tan dkk., 2015).
Peneliti di eropa dan asia menyarankan penggunaan biological marker dalam
membantu diagnosis etiologi meningitis. Biological marker yang disarankan yaitu
pemeriksaan CRP, leukosit termasuk leukosit neutrofilik pada darah dan
pemeriksaan CSS seperti protein, glukosa, leukosit termasuk leukosit neutrofilik
dan prokalsitonin (Chalumeau dkk., 2012).
Prokalsitonin (PCT) merupakan peptida prekursor kalsitonin yang disintesis
oleh sel C pada kelenjar tiroid dan kadarnya akan meningkat bila terdapat infeksi
bakteri. Gen PCT berlokasi pada lengan pendek kromosom 11. Peningkatan
konsentrasi serum PCT berhubungan dengan infeksi bakteri oleh karena itu PCT
diajukan sebagai bio marker sepsis bakteri. Prokalsitonin juga dapat membantu
membedakan meningitis bakteri dan non bakteri. Prokalsitonin dapat meningkat
1000 kali lipat dari kadar normal pada infeksi bakteri, tetapi kadar PCT tetap
normal dan sedikit meningkat pada infeksi virus dan reaksi inflamasi non bakterial
(Gattas dkk.,2003; Manzano dkk., 2009; Mayah dkk., 2013).
Prokalsitonin dapat digunakan sebagai marker potensial infeksi bakterial,
termasuk meningitis bakteri dengan akurasi yang lebih baik dari CRP. Peneliti di

2
beberapa negara mengakui bahwa PCT sangat baik untuk digunakan sebagai
biomarker infeksi bakterial, yang secara tepat dapat menurunkan penggunaan
antibiotik dan memberikan pilihan pengobatan baru yang lebih efektif (Mayah
dkk., 2013).
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosa meningitis adalah analisa
cairan serebrospinal dan kultur cairan serebrospinal. Penelitian hubungan antara
kadar PCT dengan derajat keparahan meningitis pada anak belum pernah
dilakukan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan antara
kadar PCT dengan derajat keparahan meningitis pada anak.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara menerapkan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien anak
dengan meningitis

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa paham cara menerapkan asuhan keperawatan yang cocok
untuk pasien anak dengan meningitis
2. Tujuan khusus
a. Menganalisis penyakit meningitis pada anak
b.Menengenal tanda dan gejala dan penanganan yang tepat untuk meningitis

D. Manfaat

Mahasiswa mampu menentukan tindakan keperawatan yang tepat untuk pasien


anak dengan meningitis agar segera tertolong

3
BAB II

TINJAUAN MEDIS

A. Definisi Meningitis
Meningitis bakterialis adalah suatu infeksi purulent lapisan otak yang
pada orang dewasa biasanya hanya terbatas didalam ruang subaraknoid, namun
pada bayi cenderung meluas sampai kerongga subdural suatu sebagai efusi
atau empyema subdural sebagai suatu efusi atau empyema subdural
(leptomeningitis), atau bahkan kedalam otak (meningoensefalitis). (Aplikasi
nanda, 2015)
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
system saraf pusat (Suriadi & Yuliani, 2010)
Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput mengingeal yang
dapat disebakan oleh berbagai mikroorganisme dengan ditandai adanya gejala
spesifik dari sisten saraf pusat yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsang
meningkat, gejala peningkatan tekanan intracranial, dan gejala deficit
neorologi (Widagdo, 2011)

B. Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak


Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang
melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi
cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
1. Lapisan Luar (Durameter)
Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,
sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah.
Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput
tulang tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal)
meliputi permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum,
tentorium serebelum dan diafragma sella.

4
2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan
durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi
cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara
durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit
cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat
pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan
meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.
3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh
darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak.
Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari
otak. Ruangan diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid.
Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan
serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.

C. ETIOLOGI
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing
dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis
yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis
penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang
disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat. Infectious Agent
meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur
tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli,
S.beta hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5
tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan
Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus
influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan
pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus,
Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.

5
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah
kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus
mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri.

1. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Diplococcus


pneumonia dan Neiseria meningitides, stafilokokus dan gram negative

2. Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria


meningitides dan Diplococcus pneumonia.

Etiologi penyakit meningitis menurut (Suriadi & Yuliani, 2010) antara lain:
1. Bakteri
Haemophilus influenza (tipe B), Streptococus pneumoniae, Neisseria
meningitis, ß hemolytic streptococcus, staphilocous aureu, E. coli.
2. Faktor presdisposisi
Jenis kelamin laki – laki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
3. Faktor maternal
Rupture membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan
.
4. Faktor imunologi
Defisiensi mekanika imun, defisiensi immunoglobulin, anak yang
mendapat obat - obat imuno supresi.
5. Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injuri yang
berhubungan dengan system persarafan.

D. Patofisologi
Patofisiologi meningitis disebabkan oleh infeksi yang berawal dari aliran
subarachnoid yang kemudian menyebabkan reaksi imun, gangguan aliran cairan
serebrospinal, dan kerusakan neuron. Meningitis merupakan inflamasi pada
daerah meninges yang disebabkan oleh infeksi. Agen infeksius yang dapat

6
menyebabkan terjadinya meningitis bisa berupa bakteri, virus, fungsi, ataupun
parasit. Patogen penyebab meningitis dapat masuk dan menginvasi aliran
subarachnoid dalam berbagai cara, yaitu melalui penyebaran hematogen, dari
struktur sekitar meninges, menginvasi nervus perifer dan kranial, atau secara
iatrogenik (operasi pada daerah cranium atau spinal). Adanya invasi patogen ke
subarachnoid akan mengaktivasi sistem imun. Sel darah putih, komplemen, dan
immunoglobulin akan bereaksi dan menyebabkan produksi sitokin.Adanya
peningkatan produksi sitokin dapat menyebabkan beberapa perubahan fisiologis,
yaitu peningkatan permeabilitas blood brain barrier (BBB), perubahan aliran
darah serebral, peningkatan perlekatan leukosit ke endothelium kapiler, serta
peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS). Adanya peningkatan permeabilitas
BBB serta perubahan aliran darah serebral dapat menyebabkan tekanan perfusi
aliran darah turun dan terjadi iskemia. Hal ini dapat membuat perubahan pada
komposisi serta aliran cairan serebrospinal. Terjadi peningkatan protein pada
cairan serebrospinal sehingga mengganggu aliran dan absorpsi cairan
serebrospinal. Gangguan pada serebrospinal, perlekatan leukosit ke endotelium
kapiler, serta peningkatan ROS dapat menyebabkan kerusakan neuron,
peningkatan tekanan intrakranial, dan edema. Kerusakan neuronal terutama
disebabkan oleh metabolit yang bersifat sitotoksik dan adanya iskemia neuronal.
Akibatnya, terjadi manifestasi klinis berupa demam, kaku kuduk, perubahan
status mental, kejang, atau defisit neurologis fokal.

7
8
E. PATHWAY

9
10
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala meningitis secara umum: Menurut Burner dan Suddarth
2013 manifestasi klinis dari meningitis berupa :
1. Sakit kepala dan demam seringkali menjadi gejala awal: Demam cenderung
tetap tinggi selama proses penyakit: Sakit kepala tidak kunjung hilang atau
berdenyut dan sangat parah akibat iritasi meningeal
2. Iritasi meningeal memunculkan sejumlah tanda lain yang di kenali dengan
baik sebagai tanda umum semua jenis meningitis :
a. Kaku kuduk adalah tanda awal
b. Tanda Kering positif : Ketika berbaring dengan paha di fleksikan pada
abdomen, pasien tidak dapat mengekstensikan tungkai secara komplek
c. Tanda Brudzinki positif : Memfleksikan leher pasien menyebabkan fleksi
lutut dan panggul : fleksi pasif pada ekstremitas bawah di satu sisi tubuh
menghasilkan gerakan yang serupa di ekstremitas lain
d. Foto Fobia ( sensitvitas pada cahaya )
3. Ruam ( Neisseria meningitidis ) : Berkisar dari ruam ptekie dengan lesi
purpura sampai area ekomosis yang luas
4. Disorientasi pada gangguan memori : Manifestasi perilaku jugan sering
terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat mengalami letarki, tidak
responsif dan koma
5. Kejang dapat terjadi dan merupakan akibat dari areairitabilitas di otak : ICP
meningkat sekunder akibat perluasan pembengkakan di otak / hidrosephalus
: tanda awala peningkatan ICP mencakup penurunan tingkat kesadaran dan
motorik vokal
6. Infeksi Fulminal akut terjadi pada sekitar 10 % pasien meningitis
meningokoka, memunculkan tanda – tanda septikemia yang berlebihan:
awitan demam tinggi, lesi purpurik ekstensif (diwajah dan ekstremitas),
syok dan tanda koagulasi intravaskuler diseminta (DIC) terjadi searah
mendadak : Kematian dapat terjadi setelah awitan infeksi

11
Tanda gejala penyakit meningitis menurut (Suriadi & Yuliani, 2010):
1. Neonatus
Menolak untuk makan, reflek menghisap kurang, muntah atau diare, tonus
otot kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.
2. Anak- anak dan remaja
Demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan
sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium,
halusinasi, perilaku agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk,
opistotonus. Tanda kernig dan brudzinki positif, reflex fisiologis hiperaktif,
ptechiate atau pruritus (menunjukan adanya infeksi meningococcal)
3. Bayi dan anak – anak (usia 3 bulan- 2 tahun)
Demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis
dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan
brandzinki positif.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan
protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan tekanan intrakranial.
a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan
jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur
(-).
b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun,
kultur (+) beberapa jenis bakteri.
2. Pemeriksaan darah Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah
leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit
dan kultur.

12
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Disamping itu, ada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila
mungkin dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid,
sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
4. Kultur urine
Untuk menetapkan organisme penyebab
5. Kultur nasofaring
Untuk menetapkan organisme penyebab
6. Elektrolit serum
Meningkatkan jika anak dehidrasi Na+ naik dan K+ turun
7. Osmolaritas urine
Meningkat dengan sekresi ADH

13
BAB III

TINJAUAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Menurut ( Dwi Ardyan, 2012 ) Pengkajian yang dilakukan pada klien adalah :
1. Data diri
Merupakan identitas diri pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, agama, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit dan dokumentasi
pengkajian.
2. Keluhan utama
Merupakan dorongan penyebab klien masuk rumah sakit. Keluhan utama pada
penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran,
demam dan kejang.
3. Riwayat penyakit saat ini
Faktor riwayat penyakit sangata penting untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Di sisi harus di tanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti
kapan mulai serangan , sembuh atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien
meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari
infeksi dan peningkatan TIK.
Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit kepala
dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meninge. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Keluhan kejang perlu perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam,
bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan
kejang, dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan
kejang tersebut. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori
biasanya merupakan awala adanya penyakit. Perubahan yang terjadi bergantung

14
pada beratnya penyakit, demikian pula respon individu terhadap proses
fisiologis. Perilaku juga umum terjadi .
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian penyakit yang dahulu pernah dialami klien yang memungkinkan
adanya hubungan menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah
klien mengalami infeksi saluran nafas bagian atas, otitis medua , mistoiditis,dan
anemia sel sabit. Riwayat penyakit TB paru perlu ditanyakan pada klien terutama
yang batuk produktif. Obat-obatan yang diminum klien seperti obat
kortikostiroid.
5. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan
perilaku klien
6. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal.
a) Riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh
ibu terutama penyakit infeksi.
b) Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm
atau tidak karena mempengaruhi sistem kekebalan terhadap penyakit pada
anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya
aspirasi ketuban untuk anak.
c) Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan anak setelah lahir
contohnya BBLR.
7. Pemeriksaan fisik yang umum pada meningitis. Pada klien meningitis
pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada pemeriksaan neurologis. Ruang lingkup
pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi:
1) Pemeriksaan head to toe
a. Pemeriksaan fisik TTV
Biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih tinggi yaitu 38 – 41
derajat celcius. Dimulai dari fase sistemik. Kemerahan panas, kulit kering
berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi.

15
Penuruanan denyut nadai terjadi berhubungan dengan peningkatan TIK.
Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sebelum mengalami
meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karen tanda –
tanda peningkatan TIK.
b. Integumen
Permukaan kulit lembab, rambut bersih tipis hitam, akral dingin dan banyak
dijumpai ruam merah pada kulit.
c. Kepala
Tampak simetris, tidak ada lesi, tidak ada oedema, tidak ada kelainan.
d. Wajah
Tampak simetris, ada lesi, tidak ada oedema, tampak lesu dan tidak
bersemangat
e. Mata
Tampak simetris, terdapat alis mata, kelopak mata normal, konjungtiva
anemis, pupil isokor, sclera tidak ikterus, refleks cahaya negative atau
fotofobia dengan pergerakan mata yang lemah.
f. Telinga
Tampak simetris, tampak bersih, tidak ada lesi, tidak ada kelainan.
g. Hidung
Tampak simetris, tidak ada lesi, tampak bersih, tidak ada cuping hidung,
terpasang O2 2 liter.
h. Mulut
Bibir tampak kering, tidak ada stomatitis, lidah merah muda, kelainan tidak
ada.
i. Leher
Simetris, tampak bersih, ada lesi, ada kaku kuduk, pembesaran vena
jugularis.
j. Thoraks
I: Gerakan dada simetris,
P: tidak ada lesi,

16
P: tidak ada suara tambahan,
A: tidak ada kelainan, RR: 42 x/menit.
k. Abdomen
I: Terdapat bising usus,
A: ada lesi,
P: tidak ada benjolan,
P: tidak ada kelainan.
l. Anus
memakai popok, anus tampak memerah dan bengkak.
Ekstremitas
Akral dingin, tidak ada lesi, tidak ada edema, tidak ada kelainan, tampak
gerakan tangan dan kaki lemah.
2) Keadaan umum penderita
Biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau
penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan
oleh gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan
kegagalan neural akibat prosses peradangan otak.
3) Gangguan sistem pernafasan. Perubahan-perubahan akibat peningkatan
tekanan intra cranial menyebabakan kompresi pada batang otak yang
menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai
pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan.
4) Gangguan sistem kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada
daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan
tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan
meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
5) Pengkajian tumbuh dan kembang
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronis atau
mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Pengkajian pertumbuhan dan

17
perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal penanganan
dan antisipasi. Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format
DDST dan pengukuran antropometri.

B. Diagnosa keperawatan yang muncul


1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan TIK
2. Nyeri akut b.d agen iritasi selaput dan jaringan otak
3. Hipertermia b.d peningkatan laju metabolisme
4. Risiko tinggi infeksi b.d sepsis

C. Intervensi keperawatan sesuai daftar diagnose keperawatan dengan


Nanda/NOC/NIC
No No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx (NOC) (NIC)
1. 1 Setelah diberikan asuhan Manajemen Edema Serebral (2540)
keperawatan selama 3x24 jam, 1. Monitor adanya kebingungan, perubahan
diharapkan masalah keperawatan pikiran, keluhan pusing, pingsan
Ketidakefektifan perfusi jaringan 2. Monitor status neurologi dengan ketat dan
serebral b.d peningkatan TIK bandingkan dengan nilai normal
dapat membaik dengan indicator : 3. Monitor tanda-tanda vital
Perfusi Jaringan : Serebral 4. Monitor karakteristik cairan
(0406) serebralspinal, seperti : warna, kejernihan,
- Tekanan intracranial konsistensi
- Tekanan darah sistolik 5. Catat cairan serebrospinal
- Tekanan darah diastolic 6. Monitor TIK dan CPP
- Hasil serbral angiogram 7. Analisa pola TIK
- Sakit kepala 8. Monitor status pernafasan
- Kegelisahan 9. Berikan sedatasi yang sesuai dengan
- Kelesuan kebutuhan
- Muntah 10. Hindari cairan hipotonik

18
- Penurunan tingkat kesadaran 11. Monitor intake dan output
- Reflek saraf terganggu 12. Pertahankan suhu normal
- Demam
Monitor Tekanan Intrakranial (TIK) (2590)
1. Monitor kualitas dan karakteristikk
gelombang TIK
2. Monitor TIK dan perawatan neurologis
serta rangsang lingkungan
3. Monitor intake dan output
4. Monitor suhu dan jumlah WBC
5. Ambil sampel pengeluaran CSF
6. Berikan antibiotic
7. Letakkan kepala dan leher dalam posisi
netral, hindari fleksi pinggang yang
berlebihan
8. Jaga tekanan arteri sistemik dalam
jangkauan tertentu
9. Berikan agen farmakologis
2. 2 Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri (1400)
keperawatan selama 3x24 jam, 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
diharapkan masalah keperawatan meliputi lokasi, karakteristik, onset
Nyeri kepala b.d iritasi selaput /durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, atau
dan jaringan otak dapat teratasi beratnya nyeri dan factor pencetus
dengan indicator : 2. Observasi terhadap petunjuk nonverbal
Tingkat Nyeri (2102) mengenai adanya ketidaknyamanan
- Nyeri yang dilaporkan 3. Gunakan metode penilaian yang sesuai
- Panjangnya episode nyeri dengan tahapan dalam perkembangan
- Menggosok daerah yang terkena untuk memonitor perubahan nyeri dan
dampak membantu mengidentifikasi factor

19
- Mengerang dan menangis pencetus actual dan potensial
- Ekspresi nyeri wajah 4. Kendalikan factor lingkungan yang dapat
- Tidak bisa beristirahat mempengaruhi respon pasien terhadap
- Mengeluarkan keringat ketidaknyamanan, missal suhu ruangan,
- Kehilangan nafsu makan pencahayaan dan suara bising)
- Mual 5. Ajarkan pada keluarga prinsip-prinsip
- Intoleransi makanan manajemen nyeri
6. Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi seperti terapi music,
terapi bermain, pijatan, relaksasi,dll
7. Ajarkan teknik farmakologi untuk
menurunkan nyeri
8. Dukung istirahat/ tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri
9. Gunakan pendekan multi disiplin ilmu
untuk menurunkan nyeri
10. Libatkan keluarga untuk modalitas
penurunan nyeri
Pemberikan Analgesik (2210)
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan keparahan nyeri
2. Cek perintah pengobatan melalui obat,
dosis, dan frekuensi obat analgesic yang di
resepkan
3. Cek adanya riwayat alergi obat
4. Tentukan analgesic yang sesuai dengan
umur
5. Evaluasi keefektifan analgesic dengan
interval yang teratur dan observasi adanya

20
tanda gejala efek samping
3. Setelah dilakukan tindakan Pengaturan suhu (3900)
keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam
diharapkan masalah keperawatan sesuai kebutuhan
Hipertermia b.d peningkatan laju 2. Monitor nadi, RR, TD susuai kebutuhan
metabolisme membaik dengan 3. Monitor suhu dan warna kulit
kriteria hasil: 4. Tingkatkan intak dan nutrisi yang kuat
Termogulasi 5. Gunakan matras penghangat, selimut
1. Berkeringat saat panas penghangat, mandi air hangat untuk
2. Denyut jantung apical menurunkan suhu tubuhberikan medikasi
3. Denyut nadi radial yang tepat untuk mencegah atau mengontrol
4. Tingkat pernapasan menggigil
5. Sakit kepala 6. Berikan pengobatan antipiretik sesuai
6. Perubahan warna kulit kebutuhan
7. Klien memiliki suhu tubuh Perawatan demam (3740)
dalam rentang yang normal 1. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya
8. Klien tidak mengalami tanda 2. Beri obat cairan IV
dan gejala dari adanya 3. Dorong konsumsi cairan
dehidrasi 4. Kompres tubuh dengan spons hangat
9. Klien memiliki tanda-tanda 5. Tingkatkan sirkulasi udara
vital dalam rentang normal 6. Tutup pasien dengan selimut atau pakaian
ringan
7. Monitor warna kulit dan suhu
8. Monitor asupan dan keluaran, sadari
perubahan kehilangan cairan yang tidak
dirasakan
4. Setelah dilakukan tindakan Kontrol infeksi (6540)
keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Dorong intake cairan yang sesuai
diharapkan masalah keperawatan 2. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat

21
Risiko tinggi infeksi b.d sepsis 3. Dorong untuk berisitirahat
dapat membaik dengan kriteria 4. Berikan antibiotik yang sesuai
hasil: 5. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda
Kontrol Resiko (1902) dan gejala infeksi dan kapan harus
1. Mencari informasi tentang melaporkannya kepada penyedia perawatan
resiko kesehatan kesehatan
2. Menggunakan faskes yang 6. Ajarkan pasien dan anggota keluarga
sesuai mengenai bagaimana menghindari infeksi
3. Klien memiliki suhu tubuh
dalam rentang normal Perlindungan infeksi (6550)
4. Klien memiliki tanda-tanda 1. Periksa kulit dan selaput lendir untuk adanya
vital dalam rentang normal kemerahan, kehangatan ekstrim, atau drainase
5. Klien tidak mengalami muntah 2. Monitor hasil-hasil pemeriksaan yang dapat
dan diare mempengaruhi munculnya infeksi
6. Klien tidak memiliki tanda dari
sianosis
7. Klien memiliki hasil rentang
normal untuk jumlah leukosit
yang dimiliki

22
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelompok kami menyimpulkan bahwa meningitis adalah radang
selaput otak / meningen yang terjadi karena 2 penyebab, bisa disebabkan oleh
bakterial mapun oleh virus. Cara virus dan bakteri tersebut melalui aliran
darah melintasi sawar darah-otak dan memicu reaksi inflamasi di meningers,
gejala awal pasien terkena meningitis adalah sakit kepala dan demam yang
tidak segera ditindak lanjuti akan meyebabkan sakit kepala kronis dan bahkan
tuli.

B. Saran
Sebagai perawat kita harus melakukan penyuluhan kesehatan terhadap
pasien agar mengurangi tingka kecemasan, untuk orang yang balum terkana
meningitis untuk disarankan melakukan vaksin. Dalam melakukan asuhan
keperawatan pun harus hati-hati dari tahap pengkajian hingga evaluasi

23
DAFTAR PUSTAKA

Axton, S dan Fugate, T. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Ed. 3. Jakarta
EGC
Bulechek, Gloria M,.dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), edisi
keenam. Mosby: Elsevier Inc
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan


Medikal Bedah : Diagnosa Nanda -1 -2015 – 2017 Intervensi NIC hasil NOC.
Jakarta : EGC

Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan NANDA NOC – NIC Jilid 3 tentang Meningitis. Yogyakarta : Mediaction

Kamitshuru, Shigemi. 2015. Diagnosis keperawatan Definisi dan klasifikasi 2015 –


2017 edisi 10. Penerbit buku kedokteran : EGC

Nurjanah, Intansari. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC). Penerbit Buku


Kedokteran : EGC

Nurjanah, Intansari. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC). Penerbit Buku


Kedokteran : EGC

Simanullang, R.,dkk. 2015. Karakteristik Penderita Meningitis Anak yang Dirawat


Inap Di RS Santha Elisabeth Medan Tahun 2010-2014. Diakses pada hari
Kamis, 06 November 2019 jam 10.00 WIB. http://portalgaruda.org
Suriadi dan Yuliani,R. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: Sagung Seto

24

Anda mungkin juga menyukai