Anda di halaman 1dari 22

kebutuhan istirahat tidur

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istirahat dan tidur merupakan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Untuk dapat
berfungsi secara normal, maka setiap orang memerlukan istirahat dan tidur yang cukup. Pada
kondisi istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina
tubuh hingga berada dalam kondisi yang optimal.

Setiap individu mempunyai kebutuhan istirahat dan tidur yang berbeda. Pola istirahat dan
tidur yang baik dan teratur memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan. Namun dalam
keadaan sakit, pola tidur seseorang biasanya terganggu, sehingga perawat perlu berupaya
untuk membantu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur klien.

Istirahat dan tidur sangat penting bagi kesehatan. Orang yang sakit sering kali memerlukan
istirahat dan tidur lebih banyak dibandingkan biasanya. Sering kali, orang yang lemah karena
sakit menghabiskan sejumlah besar energi untuk kembali sehat atau melaksanakan aktivitas
kehidupan sehari-hari. Akibatnya, orang tersebut mengalami keletihan yang meningkat dan
sering serta membutuhkan istirahat dan tidur tambahan. Istirahat memulihkan energi
seseorang, yang memungkinkan orang tersebut untuk menjalankan fungsi dengan optimal.
Apabila waktu istirahat seseorang berkurang, orang tersebut sering kali mudah marah,
depresi, dan lelah, serta memiliki kontrol emosi yang buruk. Menyediakan lingkungan yang
tenang untuk klien merupakan fungsi penting perawat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari Istirahat dan Tidur ?


2. Apakah fungsi dari Istirahat dan Tidur ?
3. Bagaimana mekanisme Istirahat dan Tidur ?
4. Bagaimana tahap-tahap Istirahat dan Tidur?
1. Bagaimana kebutuhan Istirahat dan Tidur dalam berbagai usia ?
2. Apa sajakah masalah yang sering kali ditemukan dalam pemenuhan kebutuhan
Istirahat dan Tidur ?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien gangguan pemenuhan kebutuhan
Istirahat dan Tidur ?

1.3 Tujuan

Untuk mempelajari serta memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan pemenuhan


kebutuhan Istirahat dan Tidur serta aplikasi dalam asuhan keperawatan.

1.4 Manfaat

1. Menambah wawasan mahasiswa tentang kebutuhan Istirahat dan Tidur


2. Mengetahui masalah-masalah pada pasien dengan gangguan Istirahat dan Tidur
3. Menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan pelayanan keperawatan
kepada pasien
4. Menumbuhkan sikap “caring” terhadap pasien
5. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan Istirahat
dan Tidur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Istirahat dan Tidur

Kata ‘istirahat’ mempunyai arti yang sangat luas meliputi bersantai menyegarkan diri, dalam
menganggur setelah melakukan aktivitas, serta melepaskan diri dari apa pun yang
membosankan, menyulitkan, atau menjengkelkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
istirahat merupakan keadaan yang tenang, rileks, tanpa tekanan emosional dan beban dari
kecemasan (ansietas).

Makna istirahat dan kebutuhan tidur bervariasi pada setiap individu. Istirahat bermakna
ketenangan, relaksasi tanpa stres emosional, dan bebas dari ansietas. Oleh karena itu, istirahat
tidak selalu bermakna tidak beraktivitas; pada kenyataannya, beberapa orang menemukan
ketenangan dari beberapa aktivitas tertentu seperti berjalan di udara segar. Saat istirahat
diprogramkan untuk seorang klien, perawat dan klien harus sama-sama mengetahui apakah
klien tidak boleh beraktivitas dan apakah inaktivitas tersebut melibatkan seluruh tubuh atau
bagian tubuh (misal: sebuah lengan).

Seseorang dapat benar-benar istirahat bila:

1. Merasa segala sesuatu dapat diatasi dan di bawah kontrolnya.


2. Merasa diterima eksistensinya baik di tempat tinggal, kantor, atau di mana pun. Juga
termasuk ide-idenya diterima oleh orang lain.
3. Mengetahui apa yang terjadi.
4. Bebas dari gangguan dan ketidaknyamanan.
5. Memiliki kepuasan terhadap aktivitas yang dilakukannya.
1. Mengetahui adanya bantuan sewaktu-waktu bila memerlukannya.
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau
rangsangan yang cukup. Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur
diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologis, dan kesehatan.

Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia; tidur merupakan sebuah proses biologis yang
umum pada semua orang. Ditinjau dari sejarahnya, tidur dianggap sebagai keadaan tidak
sadar. Tidur dicirikan dengan aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran bervariasi, perubahan
pada proses fisiologis tubuh, dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal. Beberapa
stimulus lingkungan, seperti sebuah alarm detektor asap, biasanya akan membangunkan
orang yang sedang tidur, sementara suara bising lain tidak akan membangunkannya.
Tampaknya bahwa individu berespons terhadap stimulus bermakna saat tidur dan
mengabaikan stimulus yang tidak bermakna secara selektif.

Seseorangan dapat dikategorikan sedang tidur apabila terdapat tanda-tanda sebagai berikut:

1. Aktivitas fisik minimal.


2. Tingkat kesadaran yang bervariasi.
3. Terjadi perubahan-perubaahan proses fisiologis tubuh, dan
4. Penurunan respons terhadap rangsanan dari luar.

Selama tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubahan proses fisiologis. Perubahan tersebut,
antara lain:

1. Penurunan tekanan darah, denyut nadi.


2. Dilatasi pembulih darah perifer.
1. Kadang-kadang terjadi peningkatan aktivitas traktur gastrointestinal.
2. Relaksasi otot-otot rangka.
3. Basal metabolisme rate (BMR) menurun 10-30%.

Pada waktu tidur terjadi perubahan tingkat kesadaran yang berfluktuasi. Tingkat kesadaran
pada organ-organ pengindraan berbeda-beda. Organ pengindraan yang mengalami penurunan
kesadaran yang paling dalam selama tidur adalah indra penciuman. Hal ini dapat dibuktikan
dengan banyaknya kasus kebakaran yang terjadi pada malam hari tanpa disadari oleh
penghuninya yang sedang tidur. Organ pengindraan yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran yang paling kecil adalah indra pendengaran dan rasa sakit. Ini menjelaskan
mengapa orang-orang yang sakit dan berada dalam lingkungan yang bising acap kali tidak
dapat tidur.

Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi deaktifasi sistem saraf pusat. Sebab pada
orang yang tidur, sistem saraf pusatnya tetap aktif dalam sinkronisasi terhadap neuron-neuron
substansia retikularis dari batang otak. Ini dapat diketahui melalui pemeriksaan
electroenchepalogram (EEG). Alat tersebut dapat memperlihatkan fluktuasi energi
(gelombang otak) pada kertas grafik.

Fisiologi Tidur: Siklus alami tidur diperkirakan dikendalikan oleh pusat yang terletak di
bagian bawah otak. Pusat ini secara aktif menghambat keadaan terjaga, sehhingga
menyebabkan tidur.

2.2 Fungsi Tidur


 Tidur memberi pengaruh fisiologis pada sistem saraf dan struktur tubuh lain.
 Tidur memulihkan tingkat aktivitas normal dan keseimbangan normal di antara bagian
sistem saraf.
 Tidur juga penting untuk sintesis protein, yang memungkinkan terjadinya proses
perbaikan.

Peran tidur dalam kesejahteraan psikologis paling terlihat dengan memburuknya fungsi
mental akibat tidak tidur. Individu dengan jumlah tidur yang tidak cukup cenderung menjadi
mudah marah secara emosional, memiliki konsentrasi yang buruk, dan mengalami kesulitan
dalam membuat keputusan.

2.3 Pengaturan Tidur

Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh integrasi tinggi
aktivitas sistem saraf pusat yang berhubungan dengan perubahan dalam sistem saraf
peripheral, endokrin, kardiovaskular pernapasan dan musukular. Tiap rangkaian diidentifikasi
dengan respon fisik tertentu dan pola aktivitas otak. Peralatan seperti elektroensefalogram
(EEG), yang mengukur aktivitas listrik dalam korteks serebral, elektromiogram (EMG) yang
mengukur tonus otot dan elektrookulogram (EOG) yang mengukur gerakan mata,
memberikan informasi struktur aspek fisiologis tidur

Control dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua mekanisme serebral yang
mengaktivasi secara intermiten dan menekan pusat otak tertinggi untuk mengkontrol tidur
dan terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan terjaga dan yang lain menyebabkan tertidur.

Sistem aktivasi retikular (SAR) berlokasi pada batang otak teratas. SAR dipercayai terdiri
dari sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan terjaga. SAR menerima stimulus
sensori visual, auditori, nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks serebral (mis. proses emosi atau
pikiran) juga menstimulasi SAR. Saat terbangun merupakan hasil neuron dalam SAR yang
mengeluarkan katekolamin seperti norepinefrin (Sleep Research Society, 1993).

Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam sistem tidur raphe
pada pons dan otak depan bagian tengah. Daerah otak juga disebut daerah sinkronisasi bulbar
(bulbar synchroningzing region, BSR). Apakah seseorang tetap terjaga atau tertidur
tergantung pada keseimbangan impuls yang diterima dari pusat yang lebih tinggi (mis.
pikiran), reseptor sensori perifer (mis. stimulus bunyi atau cahaya) dan sistem limbic (emosi)

Ketika orang mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam posisi relaks.
Stimulus ke SAR menurun. Jika ruangan tetap dan aktivasi SAR selanjutan menururn. Pada
beberapa bagian, BSR mengambil alih, yang menyebabkan tidur.

2.4 Jenis-Jenis Tidur

Pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur dengan
gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement – REM), dan tidur dengan gerakan bola mata
lambat (Non-Rapid Eye Movement – NREM).

2.4.1 Tidur REM


Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebut berarti
tidur REM ini sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya
bersifat sangat aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah
bertambah, gerakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak-balik), sekresi lambung
meningkat, ereksi penis pada laki-laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung, dan
pernafasan tidak teratur sering lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat.

Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan menunjukkan gejala-gejala
sebagai berikut:

1. Cenderung hiperaktif.
1. Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosinya labil).
2. Nafsu makan bertambah.
3. Bingung dan curiga.

2.4.2 Tidur NREM

Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak
lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak tidur. Tanda-tanda tidur NREM
antara lain: mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernafasan
turun, metabolisme turun, dan gerakan bola mata lambat.

2.5 Siklus Tidur

Secara normal, pada orang dewasa, pola tidur rutin dimulai dengan period sebelum tidur,
selama seorang terjaga hanya pada rasa kantuk yang bertahap berkembang secara teratur.
Periode ini secara normal berakhir 10 hingga 30 menit, tetapi untuk seseorang yang memiliki
kesulitan untuk tertidur, akan berlangsung satu jam atau lebih.

Ketika seseorang tertidur, biasanya melewati 4 sampai 6 siklus tidur penuh, tiap siklus terdiri
4 tahap dari tidur NREM dan 1 periode dari tidur REM. Pola siklus biasanya berkembang
dari tahap 1 menuju ke tahap 4 NREM, diikuti kebalikan tahap 4 ke-3, lalu ke-2, diakhri
dengan periode dari tidur REM. Seseorang biasanya mencapai tidur REM sekitar 90 menit ke
siklus tidur.
(Skema siklus tidur)

Dengan tiap-tiap siklus yang berhasil, tahap 3 dan 4 memendek, dan memperpanjang periode
REM. Tidur REM dapat berakhir sampai 60 menit selama akhir siklus tidur. Tidak semua
orang mengalami kemajuan yang konsisten menuju ke tahap tidur yang biasa. Sebagai
contoh, orang yang tidur dapat berfluktuasi untuk interal pendek antara NREM tingkat 2, 3,
dan 4 sebelum masuk tahap REM. Jumlah waktu yang digunakan tiap tahap bervariasi.
Perubahan tahap ke tahap cenderung menemani pergerakan tubuh dan perpindahan untuk
tidur yang dangkal cenderung terjadi tiba-tiba, dengan perpindahan untuk tidur nyenyak
cenderung bertahap (Closs, 1988). Jumlah siklus tidur tergantung pada jumlah total waktu
yang klien gunakan untuk tidur.

KONDISI UNTUK ISTIRAHAT YANG CUKUP


KENYAMANAN FISIK

1. Eliminasi sumber-sumber yang mengiritasi fisik


2. Kotrol sumber nyeri
3. Control suhu ruangan
1. Pertahankan kesejajaran anatomis yang tepat atau posisi yang sesuai.
2. Pindahkan distraksi lingkungan
3. Sediakan ventilasi yang cukup

BEBAS DARI KECEMASAN

1. Buat keputusan sendiri


2. Berpartisipasi di dalam pelayanan kesehatan pribadi
1. Mempunyai pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami masalah dan
implikasi kesehatan
2. Praktikkan aktivitas yang mengistirahatkan secara teratur
3. Mengetahui bahwa lingkungan aman

TIDUR YANG CUKUP

1. Memperoleh jumlah jam tidur yang dibutuhkan untuk merasa segar kembali
2. Ikut kebiasaan hygiene yang baik sebelum tidur

2.6 Tahap-Tahap Tidur

TAHAPAN SIKLUS TIDUR


TAHAP 1: NREM

1. Tahap meliputi tingkat paling dangkal dari tidur


2. Tahap berakhir beberapa menit
1. Pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan secara bertahap
tanda-tanda vital dan metabolisme
2. Seseorang dengan mudah terbangun oleh stimulus sensori seperti suara
3. Ketika terbangun, seseorang merasa seperti telah melamun

TAHAP 2: NREM

1. Tahap 2 merupakan periode tidur bersuara


2. Kemajuan relaksasi
3. Untuk terbangun masih relatif mudah
4. Tahap berakhir 10 hingga 20 menit
5. Kelanjutan fungsi tubuh menjadi lamban

TAHAP 3: NREM

1. Tahap 3 meliputi tahap awal dari tidur yang dalam


2. Orang yang tidur sulit dibangunkan dan jarang bergerak
3. Otot-otot dalam keadaan santai penuh
4. Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur
5. Tahap berakhir 15 hingga 30 menit

TAHAP 4: NREM

1. Tahap 4 merupakan tahap tidur terdalam


2. Sangat sulit untuk membangunkan orang yang tidur
1. Jika terjadi kurang tidur, maka orang yang tidur akan menghabiskan porsi
malam yang seimbang pada tahap ini
2. Tanda-tanda vital menurun secara bermakna dibanding selama jam terjaga
3. Tahap berakhir kurang lebih 15 hingga 30 menit
4. Tidur sambil berjalan dan enuresis dapat terjadi

TIDUR REM

1. Mimpi yang penuh warna dan tambah hidup dapat terjadi pada REM. Mimpi yang
kurang hidup dapat terjadi pada tahap yang lain
2. Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah mulai tidur
1. Hal ini dicirikan dengan respons otonom dari pergerakan mata yang cepat,
fluktuasi jantung dan kecepatan respirasi dan peningkatan atau fluktuasi
tekanan darah
2. Terjadi tonus otot skelet penurunan
3. Peningkatan sekresi lambung
4. Sangat sulit sekali membangunkan orang yang tidur
1. Durasi dari tidur REM meningkat pada tiap siklus dan rata-rata 20
menit
Perbandingan pola tidur normal pada orang dewasa muda dan dewasa lanjut. Orang dewasa
muda memiliki waktu terjaga yang lebih sedikit dan bergerak secara progresif selama tahap-
tahap tidur. Lansia lebih sering terjaga dan lebih banyak waktu yang terpakai dalam tahap
tidur ringan.

2.7 Kebutuhan Tidur

Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan. Tabel berikut ini
merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia.

Umur Tingkat perkembangan Jumlah kebutuhan tidur


0-1 bulan Bayi baru lahir 14-18 jam/hari
1-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari
18 bulan-3 tahun Masa anak 11-12 jam/hari
3-6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari
6-12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari
12-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18-40 tahun Masa dewasa 7-8 jam/hari
40-60 tahun Masa muda paruh baya 7 jam/hari
60 tahun keatas Masa dewasa tua 6 jam/hari

2.8 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur

Kualitas maupun kuantitas tidur dipengharuhi oleh sejumlah faktor. Kualitas tidur merujuk
pada kemampuan individu untuk tetap tertidur dan mendapatkan sejumlah tidur REM dan
NREM yang pas. Kuantitas tidur adalah total waktu tidur individu.

1. 1. Sakit

Sakit yang menyebabkan nyeri atau gangguan fisik dapat menyebabkan masalah tidur. Orang
yang sakit memerlukan tidur yang lebih banyak dibandingkan keadaan normal dan irama
tidur dan bangun yang normal seringkali terganggu. Orang yang kurang mendapat waktu
tidur REM pada akhirnya menghabiskan lebih banyak waktu tidur dibandingkan orang
normal pada tahap tidur ini.

Kondisi pernapasan dapat menganggu tidur individu. Napas pendek sering kali membuat sulit
tidur dan orang yang mengalami sumbatan hidung atau drainasesinus dapat mengalami
masalah pernapasan dan kemudian dapat membuatnya sulit tidur.

Orang yang menderita tukak lambung atau duodenum akan mengalami gangguan tidur karena
rasa nyeri, seringkali akibat dari peningkatan sekresi lambung yang terjadi selama tidur REM.
Gangguan endokrin tertentu juga dapat memengaruhi tidur. Hipertiroidisme memperpanjang
waktu pratidur, membuat seorang klien sulit tertidur. Sebaliknya hipotiroidisme menurunkan
tidur tahap IV. Wanita yang memiliki kadar estrogen rendah seringkali melaporkan rasa letih
yang berlebihan. Selain itu, mereka dapat mengalami gangguan tidur, sebagian
ketidaknyamanan akibat rasa panas atau keringat malam yang dapat terjadi akibat penurunan
kadar estrogen.

Peningkatan suhu tubuh dapat menyebabkan pengurangan tahap III dan IV tidur REM.
Kebutuhan untuk berkemih di malam hari juga mengganggu tidur dan orang yang terbangun
di malam hari untuk berkemih kadang kala mengalami kesulitan untuk dapat kembali tidur.

1. 2. Lingkungan

Lingkungan dapat mempercepat atau memperlambat tidur. Setiap perubahan misalnya, suara
bising dilingkungan dapat menghambat tidur. Ketiadaan stimulus yang biasa atau keberadaan
stimulus yang tidak biasa dapat mencegah orang untuk tidur. Tidur tahap I adalah tidur yang
paling ringan dan tidur tahap III dan IV adalah tidur yang paling dalam; hasilnya, suara yang
lebih keras dibutuhkan untuk membangunkan orang yang berada dalam tidur tahap III dan
IV. Namun, jika waktunya telah berlebihan, seseorang dapat menjadi terbiasa terhadap suara
bising sehingga tingkat suara tidak lagi berpengaruh.

Ketidaknyamanan akibat suhu lingkungan dan kurang ventilasi dapat memengaruhi tidur.
Kadar cahaya dapat menjadi faktor lain yang berpengaruh. Seseorang yang terbiasa tidur
dalam gelap mungkin sulit tidur pada keadaan terang.

1. 3. Letih

Diperkirakan bahwa orang yang letih sedang biasanya mengalami tidur yang tenang. Letih
juga memengaruhi pola tidur seseorang. Semakin letih seseorang, semakin pendek periode
tidur REM (paradoksikal) pertama. Saat seseorang beristirahat, periode REM menjadi lebih
panjang.

1. 4. Gaya Hidup

Seseorang yang jam kerjanya bergeser dan sering kali berganti jam kerja harus mengatur
aktivitas untuk siap tertidur disaat yang tepat. Olah raga sedang biasanya kondusif untuk
tidur. Kemampuan seseorang untuk untuk relaks sebelum istirahat adalah faktor terpenting
yang memengaruhi kemampuan untuk tertidur.

1. 5. Stress Emosional

Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur. Seseorang yang pikirannya dipenuhi
dengan masalah pribadi mungkin tidak mampu relaks dengan cukup untuk dapat tidur.
Ansietas meningkat kadar norepinefrin dalam darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis.
Perubahan kimia ini menyebabkan kurangnya waktu tidur tahap IV NREM dan tidur REM
serta lebih banyak perubahan dalam tahap tidur lain dan lebih sering terbangun.

1. 6. Stimulan dan Alkohol


Minuman yang mengandung kafein bekerja sebagai stimulant sistem saraf pusat, sehingga
memengaruhi tidur . Orang yang minum alcohol dalam jumlah yang berlebihan mengganggu
tidur REM, walaupun dapat mempercepat awitan tidur. Sementara menggangti kehilangan
waktu tidur REM setelah beberapa efek yang disebabkan oleh alcohol mungkin tidak mampu
tidur dengan baik dan akibatnya menjadi mudah marah.

1. 7. Diet

Penurunan berat badan telah dihubungkan dengan pengurangan waktu tidur total serta tidur
yang terputus dan bangun tidur lebih awal. Di sisi lain, pertambahan berat badan tampak
berhubungan dengan peningkatan total waktu tidur, berkurangnya tidur yang terputus, dan
bangun tidur lebih lambat. L-triptofan dalam makanan, misalnya, dalam keju dan susu dapat
menginduksi tidur, sebuah bukti yang mungkin dapat menjelaskan mengapa susu hangat
membatu seseorang untuk tidur.

1. 8. Merokok

Nikotin memiliki efek stimulant pada tubuh, dan perokok sering kali lebih sulit tertidur
dibandingkan orang normal. Perokok biasanya mudah terbangun dan seringkali
menggambarkan diri mereka sebagai orang yang tidur diwaktu fajar. Dengan tidak merokok
setelah makan malam, seseorang biasnaya dapat tidur dengan lebih baik. Terlebih lagi,
banyak orang yang dahulunya perokok melaporkan bahwa pola tidur mereka membaik
setelah mereka berhenti merokok.

1. 9. Motivasi

Keinginan untuk tetap terjaga sering kali dapat mengatasi rasa letih seseorang. Misalnya,
seorang yang sudah lelah mungkin dapat tetap terjaga saat menghadiri konser yang menarik.
Sebaliknya, ketika seseorang mengalami rasa bosan dan tidak termotivasi untuk tetap terjaga,
tidur seringkali terjadi dnegan cepat.

10. Obat-obatan

Beberapa obat memengaruhi kualitas tidur. Hipnotik dapat memengaruhi tahap III dan IV
tidur NREM dan menekan tidur REM. Penyekat-beta diketahui menyebabkan insomnia dan
mimpi buruk. Narkotik, seperti meperidin hidroklorida (Demerol) dan morfin, diketahui
menekan tidur REM dan menyebabkan sering terbangun dan rasa ngantuk. Obat penenang
memengaruhi tidur REM. Amfetamin dan antidepresan menurunkan tidur REM secara tidak
normal. Seorang klien yang putus obat dari setiap obat-obatan ini mendapatkan lebih banyak
tidur REM dibandingkan biasanya dan akibatnya dapat mengalami mimpi buruk yang
mengganggu.

2.9 Masalah Yang Seringkali Ditemukan dengan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat-


Tidur

Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak di obati, secara umum akan menyebabkan
gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnya salah satu dari ketiga maslah berikut:
insomnia, adalah gerakan atau sensasi abnormal dikala tidur atau ketika terjaga ditengah
malam, atau rasa mengantuk yang berlebihan disiang hari (Naylor dan Aldrich, 1994).
Banyak orang dewasa di Amerika Serikat memiliki hutang tidur yang signifikan karena
ketidak adekuatan dalam hal kuantitas maupun kualitas tidur malamnya dan mengalami
hipersomnolen di siang hari selam melaksanakan aktivitas sehari-hari (National Commission
on Sleep Disorders Research, 1993).

Gangguan tidur telah diklasifikasikan menjadi empat kategori utama (Thhorpy, 1994).
Disomnia adalah gangguan primer yang berasal dari sistem tubuh yang berbeda dan dibagi
lagi menjadi tiga kelompok besar. Gangguan tidur intrinsic meliputi gangguan untuk memulai
dan mempertahankan tidur, yaitu berbagai bentuk insomnia dan gangguan rasa kantuk yang
berlebihan seperti narkolepsi dan apnea tidur obstruktif. Gangguan tidur ekstrinsik terjadi
akibat beberapa factor eksternal, yang jika dihilangkan menyebabkan hilangnya gangguan
tidur. Gangguan irama sirkadian sewaktu tidur terjadi karena ketidaksejajaran antara waktu
tidur dan apa yang diinginkan oleh individu atau norma sosial. Parasomnia adalah perilaku
tidak diinginkan yang erjadi pada saat tidur, gangguan terjaga, terjaga sebagian, atau selama
transisi dalam siklus tidur atau dari tidur ke terbangun. Banyak gangguan tidur medis dan
psikiatrik yang berhubungan dengan gangguan tidur dan bangun. Gangguan tidur tersebut
dibagi menjadi gangguan tidur yang berhubungan dengan psikiatrik, neurologik, atau
gangguan medis lainnya. Gangguan tidur yang masih bersifat usulan adalah gangguan baru
yang adekuat mengenai keberadaan gangguan tersebut.

Riwayat kesehatan, social, keluarga, dan tidur yang lengkap dan cermat harus diperoleh
untuk mendapatkan informasi rinci tentang keluhan (Naylor dan Aldirch, 1994). Kajian
laboratorium tentang tidur sering kali digunakan untuk mendiagnosa gangguan tidur,
termasuk menggunakan polisomnogram (PSG) dimalam hari dan Multiple Sleep Latency
Test(MSLT) (Carskadon, 1994). PSG melibatkan penggunaan EEG, EMG, dan EOG untuk
memantau tahapan tidur dan bangun selama tidur malam. MSLT memberi informasi objektif
tentang tidur dan aspek-aspek terpilih dari struktur tidur dengan mengukur seberapa cepat
individu tertidur selama empat kesempatan tidur siang sepanjang hari. Episode REM awitan
tidur juga dicatat karena abnormalitas ini berhubungan dengan beberapa gangguan tidur.

1. 1. Insomnia

Insomnia adala gejala yang dialami oleh klien yang mengalami kesulitan kronis untuk tidur,
sering terbangun dari tidur, dan atau tidur singkat atau tidur nonrestoratif (Zorick, 1994).
Penderita insomnia mengeluhkan rasa kantuk yang berlebihan disiang hari dan kuantitas dan
kualitas tidurnya tidak cukup. Namun, seringkali klien tidur lebih banyak yang disadarinya.
Insomnia dapat menandakan adanya gangguan fisik atau psikologis.

Seseorang dapat mengalami insomnia transien akibat stress situasional seperti masalah
keluarga, kerja atau sekolah, jet lag, penyakit, atau kehilangan orang yang dicintai. Insomnia
dapat terjadi berulang tetapi diantara episode tersebut klien dapat tidur dengan baik. Namun,
kasus insomnia temporer akibat situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk
mendapatkan tidur yang cukup, mungkin disebabkan oleh kekhawatiran dan kecemasan yang
terjadi untuk mendapatkan tidur yang adekuat tersebut.

Insomnia sering berkaitan dengan kebiasaan tidur yang buruk. Apabila kondisi
berlanjut,ketakutan tidak dapat tidur dapat cukup menyebabkan keterjagaan. Disiang hari,
seseorang dengan insomnia kronik dapat merasa mengantuk, letih depresi dan cemas.

Karena terdapat banyak penyebab insomnia, penatalaksanaannya melibatkan beberapa


pendekatan (walsh, Hartman dan kowall,1994). Sangat penting untuk menangani dengan
tepat masalah-masalah emosional atau medis yang mungkin menyebabkan maslah tidur ini.
Terapi dapat juga bersifat simptomatik, termasuk memeperbaiki tindakan higine tidur, umpan
balik biologis, teknik kognitif dan teknik relaksasi. Apabila insomnia merupakan akibat
sekunder dari perilaku sehat yang tidak tepat maka terapi diarahkan pada perubahan perilaku
tersebut. Misalnya, pada insomnia bergantung obat, klien tidak dapat tidur karena
penggunaan obat hipnotik yang berlebihan. Klien ini biasanya akan sangat terbantu dengan
menghentikan pemberian hipnotik tersebut secara bertahap.

1. 2. Somnambulisme

Somnabulisme merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks mencakup adanya
otomatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu, menutup pintu, duduk di
tempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, dan berbicara. Termasuk tingkah laku berjalan
dalam beberapa menit dan kembali tidur (Japardi 2002). Somnabulisme ini lebih banyak
terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Seseorang yang mengalami
somnabulisme mempunyai risiko terjadinya cedera. Upaya yang dapat dilakukan untuk
mengantisipasi somnabulisme yaitu dengan membimbing anak.

1. 3. Apnea Tidur

Apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya aliran udara melalui
hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Ada tiga jenis apnea
tidur, apnea sentral, obstruktif, dan campuran yang mempunyai komponen apnea sentral dan
obstruktif.

Bentuk yang paling banyak terjadi, apnea tidur obstruktif (obstructive sleep apnea,
OSA), terjadi pada saat otot atau struktur rongga mulut atau tenggorok rileks pada saat tidur.
Jalan napas atas menjadi tersumbat sebagian atau seluruhnya, dan aliran udara pada hidung
berkurang (Hipopnea) atau berhenti (apnea) selama 30 detik (Guilleminault, 1994). Individu
masih berusaha untuk bernapas karena gerakan dada dan abdomen terus terjadi, yang sering
kali menyebabkan bunyi dengkuran atau dengusan yang keras. Pada saat napas hilang
sebagian atau seluruhnya, setiap gerakan diafragma yang berhasil dilakukan menjadi lebih
kuat sampai obstruktif tersebut berkurang. Abnormalitas structural seperti deviasi septum,
polip hidung, atau pembesaran tonsil dapat menyebabkan seseorang terbangun dari tidur
dalam ke siklus tidur tahap 2. Pada kasus-kasus berat, ratusan episode hipopnea/apnea dapat
terjadi setiap jam sehingga menyebabkan gangguan yang parah pada tidur dalam. Rasa
kantuk yang berebihan di siang hari merupakan keluhan utama penderita OSA. The National
Commission on Sleep Disorders Research (1993) memperkirakan bahwa 18 juta orang
diamerika serikat memenuhi criteria diagnostic untuk OSA.

Apnea obstruktif menyebabkan penurunan kadar oksigen arteri yang serius. Klien
berisiko mengalami disritmia jantung, gagal jantung kanan, hipertensi pulmonal, serangan
angina, stroke, dan hipertensi. Pria usia pertengahan biasanya dianggap lebih sering terkena,
terutama jika mereka obesitas. Namun, penemuan terbaru menunjukkan bahwa wanita
pascamenopause juga relatif sering mengalami apnea tidur obstruktif yang berkaitan erat
dengan hipertensi (Gislason et al, 1993). Waktu tersering terjadinya kematian yang tampak
terjadi secara alami atau malah tidak dapat dijelaskan adalah antara pukul 4 dn 6. Beberapa
peneliti meyakini bahwa apnea tidur merupakan penyebab dari berbagai kematian ini(Berman
et al, 1990.
Apnea tidur sentral (central sleep apnea, CSA) melibatkan disfungsi pada pusat
pengendalian pernapasan di otak. Impuls untuk bernapas sementara terhenti, dan aliran udara
pada hidung dan gerakan dnding dada juga terhenti. Saturasi oksigen dalam darah menurun.
Kondisi ini terjadi pada klien yang mengalami cedera batang otak, distrofi otot, dan
ensefalitis dan juga pada orang yang bernapas normal di siang hari. Kurang dari 10% apnea
tidur berasal dari sentral. Individu dengan CSA cenderung terbangun diwaktu tidur dan oleh
karena itu, ia mengeluh insomnia dan EDS. Klien juga mengalami dengkuran yang ringan da
intermiten.

Klien yang mengalami apnea tidur sering kali tidak memiliki tidur dalam yang
siginifikan. Selain itu bnyak juga terjadi keluhan mengantuk yang berlebihan di siang hari,
serangan tidur, keletihan, sakit kepala dipagi hari, dan menurunnya gairah seksual.
Pengobatannya mencakup terapi untuk komplikasi jantung dan pernapasan yang utama dan
terapi untuk masalah emosional yang muncul akibat gejala dari gangguan ini. Higine tidur
dan program penuruna berat badan juga dapat membantu. Salah satu terapi yang paling
efektif adalah penggunaan alat penekan jalan napas positif yang kontinu di dalam hidung
(continuous positive airway pressure, CPAP) dim lam hari. Klien yang menggunakan CPAP
harus memakai masker pada hidungnya. Udara ruangan dialirkan melalui masker pada
tekanan yang tinggi. Tekanan udara mencegah kolapsnya jalan napas. Alat CPAP bersifat
portabel dan efektif terutama untuk apnea obstruktif pada kasus-kasus apnea tidur yang
parah, tonsil, uvula, atau bagian dari palatum mole dapat diangkat melalui pembedahan.
Keberhasilan prosedur bedah sangat bervariasi.

1. 4. Narkolepsi

Narkolepsi adalah disfungsi mekanisme yang mengatur keadaan bangun dan tidur.
EDS adalah keluhan utama paling sering yang berkaitan dengan gangguan ini. Di siang hari
seseorang dapat merasakn kantuk berlebihan yang datang secara mendadak dan jatuh tertidur.
Tidur REM dapat terjadi dalam 15 menit sewaktu tertidur. Katapleksi, atau kelemahan otot
yang tiba-tiba disaat emosi sedang kuat seperti marah, sedih, atau tertawa, dapat terjadi kapan
saja disiang hari. Apabila serangan katapleksi parah, klien dapat kehilangan control otot
valunter dan jatuh kelantai. Individu yang menderita narkolepsi dapat mengalami mimpi
hidup, yang terjadi pada saat orang tersebut tertidur, mimpi yang sulit dibedakan dari realita (
disebut halusinasi hipnogik). Paralisis tidur, atau perasaan tidak mampu bergerak atau
berbicara tepat sebelum terbangun atau tertidur, merupakan gejala yang lain. Penelitian
terakhir menunjukkan adanya hubungan genetik untuk narkolepsi (Mitler et al, 1990; Aldrich,
1992).

Masalah signifikan untuk individu yang menderita narkolepsi adalah bahwa orang
tersebut jatuh tertidur tanpa bisa dikendalikan pada waktu yang tidak tepat. Serangan tidur
dapat dengan mudah disalahartikan dengan kemalasan, kurangnya minat terhadap aktivitas,
atau mabuk kecuali jika gangguan ini dipahami. Umumnya gejala pertama mulai muncul
pada remaja dan dapat dislahartikan dengan EDS yang juga bnyak terjadi pada remaja.
Penderita narkolepsi diobati dengan stimulant yang hanya dapat menigkatkan sebagian
sebagian kesiagaan dan mengurangi serangan tidur, serta obat yang menekan katapleksi dan
gejala lain yang terkait dengan REM. Tidur siang singkat tidak lebih 20 menit dpat
membantu perasaan mengantuk yang subjektif. Factor-faktor yang eningkatkan rasa kantuk
pada klien narkolepsi (mis. Alcohol atau aktivitas yang melelahkan) harus dihindari.

1. 5. Deprivasi Tidur
Deprivasi tidur adalah masalah yang dihadapi banyak klien sebagai akibat disomnia.
Penyebabnya dapat mencakup penyakit (mis, demam, sulit bernapas, atau nyeri), stress
emosional, obat-obatan, gangguan lingkungan (mis, asuhan keperawatan yang sering
dilakukan), dan keanekaragaman waktu yang terkait dengan waktu kerja. Dokter dan perawat
cenderung mengalami deprivasi tidur karena jadwal kerja yang panjang dan rotasi jam dinas.
Gold et al (1992) menemukan bahwa perawat yang bekerja dalam jam dinas yang dirotasi
melaporkan bahwa waktu tidurnya kurang dan secara signifikan cenderung banyak
melaporkan kecelakaan dan kesalahan dibandingkan dengan perawat yang bekerja satu hari
langsung atau dinas malam.

Hospitalisasi, terutama di unit perawatan intensif, membuat klien rentan terhadap


gangguan tidur ekstrinsik dan sirkadian (Wood, 1992). Deprivasi tidur melibatkan penurunan
kuantitas dan kualitas tidur serta ketidakkonsistenan waktu tidur. Apabila tidur mengalami
gangguan atau terputus-putus, dapat terjadi perubahan urutan siklus tidur normal. Terjadi
deprivasi tidur kumulatif.

Respons seseorang terhadap deprivasi tidur sangat bervariasi. Klien dapat mengalami
berbagai gejala fisiologis dan psikologis. Keparahan gejala sering berhubungan dengan durasi
deprivasi tidur. Terapi yang paling efektif untuk deprivasi tidur adalah menghilangkan atau
memperbaiki factor-faktor yang mengganggu pola tidur. Perawat dapat memainkan peranan
yang penting dalam mengidentifikasi masalah-masalah deprivasi tidur yang dapat diobati.

1. 6. Parasomnia

Parasomnia adalah masalah tidur yang lebih banyak terjadi pada anak-anak dari pada
orang dewasa. Sindrom kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome ,SIDS)
dihipotesis berkaitan dengan apnea, hipoksia, dan aritmia jantung yang disebabkan oleh
abnormalitas dalam system saraf otonom yang dimanifestasikan selama tidur (Gilis dan
Flemons, 1994). Baru-baru ini, the American Acadeny of Pediatrics menganjurkan agar bayi
yang sehat ditempatkan pada posisi miring atau telentang disaat tidur karena adanya
hubungan antara posisi telungkup dengan terjadinya SIDS (Long dan Barron, 1992).

Parasomnia yang terjadi pada anak-anak akan meliputi somnambulisme (berjalan


dalam tidur), terjaga malam, mimpi buruk, enuresis nocturnal (ngompol), dan
menggeretakkan gigi (bruksisme) (mindell,1993). Apabila orang dewasa mengalami hal ini
maka hal tersebut dapat mengindikasikangangguan yang lebih serius. Terapi khusus untuk
gangguan ini bervariasi. Namun, dalam semua kasus yang terpenting adalah mendukung
klien dan mempertahankan keamanannya. Misalnya, orang yang berjalan dalam tidur tidak
menyadari lingkungan di sekitarnya dan lambat bereaksi. Oleh karena itu risiko jatuh
sangatlah besar. Perawat tidak boleh mengejutkan klien yang sedang berjalan tidur tetapi
membangunkan dengan lembut dan membimbingnya dengan lembut dan membimbingnya
kembali ke tempat tidur
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Topik SGD

Ny Widya (32 th), mengeluh seringkali terbangun di tengah malam dan sulit untuk bisa tidur
kembali hingga pagi dan akhirnya harus berangkat kerja. Kejadian ini sudah berlangsung
selama 6bulan. Ny.Widya sudah mencoba pengobatan herbal untuk mengatasi masalah tidur
yang dialaminya tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda berhasil. Dalam 24 jam, Ny. Widya
hanya bisa tidur 3 sd. 4 jam dan itu seringkali membuatnya mudah lelah, sakit flu dan
mengurangi produktivitas kerjanya.

3.2 Tinjauan Teori

Istirahat dan tidur sangat penting bagi kesehatan. Istirahat dapat memulihkan energi
seseorang dan memungkinkan orang tersebut dapat menjalankan fungsi dengan optimal.
Apabila waktu istirahat seseorang berkurang, orang tersebut seringkali mudah marah, depresi,
dan lelah serta memiliki kontrol emosi yang buruk. Kurangnya kualitas tidur seseorang
diakibatkan karena adanya gangguan tidur. Gangguan tidur ada dua, yaitu gangguan tidur
primer dan gangguan tidur sekunder. Salah satu gangguan tidur primer adalah insomnia.
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering terjadi. Insomnia adalah
ketidakmampuan untuk tidur dengan jumlah atau kualitas yang cukup. Individu yang
menderita insomnia tidak merasa segar pada saat tidur. Terdapat 3 tipe insomnia:

1. Insomnia awal (sulit tertidur)


2. Insomnia intermiten berkala atau insomnia pemeliharaan (sulit untuk tetap tertidur
karena sering terbangun dalam waktu lama)
3. Insomnia terminal (terbangun pada dini hari atau terbangun sebelum waktunya)

Insomnia dapat terjadi akibat ketidaknyamanan fisik tetapi lebih sering terjadi akibat
stimulasi mental yang berlebihan karena ansietas. Individu yang terbiasa menggunakan obat-
obatan atau yang meminum alkohol dalam jumlah besar cenderung menderita insomnia.

Penanganan insomnia seringkali mengharuskan klien untuk membentuk pola perilaku baru
yang menginduksi tidur. Kegunaan obat tidur masih diragukan. Obat-obatan tersebut tidak
mengatasi penyebab masalah dan penggunaan yang berkepanjangan dapat menciptakan
ketergantungan obat.

Diagnosa Keperawatan

Ny. Widya (32 th), mengeluh seringkali terbangun ditengah malam dan sulit untuk bisa tidur
kembali hingga pagi dan akhirnya harus berangkat kerja. Kejadian ini sudah berlangsung
selama 6 bulan. Ny. Widya sudah mencoba pengobatan herbal untuk mengatasi masalah tidur
yang dialaminya tetapi tidak menunjukkan tanda – tanda berhasil. Dalam 24 jam Ny. Widya
hanya bisa tidur selama 3 sd. 4 jam dan itu seringkali membuatnya mudah lelah, sakit flu dan
mengurangi produktivitas kerjanya.

P (Problem):

Ny.Widya (32th) seringkali terbangun ditengah malam dan sulit untuk bisa tidur kembali
hingga pagi. Dalam 24 jam, ny.widya hanya bisa tidur 3 s.d 4 jam. Dari data subjektif
tersebut dapat disimpulkan bahwa ny. Widya mengalami gangguan tidur insomnia terminal.

E (Etiologi):

Ny. Widya tiap hari berangkat kerja sejak pagi. Selama bekerja, kemungkinan ny. Widya
merasa kelelahan dan ada suatu tekanan yang mengganggu pikirannya sehingga ia mengalami
kesulitan tidur. Untuk mengatasi gangguan tidurnya ny.widya mencoba pengobatan herbal.
Namun tetap tidak menunjukkan tanda-tanda berhasil. Dari hasil pengkajian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa penyebab gangguan tidur yang dialami ny. Widya adalah karena stress
terhadap lingkungan pekerjaan dan obat herbal yang di konsumsi tanpa pengawasan dokter
setelah mengalami gangguan tidur.
S (Symtom):

Akibat kurangnya pemenuhan istirahat dan tidur yang dialami ny.Widya, ny. Widya
mengalami penurunan imunitas sehingga ia sering merasa lelah, sakit flu, dan produktivitas
kerjanya menurun.

3.3 Asuhan Keperawatan

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tanggal MRS : 1 April 2014 Jam Masuk : 18.30 WIB

Tanggal Pengkajian : 1 April 2014 No.RM :7

Jam Pengkajian : 19.00 WIB Diagnosa Masuk:


Insomnia Terminal

Hari rawat ke :1

IDENTITAS

1. Nama Pasien : Ny. W


2. Umur : 32 tahun
3. Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : Sarjana
6. Pekerjaan : Karyawan
7. Alamat : Mulyorejo, Surabaya
8. Sumber Biaya : Sendiri

KELUHAN UTAMA

Terbangun ditengah malam dan sulit untuk bisa tidur kembali hingga pagi dan akhirnya harus
berangkat kerja. Dalam 24 jam hanya bisa tidur 3 s.d 4 jam dan itu seringkali membuatnya
mudah lelah, sakit flu dan mengurangi produktivitas kerjanya.

A. Riwayat tidur

1. Pola tidur : Ny. Widya tidur 3 sampai 4 jam sehari.


2. Sudah 6 bulan Ny. Widya selalu terbangun ditengah malam dan sulit untuk tidur
kembali hingga pagi hari. Ny. Widya sudah mencoba pengobatan herbal namun tidak
menunjukkan tanda – tanda berhasil mengatasi masalah tidur yang dihadapi.
3. Klien merupakan seorang wanita karir. kemungkinan akibat jam kerja yang
berlebihan membuat waktu tidur ny. widya berkurang.
4. Ny. Widya seringkali menjadi mudah lelah, sakit flu dan produktivitas bekerja
menjadi berkurang akibat gangguan tidur yang dialami.
B. Gejala Klinis

Gejala klinis yang mungkin muncul: perasaan lelah dan sakit flu sehingga produktivitas
bekerja menjadi berkurang.

C. Penyimpangan Tidur

Dari tanda – tanda yang ditunjukkan klien kemungkinan klien mengalami insomnia terminal
yaitu terbangun sebelum waktunya.

ANALISA DATA

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DS : klien mengeluh seringkali Faktor psikologis Gangguan pola tidur
terbangun di tengah malam dan berhubungan dengan faktor
sulit untuk tidur kembali psikologis (mis : ansietas,
stress dan faktor
DO : lingkungan)

 klien mudah lelah


 produktivitas kerja
menurun

DS : Insomnia terminal
berhubungan dengan pola
 klien mengeluh seringkali aktivitas yang berlebihan.
terbangun di tengah
malam dan sulit untuk bisa
tidur kembali.
 Klien hanya bisa tidur 3-4
jam

DO :

 Klien terlihat kelelahan


 Terlihat gelisah
 Wajah klien terlihat kusam
 Kelelahan
o Adanya suatu
tekanan yang
mengganggu
pikiran saat
bekerja.

DS : Gangguan sistem imun bd.


kurangnya kebutuhan
 Klien merasa tidak enak istirahat dan tidur
badan

DO :

 Klien mudah lelah


 Klien sakit flu
 Klien mengalami
produktivitas kerja yang
berkurang
 Waktu tidur kurang
 Stress

RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosis
Intervensi Rasional
(tujuan, kriteria hasil)
Gangguan pola tidur 1. Ciptakan lingkungan yang 1. Rasa saling percaya
berhubungan dengan memfasilitasi rasa paling adalah langkah pertama
faktor psikologis (mis : percaya. yang penting dalam
ansietas, stress dan faktor 2. Pahami perspektif klien hubungan terapeutik.
lingkungan) mengenai situasi yang 2. Mengidentifikasi
menimbulkan tekanan. perspektif klien akan
Tujuan : 3. Dorong pengungkapan perasaan, mempermudah
persepsi, dan rasa takut. perencanaan untuk
Setelah dilakukan 4. Bantu klien mengidentifikasi mendapatkan
tindakan keperawatan situasi yang mencetuskan pendekatan terbaik
selama 2x24 jam, klien ansietas. dalam mengurangi
menunjukkan rasa percaya 5. Tentukan kemampuan klien ansietas.
diri dan menampakkan dalam membuat keputusan. 3. Ekspresi terbuka
ekspresi wajah yang ceria mengenai perasaan
sehingga dapat tidur dapat memfasilitasi
dengan nyaman dan pola identifikasiemosi
tidur kembali meningkat. tertentu seperti rasa
marah atau tidak
Kriteria hasil : berdaya, distorsi
persepsi, dan rasa takut
 Jam tidur yang tidak realistis.
bertambah 4. Mengidentifikasi
 Kualitas tidur peristiwa yang terkait
meningkat dapat memungkinkan
 Tidak sulit lagi klien mencegah atau
untuk tidur mengenali ansietasnya
 Ekspresi wajah guna mulai
tampak ceria menyelesaikan masalah.
(tidak ada 5. Mengidentifikasi
kekhawatiran) mekanisme koping
 Lebih percaya diri. adaptif.

Insomnia terminal yang 1. Ciptakan lingkungan yang


ditandai dengan sering nyaman, dengan menutup pintu
terbangun sebelum kamar klien, kurangi stimulus,
waktunya dan tidak dapat misalnya percakapan.
tidur kembali hingga pagi 2. Tempatkan klien dengan teman
hari. yang cocok, dan lain-lain, seperti
suami atau anaknya.
Tujuan : Setelah 3. Membantu kebiasaan klien
dilakukan tindakan sebelum tidur, misalnya dengan
keperawatan selama 2 x mendengarkan musik, membaca,
24 jam, klien dapat dan berdoa.
mempertahankan pola 1. Meningkatkan rasa
tidur dalam batas rentang nyaman pada klien serta
±6 jam mengurangi perasaan
terganggu pada klien
Kriteria Hasil: 2. Meningkatkan perasaan
aman pada klien karena
 Jumlah jam tidur ditemani oleh anggota
(sedikitnya 5 jam keluarganya.
per 24 jam untuk 3. Kebiasaan dapat
orang dewasa) membantu klien
 Perasaan segar meningkatkan rasa rileks
setelah tidur dipikirannya.
 Terbangun di
waktu yang sesuai

Akibat dari kesulitan tidur 1. beri pijat punggung pada klien 1. pijat punggung dapat
klien menderita beberapa sebelum tidur. mengurangi ketegangan
penyakit yaitu wajah otot, meninkatkan
yang lesu dan kelelahan, 2. beri obat antibiotik untuk relaksasi fisik dan
sakit flu, dan menyembuhkan flu pada klien. mental serta
produktivitas kerja meredakkan insomnia.
berkurang. 3. instruksikan pada klien bahwa jam 2. antibiotik meningkatkan
kerja yang berlebihan menyebabkan imunitas tubuh pada
gangguan pada pola tidur. klien.
3. pengetahuan tentang
Tujuan: setelah dilakukan faktor-faktor penyebab
tindakan keperawatan gangguan tidur
1x24 jam, klien tampak memungkinkan klien
lebih segar, tidak sakit flu, untuk mulai mengontrol
dan melakukan aktivitas faktor-faktor yang
dengan perasaan senang. menghambat tidur.

Kriteria Hasil: klien


tampak segar dan tidak
sakit flu.

EVALUASI

1. Pola tidur klien berada pada rentang normal yaitu sedikitnya 5 jam sehari (untuk dewasa) .

2. Klien tidur dengan nyenyak dan tidak terbangun pada malam hari.

3. Pada saat bangun klien merasa segar kembali

4. Klien menghentikan obat – obatan herbal yang diminum jika tidak sesuai dengan resep
dokter.

5. Klien tidak lagi mengalami flu dan dapat bekerja dengan produktif.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2008. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Klien.
Jakarta: Salemba Medika

Judith

Korzier, Erb, Berman, Snyder. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses,
& Praktik, Edisi 7, Volume 1. Jakarta: EGC

Kozier, Erb, Berman, Snyder. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 7. Volume 2. Jakarta: EGC

Patricia A,potter.2006. fundamental keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai