BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istirahat dan tidur merupakan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Untuk dapat berfungsi
secara normal, maka setiap orang memerlukan istirahat dan tidur yang cukup. Pada kondisi
istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh
hingga berada dalam kondisi yang optimal.
Setiap individu mempunyai kebutuhan istirahat dan tidur yang berbeda. Pola istirahat dan tidur
yang baik dan teratur memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan. Namun dalam keadaan
sakit, pola tidur seseorang biasanya terganggu, sehingga perawat perlu berupaya untuk
membantu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur klien.
Istirahat dan tidur sangat penting bagi kesehatan. Orang yang sakit sering kali memerlukan
istirahat dan tidur lebih banyak dibandingkan biasanya. Sering kali, orang yang lemah karena
sakit menghabiskan sejumlah besar energi untuk kembali sehat atau melaksanakan aktivitas
kehidupan sehari-hari. Akibatnya, orang tersebut mengalami keletihan yang meningkat dan
sering serta membutuhkan istirahat dan tidur tambahan. Istirahat memulihkan energi seseorang,
yang memungkinkan orang tersebut untuk menjalankan fungsi dengan optimal. Apabila waktu
istirahat seseorang berkurang, orang tersebut sering kali mudah marah, depresi, dan lelah, serta
memiliki kontrol emosi yang buruk. Menyediakan lingkungan yang tenang untuk klien
merupakan fungsi penting perawat.
1.2 Rumusan Masalah
Tidur memberi pengaruh fisiologis pada sistem saraf dan struktur tubuh lain.
Tidur memulihkan tingkat aktivitas normal dan keseimbangan normal di antara bagian
sistem saraf.
Tidur juga penting untuk sintesis protein, yang memungkinkan terjadinya proses
perbaikan.
Peran tidur dalam kesejahteraan psikologis paling terlihat dengan memburuknya fungsi mental
akibat tidak tidur. Individu dengan jumlah tidur yang tidak cukup cenderung menjadi mudah
marah secara emosional, memiliki konsentrasi yang buruk, dan mengalami kesulitan dalam
membuat keputusan.
2.3 Pengaturan Tidur
Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh integrasi tinggi
aktivitas sistem saraf pusat yang berhubungan dengan perubahan dalam sistem saraf peripheral,
endokrin, kardiovaskular pernapasan dan musukular. Tiap rangkaian diidentifikasi dengan
respon fisik tertentu dan pola aktivitas otak. Peralatan seperti elektroensefalogram (EEG), yang
mengukur aktivitas listrik dalam korteks serebral, elektromiogram (EMG) yang mengukur tonus
otot dan elektrookulogram (EOG) yang mengukur gerakan mata, memberikan informasi struktur
aspek fisiologis tidur
Control dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua mekanisme serebral yang
mengaktivasi secara intermiten dan menekan pusat otak tertinggi untuk mengkontrol tidur dan
terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan terjaga dan yang lain menyebabkan tertidur.
Sistem aktivasi retikular (SAR) berlokasi pada batang otak teratas. SAR dipercayai terdiri dari
sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan terjaga. SAR menerima stimulus sensori
visual, auditori, nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks serebral (mis. proses emosi atau pikiran) juga
menstimulasi SAR. Saat terbangun merupakan hasil neuron dalam SAR yang mengeluarkan
katekolamin seperti norepinefrin (Sleep Research Society, 1993).
Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam sistem tidur raphe pada
pons dan otak depan bagian tengah. Daerah otak juga disebut daerah sinkronisasi bulbar (bulbar
synchroningzing region, BSR). Apakah seseorang tetap terjaga atau tertidur tergantung pada
keseimbangan impuls yang diterima dari pusat yang lebih tinggi (mis. pikiran), reseptor sensori
perifer (mis. stimulus bunyi atau cahaya) dan sistem limbic (emosi)
Ketika orang mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam posisi relaks.
Stimulus ke SAR menurun. Jika ruangan tetap dan aktivasi SAR selanjutan menururn. Pada
beberapa bagian, BSR mengambil alih, yang menyebabkan tidur.
2.4 Jenis-Jenis Tidur
Pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur dengan gerakan
bola mata cepat (Rapid Eye Movement – REM), dan tidur dengan gerakan bola mata
lambat (Non-Rapid Eye Movement – NREM).
2.4.1 Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebut berarti tidur
REM ini sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat
sangat aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah bertambah,
gerakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak-balik), sekresi lambung meningkat, ereksi
penis pada laki-laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung, dan pernafasan tidak teratur
sering lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan menunjukkan gejala-gejala
sebagai berikut:
1. Cenderung hiperaktif.
1. Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosinya labil).
2. Nafsu makan bertambah.
3. Bingung dan curiga.
Perbandingan pola tidur normal pada orang dewasa muda dan dewasa lanjut. Orang dewasa
muda memiliki waktu terjaga yang lebih sedikit dan bergerak secara progresif selama tahap-
tahap tidur. Lansia lebih sering terjaga dan lebih banyak waktu yang terpakai dalam tahap tidur
ringan.
2.7 Kebutuhan Tidur
Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan. Tabel berikut ini
merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia.
Umur Tingkat perkembangan Jumlah kebutuhan tidur
0-1 bulan Bayi baru lahir 14-18 jam/hari
1-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari
18 bulan-3 tahun Masa anak 11-12 jam/hari
3-6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari
6-12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari
12-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18-40 tahun Masa dewasa 7-8 jam/hari
40-60 tahun Masa muda paruh baya 7 jam/hari
60 tahun keatas Masa dewasa tua 6 jam/hari
1. 1. Sakit
Sakit yang menyebabkan nyeri atau gangguan fisik dapat menyebabkan masalah tidur. Orang
yang sakit memerlukan tidur yang lebih banyak dibandingkan keadaan normal dan irama tidur
dan bangun yang normal seringkali terganggu. Orang yang kurang mendapat waktu tidur REM
pada akhirnya menghabiskan lebih banyak waktu tidur dibandingkan orang normal pada tahap
tidur ini.
Kondisi pernapasan dapat menganggu tidur individu. Napas pendek sering kali membuat sulit
tidur dan orang yang mengalami sumbatan hidung atau drainasesinus dapat mengalami masalah
pernapasan dan kemudian dapat membuatnya sulit tidur.
Orang yang menderita tukak lambung atau duodenum akan mengalami gangguan tidur karena
rasa nyeri, seringkali akibat dari peningkatan sekresi lambung yang terjadi selama tidur REM.
Gangguan endokrin tertentu juga dapat memengaruhi tidur. Hipertiroidisme memperpanjang
waktu pratidur, membuat seorang klien sulit tertidur. Sebaliknya hipotiroidisme menurunkan
tidur tahap IV. Wanita yang memiliki kadar estrogen rendah seringkali melaporkan rasa letih
yang berlebihan. Selain itu, mereka dapat mengalami gangguan tidur, sebagian ketidaknyamanan
akibat rasa panas atau keringat malam yang dapat terjadi akibat penurunan kadar estrogen.
Peningkatan suhu tubuh dapat menyebabkan pengurangan tahap III dan IV tidur REM.
Kebutuhan untuk berkemih di malam hari juga mengganggu tidur dan orang yang terbangun di
malam hari untuk berkemih kadang kala mengalami kesulitan untuk dapat kembali tidur.
1. 2. Lingkungan
Lingkungan dapat mempercepat atau memperlambat tidur. Setiap perubahan misalnya, suara
bising dilingkungan dapat menghambat tidur. Ketiadaan stimulus yang biasa atau keberadaan
stimulus yang tidak biasa dapat mencegah orang untuk tidur. Tidur tahap I adalah tidur yang
paling ringan dan tidur tahap III dan IV adalah tidur yang paling dalam; hasilnya, suara yang
lebih keras dibutuhkan untuk membangunkan orang yang berada dalam tidur tahap III dan IV.
Namun, jika waktunya telah berlebihan, seseorang dapat menjadi terbiasa terhadap suara bising
sehingga tingkat suara tidak lagi berpengaruh.
Ketidaknyamanan akibat suhu lingkungan dan kurang ventilasi dapat memengaruhi tidur. Kadar
cahaya dapat menjadi faktor lain yang berpengaruh. Seseorang yang terbiasa tidur dalam gelap
mungkin sulit tidur pada keadaan terang.
1. 3. Letih
Diperkirakan bahwa orang yang letih sedang biasanya mengalami tidur yang tenang. Letih juga
memengaruhi pola tidur seseorang. Semakin letih seseorang, semakin pendek periode tidur REM
(paradoksikal) pertama. Saat seseorang beristirahat, periode REM menjadi lebih panjang.
1. 4. Gaya Hidup
Seseorang yang jam kerjanya bergeser dan sering kali berganti jam kerja harus mengatur
aktivitas untuk siap tertidur disaat yang tepat. Olah raga sedang biasanya kondusif untuk tidur.
Kemampuan seseorang untuk untuk relaks sebelum istirahat adalah faktor terpenting yang
memengaruhi kemampuan untuk tertidur.
1. 5. Stress Emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur. Seseorang yang pikirannya dipenuhi dengan
masalah pribadi mungkin tidak mampu relaks dengan cukup untuk dapat tidur. Ansietas
meningkat kadar norepinefrin dalam darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis. Perubahan
kimia ini menyebabkan kurangnya waktu tidur tahap IV NREM dan tidur REM serta lebih
banyak perubahan dalam tahap tidur lain dan lebih sering terbangun.
1. 7. Diet
Penurunan berat badan telah dihubungkan dengan pengurangan waktu tidur total serta tidur yang
terputus dan bangun tidur lebih awal. Di sisi lain, pertambahan berat badan tampak berhubungan
dengan peningkatan total waktu tidur, berkurangnya tidur yang terputus, dan bangun tidur lebih
lambat. L-triptofan dalam makanan, misalnya, dalam keju dan susu dapat menginduksi tidur,
sebuah bukti yang mungkin dapat menjelaskan mengapa susu hangat membatu seseorang untuk
tidur.
1. 8. Merokok
Nikotin memiliki efek stimulant pada tubuh, dan perokok sering kali lebih sulit tertidur
dibandingkan orang normal. Perokok biasanya mudah terbangun dan seringkali menggambarkan
diri mereka sebagai orang yang tidur diwaktu fajar. Dengan tidak merokok setelah makan
malam, seseorang biasnaya dapat tidur dengan lebih baik. Terlebih lagi, banyak orang yang
dahulunya perokok melaporkan bahwa pola tidur mereka membaik setelah mereka berhenti
merokok.
1. 9. Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga sering kali dapat mengatasi rasa letih seseorang. Misalnya, seorang
yang sudah lelah mungkin dapat tetap terjaga saat menghadiri konser yang menarik. Sebaliknya,
ketika seseorang mengalami rasa bosan dan tidak termotivasi untuk tetap terjaga, tidur seringkali
terjadi dnegan cepat.
10. Obat-obatan
Beberapa obat memengaruhi kualitas tidur. Hipnotik dapat memengaruhi tahap III dan IV tidur
NREM dan menekan tidur REM. Penyekat-beta diketahui menyebabkan insomnia dan mimpi
buruk. Narkotik, seperti meperidin hidroklorida (Demerol) dan morfin, diketahui menekan tidur
REM dan menyebabkan sering terbangun dan rasa ngantuk. Obat penenang memengaruhi tidur
REM. Amfetamin dan antidepresan menurunkan tidur REM secara tidak normal. Seorang klien
yang putus obat dari setiap obat-obatan ini mendapatkan lebih banyak tidur REM dibandingkan
biasanya dan akibatnya dapat mengalami mimpi buruk yang mengganggu.
2.9 Masalah Yang Seringkali Ditemukan dengan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat-Tidur
Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak di obati, secara umum akan menyebabkan
gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnya salah satu dari ketiga maslah berikut:
insomnia, adalah gerakan atau sensasi abnormal dikala tidur atau ketika terjaga ditengah malam,
atau rasa mengantuk yang berlebihan disiang hari (Naylor dan Aldrich, 1994). Banyak orang
dewasa di Amerika Serikat memiliki hutang tidur yang signifikan karena ketidak adekuatan
dalam hal kuantitas maupun kualitas tidur malamnya dan mengalami hipersomnolen di siang hari
selam melaksanakan aktivitas sehari-hari (National Commission on Sleep Disorders Research,
1993).
Gangguan tidur telah diklasifikasikan menjadi empat kategori utama (Thhorpy, 1994). Disomnia
adalah gangguan primer yang berasal dari sistem tubuh yang berbeda dan dibagi lagi menjadi
tiga kelompok besar. Gangguan tidur intrinsic meliputi gangguan untuk memulai dan
mempertahankan tidur, yaitu berbagai bentuk insomnia dan gangguan rasa kantuk yang
berlebihan seperti narkolepsi dan apnea tidur obstruktif. Gangguan tidur ekstrinsik terjadi akibat
beberapa factor eksternal, yang jika dihilangkan menyebabkan hilangnya gangguan tidur.
Gangguan irama sirkadian sewaktu tidur terjadi karena ketidaksejajaran antara waktu tidur dan
apa yang diinginkan oleh individu atau norma sosial. Parasomnia adalah perilaku tidak
diinginkan yang erjadi pada saat tidur, gangguan terjaga, terjaga sebagian, atau selama transisi
dalam siklus tidur atau dari tidur ke terbangun. Banyak gangguan tidur medis dan psikiatrik yang
berhubungan dengan gangguan tidur dan bangun. Gangguan tidur tersebut dibagi menjadi
gangguan tidur yang berhubungan dengan psikiatrik, neurologik, atau gangguan medis lainnya.
Gangguan tidur yang masih bersifat usulan adalah gangguan baru yang adekuat mengenai
keberadaan gangguan tersebut.
Riwayat kesehatan, social, keluarga, dan tidur yang lengkap dan cermat harus diperoleh untuk
mendapatkan informasi rinci tentang keluhan (Naylor dan Aldirch, 1994). Kajian laboratorium
tentang tidur sering kali digunakan untuk mendiagnosa gangguan tidur, termasuk menggunakan
polisomnogram (PSG) dimalam hari dan Multiple Sleep Latency Test(MSLT) (Carskadon,
1994). PSG melibatkan penggunaan EEG, EMG, dan EOG untuk memantau tahapan tidur dan
bangun selama tidur malam. MSLT memberi informasi objektif tentang tidur dan aspek-aspek
terpilih dari struktur tidur dengan mengukur seberapa cepat individu tertidur selama empat
kesempatan tidur siang sepanjang hari. Episode REM awitan tidur juga dicatat karena
abnormalitas ini berhubungan dengan beberapa gangguan tidur.
1. 1. Insomnia
Insomnia adala gejala yang dialami oleh klien yang mengalami kesulitan kronis untuk tidur,
sering terbangun dari tidur, dan atau tidur singkat atau tidur nonrestoratif (Zorick, 1994).
Penderita insomnia mengeluhkan rasa kantuk yang berlebihan disiang hari dan kuantitas dan
kualitas tidurnya tidak cukup. Namun, seringkali klien tidur lebih banyak yang disadarinya.
Insomnia dapat menandakan adanya gangguan fisik atau psikologis.
Seseorang dapat mengalami insomnia transien akibat stress situasional seperti masalah keluarga,
kerja atau sekolah, jet lag, penyakit, atau kehilangan orang yang dicintai. Insomnia dapat terjadi
berulang tetapi diantara episode tersebut klien dapat tidur dengan baik. Namun, kasus insomnia
temporer akibat situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk mendapatkan tidur yang
cukup, mungkin disebabkan oleh kekhawatiran dan kecemasan yang terjadi untuk mendapatkan
tidur yang adekuat tersebut.
Insomnia sering berkaitan dengan kebiasaan tidur yang buruk. Apabila kondisi
berlanjut,ketakutan tidak dapat tidur dapat cukup menyebabkan keterjagaan. Disiang hari,
seseorang dengan insomnia kronik dapat merasa mengantuk, letih depresi dan cemas.
Karena terdapat banyak penyebab insomnia, penatalaksanaannya melibatkan beberapa
pendekatan (walsh, Hartman dan kowall,1994). Sangat penting untuk menangani dengan tepat
masalah-masalah emosional atau medis yang mungkin menyebabkan maslah tidur ini. Terapi
dapat juga bersifat simptomatik, termasuk memeperbaiki tindakan higine tidur, umpan balik
biologis, teknik kognitif dan teknik relaksasi. Apabila insomnia merupakan akibat sekunder dari
perilaku sehat yang tidak tepat maka terapi diarahkan pada perubahan perilaku tersebut.
Misalnya, pada insomnia bergantung obat, klien tidak dapat tidur karena penggunaan obat
hipnotik yang berlebihan. Klien ini biasanya akan sangat terbantu dengan menghentikan
pemberian hipnotik tersebut secara bertahap.
Jenis insomnia yaitu :
Beberapa factor yang menyebabkan seseorang mengalami insomnia yaitu rasa nyeri, kecemasan,
ketakutan, tekanan jiwa kondisi, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur.
1. 2. Somnambulisme
Somnabulisme merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks mencakup adanya
otomatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu, menutup pintu, duduk di
tempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, dan berbicara. Termasuk tingkah laku berjalan
dalam beberapa menit dan kembali tidur (Japardi 2002). Somnabulisme ini lebih banyak terjadi
pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Seseorang yang mengalami somnabulisme
mempunyai risiko terjadinya cedera. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi
somnabulisme yaitu dengan membimbing anak.
1. 3. Apnea Tidur
Apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya aliran udara melalui
hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Ada tiga jenis apnea tidur,
apnea sentral, obstruktif, dan campuran yang mempunyai komponen apnea sentral dan obstruktif.
Bentuk yang paling banyak terjadi, apnea tidur obstruktif (obstructive sleep apnea, OSA),
terjadi pada saat otot atau struktur rongga mulut atau tenggorok rileks pada saat tidur. Jalan
napas atas menjadi tersumbat sebagian atau seluruhnya, dan aliran udara pada hidung berkurang
(Hipopnea) atau berhenti (apnea) selama 30 detik (Guilleminault, 1994). Individu masih
berusaha untuk bernapas karena gerakan dada dan abdomen terus terjadi, yang sering kali
menyebabkan bunyi dengkuran atau dengusan yang keras. Pada saat napas hilang sebagian atau
seluruhnya, setiap gerakan diafragma yang berhasil dilakukan menjadi lebih kuat sampai
obstruktif tersebut berkurang. Abnormalitas structural seperti deviasi septum, polip hidung, atau
pembesaran tonsil dapat menyebabkan seseorang terbangun dari tidur dalam ke siklus tidur tahap
2. Pada kasus-kasus berat, ratusan episode hipopnea/apnea dapat terjadi setiap jam sehingga
menyebabkan gangguan yang parah pada tidur dalam. Rasa kantuk yang berebihan di siang hari
merupakan keluhan utama penderita OSA. The National Commission on Sleep Disorders
Research (1993) memperkirakan bahwa 18 juta orang diamerika serikat memenuhi criteria
diagnostic untuk OSA.
Apnea obstruktif menyebabkan penurunan kadar oksigen arteri yang serius. Klien
berisiko mengalami disritmia jantung, gagal jantung kanan, hipertensi pulmonal, serangan
angina, stroke, dan hipertensi. Pria usia pertengahan biasanya dianggap lebih sering terkena,
terutama jika mereka obesitas. Namun, penemuan terbaru menunjukkan bahwa wanita
pascamenopause juga relatif sering mengalami apnea tidur obstruktif yang berkaitan erat dengan
hipertensi (Gislason et al, 1993). Waktu tersering terjadinya kematian yang tampak terjadi secara
alami atau malah tidak dapat dijelaskan adalah antara pukul 4 dn 6. Beberapa peneliti meyakini
bahwa apnea tidur merupakan penyebab dari berbagai kematian ini(Berman et al, 1990.
Apnea tidur sentral (central sleep apnea, CSA) melibatkan disfungsi pada pusat
pengendalian pernapasan di otak. Impuls untuk bernapas sementara terhenti, dan aliran udara
pada hidung dan gerakan dnding dada juga terhenti. Saturasi oksigen dalam darah menurun.
Kondisi ini terjadi pada klien yang mengalami cedera batang otak, distrofi otot, dan ensefalitis
dan juga pada orang yang bernapas normal di siang hari. Kurang dari 10% apnea tidur berasal
dari sentral. Individu dengan CSA cenderung terbangun diwaktu tidur dan oleh karena itu, ia
mengeluh insomnia dan EDS. Klien juga mengalami dengkuran yang ringan da intermiten.
Klien yang mengalami apnea tidur sering kali tidak memiliki tidur dalam yang
siginifikan. Selain itu bnyak juga terjadi keluhan mengantuk yang berlebihan di siang hari,
serangan tidur, keletihan, sakit kepala dipagi hari, dan menurunnya gairah seksual.
Pengobatannya mencakup terapi untuk komplikasi jantung dan pernapasan yang utama dan
terapi untuk masalah emosional yang muncul akibat gejala dari gangguan ini. Higine tidur dan
program penuruna berat badan juga dapat membantu. Salah satu terapi yang paling efektif
adalah penggunaan alat penekan jalan napas positif yang kontinu di dalam hidung (continuous
positive airway pressure, CPAP) dim lam hari. Klien yang menggunakan CPAP harus memakai
masker pada hidungnya. Udara ruangan dialirkan melalui masker pada tekanan yang tinggi.
Tekanan udara mencegah kolapsnya jalan napas. Alat CPAP bersifat portabel dan efektif
terutama untuk apnea obstruktif pada kasus-kasus apnea tidur yang parah, tonsil, uvula, atau
bagian dari palatum mole dapat diangkat melalui pembedahan. Keberhasilan prosedur bedah
sangat bervariasi.
1. 4. Narkolepsi
Narkolepsi adalah disfungsi mekanisme yang mengatur keadaan bangun dan tidur. EDS
adalah keluhan utama paling sering yang berkaitan dengan gangguan ini. Di siang hari seseorang
dapat merasakn kantuk berlebihan yang datang secara mendadak dan jatuh tertidur. Tidur REM
dapat terjadi dalam 15 menit sewaktu tertidur. Katapleksi, atau kelemahan otot yang tiba-tiba
disaat emosi sedang kuat seperti marah, sedih, atau tertawa, dapat terjadi kapan saja disiang hari.
Apabila serangan katapleksi parah, klien dapat kehilangan control otot valunter dan jatuh
kelantai. Individu yang menderita narkolepsi dapat mengalami mimpi hidup, yang terjadi pada
saat orang tersebut tertidur, mimpi yang sulit dibedakan dari realita ( disebut halusinasi
hipnogik). Paralisis tidur, atau perasaan tidak mampu bergerak atau berbicara tepat sebelum
terbangun atau tertidur, merupakan gejala yang lain. Penelitian terakhir menunjukkan adanya
hubungan genetik untuk narkolepsi (Mitler et al, 1990; Aldrich, 1992).
Masalah signifikan untuk individu yang menderita narkolepsi adalah bahwa orang
tersebut jatuh tertidur tanpa bisa dikendalikan pada waktu yang tidak tepat. Serangan tidur dapat
dengan mudah disalahartikan dengan kemalasan, kurangnya minat terhadap aktivitas, atau
mabuk kecuali jika gangguan ini dipahami. Umumnya gejala pertama mulai muncul pada remaja
dan dapat dislahartikan dengan EDS yang juga bnyak terjadi pada remaja. Penderita narkolepsi
diobati dengan stimulant yang hanya dapat menigkatkan sebagian sebagian kesiagaan dan
mengurangi serangan tidur, serta obat yang menekan katapleksi dan gejala lain yang terkait
dengan REM. Tidur siang singkat tidak lebih 20 menit dpat membantu perasaan mengantuk yang
subjektif. Factor-faktor yang eningkatkan rasa kantuk pada klien narkolepsi (mis. Alcohol atau
aktivitas yang melelahkan) harus dihindari.
1. 5. Deprivasi Tidur
Deprivasi tidur adalah masalah yang dihadapi banyak klien sebagai akibat disomnia.
Penyebabnya dapat mencakup penyakit (mis, demam, sulit bernapas, atau nyeri), stress
emosional, obat-obatan, gangguan lingkungan (mis, asuhan keperawatan yang sering dilakukan),
dan keanekaragaman waktu yang terkait dengan waktu kerja. Dokter dan perawat cenderung
mengalami deprivasi tidur karena jadwal kerja yang panjang dan rotasi jam dinas. Gold et al
(1992) menemukan bahwa perawat yang bekerja dalam jam dinas yang dirotasi melaporkan
bahwa waktu tidurnya kurang dan secara signifikan cenderung banyak melaporkan kecelakaan
dan kesalahan dibandingkan dengan perawat yang bekerja satu hari langsung atau dinas malam.
Hospitalisasi, terutama di unit perawatan intensif, membuat klien rentan terhadap
gangguan tidur ekstrinsik dan sirkadian (Wood, 1992). Deprivasi tidur melibatkan penurunan
kuantitas dan kualitas tidur serta ketidakkonsistenan waktu tidur. Apabila tidur mengalami
gangguan atau terputus-putus, dapat terjadi perubahan urutan siklus tidur normal. Terjadi
deprivasi tidur kumulatif.
Respons seseorang terhadap deprivasi tidur sangat bervariasi. Klien dapat mengalami
berbagai gejala fisiologis dan psikologis. Keparahan gejala sering berhubungan dengan durasi
deprivasi tidur. Terapi yang paling efektif untuk deprivasi tidur adalah menghilangkan atau
memperbaiki factor-faktor yang mengganggu pola tidur. Perawat dapat memainkan peranan yang
penting dalam mengidentifikasi masalah-masalah deprivasi tidur yang dapat diobati.
1. 6. Parasomnia
Parasomnia adalah masalah tidur yang lebih banyak terjadi pada anak-anak dari pada
orang dewasa. Sindrom kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome ,SIDS)
dihipotesis berkaitan dengan apnea, hipoksia, dan aritmia jantung yang disebabkan oleh
abnormalitas dalam system saraf otonom yang dimanifestasikan selama tidur (Gilis dan Flemons,
1994). Baru-baru ini, the American Acadeny of Pediatrics menganjurkan agar bayi yang sehat
ditempatkan pada posisi miring atau telentang disaat tidur karena adanya hubungan antara posisi
telungkup dengan terjadinya SIDS (Long dan Barron, 1992).
Parasomnia yang terjadi pada anak-anak akan meliputi somnambulisme (berjalan dalam
tidur), terjaga malam, mimpi buruk, enuresis nocturnal (ngompol), dan menggeretakkan gigi
(bruksisme) (mindell,1993). Apabila orang dewasa mengalami hal ini maka hal tersebut dapat
mengindikasikangangguan yang lebih serius. Terapi khusus untuk gangguan ini bervariasi.
Namun, dalam semua kasus yang terpenting adalah mendukung klien dan mempertahankan
keamanannya. Misalnya, orang yang berjalan dalam tidur tidak menyadari lingkungan di
sekitarnya dan lambat bereaksi. Oleh karena itu risiko jatuh sangatlah besar. Perawat tidak boleh
mengejutkan klien yang sedang berjalan tidur tetapi membangunkan dengan lembut dan
membimbingnya dengan lembut dan membimbingnya kembali ke tempat tidur
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian keperawatan
1. Riwayat tidur
a) kuantitas (lama tidur) dan kualitas watu tidur di siang dan malam hari
b) Aktivitas dan rekreasi yang di lakukan sebelumnya
c) Kebiasaan/pun saat tidur
d) Lingkungan tidur
e)Dengan siapa paien tidur
f) Obat yang di konsumsi sebelum tidur
g) Asupan dan stimulan
h) Perasaan pasien mengenai tidurnya
i)Apakah ada kesulitan tidur
j) Apakah ada perubahan tidur
2. Gejala Klinis
a) Perasaan Lelah
b) Gelisah
c) Emosi
d) Apetis
e) Adanya kehitaman di daerah sekitar mata bengkak
f) konjungtin merah dan mata perih
g) Perhatian tidak fokus
h) Sakit kepala
3. Penyimpangn Tidur
a) Insomnia
b) Somnambulism
c) Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak di sengaja (mengompol) terjadi pada anak-anak, remaja
danpaling banyak pada laki-laki, penyebab secara pasti belum jelas, namun ada bebrapa
faktoryang menyebabkan Enuresis seperti gangguan pada bladder, stres, dan toilet training
yangkaku.
d) Narkolepsi
Merupakan suatu kondisi yang di cirikan oleh keinginan yang tak terkendali untuk tidur, dapatdi
katakan pula bahwa Narkolepsi serangan mengantuk yang mendadak sehingga ia dapattertidur
pada setiap saat di mana serangn mengantuk tersebut datang.
Penyebabnya secara pasti belum jelas, tetapi di duga terjadi akibat kerusakan genetikasistemsaraf
pusat di mana periode REM tidak dapat di kendalikan. Serangan narkolepsi dapatmenimbulkan
bahaya bila terjadi pada waktu mengendarai kendaraan, pekerja yanng bekerjapada alat-alat yang
berputar-putar atau berada di tepi jurang.
e) Night Terrors
Adalah mimpi buruk, umumnya terjadi pada anak usia 6 tahun atau lebih, setelah tidurbeberapa
jam, anak tersebut langsung terjaga dan berteriak, pucat dan ketakutan.
f) Mendengkur
Disebabkan oleh adanya rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan mulut. Amandelyang
membengkak dan Adenoid dapat menjadi faktor yang turut menyebabkan mendengkur.Pangkal
lidah yang menyumbat saluran nafas pada lansia. Otot-otot dibagian belakang mulutmengendur
lalu bergetar bila di lewati udara pernafasan.
B. Diagnosis Kperawatan
1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kerusakan transfer oksigen,
gangguanmetabolisme,kerusakan eliminasi,,pengaruh obat,imobilisasi, nyeri pada kaki,
takut operasi,lingkungan yang mengganggu.
2. Cemas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk. tidur, henti nafas saat
tidur,a(sleepapnea) dan keetidak mampuan mengawasi prilaku.
3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan insomnia.
4. Gangguan ukaran gas berhubungan henti nafas saat tidur.
5. Potensial cidera berhubungan dengan Semnambolisme.
6. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penyimpangn tidur hipersomia.
C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
Pereencanan keperawatan berhubungan dengan cara untuk mempertahan kan kebutuhanistirahat
dan tidur dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
a) Lakukan identifikasi fsktor yang mempengaruhi masalah tidur.
b) Lakukan pengurangan distraksi lingkungan dan hal yang dapat mengganggu tidur.
c) Tingkatkan aktivitas pada siang hari
d) Coba untuk memicu tidur
e) kurangi potensial cedera selama tidur
f) Berikan pendidikan kesehatan dan lakukan rujukan jika di perlukan.
D. Pelaksanaan keperawatan.,
a) Bila terjadi pada pasien rawat inap,masalah tidur di hubungkan dengan lingkungan
rumahsakit, maka :
• Libatkan pasien dalam pembuatan jadwal aktivitas
• Berikan obat analgrsik sesuai pro
• Berikan linngkungan yang suportif
• Jelaskan dan berikan dukungan pada pasien agar tidak takut akan cemas.
b) Bila faktor insomnia maka
• Anjurkan pasien memakan makanan yang berprotein tinggi sebelum tidur.
• Anjurkan pasien tidur pada waktu sama dan hindari tidur pada waktu siang dan sore hari.
• Anjurkan pasien tidur saat mengantuk.
• Anjurkan pasien mennghindari kegiatan yang membangkitkan minat sebelum tidur.
• Anjurkan pasien menggunakan teknik pelepasan otot serta meditasi sebelum tidur.
c) Bila terjadi somabulisme, maka :
• Berikan rasa aman pada diri pasien
• Bekerjasama dengan diazepam dalam tindakan pengobatan
• Cegah timbulnya cidera.
4. Masa Sekolah
• Mengingatkan waktu istirahat dan tidur karena umumnya banyak beraktivitas.
5. Masa remaja
• Usia ini sering memrlukan waktu sebelum tidur cukup lama untuk berias dan
membersihkan diri
E. Evaluasi Keperawatan
1) Klien menggunakan terapi relaksasi setiap makan malam sebelum pergi tidur denganmeminta
klien melaporkan keberhasilan tidur dan tetap tidur.
2) Klien melaporkan perasaan nyaman setelah terbangun di pagi hari dengan meminta
klienmelaporkan keberhasilan tidur dan tetap tidur.
3) Klien melaporkan dapat menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan dalam 4 minggu
denganmengobservasi ekspresi dan prilaku nonverbal pada saat klien terjaga.
4) Pola tidur normal untuk masa anak adalah 11-12 jam /hari terpenuhi, masa sekolah
10 jam/hari terpenuhi, masa remaja 7-8 jam/hari terpenuhi.
BAB BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang di butuhkan semua orang. Setiap
individu
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2008. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Klien. Jakarta:
Salemba Medika
Judith
Korzier, Erb, Berman, Snyder. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, &
Praktik, Edisi 7, Volume 1. Jakarta: EGC
Kozier, Erb, Berman, Snyder. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 7. Volume 2. Jakarta: EGC
Cairan dan Elektrolit
1. Pengertian
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 175
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu
bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi
dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air
(pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan
partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan.
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh
bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang
lainnya jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. Cairan tubuh
dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh,
sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga
kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler.
Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial
adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi
khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
2. Volume dan Distribusi Cairan Tubuh
a. Volume cairan tubuh
Total jumlah volume cairan tubuh (total body water/TBW) kira-kira 60% dari berat
badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini tergantung pada kandungan
lemak badan dan usia. Lemak jaringan sangat sedikit menyimpan cairan, dimana lemak pada
wanita lebih banyak dari pria sehingga jumlah volume cairan lebih rendah dari pria. Usia
juga berpengaruh terhadap TBW dimana makin tua usia makin sedikit kandungan airnya.
Sebagai contoh;
Karakteristik Volume Cairan Tubuh (Total Body
Water/TBW)
Bayi baru lahir 70%-80% dari Berat Badan
Usia 1 tahun 60% dari Berat Badan
Pubertas s.d usia 39 tahun:
a. Pria 60% dari Berat Badan
b. Wanita 52% dari Berat Badan
Usia 40 s.d 60 tahun :
a. Pria 55% dari Berat Badan
b. Wanita 47% dari Berat Badan
Usia diatas 60 tahun:
a. Pria 52% dari Berat Badan
b. Wanita 46% dari Berat Badan
b. Sumber air tubuh
Sumber Jumlah
Air minum 1.500 – 2.000 ml/hari
Air dalam makanan 700 ml/hari
Air dari hasil metabolisme tubuh 200 ml/hari
Jumlah 2.400 – 2.900 ml/hari
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 176
Air memiliki molekul yang kecil, sangat mudah berdifusi dan bersifat polar
(senyawa elektron) sehingga berkohesi satu dengan yang lainnya membentuk benda cair.
Fungsi vital air adalah pelarut yang sangat baik karena molekulnya dapat bergabung dengan
protein, hidrat arang, gula, dan zat yang terlarang lainnya. Dalam homeostatis jumlah air
tubuh selalu diupayakan konstan karena air tubuh yang keluar akan sama dengan jumlah air
yang masuk.
c. Distribusi cairan
Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat badan (BB) dan jenis kelamin.
Jumlah cairan tergantung pada jumlah lemak tubuh, lemak tubuh tidak berair, jadi semakin
banyak lemak maka semakin kurang cairan. Air adalah komponen tubuh yang paling utama.
Air merupakan pelarut bagi semua zat terlarut dalam tubuh baik dalam bentuk suspensi
maupun larutan. Air tubuh total (Total Body Water/TBW) yaitu presentase dari berat air
dibandingkan dengan berat badan total, bervariasi menurut jenis kelamin, umur, dan
kandungan lemak tubuh. Pada orang dewasa 60% dari berat badan adalah air (air dan
elektrolit).
Cairan tubuh terdapat dalam dua kompartemen cairan : cairan intraseluler (cairan
dalam sel) dan ruang ekstraseluler (cairan di luar sel). Kurang lebih dua pertiga (2/3) dari
cairan tubuh berada dalam kompartemen cairan intraseluler, dan kebanyakan terdapat pada
masa otot skelet. Pada orang dewasa cairan intraseluler ±25 liter dengan ukuran rata-rata
atau ±40 % BB. Kompartemen ekstraseluler dibagi menjadi ruang intravaskuler, interstisiel,
dan transeluler. Cairan ekstraseluler di dalam tubuh berjumlah sepertiga (1/3) dari TBW
(Total Body Water) atau sekitar 20% BB. Ruang intravaskuler (cairan dalam pembuluh
darah) mengandung plasma (5%). Kurang lebih 3 liter dari rata-rata 6 liter cairan darah
terdiri dari plasma, tiga liter sisanya terdiri dari eritrosit, leukosit, dan trombosit. Ruang
interstisiel mengandung cairan yang mengelilingi sel dan berjumlah sekitar 8 liter pada orang
dewasa. Cairan ini terletak di antara sel sebanyak 15%. Limfe merupakan contoh cairan
interstisiel. Ruang transeluler merupakan bagian terkecil dari cairan ekstraseluler yang
mengandung ±1 liter cairan setiap waktu (1% sampai 2% BB). Contoh dari cairan transeluler
adalah cairan serebrospinal, pericardial, sinovial, intraocular, dan pleural, keringat serta
sekresi pencernaan.
Cairan ekstraseluler (CES) mengelilingi dan dapat masuk ke dalam sel, membawa
bahan-bahan yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel dari saluran
pencernaan dan paru-paru, kemudian mengangkat sampah bekas metabolisme ke paru-paru,
hepar, ginjal untuk dibuang. Sebagai contoh plasma membawa oksigen dalam hemoglobin
sel darah merah dari paru dan membawa glukosa dari gastrointestinal ke kapiler. Oksigen
dan glukosa berpindah melintasi membran kapiler ke ruang interstisiel kemudian melintasi
membran sel ke dalam sel. Plasma juga akan membawa produk sampah seperti
karbondioksida dari sel ke paru dan sampah metabolik ke ginjal.
Cairan intestisiel merupakan bagian terbesar dari cairan ekstraseluler dan
berhubungan erat dengan plasma. Cairan ini dipisahkan dengan plasma oleh selaput kapiler,
yang dapat dilalui oleh semua bahan kecuali sel-sel dan molekul protein yang besar. Kurang
lebih 93 % dari plasm adalah air, terlarut di dalamnya sel-sel darah merah, darah putih dan
trombosit.
Cairan yang bersirkulasi di seluruh tubuh dalam ruang cairan intrasel dan ekstrasel
mengandung elektrolit, mineral dan sel. Elektrolit merupakan sebuah unsur atau senyawa,
yang jika melebur atau larut di dalam air atau pelarut lain, akan pecah menjadi ion dan
mampu membawa muatan listrik. Elektrolit yang mempunyai muatan positif disebut kation
dan yang bermuatan negatif disebut anion. Konsentrasi setiap elektrolit di dalam cairan
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 177
intrasel dan ekstrasel berbeda, namun jumlah total anion dan kation dalam setiap
kompartemen cairan harus sama. Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh,
termasuk neuromuskuler dan keseimbangan asam basa.
Mineral, yang dicerna sebagai senyawa, biasanya dikenal dengan nama logam, non-
logam, radikal atau fosfat, bukan dengan nama senyawa, yang mana mineral tersebut
menjadi bagian di dalamnya. Mineral merupakan unsur semua jaringan dan cairan tubuh
serta penting dalam mempertahankan proses fisiologis. Mineral juga bekerja sebagai katalis
dalam respon syaraf, kontraksi otot, dan metabolisme zat gizi yang terdapat dalam makanan
serta mengatur keseimbangan elektrolit dan produksi hormon, menguatkan struktur tulang.
Sel merupakan unit fungsional dasar dari semua jaringan hidup. Contoh sel adalah sel darah
merah (SDM) dan sel darah putih (SDP).
Cairan tubuh normalnya berpindah antara kedua kompartemen atau ruang utama
dalam upaya untuk mempertahankan keseimbangan antara kedua ruang tersebut. Kehilangan
cairan tubuh dapat mengganggu keseimbangan ini.
Secara ringkas kompartemen cairan dibagi menjadi dua kompartemen utama,
yaitu:
1) Cairan intraseluler (CIS)
CIS adalah cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang dewasa, kira-kira dua
per tiga dari cairan tubuh adalah intraseluler, sama kira-kira 25 L pada rata-rata
pria dewasa (70 Kg). sebaliknya, hanya setengah dari cairan tubuh bayi adalah
cairan intraseluler.
2) Cairan ekstraseluler (CES)
CES adalah cairan di luar sel. Ukuran relatif dari CES menurun dengan
meningkatnya usia. Pada bayi baru lahir, kira-kira setengah cairan tubuh
terkandung di dalam CES. Setelah usia satu tahun, volume relatif CES menurun
sampai kira-kira sepertiga dari volume total. CES dibagi menjadi:
a) Cairan interstisiel (CIT)
Cairan ini berada di sekitar sel. Cairan limfe termasuk dalam volume
interstisial. Volume CIT kira-kira sebesar dua kali lebih besar pada bayi baru
lahir dibanding orang dewasa.
b) Cairan intravaskuler (CIV)
Cairan yang terkandung dalam pembuluh darah. Volume relatif dari CIV sama
pada orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata volume darah orang dewasa kira-
kira 5-6 L, 3 L dari jumlah itu adalah plasma, sisanya 2-3 L terdiri dari sel
darah merah (SDM), sel darah putih (SDP) dan trombosit.
c) Cairan transeluler (CTS)
Cairan yang terdapat di dalam rongga khusus dari tubuh. Cairan CTS meliputi
cairan cerebrospinal, pericardial, pleural, sinovial, cairan intraokular dan
sekresi lambung. Sejumlah besar cairan ini dapat bergerak ke dalam dan ke
luar ruang transeluler setiap harinya. Contoh, saluran gastrointestinal (GI)
secara normal mensekresi dan mereabsopsi sampai 6-8 L per hari.
Secara skematis Jenis dan jumlah cairan tubuh dapat digambarkan sebagai berikut :
Patricia A,potter.2006. fundamental keperawatan. Jakarta: EGC
Gambar 11.1. Skema jenis dan jumlah cairan tubuh
Tabel 11.1. Distribusi Cairan Tubuh
Kompartemen (%) terhadap BB Volume (Liter)
CIS 40 28
CES 20 14
Keterangan :
transelular hanya 1-2 % BB, meliputi cairan sinovial, pleura, intraokuler, dll.
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 179
Tabel 11.2. Nilai Rata-Rata Cairan Ekstraseluler (CES) Dan Cairan Intraseluler (CIS)
Pada Dewasa Normal Terhadap BB
Usia (Tahun) CES (% BERAT BADAN) CIS (% BERAT
BADAN)
Pria :
1. 20-39 tahun 26,7 33,9
2. 40-59 tahun 23,3 31,4
3. > 59 tahun 25,3 26,2
Wanita :
1. 20-39 tahun 25,1 25,1
2. 40-59 tahun 23,3 23,4
3. > 59 tahun 23,9 21,6
3. Fungsi cairan
1) Sarana untuk mengangkut zat-zat makanan ke sel-sel
2) Mengeluarkan buangan-buangan sel
3) Mmbentu dalam metabolisme sel
4) Sebagai pelarut untuk elektrolit dan non elektrolit
5) Membantu memelihara suhu tubuh
6) Membantu pencernaan
7) Mempemudah eliminasi
a. Mengangkut zat-zat seperti (hormon, enzim, sel darah putih, sel darah merah)
4. Keseimbangan cairan
Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake atau masukan cairan dan
pengeluaran cairan. Pemasukan cairan berasal dari minuman dan makanan. Kebutuhan
cairan setiap hari antara 1.800-2.500ml/hari. Sekitar 1.200 ml berasal dari minuman dan
1.000 ml dari makanan. Sedangkan pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urin
1.200-1.500 ml/hari, feses 100 ml, paru-paru 300-500 ml dan kulit 600-800 ml.
Prinsip dasar keseimbangan cairan:
a. Air bergerak melintasi membran sel karena osmolaritas cairan interseluler dan
ekstraseluler tetapi hampir sama satu sama lain kecuali beberapa menit setelah
perubahan salah satu kompartemen.
b. Membran sel hampir sangat impermeabel terhadap banyak zat terlarut karena jumlah
osmol dalam cairan ekstraseluler atau intraseluler tetapi konstan, kecuali jika zat
terlarut ditambahkan atau dikurangi dari kompartemen ekstraseluler. Dengan
kondisi ini kita dapat menganalisis efek berbagai kondisi cairan abnormal terhadap
volume dan osmolaritas cairan ekstraseluler dan osmolaritas cairan intraseluler.
5. Komposisi Cairan Tubuh
Semua cairan tubuh adalah air larutan pelarut, substansi terlarut (zat terlarut)
a. Air
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 180
Air adalah senyawa utama dari tubuh manusia. Rata-rata pria Dewasa hampir 60%
dari berat badannya adalah air dan rata-rata wanita mengandung 55% air dari berat
badannya.
b. Solut (terlarut)
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis substansi terlarut (zat terlarut) elektrolit
dan non-elektrolit.
c. Elektrolit : Substansi yang berdiasosiasi (terpisah) di dalam larutan dan akan
menghantarkan arus listrik. Elektrolit berdisosiasi menjadi ion positif dan negatif dan
diukur dengan kapasitasnya untuk saling berikatan satu sama lain(miliekuivalen/liter).
Jumlah kation dan anion, yang diukur dalam miliekuivalen, dalam larutan selalu sama.
mol/L) atau dengan berat molekul dalam garam (milimol/liter, mEq/L)
Kation : ion-ion yang mambentuk muatan positif dalam larutan. Kation ekstraselular
utama adalah natrium (Na˖), sedangkan kation intraselular utama adalah kalium (K˖).
Sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa natrium ke luar dan kalium
ke dalam
Anion : ion-ion yang membentuk muatan negatif dalam larutan. Anion ekstraselular
utama adalah klorida (Clˉ), sedangkan anion intraselular utama adalah ion fosfat
(PO4ɜ).
Karena kandungan elektrolit dari palsma dan cairan interstisial secara esensial sama
(lihat Tabel. 1-2), nilai elektrolit plasma menunjukkan komposisi cairan ekstraselular,
yang terdiri atas cairan intraselular dan interstisial. Namun demikian, nilai elektrolit
plasma tidak selalu menunjukkan komposisi elektrolit dari cairan intraselular.
Pemahaman perbedaan antara dua kompartemen ini penting dalam mengantisipasi
gangguan seperti trauma jaringan atau ketidakseimbangan asam-basa. Pada situasi ini,
elektrolit dapat dilepaskan dari atau bergerak kedalam atau keluar sel, secara bermakna
mengubah nilai elektrolit palsma.
d. Non-elektrolit : Substansi seperti glokusa dan urea yang tidak berdisosiasi dalam larutan
dan diukur berdasarkan berat (miligram per 100 ml-mg/dl). Non-elektrolit lainnya yang
secara klinis penting mencakup kreatinin dan bilirubin.
Tabel 11.3. Unsur Utama Kompartemen Cairan Tubuh
Unsur
Elektrolit
Berat
Gram-
molekul
INTRA
SELULER
EKSTRASELULER
Intravaskuler Interstitial
Natrium
23,0 10 145 142
(mEq/L)
Kalium 39,1 140 4 4
Kalsium 40,1 <1 3 3
Magnesium 24,3 50 2 2
Klorida 35,5 4 105 110
Bikarbonat 61,0 10 24 28
Fosfat 31,0 75 2 2
Protein (g/dl) 16 7 2
TABEL 11.4 Intake dan Outut Rata-rata Harian
INTAKE (RANGE) OUTPUT (RANGE)
AIR (ml)
1. Air minum = 1400-1800 1. Urine = 1400-1800
2. Air dalam makanan = 7000-1000 2. Feces = 100
3. Air hasil oksidasi = 300-400 3. Kulit = 300-500
4. Paru-paru = 600-800
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 181
TOTAL = 2400-3200 TOTAL = 2400-3200
Feces 5 (2-20)
Natrium (mEq) ==70 (50-100) Urine = 65 (50-100)
Feces 10 (2-40)
Kalium (mEq) = =100 (50-120) Urine = 90 (50-120)
Feces = 20 (2-50)
Magnesium (mEq) = 30 (5-60) Urine = 10 (2-20)
Feces 12 (2-30)
Kalsium (mEq) ==15 (2-50) Urine = 3 (0-10)
Protein (g) = 55 (30-80)
Nitrogen (g) = 8 (4-12)
Kalori = 1800-3000
Loss (IWL)
penghitungan sebagai berikut :
a) Dewasa = 15 cc/kg BB/hari
b) Anak = (30 – usia (th)) cc/kg BB/hari
Jika ada kenaikan suhu :
IWL = 200 (suhu badan sekarang – 36.8C)
(Dari Iwasa M, Kogoshi S. Fluid Therapy. Bunko do, 1995. P 8.)
Tabel 11.5 Jumlah Kehilangan Air Dan Elektrolit Per 100 Kcal Bahan Metabolik
Dalam Keadaan Normal Maupun Sakit
CARA
HILANG
KEADAAN NORMAL KEADAAN SAKIT
H2O
(ml)
Na
(mEq)
K
(mEq)
H2O
(ml)
Na
(mEq)
K
(mEq)
Evaporasi
1. Paru 15 0 0 10-60 0 0
2. Kulit 40 0,1 0,2 20-100 0,1-3,0 0,2-1,5
Tinja 5 0,1 0,2 0-50 0,1-4,0 0,2-3,0
Air Kemih 65 3 0,2 0-400 0-30,0 0-30,0
TOTAL 125 3,2 2,4
6. Faktor yang memengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit
a.Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini, usiaberpengaruh
terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh, kebutuhan metabolik, serta berat badan.
Bayi dan anak di masa pertunbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar
dibandingkan orang dewasa.Karenanya, jumlah cairan yang diperlukan dan jumlah cairan
yang hilang juga lebih besar dibandingkan orang dewasa. Besarnya kebutuhan cairan pada
bayi dan anak-anak juga dipengaruhi oleh laju metabolik yang tinggi serta kondisi ginjal
mereka yang belum atur dibandingkan ginjal orangdewasa. Kehilangan cairan dapat terjadi
akibat pengeluaran cairan yang besar dari kulit dan pernapasan. Pada lansia,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sering disebabkan oleh masalah jantung atau
gangguan ginjal.
b. Aktivitas
Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Saat stress,
tubuh mengalami peningkatan metabolisme seluler, peningkatan konsentrasi glukosa darah,
dan glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan retensi air dan natrium.Disamping itu,
stress juga menyebabkan peningkatan produksi hormon antidiuritik yang dapat mengurangi
produksi urin.
e. Penyakit
Trauma pada jaringan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit dasar
sel atau jaringan yang rusak (mis. luka robek, atau luka bakar). Pasien yang
menderita diare juga dapat mengalami peningkatan kebutuhan cairan akibat kehilangan
cairan melalui saluran gastrointestinal. Gangguan jantung dan ginjal
juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Saat aliran darah ke
ginjal menurun karena kemampuan pompa jantung menurun, tubuh akan
melakukan penimbunan cairan dan natrium sehingga terjadi retensi cairan dan
kelebihan beban cairan (hipervelomia). Lebih lajut, kondisi ini dapat menyebabkan edema
paru. Normalnya, urin akan dikeluarkan dalam jumlah yang cukup untuk menyeimbangkan
cairan dan elektrolit serta kadar asam dan basa dalam tubuh.
Apabila asupan cairan banyak, ginjal akan memfiltrasi cairan lebih banyak dan
menahan ADH sehingga produksi urin akan meningkat. Sebaliknya, dalam keadaan
kekurangan cairan, ginjal akan menurunkan produksi urin dengan berbagi cara.
Diantaranya peningkatan reapsorpsi tubulus, retensi natrium dan pelepasan renin. Apabila
ginjal mengalami kerusakan, kemampuan ginjal untuk melakukan regulasi akan menurun.
Karenanya, saat terjadi gangguan ginjal (mis. gagal ginjal) individu dapat mengalami
oliguria (produksi urin kurang dari 40ml/ 24 jam) sehingga anuria (produksi urin kurang
dari 200 ml/ 24 jam).
f. Tindakan Medis
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 183
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap kebutuhan cairan
dan elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan cairan lambung dapat menyebabkan penurunan
kadar kalsium dan kalium.
g. Pengobatan
Penggunaan beberapa obat seperti diuretik maupun laksatif secara berlebihan
dapat menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam tubuh.Akibatnya, terjadi
defisit cairan tubuh. Selain itu, penggunan diuretik menyebabkan kehilangan natrium
sehingga kadar kalium akan meningkat. Penggunaan kortikostreroid dapat pula
menyebabkan retensi natrium dan air dalam tubuh.
h.Pembedahan
Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami ketidakseimbangan
cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah selama periode operasi,
sedangkan beberapa klien lainya justru mengalami kelebihan beban cairan akibat asupan
cairan berlebih melalui intravena selama pembedahan atau sekresi hormon ADH selama
masa stress akibat obat- obat anastesia.
7. Pergerakan cairan tubuh
Cairan di dalam tubuh tidak statis, tetapi mengalami pergerakan. Cairan dan elektrolit
bergerak dari satu kompartemen ke kompartemen lain untuk memfasilitasi proses-proses
yang terjadi di dalam tubuh, seperti oksigenasi jaringan, respon terhadap penyakit,
keseimbangan asam basa, dan respon terhadap terapi obat. Pergerakan cairan dan elektrolit
melalui tiga fase. Pada fase pertama plasma darah bergerak dalam tubuh melalui sistem
sirkulasi, nutrisi dan cairan diambil dari paru dan traktus gastrointestinal. Pada fase kedua,
cairan interstisiel dan komponennya bergerak diantara kapiler darah dan sel. Pada fase ketiga
cairan akan bergerak dari interstisiel ke sel. Pada arah sebaliknya, cairan dan komponennya
akan bergerak balik dari sel ke ruang interstisiel dan kemudian ke kompartemen
intravaskuler. Cairan intravaskuler kemudian akan membawa cairan ke ginjal, dimana
produk metabolik akan diekskresikan.
Kapiler dan membran seluler dalam tubuh dikenal sebagai selectively permeable,
karena tidak semua substansi bisa melewati membran ini dengan mudah. Bahan seperti
glikogen dan protein tidak bisa dengan mudah melewati kapiler dan membran seluler. Bahan
organik seperti asam amino dan glukosa dapat dengan bebas melewati membran seluler,
meskipun terkadang membutuhkan bantuan traspor aktif. Membran semipermiabel tubuh
meliputi:
a) Membran sel : memisahkan CIS dari CIT dan terdiri atas lipid dan protein
b) Membran kapiler : memisahkan CIV dari CIT
c) Membran epithelial : memisahkan CIT dan CIV dari CTS. Contoh membran ini
adalah epithelium mukosal dari lambung dan usus, membran sinovial, dan tubulus
ginjal.
Cairan tubuh dan elektrolit berpindah melalui difusi, osmosis, transportasi aktif, atau
filtrasi. Perpindahan tersebut tergantung pada permeabilitas membran sel atau kemampuan
membran untuk ditembus cairan dan elektrolit.
a. Difusi
Difusi didefinisikan sebagai kecenderungan alami dari suatu substansi untuk bergerak
dari suatu area dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke area dengan konsentrasi yang lebih
rendah. Difusi terjadi melalui perpindahan tidak teratur (random) dari ion dan molekul.
Suatu contoh difusi adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida antara kapiler dan alveoli.
Proses difusi dapat dilihat pada gambar berikut:
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 184
Gambar 11.2 Proses Difusi O2 dan CO2
Difusi dapat terjadi jika memenuhi syarat sebagai berikut:
(a) Bila partikel tersebut cukup kecil untuk melewati pori-pori protein (misal air dan
urea), maka akan terjadi difusi sederhana
(b) Bila partikel tersebut larut dalam lemak (misal oksigen dan karbondioksida), maka
akan terjadi difusi sederhana
(c) Partikel tidak larut lemak seperti glukosa harus berdifusi ke dalam sel melalui
substansi pembawa, maka akan terjadi difusi dipermudah.
2) Faktor yang meningkatkan difusi:
(a) Peningkatan suhu
(b) Peningkatan konsentrasi partikel
(c) Penurunan ukuran atau berat molekul dari partikel
(d) Peningkatan area permukaan yang tersedia untuk difusi
(e) Penurunan jarak lintas di mana massa partikel harus berdifusi
b. Osmosis
Osmosis adalah perpindahan pelarut murni, seperti air, melalui membran
semipermeabel yang berpindah dari larutan yang memiliki konsentrasi solut rendah ke
larutan yang memiliki konsentrasi solut tinggi. Membran tersebut permeable terhadap zat
pelarut, tetapi tidak permeable terhadap solut (zat terlarut), yang berupa materi partikel.
Kecepatan osmosis tergantung pada konsentrasi solut di dalam larutan, suhu larutan, muatan
listrik solut, dan perbedaan antara tekanan osmosis yang dikeluarkan oleh larutan.
Konsentrasi larutan diukur dalam osmol, yang mencerminkan jumlah substansi dalam larutan
yang berbentuk molekul, ion atau keduanya. Dalam osmosis ada tiga istilah penting, yaitu:
Tekanan osmotik : Tekanan dengan kekuatan untuk menarik air dan kekuatan ini bergantung
pada jumlah molekul di dalam larutan. Tekanan ini diberikan melalui
membran semipermiabel dan tekanan ini tergantung kepada aktivitas solut
yang dipisahkan oleh membran.
Tekanan onkotik : Tekanan osmotik yang dihasilkan oleh protein (misal albumin), tekanan
onkotik akan menjaga cairan tetap berada di dalam kompartemen
intravaskuler.
Diuretik osmotik : Terjadi ketika terdapat peningkatan keluaran urine yang diakibatkan oleh
ekskresi substansi seperti glukosa, manitol, atau agen kontras dalam urin.
Contoh osmosis adalah sebagai berikut:
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 185
Apabila konsentrasi solut pada salah satu sisi membran semipermiabel lebih besar,
maka laju osmosis akan lebih cepat sehingga terjadi percepatan transfer zat pelarut
menembus membran semipermiabel. Hal ini akan terus berlanjut sampai tercapai
keseimbangan.
Osmolalitas merupakan pengukuran kemampuan larutan untuk menciptakan tekanan
osmotik dan dengan demikian akan mempengaruhi gerakan cairan. Osmolalitas juga
menggambarkan konsentrasi larutan, menunjukkan jumlah partikel dalam satu liter larutan
dan diukur dengan miliosmol per liter (mOsm/L). Suatu larutan yang osmolalitasnya sama
dengan plasma disebut isotonik. Pemberian larutan isotonik melalui IV akan mencegah
perpindahan cairan dan elektrolit dari kompartemen intrasel. Larutan hipotonik IV memiliki
osmolalitas lebih rendah daripada plasma, larutan ini akan mengakibatkan air berpindah ke
dalam sel. Larutan hipertonik memiliki osmolalitas lebih tinggi dari plasma, sehingga
membuat air keluar dari sel.
Perubahan osmolalitas ekstraseluler dapat mengakibatkan perubahan pada volume
cairan ekstraseluler dan intraseluler.
a. Penurunan osmolalitas CES ------gerakan air dari CES ke CIS
b. Peningkaan osmolalitas CES-----gerakan air dari CIS ke CES
Air akan terus bergerak sampai osmolalitas dari kedua kompartemen mencapai
ekuilbrium.
c. Transpor aktif
Transport aktif memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi untuk
menggerakkan berbagai materi guna menembus membran sel. Hal ini memungkinkan sel
menerima molekul yang lebih besar dari sel tersebut, selain itu sel dapat menerima atau
memindahkan molekul dari daerah berkonsentrasi tinggi. Pada transport aktif, substansi
dapat berpindah dari larutan dengan konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Transport aktif
ditingkatkan oleh molekul pembawa (carrier molecule) yang berada di antara sel, yang akan
mengikat diri mereka sendiri dengan molekul yang masuk ke dalam sel. Transport aktif
merupakan mekanisme sel-sel yang mengabsorbsi glukosa dan substansi-substansi lain untuk
melakukan aktivitas metabolik. Contoh transport aktif adalah pompa natrium dan kalium.
Natrium dipompa keluar dari sel dan kalium dipompa masuk ke dalam sel, melawan gradien
konsentrasi.
Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu :
1) Fase I :
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 186
Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi dan
oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.
2) Fase II :
Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel
3) Fase III :
4) Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial masuk ke
dalam sel pembuluh darah kapiler dan membran sel yang merupakan membrane
semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam cairan
tubuh ikut berpindah.
d. Filtrasi
Filtrasi merupakan suatu proses pemindahan air dari substansi yang dapat larut secara
bersamaan sebagai respon terhadap adanya tekanan cairan. Proses ini berlangsung aktif di
bantalan kapiler, tempat perbedaan tekanan hidrostatik atau gradien yang menentukan
perpindahan air, elektrolit, dan substansi terlarut lain yang berada di antara cairan kapiler dan
cairan interstisiel. Perpindahan terjadi dari area dengan tekanan tinggi ke area dengan
tekanan rendah.
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan oleh suatu liquid di dalam sebuah
ruangan. Darah dan cairan arteri akan memasuki ruang kapiler jika tekanan hidrostatik lebih
tinggi dari tekanan interstisiel, sehingga cairan dan solut berpindah dari kapiler menuju sel.
Pada ujung bantalan vena kapiler, cairan dan produk-produk sisa metabolisme berpindah dari
sel menuju kapiler , karena tekanan hidrostatiknya lebih kecil dari tekanan interstisiel.
8. Pengaturan cairan
Air penting untuk kehidupan, orang dapat hidup beberapa minggu tanpa makanan,
tetapi hanya dapat hidup beberapa tanpa air. Air mempertahankan volume darah, mengatur
suhu, mengantarkan elektrolit dan nutrien ke dan dari sel, dan merupakan bagian dari banyak
reaksi biologis. Secara kimiawi, air dan elektrolit bekerja sama untuk mempertahankan
keseimbangan air. Masukan air diatur melalui sensasi haus, air dan elektrolit secara terus-
menerus hilang dan diganti. Keseimbangan air diatur terutama oleh ginjal yang berespon
terhadap konsentrasi solut yang terdapat dalam cairan tubuh yang telah disaring.
Pada kondisi normal, intake cairan mengimbangi kehilangan cairan. Kondisi sakit
keseimbangan cairan akan mengalami gangguan, sehingga akan terjadi tubuh kekurangan
cairan atau kelebihan cairan. Secara normal, kehilangan cairan terjadi untuk
mempertahankan fungsi tubuh. Kehilangan cairan itu bisa melalui udara pernafasan,
penguapan dari kulit, pengeluaran dari ginjal sebanyak 500 ml, dan cairan yang dibutuhkan
untuk mengeluarkan sampah metabolik. Total pengeluaran perhari kira-kira 1300 ml perhari.
Kandungan air tubuh yang aktual tergantung dari variabel, seperti umur, jenis kelamin,
komposisi tubuh, dan proses penyakit. Orang dewasa terdiri dari kira-kira 60 % air, bayi
kira-kira 77 %. Wanita mempunyai kandungan air yang sangat sedikit daripada pria karena
jumlah lemak yang lebih banyak. Terdapat hubungan terbalik antara air tubuh dan jaringan
adipose (lemak), makin banyak jaringan adipose, makin sedikit air tubuh. Banyak proses
penyakit mempengaruhi air tubuh, contohnya gagal ginjal, gagal jantung kongestif, dan
disfungsi gastrointestinal. Kondisi abnormal ini mempengaruhi konsentrasi elektrolit yang
terdapat dalam CIS dan CES dan menyebabkan perpindahan cairan antar kompartemen.
Sejumlah mekanisme homeostatik bekerja tidak hanya untuk mempertahankan
konsentrasi elektrolit dan osmotik dari cairan tubuh, tetapi juga volume cairan total tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit normal adalah akibat dari keseimbangan dinamis antara
makanan dan minuman yang masuk dengan keseimbangan yang melibatkan sejumlah besar
system organ. Yang banyak berperan adalah ginjal, sistem kardiovaskuler, kelenjar hipofise,
kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal dan paru-paru.
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 187
a. Ginjal
Ginjal merupakan pengendali utama terhadap kadar cairan dan elektrolit tubuh. Total
body water (TBW) dan konsentrasi elektrolit sangat ditentukan oleh apa yang disimpan
oleh ginjal. Ginjal sendiri diatur oleh sejumlah hormon dalam menjalankan fungsinya.
Fungsi utama ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan adalah:
1) Pengaturan volume dan osmolalitas CES melalui retensi dan ekskresi selektif
cairan tubuh.
2) Pengaturan kadar elektrolit dalam CES dengan retensi selektif substansi yang
dibutuhkan dan ekskresi selektif substansi yang tidak dibutuhkan
3) Pengaturan pH CES melalui retensi ion-ion hidrogen
4) Ekskresi sampah metabolik dan substansi toksik,
Fungsi ginjal menurun seiring dengan bertambahnya umur.
b. Kardiovaskuler
Kerja pompa jantung mensirkulasi darah melalui ginjal di bawah tekanan yang sesuai
untuk menghasilkan urine. Kegagalan pompa jantung ini mengganggu perfusi ginjal,
sehingga akan mengganggu pengaturan air dan elektrolit.
c. Paru-paru
Melalui ekshalasi, paru-paru membuang kira-kira 300 ml air setiap hari pada orang
dewasa normal. Kondisi-kondisi abnormal, seperti hiperpnea (respirasi dalam yang
abnormal) atau batuk yang terus menerus meningkatkan kehilangan air, ventilasi
mekanik dengan air yang berlebihan menurunkan kehilangan air. Paru-paru mempunyai
peran penting dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa. Perubahan pada proses
penuaan yang normal menghasilkan penurunan fungsi pernafasan, menyebabkan
kesukaran dalam pengaturan pH pada individu usia lanjut yang menderita penyakit
gawat atau mengalami trauma.
d. Kelenjar pituitari
Hipotalamus menghasilkan suatu substansi antidiuretik hormon (ADH), yang disimpan
dalam kelenjar pituitary posterior dan dilepaskan jika diperlukan. Fungsi ADH termasuk
mempertahankan tekanan osmotik sel dengan mengendalikan retensi atau ekskresi air
oleh ginjal dan dengan mengatur volume darah.
e. Kelenjar adrenal
Aldosteron, suatu mineralkortikoid yang disekresikan oleh zona glumerosa dari korteks
adrenal. Peningkatan sekresi aldosteron menyebabkan retensi natrium dan kehilangan
kalium, sebaliknya penurunan sekresi aldosteron menyebabkan kehilangan natrium dan
air serta retensi kalium.
f. Kelenjar parathyroid
Kelenjar parathyroid yang terletak di sudut kelenjar tiroid, mengatur keseimbangan
kalsium dan fosfat melalui hormon parathyroid (PTH). PTH mempengaruhi resorpsi
tulang, absorpsi kalsium dari usus halus, dan resorpsi kalsiumdari tubulus ginjal.
9. Mekanisme Homeostasis yang Mengatur Cairan dan Elektrolit Tubuh
1) Baroreseptor
Baroreseptor merupakan reseptor syaraf kecil, mendeteksi perubahan-perubahan pada
tekanan dalam pembuluh darah dan menyampaikan informasi kepada saraf pusat.
Baroreseptor bertanggung jawab untuk memonitor volume yang bersirkulasi dan
mengatur aktivitas neural simpatis dan parasimpatis.
2) Renin
Enzim yang mengubah angiotensinogen, suatu substansi tidak aktif yang dibentuk oleh
hepar, menjadi angiotensin I dan angiotensin II. Suatu enzim yang dilapaskan dalam
kapiler paru-paru merubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II, dengan
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 188
kemampuan vasokonstriktornya, meningkatkan tekanan perfusi arteri dan menstimulasi
rasa haus. Jika system saraf simpati distimulasi, aldosteron dilepaskan sebagai respon
terhadap adanya peningkatan dari pelepasan rennin. Aldosteron merupakan pengaturan
volume dan juga akan dilepaskan jika kalium serum meningkat, natrium serum
menurun, ACTH meningkat.
3) ADH dan mekanisme rasa haus
Mempunyai peran penting dalam mempertahankan konsentrasi natrium dan masukan
cairan oral. Masukan air dikendalikan oleh pusat rasa haus yang berada di hipotalamus.
Jika konsentrasi serum atau osmolalitas meningkat atau jika volume darah menurun,
neuron dalam hipotalamus distimulasi oleh dehidrasi intraseluler, rasa haus kemudian
timbul dan orang tersebut meningkatkan asupan cairan oral.
4) Osmoreseptor
Terletak pada permukaan hipotalamus, merasakan perubahan dalam konsentrasi
natrium. Jika tekanan osmotik meningkat, neuron mengalami dehidrasi dan dengan
cepat melepaskan impuls ke pituitary posterior yang meningkatkan pelepasan ADH.
Pengembalian tekanan osmotik normal memberikan umpan balik ke osmoreseptor untuk
mencegah pelepaan ADH lebih lanjut.
10. Output Cairan dan Elektrolit
Secara umum, terdapat empat rute pengeluaran cairan, yaitu:
a) Ginjal
Ginjal adalah regulator utama keseimbangan cairan dan elektrolit. Kira-kira 180 L
plasma difilter setiap hari oleh ginjal. Dari volume ini, kira-kira 1500 ml urine
diekskresikan setiap hari. Pada orang dewasa, ginjal setiap menit menerima sekitar
125 ml plasma untuk disaring dan memproduksi urine sekitar 60 ml 940 sampai 80
ml) dalam setiap jam atau totalnya sekitar 1,5 L dalam satu hari. Volume, komposisi,
dan konsentrasi urine sangat bervariasi dan akan tergantung pada penambahan dan
kehilangan cairan. Jumlah urine yang diproduksi ginjal dipengauhi oleh Anti
Diuretic Hormon (ADH) dan aldosteron. Hormon-hormon ini mempengaruhi
ekskresi air dan natrium serta distimulasi oleh perubahan volume darah.
Pada konsentrasi urine maksimal (1400 m Osm/kg), sedikitnya 400 ml urine harus
diproduksi untuk mengekskresi sisa metabolik setiap hari. Bayi, lansia, dan individu
dengan gangguan ginjal yang tidak dapat memekatkan urinenya secara maksimal
akan mengalami kehilangan air yang lebih besar. Sehingga, mereka harus
menghasilkan urine dalam jumlah yang sangat besar untuk mengekskresikan
kelebihan sisa metaboliknya setiap hari.
b) Kehilangan air tak kasat mata
Kehilangan evaporatif dari kulit dan terjadi tanpa kesadaran individu. Kehilangan
cairan ini terjadi pada kecepatan 6 ml/kg/24 jam rata-rata pada orang dewasa, tetapi
dapat meningkat secara bermakna pada demam atau luka bakar. Bayi lahir dengan
berat badan lahir rendah, khususnya dengan berat badan kurang dari 1 kg, cenderung
mengalami kehilangan cairan takkasat beberapa faktor,
termasuk luas permukaan kulit yang lebih besar dan peningkatan kandungan air
kulit. Penggunaan penghangat radian akan secara bermakna meningkatkan
kehilangan cairan takkasat mata pada bayi. Cairan takkasat mata hampir bebas
elektrolit dan harus dipertimbangkan semata-mata kehilangan air.
Kira-kira 400 ml cairan takkasat mata hilang melalui paru setiap hari. Kehilangan
cairan dapat meningkat sebagai respon terhadap adanya perubahan frekuensi dan
kedalaman pernafasan, seperti seseorang yang melakukan olah raga berat dan orang
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 189
yang mengalami demam. Alat untuk memberikan oksigen juga dapat meningkatkan
kehilangan air yang tidak dirasakan dari paru-paru (oksigen lebih kering daripada
udara di ruangan).
c) Keringat
Keringat merupakan cairan kasat mata yang keluar dari tubuh. Keringat ini penting
untuk menghilangkan panas tubuh, cairan ini bersifat hipotonik. Cairan ini tidak
mengandung elektrolit dalam jumlah yang bermakna. Kehilangan cairan melalui
keringat sangat bervariasi dengan tingkat aktivitas individu (misalnya banyaknya
olah raga), aktivitas metabolik dan suhu lingkungan.
d) Saluran gastrointestinal (GI Track)
Saluran gastrointestinal dalam kondisi normal bertanggung jawab pada 100-200 ml
kehilangan air setiap hari. Gastrointestinal memegang peranan penting dalam
pengaturan cairan, karena hampir semua cairan didapatkan di GI. Pada kondisi sakit,
gastrointestinal bisa menjadi sisi kehilangan cairan mayor, karena kira-kira 6-8 L
cairan isotonik disekresikan dan direabsorpsi keluar dari saluran gastrointestinal
setiap hari. Kehilangan gastrointestinal abnormal (misal penghisapan naso gastrik,
muntah, diare) dapat menimbulkan kehilangan cairan yang sangat besar. Komposisi
sekresi GI bervariasi sesuai lokasi dalam saluran GI. Di atas pylorus, kehilangan
adalah isotonik dan kaya natrium, kalium, klorida dan hydrogen. Di bawah pylorus,
kehilangan adalah isotonik dan kaya natrium, kalium, dan bikarbonat. Diare dari
usus besar adalah hipotonik.
e) Hormon
Hormon utama yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adalah ADH
dan aldosteron. Keadaan kekurangan air akan meningkatkan osmolalitas darah dan
keadaan ini akan direspon oleh kelenjar hipofisis dengan melepaskan ADH. ADH
akan menurunkan produksi urine dengan cara meningkatkan reabsorsi air oleh
tubulus ginjal. Selama periode sementara kekurangan volume cairan, seperti yang
terjadi pada muntah dan diare atau perdarahan, jumlah ADH di dalam darah
meningkat , akibatnya reabsorpsi air oleh tubulus ginjal meningkat dan air akan
dikembalikan ke dalam volume darah sirkulasi. Dengan demikian , keluaran urine
akan berkurang sebagai respon terhadap kerja hormon ADH.
Aldosteron merupakan suatu mineralokortikoid yang diproduksi oleh korteks
adrenal. Aldosteron mengatur keseimbangan natrium dan kalium dengan
menyebabkan tubulus ginjal mengekskresikan kalium dan mengabsorpsi natrium.
Akibatnya air juga akan direabsorpsi dan dikembalikan ke volume darah.
Kekurangan volume cairan, misal karena perdarahan atau kehilangan cairan
pencernaan, dapat menstimuli sekresi aldosteron ke dalam darah.
Glukokortikoid mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit. Sekresi hormon
glukokortikoid secara normal tidak menyebabkan ketidakseimbangan cairan utama,
namun kelebihan hormon di dalam sirkulasi dapat menyebabkan tubuh menahan
natrium dan air yang kita kenal sebagai sindrom Cushing.
11. Pengertian dan Pengaturan Elektrolit
Elektrolit merupakan substansi yang berdisosiasi (terpisah) di dalam larutan dan akan
menghantarkan arus listrik. Elektrolit berdisosiasi menjadi ion positif dan negatif dan diukur
dengan kapasitasnya untuk saling berikatan satu sama lain (miliekuivalen/liter/ atau mEq/L)
atau dengan berat molekul dalam gram (milimol/liter atau mol/L). Kation merupakan ion-
ion yang membentuk muatan positif dalam larutan. Kation ekstraseluler utama adalah
+ +
natrium (Na ), sedangkan kation intraseluler utama adalah kalium (K ). Sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa natrium keluar dan kalium ke dalam. Anion
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 190
adalah ion-ion, yang membentuk muatan negatif dalam larutan. Anion ekstraseluler utama
4
adalah klorida (Cl, sedangkan anion intraseluler utama adalah ion fosfat (PO 3).
Kerja ion-ion ini mempengaruhi transmisi neurokimia dan transmisi neuromuskuler,
yang mempengaruhi fungsi otot, irama dan kontraktilitas jantung, perasaan (mood) dan
perilaku, fungsi pencernaan serta fungsi-fungsi yang lain. Elektrolit berhubungan minimal
dengan empat proses fisiologis dasar, yaitu:
1) Distribusi air dalam kompartemen CIS dan CES
2) Iritabilitas neuromuskuler
3) Keseimbangan asam-basa
4) Pemeliharaan tekanan osmotik
a. Elektrolit yang Penting dalam Tubuh adalah:
1) Natrium
Natrium mempengaruhi distribusi air tubuh lebih kuat daripada elektrolit lain. Natrium
mampu menarik air, sehinggga natrium merupakan faktor utama yang menentukan volume
ekstraseluler. Gangguan pada natrium dianggap sebagai gangguan volume ekstraseluler.
Natrium terlibat dalam mempertahankan keseimbangan air, mentransmisi impuls syaraf, dan
melakukan kontraksi otot. Air mengikuti natrium dalam dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit. Apabila ginjal menahan natrium, maka cairan juga ditahan, sebaliknya jika ginjal
mengekskresikan natrium, maka air juga akan diekskresikan.
Natrium diatur oleh asupan garam, aldosteron dan keluaran urine. Sumber utama
natrium adalah garam dapur, daging yang telah diolah, makanan ringan dan makanan kaleng.
Rata-rata masukan natrium setiap hari jauh melebihi dari kebutuhan tubuh setiap hari. Ginjal
bertanggung jawab untuk mengekskresikan kelebihan dan dapat menyimpan natrium selama
periode pembatasan natrium ekstrem. Individu yang memiliki fungsi ginjal normal akan
dapat mempertahanakan kadar natrium serum dalam batas normal melalui ekskresi natrium
dala urine. Konsentrasi natrium dipertahankan melalui pengaturan masukan dan ekskresi
natrium.
Nilai laboratorium normal untuk natrium serum adalah 135 sampai 145 mEq/L.
Konsentrasi natrium yang tinggi (hipernatremia), osmolalitas serum meningkat, merangsang
pusat haus dan menyebabkan peningkatan hormon antidiuretik (ADH) oleh kelenjar hipofisis
posterior. Peningkatan natrium dapat ditemui pada kondisi hiperventilasi, cidera kepala,
demam, diabetes insipidus, penurunan sekresi ADH, dan ketidakmampuan ginjal berespon
terhadap ADH. Konsentrasi natrium yang rendah (hiponatremia), membuat ginjal
mengeluarkan air. Kondisi hiponatremia bisa dijumpai pada kondisi adanya gangguan
mekanisme sekresi ADH (misal pada cidera kepala, stess fisiologis dan psikologis yang
berat).
2) Kalium
Kalium adalah kation utama intraseluler. Kalium memegang peranan penting dalam
metabolisme sel, mengatur eksitabilitas (rangsangan) neuromuskuler, kontraksi otot,
mempertahankan keseimbangan osmotik dan potensial listrik membran sel dan untuk
memindahkan glukosa ke dalam sel. Kalium dalam jumlah banyak terletak dalam sel, dan
dalam jumlah relatif kecil (kira-kira 2% ) terletak dalam cairan ekstraseluler. Rasio kalium
dalam CES dan CIS membantu menentukan potensial istirahat membran sel otot dan syaraf,
maka perubahan pada kadar kalium plasma dapat mempengaruhi fungsi neuromuskuler dan
jantung.
Distribusi kalium antara CES dan CIS dipengaruhi oleh pH darah, masukan diet,
hormon (aldosteron, insulin dan efinefrin), dan terapi diuretik. Tubuh menambah kalium
dari makanan (gandum utuh, daging, polong-polongan, buah-buahan dan sayur mayur) dan
obat-obatan. Selain itu, CES manambah kalium kapan saja ketika ada kerusakan sel-sel
(katabolisme jaringan) atau gerakan kalium ke luar sel. Biasanya gangguan kalium tidak
terjadi kecuali terdapat penurunan yang bersamaan dengan fungsi ginjal. Kalium hilang dari
tubuh melalui ginjal, saluran gastrointestinal (GI) dan kulit. Kalium dapat hilang dari CES
karena perpindahan intraseluler dan anabolisme jaringan.
Pengatur kadar kalium adalah ginjal, dengan cara mengatur jumlah kalium yang
diekskresikan melalui urine. Suatu kondisi yang menurunkan pengeluaran urine akan
menurunkan pengeluaran kalium. Mekanisme pengaturan lain adalah dengan pertukaran ion
kalium dengan ion natrium di tubulus ginjal, apabila natrium dipertahankan, kalium
diekskresikan. Hormon aldosteron juga meningkatkan ekskresi kalium, jadi kondisi yang
meningkatkan kadar aldosteron (seperti pemberian kortikosteroid atau stress pasca bedah)
akan meningkatkan ekskresi kalium dalam urine. Kemampuan ginjal untuk menyimpan
kalium tidak sekuat dalam menyimpan natrium, sehingga masih ada kemungkina kalium
hilang dalam urine pada kondisi kekurangan kalium. Kadar kalium normal adalah 3,5
sampai 5,3 mEq/L. Kadar kalium yang rendah (hipokalemia) bisa terjadi karena kondisi
alkalosis (alkalosis mendorong kalium masuk ke dalam sel), sedangkan kalium tinggi
(hiperkalemia) terjadi pada asidosis (asidosis mendorong kalium keluar sel).
3) Kalsium
Kalsium merupakan elektrolit paling banyak di dalam tubuh, terutama terdapat dalam
tulang. Kalsium dijumpai dalam darah dalam dua bentuk yaitu kalsium bebas terionisasi
yang terdapat dalam sirkulasi dan kalsium yang berikatan dengan protein. Bentuk yang
berikatan ini berikatan dengan priotein plasma (albumin) dan zat-zat kompleks lainnya
seperti fosfat. Kurang dari 1% dari kalsium tubuh dikandung dalam cairan ekstraseluler,
konsentrasi ini diatur oleh hormon paratiroid dan parathyroid. Berikut adalah bentuk-bentuk
kalsium yang terdapat di dalam cairan tubuh:
a) Terionisasi (4,5 mg/100 ml)
b) Tidak dapat berdifusi, yang merupakan kalsium kompleks terhadap anion protein (5
mg/100 ml)
c) Garam kalsium, seperti kalsium sitrat dan kalsium fosfat (1 mg/100ml).
Kadar kalsium mempunyai efek pada fungsi neuromuskuler, status jantung, dan
pembentukan tulang, integritas dan struktur membran sel, koagulasi darah dan relaksasi otot.
Kalsium di dalam cairan ekstrasel diatur oleh hormon paratiroid dan kalsitonin. Hormon
parathyroid (PTH) mengontrol keseimbangan kalsium, absorpsi kalsium di gastrointestinal,
dan ekskresi kalsium di ginjal. Hormon parathyroid (PTH) dilepaskan oleh kelenjar
parathyroid dalam respon terhadap kadar kalsium serum rendah. Ia meningkatkan resorpsi
tulang (gerakan kalsium dan fosfor keluar tulang) mengaktivasi vitamin D, meningkatkan
absorpsi kalsium dari saluran gastrointestinal, dan merangsang ginjal menyimpan kalsium
dan mengekskresi fosfor. Kalsitonin dihasilkan oleh kelenjar tyroid bila kadar kalsium serum
meningkat, ini akan menghambat resopsi tulang. Gangguan dalam keseimbangan kalsium
akibat perubahan pada metabolisme tulang, sekresi hormon parathyroid, disfungsi ginjal, dan
masukan diet berkurang.
4) Klorida
Klorida merupakan elektrolit utama CES. Kadar klorida dalam darah secara pasif
berhubungan dengan kadar natrium, sehingga bila natrium serum meningkat, klorida juga
meningkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan atau penambahan klorida
seringkali mempengaruhi kadar natrium. Keseimbangann klorida dipertahankan melalui
asupan makanan dan ekskresi serta reabsorpsi renal. Kadar klorida yang meningkat
disebabkan oleh dehidrasi, gagal ginjal, atau asidosis. Kadar klorida yang menurun
disebabkan oleh hilangnya cairan dalam saluran gastrointestinal (mual, muntah, diare, atau
pengisapan lambung).
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 192
Klorida diatur melalui ginjal, jumlah yang diekskresikan berhubungan dengan asupan
makanan. Seseorang yang memiliki ginjal normal yang mengkonsumsi klorida dalam jumlah
besar, akan mengekskresikan klorida yang lebih tinggi dalam urine.Nilai laboratorium
normal untuk klorida serum adalah 100-106 mEq/L.
5) Magnesium
Magnesium merupakan kation terbanyak kedua di dalam cairan intrasel setelah
kalium. Magnesium diperoleh secara normal dari asupan diet. Magnesium tubuh, kira-kira
50-60% terletak dalam tulang dan kira-kira 1% terletak di CES. Kira-kira seperempat sampai
sepertiga dari magnesium plasma terikat pada protein, sebagian kecil berikatan dengan
substansi lain (kompleks), dan bagian sisanya terionisasi atau bebas.
Magnesium merupakan ion utama intrasel, ia memainkan perana vital fungsi seluler
normal. Secara khusus, magnesium berperan dalam mengaktifkan enzim yang terlibat dalam
metabolisme karbohidrat dan protein, dan mencetuskan pompa kalium-natrium. Magnesium
juga berperan dalam transmisi aktivasi neuromuskular, transmisi dalam sistem saraf pusat
dan fungsi miokard.
Magnesium diatur oleh beberapa faktor, yaitu absorpsi gastrointestinal, vitamin D dan
ekskresi ginjal. Secara normal, hanya sekitar 30-40% diet magnesium diabsorpsi. Ekskresi
ginjal terhadap perubahan kadar magnesium untuk mempertahankan keseimbangan
magnesium, dipengaruhi oleh ekskresi natrium dan kalium, volume CES, serta adanya
hormon parathyroid (PTH). Ekskresi menurun dengan peningkatan PTH, penurunan ekskresi
kalsium-natrium, dan kekurangan volume cairan. Nilai normal magnesium serum adalah 1,5-
2,5 mEq/L. Kondisi defisit magnesium (hipomagnesemia), dijumpai pada malnutrisi,
alkoholisme, dan terapi IV jangka panjang tanpa pemberian suplemen magnesium.
Sedangkan kondisi kelebihan magnesium (hipermagnesemia) paling sering dijumpai pada
pasien yang menderita gagal ginjal, mereka yang menderita ketoasidosis diabetik, dan
mereka yang menggunakan antasid dan laksatif dalam jumlah berlebihan.
6) Bikarbonat
Bikarbonat merupakan buffer dasar kimia yang utama di dalam tubuh. Ion bikarbonat
ditemukan dalam CES dan CIS. Bikarbonat diatur oleh ginjal, apabila tubuh memerlukan
lebih banyak basa, ginjal akan mereabsorpsi bikarbonat dalam jumlah yang lebih besar dan
bikarbonat tersebut akan dikembalikan ke dalam cairan ekstrasel. Bikarbonat merupakan ion
penting dalam sistem buffer asam karbonat-bikarbonat yang berperan dalam kesimbangan
asam-basa.
Nilai normal bikarbonat adalah 22-26 mEq/L. Dalam darah vena, bikarbonat diukur
melalui karbondioksida dan nilai bikarbonat normal pada dewasa adalah 24-30 mEq/L.
7) Fosfat
Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Fosfat dan kalsium
membantu mengembangkan dan memelihara tulang dan gigi. Fosfat juga meningkatkan
kerja neuromuskuler normal, berpartisipasi dalam metabolisme karbohidrat, dan membantu
pengaturan asam-basa. Fosfat secara normal diabsorpsi melalui saluran gastrointestinal.
Konsentrtasi fosfat serum diatur oleh ginjal, hormon parathyroid dan vitamin D teraktivasi.
Nilai normal fosfat serum adalah 2,5-4,5 mg/100 ml.
12. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
a. Gangguan keseimbangan cairan
1) Hipovolemia
Hipovolemia merupakan penipisan volume cairan ekstraseluler. Hipovolemia dapat
terjadi karena kekurangan pemasukan air (anoreksia, mual, muntah, tidak mampu
menelan, depresi) atau pengeluaran yang berlebihan (kehilangan melalui kulit, GI,
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 193
ginjal, perdarahan). Kekurangan cairan dapat terjadi sendiri atau kombinasi dengan
ketidakseimbangan elektrolit. Mekanisme kompensasi hipovolemia termasuk
peningkatan rangsang sistem saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung dan
tahanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon antidiuretik (ADH), dan pelepasan
aldosteron.
(a) Secara ringkas etiologi hipovolemia adalah sebagai berikut:
(1) Kehilangan cairan melalui saluran pencernaan
(2) Poliuria
(3) Demam (meningkatkan suhu tubuh, dapat meningkatkan metabolisme,
demam juga menyebabkan air keluar lewat paru-paru.)
(4) Keringat yang berlebihan
(5) Kurang pemasukan air (anoreksia, mual, depresi, sakit di daerah mulut dan
faring)
(b) Gejala hipovolemia:
(1) Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, mual, muntah haus, kekacauan
mental, konstipasi, oliguria.
(2) Menurunnya turgor kulit dan lidah
(3) Menurunnya kelembaban di mulut/keringnya mukosa mulut
(4) Menurunnya produksi urine (kurang dari 30 ml/jam untuk orang dewasa)
(5) Nadi cepat dan lemah
(6) Menurunnya temperatur tubuh
(7) Ektremitas dingin
(8) Hipotensi, frekuensi nafas cepat
(9) Kehilangan berat badan yang cepat
2) Hipervolemia
Hipervolemia merupakan penambahan volume CES. Kondisi ini bisa terjadi bila
tubuh menahan air dan natrium dalam proporsi yang sama, tanpa disertai perubahan
kadar elektrolit.
(a) Etiologi hipervolemia:
(1) Penyakit karena gangguan pada mekanisme regulasi
(gagal jantung, cushing syndrome, gagal ginjal, serosis hati)
(2) Intake natrium klorida yang berlebihan
(3) Pemberian infus yang mengandung natrium dalam
jumlah berlebihan
(4) Banyak makan makanan yang mengandung natrium
(b) Gejala hipervolemia:
(1) Sesak nafas, ortopnea
(2) Edema perifer, kenaikan berat badan sementara (2% hipervolemia
ringan, 5% hipervolemia sedang dan 8% hipervolemia berat)
(3) Nadi kuat, takikardia
(4) Asites, efusi pleura, bila sudah berat bisa menimbulkan edema pulmo
(5) Kulit lembab
(6) Irama gallop
Kelebihan air dan natrium pada kompartemen ekstraseluler dapat meningkatkan
tekanan osmotik. Cairan akan ditarik keluar sel, sehingga mengakibatkan edema
(cairan yang berlebihan dalam ruang interstisial). Edema terjadi sebagai akibat dari
pertambahan volume cairan interstisial dan diartikan sebagai bengkak yang dapat
teraba dari ruang interstisial. Edema bisa bersifat terlokalisasi (contoh tromboflebitis
pada obstruksi vena) dan umum (contoh gagal jantung). Peningkatan tekanan
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 194
hidrostatik kapiler akibat penambahan volume atau obstruksi vena, peningkatan
permeabilitas kapiler karena luka bakar, alergi, atau infeksi akan menyebabkan
peningkatan volume cairan interstisial. Penurunan pembuangan cairan interstisial
terjadi bila terdapat obstruksi pada aliran keluar limfatik atau penurunan tekanan
onkotik (protein bisa membantu untuk menahan volume vaskuler pada ruang
vaskuler). Retensi air dan natrium oleh ginjal yang meningkat akan mempertahankan
edema umum.
Edema umum biasanya merupakan bukti paling nyata pada area tergantung. Pada
pasien ambulasi akan menunjukkan edema pretibia atau pergelangan kaki,
sedangkan pasien yang terbatas di tempat tidur akan menunjukkan edema sacral.
Edema umum bisa juga terjadi di sekitar mata (periorbital) atau pada kantong skrotal
karena tekanan jaringan rendah pada area ini.
Edema bisa terjadi karena hal-hal berikut ini:
1) Peningkatan permeabilitas kapiler (pada luka bakar dan alergi),
perpindahan air dari kapiler ke ruang interstisial meningkat
2) Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler (obstruksi pada vena)
3) Perpindahan cairan dari ruang interstisial menurun
3) Sindrom ruang ketiga
Sindrom ini terjadi ketika cairan ekstrasel berpindah ke dalam suatu ruangan tubuh
(pleura, peritoneal, pericardial), sehingga cairan tersebut terjebak di dalamnya,
akibatnya kompartemen ekstrasel kekurangan cairan. Obstruksi usus yang kecil atau
luka bakar dapat menyebabkan perpindahan cairan sebanyak 5-10 liter.
4) Ketidakseimbangan osmolar
Dehidrasi (ketidakseimbangan hiperosmolar) terjadi bila ada kehilangan air tanpa
disertai kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama natrium. Faktor risiko
terjadinya dehidrasi meliputi kondisi yang mengganggu asupan oral (perubahan
fungsi neurologis), lansia yang lemah (penurunan fungsi tubuh, peningkatan lemak
tubuh), penurunan sekresi ADH (pada diabetes insipidus), Ketidakseimbangan
hiperosmolar disebabkan oleh setiap kondisi yang berhubungan dengan diuresis
osmotik dan pemberian larutan hipertonik melalui intravena. Ketidakseimbangan
hipoosmolar terjadi ketika asupan cairan berlebihan (polidipsi psikogenik) atau
sekresi ADH berlebihan
b. Gangguan keseimbangan elektrolit
1) Natrium
Natrium mempengaruhi distribusiair tubuh lebih kuat daripada elektrolit lainnya.
Hipernatremia Hiponatremia
Konsentrasi natrium yang tinggi
dalam plasma, akibat rasa haus
terganggu, hiperventilasi, demam,
cidera kepala, penurunan sekresi
ADH, diabetes insipidus, diare,
ketidakmampuan ginjal berespon
terhadap ADH
Melibatkan peningkatan proporsi air dan
garam dalam darah akibat gangguan
sekresi ADH (cidera kepala, stress
fisiologis dan psikologis berat)
Natrium serum > 145 mEq/L Natrium serum < 135 mEq/L
Hipotensi Hipertensi, TIK meningkat
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 195
Hipervolemia Hipovolemia
Membran mukosa kering Salivasi meningkat
Koma, meninggal Koma, meninggal
Rasa haus, demam, lidah kering,
halusinasi, disorientasi, letargi,
hiperaktif bila dirangsang
Tidak nafsu makan, mual, muntah,
twitching, lemah, bingung, edema pupil
2) Kalium
Kalium diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan osmotik dan potensial
listrik membran sel dan untuk memindahkan glukosa ke dalam sel.
Hiperkalemia Hipokalemia
Kadar kalium serum yang tinggi Kadar kalium serum yang rendah
Karena asidosis mendorong kalium
Karena alkalosis mendorong kalium
ke luar sel
masuk ke dalam sel
+ +
K serum > 5 mEq/L K serum < 3, 5 mEq/L
Gangguan konduksi jantung Aktivasi jantung ektopik
EKG: gelombang T memuncak,
EKG: gelombang T mendatar, depresi
Rumus IWL Dengan Kenaikan Suhu Tubuh
+ IWL Normal
Contoh: Tn.A BB 60kg, suhu= 39⁰C, Cairan Masuk (CM)= 200cc
CONTOH :
An X (3 tahun) BB 14 Kg, dirawata hari ke dua dengan DBD, keluhan pasien menurut
ibunya: “rewel, tidak nafsu makan; malas minum, badannya masih hangat; gusinya tadi
malam berdarah” Berdasarkan pemeriksaan fisik didapat data: Keadaan umum terlihat
lemah, kesadaran composmentis, TTV: HR 100 x/menit; T 37,3 °C; petechie di kedua
tungkai kaki, Makan /24 jam hanya 6 sendok makan, Minum/24 jam 1000 cc; BAK/24 jam :
1000 cc, mendapat Infus Asering 1000 cc/24 jam. Hasil pemeriksaan lab Tr terakhir: 50.000.
Hitunglah balance cairan anak ini!
INPUT CAIRAN
Minum 1000 cc
Infus 1000 cc
Air metabolisme (AM) 112 cc (8 cc x 14 kg)
Total 2112 cc
OUTPUT CAIRAN
Muntah 100 cc
Urin 1000 cc
IWL 378 cc (30-3 tahun) x 14
kg
Total 1478 cc
Balance cairan = Intake cairan – Output Cairan
2112 cc – 1478 cc + 634 cc
Sekarang hitung balance cairannya jika suhu An x 39,8 °C !
yang perlu diperhatikan adalah penghitungan IWL pada kenaikan suhu gunakan rumus:
IWL + 200 ( Suhu Tinggi – 36,8 °C) 36,8 °C adalah konstanta.
IWL An X
378 + 200 (39,8 °C – 36,8 °C)
378 + 200 (3)
378 + 600
978 cc
Output cairan An X
Muntah 100 cc
Urin 1000 cc
IWL 978 cc
Total 2078 cc
Balance cairan 2112 - 2078 +34
1. Pengkajian
Aktivitas/istirahat:
Gejala:
Sirkulasi:
Tanda:
Hipotensi
Integritas ego:
Gejala:
Tanda:
Eliminasi:
Gejala :
Oliguria/anuria
Makanan dan cairan:
Gejala:
1. Haus
2. Anoreksia
3. Mual/muntah
4. Penurunan berat badan
5. Intoleransi diet/sensitif terhadap buah segar, sayur, produk susu, makanan berlemak
Tanda:
Hygiene:
Gejala: Nyeri/nyeri tekan kuadran kanan bawah, mungkin hilang dengan defekasi
Keamanan:
Tanda:
Seksualitas
Gejala:
Interaksi sosial
Gejala:
Diagnosa Keperawatan
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif : diare
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya intake
(pemasukan) dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan
TUJUAN KEPERAWATAN
N Dx. KEPERAWATAN ( NOC ) RENCANA TINDAKAN
(NANDA)
( NIC )
O Tgl : Jam :
• Keseimbangan elektrolit
Kekurangan volume dan asam basa adekuat Manajemen cairan
cairan berhubungan • Kekurangan cairan • Monitor warna, jumlah
dengan : teratasi dan frekuensi kehilangan
• Kehilangan volume
1 cairan 24 jam
cairan aktif : diare, muntah,
luka bakar • Status hidrasi adekuat
• Observasi kehilangan
Setelah dilakukan asuhan cairan yang tinggi
• Asupan cairan yang
tidak adekuat : gangguan keperawatan selama ……x 24
membran mukosa mulut jam : • Diare, drainase luka,
diaforesis ( banyak keringat),
• Urine output (0,5- pengisapan, nasogastrik,
• Kegagalan dalam
1cc/kgBB/24 jam) perdarahan, IWL )
mekanisme pengaturan :
Diabetes insipidus
• Tidak ada tanda-tanda • Monitor status hidrasi
dehidrasi : BB tidak turun, kelembaban membran
DATA SUBYEKTIF
elastisitas dan turgor kulit baik, mukosa, nadi, suhu, respirasi
membran mukosa lembab, mata dan tekanan darah.
Klien mengatakan :
/ UUB tidak cekung)
• Haus • Pengisian • Timbang dan pantau
kemajuan BB
• Kelemahan kapiler detik
• Kolaborasi pemberian
• Muntah………………. • Tidak terjadi perubahan cairan intravena, pemasangan
status mental NGT, douwer cateter dan
pemeriksaan elektrolit
• Penurunan jumlah
urine • Elektrolit serum dalam
batas normal Manajemen elektrolit dan
asam basa
DATA OBYEKTIF
• Frekuensi, dan irama nafas
• Penurunan turgor kulit dalam rentang normal • Monitor hasil laborat :
Hb,Hct, Trombosit BUN,
• TTV dalam batas normal; Albumin, Protein total dan
• Membran mukosa BJ urine
mulut /kulit kering
– Suhu: 36,3-37,4 oC,
• Kolaborasi pemeriksaan
• Nadi meningkat elektrolit : Na,Cl, Ca, K dan
…x/mn – Nadi: Bayi: 140/menit
Mg.
• Diare
• Penurunan BB
………………
• Data Lab:
………………………
Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Potter. 2006. Fundamental Keperawatan ( Konsep, Proses, dan Praktik). Jakarta. EGC.
Wilkinson, Judith M. 2002. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC. Jakarta. EGC.
Ilmu Keperawatan Dasar
Book · January 2016 with 1,148 Reads
Publisher: 1
Publisher: 987-602-318-179-7
Publisher: Mitra Wacana Media
Definisi
Eliminasi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak diperlukan olehtubuh.
Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : eliminasi urine dan eliminasi fekal.
Eliminasi urine
Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan. Dimana sistem initerdiri
dari ginjal, ureter, kandung kemoh, dan uretra. Proses pembentukan urine di ginjal terdiridari 3
proses yaitu : filtrasi , reabsorpsi dan sekresi .Proses filtrasi berlangsung di glomelurus. Proses
ini terjadi karena permukaan aferen lebih besardari permukaan eferen.Proses reabsorpsi terjadi
penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,klorida, fosfat, dan beberapa ion
karbonat.Proses sekresi ini sisa reabsorpsi diteruskan keluar.
Eliminasi fekal
Eliminasi fekal sangat erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Saluran pencernaanmerupakan
saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap olehtubuh
dengan proses penernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim danzat cair
dari mulut sampai anus. Organ utama yang berperan dalam eliminasi fekal adla
usus besar. Usus besar memiliki beberapa fungsi utama yaitu mengabsorpsi cairan dan elektrolit,
proteksi atau perlindungan dengan mensekresikan mukus yang akan melindungi dinding ususdari
trauma oleh feses dan aktivitas bakteri, mengantarkan sisa makanan sampai ke anus ANATOMI
FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN
Saluran pencernaan berfungsi mengabsorbsi cairan dan makanan yang nantinya akan digunakan
oleh sel tubuh dan akan menghasilkan produk sisa dalam bentuk feses. Saluran pencernaan
menyerap cairan sangat tinggi sehingga sangat memegang peranan penting dalam keseimbangan
cairan tubuh. Selain itu saluran pencernaan juga berfungsi untuk mensekresi seperti
pankreas dan gallbladder.
1. Mulut
Didalam mulut makanan dihancurkan secara mekanik dengan menggunakan gigi dan bantuan
saliva yang mengandung enzim ptyalin sehinggan makanan akan lebih mudah untuk ditelan
1. Esophagus
Setelah dari mulut makanan dalam bentuk bolus masuk ke esophagus melalui spingter osopgagus
bagian atas (upper esophagus sphinter). Fungsi spingter ini adalah mencegah makanan refluk
ketenggorokan . bolus melewati esophagus sepanjang 25 cm melalui gerakan peristaltic yang
dihasilakn dari kontraksi dan relaksasai otot-otot oesophagus secara involunter. Setelah kurang
lebih 15 detik bolus akan sampai di esophagus bagian bawah dan kemudian masuk kedalam
lambung melalui spingter esophagus bagian bawah (lower esophageal refluk). Spingter ini
terletang antara esophagus dan lambung yang berfungsi mencegah bolus refluk ke esophagus.
Antasid dapat meminimalkan refluks dan makanan berlemak dan nikotin dapat meningkatkan
refluk dari bolus tersebut
1. Lambung
Didalam lambung makanan dicerna secara mekanik dan secara kimiawi. Lambung mensekresi
HCl, mucus, enzym pepsin dan factor intrinsic. Konsentrasi HCl mempengaruhi keasaman
lambung dan keseimbangan asam basa tubuh. HCl membantu mencampur dan memecah
makanan dilambung. Mucus membantu melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktifitas
enzym. Pepsin mencerna protein walaupun tidak semua protein dicerna didalam lambung. Faktor
intrinsik adalah komponen penting yang dibutuhkan dalam absorbsi vitamin B12 diusus dan
untuk pembentukan formasi sel darah merah. Kekurangan factor ini dapat menyebabkan anemia
pernicious.
Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan berubah menjadi semicair yang
disebut Chyme sehingga lebih mudah diabsorbsi.
1. Usus halus
Setelah dari lambung, makanan masuk kedalam usus halus yang berdiameter 2.5 cm dan panjang
6 meter. Bagian ini terdiri dari 3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum.
1. Usus besar
Panjang usus besar sekitar 125 – 150 cm dan terdiri dari 7 bagian : sekum (menghubungkan usus
halus dan usus beasar untuk mencegah regurgitasi), kolon asenden, kolon tranversum, kolon
desenden, kolon sigmoid, rektum (10 – 15 cm) dan anus/orifisium eksternal (2,5 – 5 cm/1 – 2
inc) yang mempunyai 2 spingter : internal (bersifat involuntar) dan eksternal (bersifat voluntar).
Usus besar tersusun oleh 2 serat otot yaitu otot sirkular dan longitudinal yang menyebabkan usus
besar dapat berkontraksi. Gerakan usus besar dibedakan dalam 3 garakan yaitu :
Haustral Churning/shurfling
Yaitu gerakan isi usus kearah depan-belakang sehingga isi usus bercampur dan terjadi
penyerapan air.
Peristaltic
Yaitu gerakan gelombang usus akibat gerakan otot sirkular dan longitudinal sehingga isi
usus bergerak kedepan
Mass Peristaltic
Yaitu gerakan yang ditimbulkan karena kontraksi otot usus yang kuat sehingga terjadi
gelombang yang besar. Gerakan ini biasanya terjadi setelah makan dan jika ada stimulus dari
lambung dan usus halus (adanya makanan dalam lambung dan usus halus)
Absorbsi/penyerapan air, NaCl dan glukosa yang dikeluarkan dari katup ileosekal
berbentuk chyme. 1500 cc chyem melewati usus besar dalam setiap harinya.
Protektif oleh adanya sekresi musin (ion karbonat) yang penegeluaranya dirangsang oleh
nervus parasimpatis. Sekresi mukus ini akan meningkat pada saat seseorang sedang
emosi. Fungsi mukutersebu adalah melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan
melindungi usus dari trauma asam yang dihasilkan feses
Eliminasi fekal (defekasi dan flatus)
Flatus adalah udara besar yang dihasilkan daripemecahan karbohidrat sedangkan defekasi
adalah pengeluaran feses sari anus dan rektum. Frekuensi defekasi tergantung individu, berfariasi
dari beberapa kali perhari sampai 2-3 kali perminggu. Defekasi terjadi karena adanya
rangsang reflek gastrokolika, yaitu reflek peristaltik didalam usus besar yang dihasilkan ketika
makanan masuk lambung yang menyebabkan. Biasanya bekerja sesudah pagi.
Susunan Feses :
Ketika feses memasuki kerectum akan menimbulkan distensi dinding rektum sehingga akan
memberikan sinyal saraf yang dikirimkan ke pleksus mesenterika untuk merangsang timbulnya
peristaltik pada kolon desnden, kolon sigmoid dan rektum. Gerakan ini akan menekan sehingga
feses akan masuk ke anus. Spingter anal internal akan terbuka dan spingter eksternal akan relaks
dan defekasi akan terjadi.
1. Reflek defekasi parasimphatik (parasimpathetic defecation reflex)
Ketika serat saraf yang ada direktum distimulasi maka akan diteruskan ke spinal cord dan
akan kembali menstimulasi kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Saraf parasimpatis akan
mengaktifkan gelombang peristaltik, relaksasi spingter anal internal dan mengaktifkan reflek
defekasi intrinsuk. Spingter anal internal relaksasi, feses akan masuk ke anal canal. Pada saat
seseorang duduk ditoilet/bedpan, spingter anal eksternal relaksasi.
Selain didukung oleh dua reflek diatas, proses defekasi juga didukung oleh otot diafragma dan
otot abdomen. Dengan adanya peningkatan tekanan otot abdomen akibat kontraksi otot levator
ani dan otot dasar pelvik sehingga fese akan masuk ke anal kanal. Proses defekasi normal juga
dapat difasilitasi oleh fleksi paha (meningkatkan tekanan abdomen) dan posisi duduk
(meningkatkan tekanan pada rektum bagian bawah)
1. Tumbuh kembang
Bayi s/d 2-3 tahun : volume lambung lebih kecil dari orang dewasa,enzim pencernaan yang
kurang, peristaltik usus yang cepat dan fungsi neuromuskular yang belum berkembang.
Jika intake cairan tidak adekuat atau pengeluaran yang berlebiahan (urin/muntah) tubuh akan
kekurangan cairan sehingga tubuh akan menyerap cairan dari chyme sehingga feses yang
dikeluarkan menjadi keras.
1. Aktifitas otot
Aktifitas yang meningkat akan meningkatkan peristaltik usus, kekuatab otot perut dan otot
pelvik
1. Faktor psikologis
Cemas dan marah akan meningkatkan peristaltik sehingga memungkinkan terjadinya diare.
Depresi akan memperlambat peristaltik usus sehingga memungkinkan terjadinya konstipasi.
1. Kebiasaan
BAB ditempat yang tidak biasanya dan privasi yang kurang akan mempengaruhi pola BAB
1. Posisi
Posisi jongkok atau paha fleksi akan meningkatkan tekanan abdomen dan posisi duduk akan
meningkatkan tekanan rektum sehingga mempermudah defekasi
1. Nyeri
Adanya hemorroid dapat menyebabkan rasa nyaman saat defekasi sehingga memungkinkan
terjadi konstipasi
1. Kehamilan
2. Oprasi dan anastesi
1. Obat-obatan
1. Tes diagnostik
2. Kondisi patologis
1. Irritan
1. a. DIARE
Diare merupakan kebalikan dari kostipasi dimana seseorang BAB dengan frekuensi sering dan
konsistensinya tidak berbentuk. Ini disebabkan karena isi usus melewati usus halus dan kolon
secara cepat sehingga belum sempat diabsorbsi dan dapat pula disebabkan karena adanya iritasi
didalam kolon yang dapat menyebabkan peningkatan sekresi mukosa, feses akan menjadi encer
dan klien tidak dapat mengontrol dan menahan keinginannya untuk BAB. Pada diare dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh terutama pada bayi dan orang
tua. Penyebab umum diare adalah
1. stress psikologis
Kondisi kecemasan dapat meningkatkan motolitas usus dan meningkatkan sekresi mukus
2. obat-obatan
Antibiotik dapat menimbulkan inflamasi dan infeksi mukosa usus karena adanya perekmbangan
mikroorganisme patologis. Besi dan cathartic dapat mengiritasi mukosa usus.
3. alergi makanan dan minuman, karena proses pencernaan yang tidak sempurna dari
makanan tersebut
4. intoleransi makanan dan minuman. Intoleransi ini dapat meningkatkan motilitas usus dan
meningkatkan sekresi mucus.
5. kondisi patologis pada kolon.
Pada sindroma malabsorbsi terjadi penurunan absorbsi cairan. Pada crhon disease terjadi
inflamasi usus dan dapat menyebabkan ulserasi.
6. lain-lain seperti operasi pembedahan dan adanya ketidakseimbangan keberadaan flora
normal. Dengan adanya penggunaan antibiotik dapat membunuh flora normal
1. b. KONSTIPATION
Konstipasi adalah menurunya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang keras dan
kering atau tidak adanya feses pada periode waktu tertentu. Hal ini juga terjadi apabila feses
melewati usus sangat lambat sehingga memungkinkan terus terjadi reabsorbsi selama diusus
besar. Konstipasi juga diasosiasikan dengan kesulitan untuk mengeluarkan feses. Seorang
perawat harus mengkaji riwayat pola defekasi klien sebelum menyatakan seseorang klien
mengalami konstipasi karena ada beberapa orang yang mempunyai pola defekasi tidak setiap
hari tapi ada juga yang setiap hari.
Penyebab :
Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, perubahan dari
kebiasaan rutin dapat dengan cepat merubah pola defekasi
Diet yang tidak adekuat seperti kurang serat (daging, telur) dan kurang caiaran yang
dapat menyebabkan kandungan air dalam chyeme berkurang sehingga feses menjadi
kering dan keras
Meningkatnya stess fisiologis stress psikologis : akan mengaktifkan sistem saraf simpatik
dan hormon ephineprin sehingga menyebabkan spastic bowel/hypertonic
constipation/irritable colon
Kurangnya olah raga seperti berbaring terlalu lama
Obat-obatan : beberapa obat seperti kodein, morphin, antikolinergik dan zat besi dapat
menurunkan motilitas usus sehingga dapat menyebabkan konstipasi. Besi dapat merusak
mukosa usus sehinga dapat menyebabkan konstipasi tetapi besi juga dapat mengiritasi
mukosa usus sehingga pada beberapa individu besi dapat menyebabkan diare.
Usia : pada usila mengalami penurunan kualitas otot perut, sekresi intestinal juga
menurun sehingga menyulitkan proses defekasi
Proses penyakit : obstruksi usus, ileus paralitik, injury spinal cord dan tumor
Penggunaan laksatif yang berlebihan : dapat menghambat reflek fisiologis untuk BAB
Rectal constipation
Yaitu perubahan pola BAB yang ditandai dengan adanya retensi feses tapi konsistensi feses
dalam keadaan normal dan akibat adanya perubahan kondisi biopschososial.
Colonic constipation
Yaitu konstipasi yang ditandai dengan feses yang keras, feses kering akibat lambatnya
pengeluaran feses
Perceived constipation
Yaitu konstipasi yang diderita pada seseorang yang menyatakan dirinya menderita
konstipasi hingga orang tersebut mengonsumsi laksatif untuk mengatasinya
Karakteristik konstipasi :
Menurunya frekuensi BAB
Feses keras dan kering
Nyeri saat BAB
Nyeri abdomen
Distensi abdomen
Teraba ada tekanan pada rektum/teraba penuh
Teraba adanya masa fecal (retensi fecal)
Penurunan nafsu makan
1. c. FECAL IMPACTION
Impaction merupakn akibat lanjut dari dari konstipasi sehingga tumpukan feses yang yang keras
directum tidak bisa dikeluarkan. Pada impactin yang berat tumpukan feses yang keras dapat
tarjadi sampai direktum dan tidak bisa dikeluarkan. Penyebabnya antara lain :
Tanda-tanda : Tidak BAB, anoreksia, nausea, vomiting, kembung, dan nyeri rektum. Pengkajian
dengan meraba rektum harus dilakukan dengan hati-hati dan harus dengan standing order dari
dikter karena dapat menimbulkan reflek vagal (menurunkkan denyut nadi) dan perforasi (
terutama pada orang tua dengan tumor dikolon)
1. Flatulen
Flatulens adalah penumpukan gas pada lumen intestinal, dinding usus meregan dan mengalami
distensi, merasa penuh, nyeri dan kram. Secara fisiologis gas dalam tubuh akan keluar melalui
mulut (sendawa0 dan anus (flatus), tapi jika gas ini berlebihan seperti pada kasus penggunaan
obat penenang, anastesi umum, oprasi abdominal dan immobilisasi dapat menyebabkan
diafragma terdorong keatas, ekspansi paru terganggu sehingga menggangu pernafasan. Hal-hal
yang dapat menyebabkan peningkatan gas didalam usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri
yang menghasilkan gas metan, pembusukan diusus yang menghasulkan CO2, dan makanan
penghasil gas seperti kembang kol dan bawang.
1. Inkonkontinensia fekal
Yaitu suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BA
encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskular, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara
mental klien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Pakaian klien akan basah,
menyebabkan ia akan mengalami harga diri rendah dan merasa terisolasi. Seperti pada diare
inkontinensia bisa bisa menyebabkan kerusakan kulit, sehingga perawat harus sering memeriksa
area perianal dan anus, harus kering dan bersih. Inkontinensia ini 60% terjadi pada lansia
1. Hemorroid
Hemorroid yaitu dilatasi dan pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal dan
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, pada kehamilan, gagal jantung dan penyakit
hati menahun. Perdarahan dapat mudah terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh teregang.
Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka klien merasa panas dan terasa gatal. Karena adanya
rasa nyeri saat BAB maka kadang-kadang klien mengabaikan keinginannya untuk BAB sehingga
dapat terjadi konstipasi sebagai akibat lanjut dari hemorroid.
PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
1. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital
Inspeksi gigi dan gusi
Abdoment
Inspeksi : bentuk , kesimetrisan, warna kulit, adanya massa, peristaltik, jaringan parut, vena,
stoma, lesi. Secara normal gelombang peristaltik tidak terlihat, jika dapat diobservasi berarti
terdapat obstruksi intesti. Distensi abdomen biasanya terjadi karena adanya gas, tumor atau
cairan pada rongga peritoneum. Pengukuran dengan meteran setiap hari menentukan apakah
distensi bertambah, tempat pengukuran harus tetap, misalnya pada umbilikus dan pada waktu
yang sama setiap harinya.
Inspeksi adanya anus akan adanya lesi, warna, inflamasi, dan hemorroid. Lakukan palpasi
(dengan menggunakan sarung tangan, jelly dan jari telunjuk) untuk mengkaji keadaan dinding
rektum
1. Karakteristik fekal
Warna
Bau
Konsistensi
Frekuensi :
Normal : bersifat individual, bayi dengan ASI (4-6x sehari), bayi dengan PASI (1-3x sehari)
dan dewasa (1-3x perminggu)
Jumlah :
Normal : tergantung jumlah makan yang masuk, 150 gram sehari (dewasa)
Ukuran :
Normal : tergantung diameter rektum, 2,5 cm (dewasa)
Komposisi :
Normal : sisa makanan, bakteri yamg mati, lemak, pigmen bilirubin, sel usus dan air
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko defisit volume caiaran b.d : pengeluaran yang berlebihan (diare),
ketidakseimbangan pengeluaran melalui ostomi
2. Risiko gangguan integritas kulit b.d : diare yang lam, inkontinensia bowel, adanya
ostomi
3. Gangguan rasa : nyeri b.d : peradangan pada hemorroid, distensi abdomen
4. Defisit perawatan diri b.d : kelemahan muskuloskletal
5. Gangguan gambaran diri b.d : adanya ostomi, inkontinensia fekal
6. Konstipasi b.d :
1. PERENCANAAN
Tujuan :
Kriteria hasil :
1. IMPLEMENTASI
1. Mendukung defekasi normal/teratur
Privacy dan kanyamanan klien : sampiran, tidak menggunakan bedpan orang lain,
diperlukan WC yang tertutup
Dukung waktu yang tepat untuk dfekasi
Berikan diet dan nutrisi yang adekuat :
Hindari makanan yang mengandung bicarbonat dan permen karet karena dapt
meningktkan masuknya udara
Hindari kol, buncis, bawang merah dan kembang kol
Barikan latihan :
Pada klien dengan kelemahan otot abdomen dan pelvik, lakukan latihan isometrik :
Pada posis supine, kencangkan otot perut dan tarik kedalam, tahan selama 10 detik
Lakukan 5-10 kali pada setiap latihan
Lakukan latihan 4x /hari
Penggunaan obat : katartik/laksatif/pencahar, supposituria dan antidiare :
Katartik/laksatif :
Antidiare :
Supposituria :
9 ml NaCl dalam 1000 ml air atau 1 sdt garam meja dalam 500 ml air. Cocok untuk bayi dan
anak-anak karena dapat menjaga keseimbangan cairan
Untuk klien yang tidak toleran dengan cairan yang banyak dan tidak cocok untu anak-anak
Cairan sabun
5 ml sabun (1sdt) dalam 1000 ml air hangat atau normal salin (perry & potter, 1994) atau 20
ml sabun dalam 1000 ml air ( kozier 1991).
Carminative
Perhatian :
o Frekuens enema yang terlalu sering dapat merusak reflek defekasi normal
o Cairan sabun yang terlalu banyak dapat mengiritasi mukosa kolon
o Cairan hipertonik seperti phospat akan mengiritasi mukosa dan menarik cairan
disekitar jaringan kolon (osmosis)
o Cairan hipotonik seperti air dapat diserap masuk kealiran darah, akibatnya bisa
terjadi keracunan air. Cairan ini tidak aman bagi klien dengan gangguan ginjal
dan jantung (gagal jantung akut)
o Jenis enema yang akan diberikan harus dikolaborasikan dengan dokter
o Suhu : 40-43 C (105-110 F) untuk dewasa, 37,7 C (100F) untuk anak, 33 C (untuk
oil retentin enema). Suhu yang terlalu tinggi dapat menginjury mukosa bowel dan
suhu yang telalu rendah dapat menyebabkan spasme otot spingter dan teras tidak
nyaman
o Jumlah cairan yang diberikan tergantung macam, usia dan kemampuan klien
o Lamanya pemberian enema terganyung tujuan dan kemampuan spingter, biasanya
5-10 menit
o Ukuran kanul : dewas 22-30 Fr, anak-anak 14-18 Fr dan bayi 12 Fr
o Persiapan alat
Sarung tangan
Kontainer enema, tube dan klem, kanul rektal
Cairan enema :
Termometer
Jelly, perlak
Selimut mandi
Tissue dan bengkok
Bedpan
Baskom, waslap
Sabun, handuk
Paket enema :
Sarung tangan
Paket enem adengan rektal tip
Jelly
Perlak
Handuk mandi
Tissue dan bengkok
Bedpan
Baskom, waslap, handuk dan sabun
Pelaksanaan
o Persiapan klien : jelaskan tujuan dan prosedur
o Persiapan alat dan bawa dekat dengan klien
o Perawat mencuci tangan
o Jaga privacy klien : usahakan hanya membuka daerah rektal dengan memaki
penutup/handuk, pasang sampiran, pasang pengaman tempat tidur, dan atur tinggi
tempat tidur
o Atur posisi klien : miring kiri dan kaki kanan ditekukkearah umbilikus
o Tempatkan perlak dibawah bokong klien
o Perawat memasang sarung tangan
o Mengisi cairan irigator dan klem
o Memeriksa kehangatan cairan irigator dengan ujung bagian luar dari pergelangan
tangan
o Melumasi ujung kanul dengan jelly 6-8 cm
o Menentukan letak anus dengan mencari celah antara kedua bikong dengan tangan
nondominan
o Menganjurkan klien relaks dan nafas dalam
o Memasukan ujung kanul perlahan-lahan : dewasa (7,5-10 cm), anak-anak (5-7,5
cm) dan bayi (2,5-3,75)
o Mengalirkan cairan klisma dengan membuka klem, kemudianmeninggikan secara
bertahap dan perlahan sampai setinggi 30 cm untuk enema rendah (maksimal 45
cm) dan 7,5 cm untuk bayi
o Memeperhatikan kenyamanan klien, menurunkan kecepatan aliran dengan cara
menurunkan irigator atau mengklem selang jika klien merasa kram
o Klem selang jika semua cairan telah dimasukan
o Menempatkan tissue disekitar anus dan kanula sambil menarik kanula perlahan
o Menjelaskan klien bahwa rasa distensi normal dan menganjurkan klien menahan
selam amungkin
o Menempatkan peralatan
1. waktunya :
1. temporary
temporary colostomy sering diindikasikan pada kasus traumatic injury atau pada peradangan
saluran pencernaan, misalnya karena penyakit pada bagian distal saluran cerna apalagi jika
bagian tersebut dalam tahap penyembuhan
1. permanent
permanent colostomy sering diindikasikan pada kasus malfungsi rectum dan anus akibat penyakit
tertentu seperti bowel cancer atau kelainan congenital
1. 1. Ileostomy
Feses keluar dari ileostomy keluar dari secara terus menerus dan beraturan. Fese ini mengandung
enzim pencernaan yang dapatmengiritasi kulit sehingga klien dengan ileostomy harus selalu
menggunakan kantong stoma dan harus dijaga dari kerusakan integritas kulit
1. 2. Asending colostomy
Feses yang keluar melalui asending colostomy berbentuk cair dan hanya keluar beberapa kali
dalam sehari dan tidak beraturan. Tidak mengandung enzim pencernaan
1. 3. Tranverse colostomy
Feses berbau sangat menusuk, konsistensi seperti bubur karena sudah melalui proses absorbsi air
1. 4. Desending colostomy
1. 5. Sigmoidostomy
1. warna stoma
Warna stoma yang normal adalah tampak kemerahan, warna dengan warna mukosa bagian
dalam usus. Warna stoma yang pucat atau berwarna gelap menunjukan adanya penurunan
sirkulasi kedaerah tersebut
Stoma yang baru akan tampak sedikit membengkak dan akan mulai berkurang setelah 2-3
minggu sampai 6 minggu. Pengurangan bentuk yang sangat drastic menunjukan adanya
sumbatan
Sedikit perdarahan saat disentuh masih dianggap normal, tetapi jika terjadi perdarahan yang
berlebihan harus segera dilaporkan
Perlu diwaspadai adanya kemerahan dan irritasi pada kulit sekitar stoma (5-13 cm dari stoma)
Kaji jumlah, warna, bau dan konsistensi feses. Kaji akan adanya pus dan darah pada feses.
1. lain-lain
Kaji adanya keluhan seperti terbakar pada kulit dibawah kantong stoma. Hal ini menunjukan
adanya kerusakan integritas kulit. Rasa tidak nyaman pada perut atau adanya distensi abdoment
juga harus dikaji.
Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
Pengertian Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan
A. Ginjal
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritonium
pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen.Bentuknya
seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri
lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada
umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
a. Bagian – Bagian Ginjal
1. Kulit Ginjal (Korteks) Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan
penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah ini banyak
mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal disebut glomerolus.
Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan
simpai bownman disebut badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi,
yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan
masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke
pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum
ginjal.
2. Sumsum Ginjal (Medula)
3. Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal.
Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis,
mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut
lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas
berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan
korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh
halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini
terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah
mengalami berbagai proses.
4. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
5. Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar.
Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis Makalah Sistem Eliminasi Urine 6
bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk
beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini
menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks
mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria
b. Fungsi Ginjal:
1. Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen, misalnya
amonia.
2. Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan
berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).
3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.
B. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika
urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam
rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa Lapisan dinding ureter
menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih
masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui
ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum
uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Makalah Sistem Eliminasi Urine 7 Ureter berjalan
hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium.
Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis
renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
C. Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang
simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi
oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari
rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika
seminalis dan prostate.
2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian
dalam). Proses Miksi (Rangsangan Berkemih). Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan
merangsang stres reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250
cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek
kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus,
diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus
dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara
volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya
dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan
otak masih utuh. Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi
inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing
tertahan). Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan
kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot
dan kontraksi spinter interna. Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira
perbatasan ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan
dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis
superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah
kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri
umbilikalis.
Makalah Sistem Eliminasi Urine 8
D. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah –
tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis
panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki – laki terdiri dari :
1. Uretra Prostaria
2. Uretra membranosa
3. Uretra kavernosa Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam),
dan lapisan submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring
sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika
muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan
mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina
(antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
2 Mekanisme Eliminasi
1. Proses Filtrasi Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air,
sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring
disebut filtrate glomerulus.
2. Proses Reabsorbsi Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator
reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan
sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi
fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi. Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla
renalis selanjutnya diteruskan ke luar.
Gangguan pada saraf yang mengatur aktivitas kandung kemih. Penyebab BPH
Sebenarnya penyebab persis pembesaran prostat jinak (BPH) masih belum diketahui,
namun diperkirakan kondisi ini terjadi karena adanya perubahan pada kadar hormon
seksual akibat proses penuaan. Pada sistem kemih pria terdapat sebuah saluran yang
berfungsi membuang urine keluar dari tubuh melalui penis, atau lebih dikenal
sebagai uretra. Dan jalur lintas uretra ini secara kebetulan melewati kelenjar prostat.
Jika terjadi pembesaran pada kelenjar prostat, maka secara bertahap akan
mempersempit uretra dan pada akhirnya aliran urine mengalami penyumbatan.
Penyumbatan ini akan membuat otot-otot pada kandung kemih membesar dan lebih
kuat untuk mendorong urine keluar. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko
seseorang terkena BPH adalah: Kurang berolahraga dan obesitas.
Makalah Sistem Eliminasi Urine
11 Faktor penuaan.
Menderita penyakit jantung atau diabetes.
Efek samping obat-obatan penghambat beta.
Keturunan
b. Sistitis
Sistitis dalah inflamasi kandung kemih. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri(biasanya Eacherichia Colf) yang menyebar dari uretra atau karena respon
alergi atau akibat iritasi mekais pada kandung kemih. Gejalanya adalah sering
berkemih dan nyeri yang disertai darah dalam urine (hematuria).
c. Glomerulonefritis Glomerulonefritis adalah inflamasi nefron, terutama pada
glomerulus. Glomerulonefritis terbagi menjadi dua yaitu: - Glomerulonefritis akut
seringkali terjadi akibat respon imun terhadap toksin bakteri tertentu. -
Glomerulonefritis kronik tidak hanya merusak glomerulus tetapi juga tubulus.
Infalamasi ini mungkin diakibatkan infeksi streptokokus, tetapi juga merupakan
akibat sekunder dari penyakit sistemik lain atau karena glomerulonefritis akut.
d. Pielonefritis Pielonefritis adalah inflamasi ginjal dan pelvis ginjal akibat infeksi
bakteri. Infalamasi dapat berawal ditraktus urinaria bawah (kanduung kemih) dan
menyebar ke ureter, atau karena infeksi yang dibawa darah dan limfe ke ginjal.
Obstruksi traktus urinari terjadi akibat pembesaran kelenjar prosfat atau batu ginjal.
e. Batu Ginjal Batu ginjal atau kalkuli Urinari terbentuk dari pengendapan garam
kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. Batu-batu kecil dapat mengalir bersam
dengan urine, batu yang lebih besar akan tersangkut dalam ureter dan menyebabkan
raa nyeri yang tajam(kolik ginjla) yang menyebar dari ginjal ke selangkangan.
f. Gagal Ginjal Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Hal ini mengakibatkan
terjadinya retensi garam, air, zat buangan nitrogen (urea dan kreatinin) dan
penurunan drastis volume urine (oliguria). Gagal ginjal terbagi menjadi dua macam
yaitu: - Gagal ginjal akut terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berhasil diobati.
Penyakit ini ditandai dengan oliguria mendadak yang diikuti dengan penghentian
produksi urine (anuria) secara total. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah
ke ginjal akibat trauma atau cedera, glomerulonefritis akut, hemoragi, tranfusi darah
yang tidak cocok, atau dehidrasi berat. - Gagal ginjal kronik adalah kondisi progresif
parah karena penyakit yang mengakibatkan kerusakan parenkim ginjal, seperti
glomerulonefritis kronik atau pielonefritis, trauma, atau diabetes nefropati( penyakit
ginjal yang diakibatkan oleh diabetes melitus).
g. Retensi Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung kemih dan
ketidaksanggupan kandung kemih untuk mengosongkan sendiri.
Kemungkinan penyebabnya :
1. Operasi pada daerah abdomen bawah.
2. Kerusakan ateren.
3. Penyumbatan spinkter.
Makalah Sistem Eliminasi Urine
12 Tanda-tanda retensi urine :
1. Ketidak nyamanan daerah pubis.
2. Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3. Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4. Meningkatnya keinginan berkemih.
5. Enuresis
h. Eniorisis Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak umumnya
malam hari.
Kemungkinan peyebabnya :
1. Kapasitas kandung kemih lebih kecil dari normal.
2. Kandung kemih yang irritable.
3. Suasana emosiaonal yang tidak menyenangkan.
4. ISK atau perubahan fisik atau revolusi. i. Inkontinensia - Inkontinensia
Fungsional/urgensi Inkotinensia Fungsional ialah keadaan dimana individu
mengalami inkontine karena kesulitan dalam mencapai atau ketidak mampuan untuk
mencapai toilet sebelum berkemih. Faktor Penyebab:
1. Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih.
2. Penurunan tonur kandung kemih
3. Kerusakan moviliasi, depresi, anietas
4. Lingkungan
5. Lanjut usia.
- Inkontinensia Stress
Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami pengeluaran urine
segera pada peningkatan dalam tekanan intra abdomen.
Faktor Penyebab:
1. Inkomplet outlet kandung kemih
2. Tingginya tekanan infra abdomen
3. Kelemahan atas peluis dan struktur pengangga
4. Lanjut usia. –
Inkontinensia Total
Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine terus
menerus yang tidak dapat diperkirakan.
Faktor Penyebab:
1. Penurunan Kapasitas kandung kemih.
2. Penurunan isyarat kandung kemih
3. Efek pembedahan spinkter kandung kemih
4. Penurunan tonus kandung kemih
5. Kelemahan otot dasar panggul.
6. Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih
7. Perubahan pola
8. Frekuensi
9. Meningkatnya frekuensi berkemih karena meningkatnya cairan.
10.Urgency
11. Perasaan seseorang harus berkemih.
2.5 Urin (Air Kemih)
a. Sifat fisis air kemih, terdiri dari
: 1. Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake)
cairan dan faktor lainnya.
2. Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
3. Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.
4. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
5. Berat jenis 1,015-1,020.
6. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).
b. Komposisi air kemih, terdiri dari:
1. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
2. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan
kreatinin. 3. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
4. Pagmen (bilirubin dan urobilin).
5. Toksin.
6. Hormon.
c. Mikturisi Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan
urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
1. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya
meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-
230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2).
2. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung
kemih. Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang)
Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari
“latih”.
Sistem saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter
interna, sehingga otot detrusor relax danspinchter interna konstriksi. Sistem saraf
parasimpatis: impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter
relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak nyeri).
d. Ciri-Ciri Urin Normal
1. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan
yang masuk.
2. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.
3. Baunya tajam.
4. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.
2.6 Asuhan Keperawatan terhadap Pemenuhan kebutuhan Eliminasi
2.6.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada kebutuhan elimiasi urine meliputi :
1. Kebiasaan berkemih Pengkajian ini meliputi bagaimana kebisaan berkemih serta
hambatannya. Frekuensi berkemih tergatung pada kebiasaan dan kesempatan.
Banyak orang berkemih setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan
waktu untuk berkemih pada waktu malam hari.
2. Pola berkemih
frekuensi berkemih frekuesi berkemih menentuka berapa kali individu berkemih
dalam waktu 24 jam
Urgensi Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang ke toilet karena takut
megalami inkotinensia jika tidak berkemih
Disuria Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan ini ditemukan
pada striktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria.
Poliuria Keadaan produksi urine yang abnormal yang jumlahnya lebih besar tanpa
adanya peingkata asupa caira. Keadaan ini dapat terjadi pada penyekit diabetes,
defisiensi ADH, da pen yakit kronis ginjal.
Urinaria supresi Keadaan produksi urine yang berhenti secara medadak. Bila
produksi urine kurag dari 100 ml/hari dapat dikataka anuria, tetapi bila produksiya
atara 100 – 500 ml/hari dapat dikataka sebagai oliguria.
3. Volume urine volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarka
dalam waktu 24 jam.
4. faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih
• diet dan asupan (diet tinngi protei dan natirum) dapat mempengaruhi jumlah urine
yang dibentuk, sedangka kopi dapat meningkatkan jumlah urine
• gaya hidup
• stress psikologi dapat meingkatka frekuensi keinginan berkemih.
• Tingkat aktivita
15 5. Keadaan urine Keadaan urie meliputi : warna, bau, berat jenis, kejerihan, pH,
protein, darah, glukosa.
6. Tanda klinis gangguan elimiasi urine seperti retensi urine, inkontinensia urine.
2.6.2 Diagnosa Diagosa keperawatan yang terjadi pada masalah kebutuhan eliminasi
urine adalah sebagai berikut :
1. Perubahan pola eliminasi urine b/d - Ketidakmampuan salura kemih akibat
anomali saluran urinaria - Penurunan kapsitas atau iritasi kandung kemih akibat
penyakit - Kerusakan pada saluran kemih - Efek pembedahan pada saluran kemih
2. Inkontinensia fungsional b/d - penurunan isyarat kandung kemih dan kerusakan
kemampuan untuk mengenal isyarat akibat cedera atau kerusakan k. Kemih -
kerusakan mobilitas - kehilangan kemampuan motoris dan sensoris
3. Inkontinensia refleks b/d - Gagalnya fungsi rangsang di atas tingkatan arkus
refleks akibat cedera pada m. Spinalis
4. Inkontinensia stress b/d - Tingginya tek. Intraabdimibal dan lemahnya otor peviks
akibat kehamilan - Penurunan tonus otot
5. Inkontinensia total b/d - Defisit komnikasi atau persepsi
6. Inkontinensia dorongan b/d - Penurunan kapasitas k. Kemih akibat penyakit
infeksi, trauma, tindakan pembedahan, faktor penuaan
7. Retesi urine b/d - adanya hambatan pada sfingter akibat pebyakit striktur, BHP
8. Perubahan body image b/d - inkontinensia dan enuresis
9. Resiko terjadinya infeksi salura kemih b/d - pemasangan kateter - kebersihan
perineum yang kurang
10. Resiko perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d - gangguan drainase
ureterostomi.
2.6.3 Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
1. memahami arti eliminasi urine
2. membantu mengosongkan kandung kemih secara penuh
3. mencegah infeksi
4. mempertahankan integritas kulit
5. memberikan rasa nyaman
6. mengembalikan fungsi kandung kemih
7. memberikan asupan secara tepat
8. mencegah kerusakan kulit
9. memulihkan self esteem atau mencegah tekanan emosional
2.6.4 Rencanakan Tindakan
1. monitor/obervasi perubahan faktor, tanda dan gejala terhadap masalah perubahan
eliminasi urine.
2. kurangi faktor yang mempengaruhi/penyebab masalah
3. monitor terus perubahan retensi urine
4. lakukan kateterisasi urine
2.6.5 Pelaksanaan (Tindakan Keperawatan)
1. Pengumpulan Urine untuk bahan pemeriksaan
Mengingat tujuan pemeriksaan berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga
dibeda-bedakan sesuai dengan tujuannya.
Cara pengambilan urine tersebut atara lain : pegambilan urine biasa, pegambila urine
steril dan pengumpulan selama 24 jam.
1. pengambilan urine biasa merupaka pengambilan urine dengan cara mengeluarkan
urine seperti biasa, yaitu buang air kecil. Biasanya untuk memeriksa gula atau
kehamilan.
2. pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan cara dengan
menggunakan alat steril, dilakukan dengan menggunakan alat steril, dilakukan
dengan keteterisasi atau pungsi supra pubis. Pengambilan urine steril bertujuan
mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal atau saluran kemih lainnya.
3. pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang
dikumpulkan dalam 24 jam, bertujuan untuk mengeetahui jumlah urine selama 24
jam dan mengukur berat jenis urine, asupan dan pengeluaran serta mengetahui fungsi
ginjal.
2.6.6 Evaluasi Keperawatan
- Klien mampu berkemih secara normal tanpa mengalami gejala-gejala gangguan
perkemihan
- Karakteristik urin : kekuningan, jernih, tidak mengandung unsur yg abnormal
- Mampu mengidentifikasi faktor-faktor yg mempengaruhi eliminasi
- Tidak terjadi komplikasi akibat perubahan pola eliminasi
BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus Tn.A (50 TH) masuk ke RS dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 3
minggu sebelum masuk RS. Pasien mengeluh bila mau buang air kecil harus
mengedan terlebih dahulu dan menimbulkan rasa nyeri pada daerah kemaluannya.
Pasien juga mengatakan sering BAK di malam hari walaupun tidak banyak minum
pada sore harinya. Pancaran kencingnya melemah dan terkadang menetes. Pasien
merokok sejak remaja namun sudah berhenti 10 tahun lalu karena suka batuk-batuk,
tidak minum alcohol. Setelah perawat melakukan pemeriksaan fisik didapatkan GCS
M6V5E4, TD 120?80 mmHg, Nadi 88x/mnt, takipnea (-), hasil USG,buli-buli
dengan kesan. Dokter mendiagnosa bahwa Tn.A menderita benigna Prostate
Hiperplasia (BPH). 3.2 Pembahasan Kasus Menggunakan 7 Jump 3.2.1
Mengklarisifikasi hal-hal yang belum diketahui dalam scenario 1. Pasien 2. Buang air
kecil 3. mengeden 4. Rasa nyeri 5. Batuk-batuk 6. Alkohol 7. USG 8. Benigna
prostate hiperplasia ( BPH ) 9. Mmhg 10. Takipnea 3.2.2 Mendefinisikan Masalah 1.
Apa saja penyakit atau kelainan yang berkaitan dengan BAK ? 2. Faktor-faktor yang
bisa mempengaruhi kebiasaan kencing seseorang antara lain ? 3. Bagaimana
frequensi buang air kecil yang normal ? 4. Bagaimana penanganan penyakit susah
buang air kecil oleh profesi perawat ? 5. Tanda dan gejala Frequensi BAK ? 6. Apa
penyakit yang timbul apabila kencing sering ditahan ? 7. Fungsi Dari Buang Air
Kecil ? 8. Berapa Ukuran Kandung Kemih ? 3.2.3 Menganalisis Masalah a. Jawaban
Kata Kunci 1. Adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada dokter. 2. Buang air kecil (BAK) adalah melepaskan
urin keluar dari kandung kemih. 3. Mengedan atau mendorong adalah dimana terjadi
apabila kota ingin mengeluarkan sesuatu dengan menggunakan tenaga misalnya pada
ibu yang sedang melahirkan mengedan sangat diperlukan untuk membatu proses
melahirkan. Makalah Sistem Eliminasi Urine 18 4. Menurut International
Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. 5. Adalah
suatu bentuk tindakan reflex dari tubuh untuk membersihkan Jalan nafas dari sesuatu
yang mengganggu Jalannya pernapasan,seperti lender,asap,debu sesuatu yang
mengiritasi jalan nafas. 6. Alkohol merupakan senyawa yang memiliki gugus
fungsional –OH yang terikat pada rantai karbon alifatik. Dalam molekul alkohol,
Gugus fungsi –OH berikatan secara kovalen dengan atom karbon. 7. USG itu adalah
kepanjangan dari Ultrasonography yang artinya adalah alat yang prinsip dasarnya
menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi yang tidak dapat didengar oleh
telinga kita. Dengan alat USG ini sekarang pemeriksaan organ-organ tubuh dapat
dilakukan dengan aman (tidak ada Efek radiasi). Jadi kesimpulannya apabila
pemeriksaan kehamilan seminggu sekali menggunakan alat USG ini sama sekali
tidak ada efeknya negatifnya kepada bayi yang dikandung. 8. BPH adalah
pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50
tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius (Marilynn, Ed, 2000) 9. Satuan mmHg (millimeter raksa) adalah salah
satuan tekanan resmi yang digunakan dalam bidang fisika dan kimia. 10. Takipnea
(tachypnea) adalah pernapasan abnormal cepat dan dangkal, biasanya didefinisikan
lebih dari 60 hembusan per menit. b. Jawaban Pertanyaan 1. Penyakit atau kelainan
yang berhubungan dengan eliminasi urine: o Infeksi Saluran Kemih o Gonore
(penyakit kencing nanah) o Pembesaran Prostat pada Laki-laki o Diabetes Militus o
Kehamilan pada Wanita o Kencing Batu 2. jumlah cairan yang dikonsumsi, tipe
cairan yang dikonsumsi (minuman yang mengandung kafein seperti alkohol, kopi,
dan teh, bisa meningkatkan frekuensi buang air kecil), suhu udara, obat-obatan yang
mengandung diuretics, umur, aktivitas, dan ukuran kandung kemih seseorang. 3.
Menurut Bladder and Bowel Foundation, rata-rata frekuensi kencing normal bagi
orang yang minum 2 liter air per hari adalah sekitar 7 kali dalam 24 jam. Kurang
maupun lebih dari itu, misalnya sekitar 6-8 kali kencing dalam sehari masih termasuk
dalam batas yang wajar. Satu hal yang perlu diingat, frekuensi kencing yang berbeda,
misalnya antara 4-10 kali per hari, juga belum tentu menunjukkan bahwa seseorang
memiliki kondisi medis yang perlu diperhatikan. Hal ini karena ada banyak faktor
yang bisa mempengaruhi kebiasaan buang air kecil seseorang, yang umumnya
dipengaruhi pola hidup orang tersebut. 4. Tindakan yang dilakukan: o Lakukan
pijatan lembut pada kandung kemih yang terletak di perut bagian bawah untuk
memaksimalkan kekosongan air seni di dalamnya. o Tempelkan air hangat pada
perut bagian bawah. Rasa hangat akan merelaksasi beberapa organ yang bertugas
mengantarkan air seni. Makalah Sistem Eliminasi Urine 19 o Mendeteksi semua
perubahan pola buang air kecil yang terjadi pada Anda akan sangat berguna jika
Anda harus melakukan perawatan dokter. 5. Ada beberapa gejala yang perlu kita
perhatikan tentang frekuensi kencing, yaitu ketika kita sedikit minum namun sering
sekali kencing, atau sebaliknya ketika kita sering minum namun warna urine tidak
bisa menjadi jernih. Selain itu, hal yang perlu diwaspadai adalah jika ada perubahan
mendadak terhadap pola buang air kecil seseorang. Misalnya jika biasanya seseorang
bisa tidur 8 jam di waktu malam tanpa perlu kencing, lalu tiba-tiba belakangan ini
selalu terbangun setiap malam karena ingin berkemih. Kalau hal ini terjadi pada anda
dalam jangka waktu yang cukup lama, sebaiknya memeriksakan diri ke spesialis
urologi. 6. menyebabkan infeksi saluran kencing maupun penyakit kencing batu. 7.
untuk membuang racun-racun yang tidak diperlukan dalam tubuh. 8. ukuran kandung
kemih (bladder) seseorang. Ada orang yang memiliki ukuran kandung kemih kecil
(300 ml), sedang (500 ml), besar (800 ml) dan sangat besar (1000 ml +). Namun
biasanya seseorang sudah merasa ingin kencing ketika kandung kemihnya sudah
terisi kurang dari separuh (200-400 ml). Perbedaan ukuran kandung kemih inilah
yang menjadi alasan mengapa ada orang yang bisa menahan kencing selama 8 jam
atau lebih, sedangkan yang lain harus berkemih setiap 1-2 jam sekali. Kita bisa
mengukur ukuran kandung kemih dengan cara mengukur jumlah air kencing yang
kita keluarkan ketika benar-benar merasa ingin berkemih.
18. RINGKASAN
a mendukung defekasi normal yang teratur seperti : memberikan waktu yang tepat, menjaga
privasi, mempertahankan diet nutrisi adekuat
b mendukung latihan yang adekuat
c memperhatikan dalam pemberian obat yang mungkin berpengaruh pada gangguan
eliminasi fekal
d membantu klien BAB dengan menggunakan bed pan
e menggunakan rectal tube
f mengeluarkan feses secara manual
g melakukan enema sesuai indikasi
h memberikan perawatan stoma
LATIHAN
Kasus I
An I (3 tahun) masuk RS karena diare sejak 1 hari sebelum MRS, dari hasil pengkajian An I
BAB 5X dalam sehari dengan konsitensi cair. An I tampak lemah, turgor kulit menurun, mukosa
bibir kering, suhu 38°C, BB : 12 Kg
Kasus II
Ny Y (33 tahun) dirawat di RS karena stroke dengan hemiparese kiri. Pergerakan Ny Y terbatas,
aktivitas sehari-hari dibantu keluarganya dan perawat ruangan. Dari hasil pemeriksaan fisik
abdoment teraba masa feses karena belum BAB sejak 4 hari yang lalu
Pertanyaan :
1. Lengkapi data apa yang harus dikaji lebih lanjut pada kedua kasus diatas
2. Identifikasi masalah keperawatan yang sering muncul pada kedua kasus diatas
3. Susunlah rencana / intervensi keperawatan dari setiap masalah keperawatan pada kedua
kasus diatas.
DAFTAR PUSTAKA Aris, T. (2009). Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Trans Info Media.
Gibson, J. (2003). Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC. Mashudi, S.
(2011). Buku Ajar Anatomi Fisiologi Dasar. Jakarta: Salemba Medika. Pearce, E. C. (2002).
Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Kompas Gramedia. Perry, P. (2006).
Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC. Tambayong, J. (2001).
Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Watson, R. (2002). Anatomi dan
Fisiologi untuk Perawat. Jakarta: EGC. Wibowo, D. S. (2013). Anatomi Fungsional Elementer
dan Penyakit yang Menyertainya. Jakarta: Kompas Media.
IRA SUARILAH
Fakultas Keperawatan
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apakah konsep dan asuhan keperawatan personal hygiene?
2. Apa faktor yang mempengaruhi personal hygiene?
3. Apa dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene?
4. Apa tanda dan gejala klinis personal hygiene?
5. Apa prinsip personal hygiene?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui konsep dan asuhan keperawatan personal hygiene
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi personal hygiene
3. Untuk mengetahui dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala klinis personal hygiene
5. Untuk mengetahui prinsip personal hygiene
D. Manfaat Penelitian
Agar pembaca tahu konsep dan asuhan keperawatan personal hygiene
Agar pembaca tahu faktor yang mempengaruhi personal hygiene
Agar pembaca tahu dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene
Agar pembaca tahu tanda dan gejala klinis personal hygiene
Agar pembaca tahu prinsip personal hygiene
Defenisi Perawatan Diri/Personal Hygiene Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar
manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Departemen Kesehatan, 2000). Defisit
perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri(mandi,
berhias, makan, toileting). Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Kurang perawatan diri adalah
kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Potter
& Perry, 2005
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene
yang berarti sehat. Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto, Wartonah, 2006:78).
Hygiene personal juga merupakan salah satu tindakan keperawatan dasar yang rutin
dilakukan oleh perawat setiap hari di rumah sakit. Berikut ini adalah definisi personal hygiene
menurut beberapa ahli, diantaranya:
a. Kebersihan diri adalah upaya individu dalam memelihara kebersihan diri yang meliputi
kebersihan rambut, gigi dan mulut, mata, telinga, kuku, kulit, dan kebersihan dalam berpakaian
dalam meningkatkan kesehatan yang optimal (Effendy, 1997).
b. Personal hygiene adalah kesehatan pada seseorang atau perseorangan. Sjarifudin. 1979 (dalam
Basyar.2005)
c. Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya
guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri (Depkes 2000).
d. Cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka disebut hygiene perorangan
(Potter & Perry. 2005)
a. Berdasarkan Waktu
b. Berdasarkan Tempat
Fungsi kulit:
1) Proteksi tubuh
2) Jaringan kulit
c. Agama
Agama juga berpengaruh pada keyakinan individu dalam melaksanakan kebiasaan sehari-
hari.
d. Status kesehatan
Kondisi sakit atau cedera akan menghambat kemampuan individu dalam melakukan
perawatan diri. Hal ini tentunya berpengaruh pada tingkat kesehatan individu. Individu akan
semakin lemah yang pada akhirnya jatuh sakit.
e. Kebiasaan
Kebiasaan individu dalam menggunakan produk-produk tertentu dalam melakukan
perawatan diri misalnya menggunakan showers, sabun padat, dan lain-lain.
f. Cacat jasmani/mental bawaan
Kondisi cacat dan gangguan mental menghambat kemampuan individu untuk melakukan
perawatan diri secara mandiri. Jenis-jenis Personal Hygiene merupakan salah satu tindakan
keperawatan dasar yang rutin dilakukan oleh perawat setiap hari dirumah sakit, tindakan tersebut
meliputi sebagai berikut :
b. Perawatan mata.
c. Perawatan hidung.
d. Perawatan telinga.
e. Perawatan genitalia.
f. Kesehatan pakaia
Tindakan Perawatan Diri pada Kulit
Cara Perawatan Kulit
Merupakan tindakan pada kulit yang mengalami atau beresiko terjadi kerusakan jaringan lebih
lanjut, khususnya pada daerah yang mengalami tekanan (tonjolan). Tujuannya adalah untuk
mencegah dan mengatasi terjadinya luka dekubitus akibat tekanan yang lama dan tidak hilang.
Persiapan Alat dan Bahan :
Baskom cuci
Sabun
Air
Agen pembersih
Balutan
Pelindung kulit
Plester
Sarung tangan
Prosedur Kerja :
Baskom mandi dua buah, masing-masing berisi air dingin dan air hangat
Pakaian pengganti
Kain penutup
Handuk, sarung tangan pengusap badan
Tempat untuk pakaian kotor
Sampiran
Sabun
Prosedur Kerja :
Prosedur Kerja :
Kutu
Ketombe
Alopecia (botak)
Sehorrheic dermatitis (radang pada kulit di rambut)
Handuk secukupnya
Perlak atau pengalas
Baskom berisi air hangat
Shampo atau sabun pada tempatnya
Kasa dan kapas
Sisir
Bengkok
Gayung
Ember kosong
Prosedur Kerja
Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
Cuci tangan
Tutup jendela atau pasang sampiran
Atur posisi pasien dengan posisi duduk atau berbaring
Letakkan baskom dibawah tempat tidur, tepat dibawah kepala pasien
Pasang perlak atau pengalas di bawah kepala dan dismbungkan kearah bagian baskom
dengan pinggir digulung
Tutup telinga dengan kapas
Tutup dada sampai leher dengan handuk
Kemudian sisir rambut dan lakukan pencucian dengan air hangat. Selanjutnya gunakan
shampo dan bilas dengan air hangat sambil dipijat
Setelah selesai, keringkan
Cuci tangan
Halitosis, bau napas tidak sedap yang disebabkan adanya kuman atau lainnya
Ginggivitas, radang pada daerah gusi
Karies, radang pada gigi
Stomatitis, radang pada daerah mukosa atau rongga mulut
Periodontal disease, gusi yang mudah berdarah dan bengkak
Glostitis, radang pada lidah
Chilosis, bibir yang pecah-pecah
- Air masak/NaCl
- Obat kumur
- Boraks gliserin
Prosedur Kerja
Prosedur Kerja
Prosedur Kerja
Cuci tangan
Atur tempat tidur, kasur dan bantal
Pasang seprai besar dengn garis tengah lipatannya tepat di tengah kasur/tempat tidur
Atur kedua sisi samping seprai atau tempat tidur dengan sudut 90º, lalu masukkan ke
bawah kasur
Pasang perlak di tengah tempat tidur
Pasang seprei kecil di atas perlak
Lipat selimut menjadi empat secara terbalik dan pasang bagian bawah. Masukkan ujung
selimut ke bawah kasur
Pasang sarung bantal
Cuci tangan
C.Pengkajian Data
Pengkajian dikumpulkan dari klien, keluarga dan orang terdekat, catatan informasi
sebelumnya, dan orang yang terlibat dalam memberi dukungan atau perawatan klien. Pengkajian
menurut Muslim (2001), meliputi beberapa faktor antara lain:
a. Identitas klien dan penanggung
Hal yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan,
pekerjaan dan alamat.
b. Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien defisit perawatan diri dibawa kerumah sakit karena keluarganya merasa
tidak mampu merawat, terganggu karena prilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan
dirumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
c. Pemeriksaan fisik
Hal yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat
badan, tinggi badan serta keseluruhan fisik yang dirasakan klien. Status mental Pengkajian status
mental meliputi:
relistis.
11) Memori
berlalu.
berat.
tentang diri.
minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan
Menurut Potter & Perry, 2005) diagnosa keperawatan pada ganguan kebutuhan personal
hygiene harus actual dan petensial berdasarkan pengumpulan data yang selama pengkajian
dimana perawat menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya atau
ngangguan kebutuhan personal hygiene.
F. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Pelaksanaan keperawatan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah di buat :
Hari/Tanggal No.Dx Pukul Implementasi Evaluasi
Keperawatan (SOAP)
Rabu, 01 1. 09.00 - 1. Membina hubungan S : Klien
Maret 2017 10.00 saling percaya dengan mengatakan
WIB klien. merasa tenang
2. Memantau kebersihan dan akan
diri klien dan perawatan berusaha untuk
diri. melakukan
3. Memfasilitasi dan perawatan diri :
mengarahkan klien untuk mandi.Klien
melakukan aktivitas juga mengatakan
kebersihan diri : mandi, setelah mandi
09.10- secara mandiri. badan terasa
11.00 4. Membantu klien dalam segar.
WIB kebersihan O :a) Klien
badan,mulut,rambut, dan tampak tenang
kuku b) Klien ada
5. Meningkatkan keinginan untuk
motivasi klien dalam melakukan
kebersihan perawatan diri :
badan,mulut,rambut dan mandi. c) Klien
kuku. mulai kooperatif
6. Melakukan pendidikan A : Pengkajian
kesehatan mengenai dilanjutkan,
pentingnya kebersihan klien sudah
diri, pola kebersihan. bersedia untuk
mandi, tapi
masih
dengankeinginan
untuk
dibantu. P:
Intervensi
Dilanjutkan -
Pantau
kebersihan klien
setiap hari
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pembahasan materi kali ini kita banyak mengetahui bahwa di dalam konsep dan
prinsip kebutuhan kebersihan dan perawatan diri banyaklah yang harus kita perhatikan dan harus
kita mampu dalam melaksanakannya sebagai perawat.
B. Kritik dan Saran
Demikianlah hasil makalah kami ini jika ada kesalahan dan kekurangan dalam bentuk
penulisan maupun tutur bahasa kami dalam pembuatan makalah ini kami minta maaf sedalam-
dalamnya. Jikalau ada kritik dan saran dari teman-teman pembaca yang sifatnya membangun
kami sangat mengharapkan untuk perbaikan makalah kami di masa yang akan datang, Terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
http://beautifulmidwife06.blogspot.co.id/2012/12/makalah-personal-hygiene.html
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2108806-personal-hygiene/#ixzz1q5WYapiH
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
d.Keadaan imunitas
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehinggamudah terserang penyakit.
e.Tingkat kesadaran
Pada pasien koma, respon akan menurun terhadap rangsangan
1. Keselamatan Fisik
Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan mengurangi atau mengelurkan
ancaman pada tubuh atau kehidupan. Ancaman tersebut mungkin penyakit, kecelakaan, bahaya,
pada lingkungan. Pada saat sakit, seorang klien mungkin rentan terhadap komplikasi seperti
infiksi, oleh karena itu bergantung pada profesional dalam sistem pelayanan kesehatan untuk
perlindungan.
Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik kadang mengambil prioritas lebih dahulu di atas
pemenuhan kebutuhan fisiologis. Misalnya, seorang perawat atau tenaga kesehatan lain mungkin
perlu melindungi klien dari kemungkinan jatuh dari tempat tidur sebelum memberikan perawatan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. (Potter&Perry, 2005).
2. Keselamatan Psikologis
Untuk selamat dan aman secara psikologi, seorang manusia harus memahami apa yang
diharapkan dari orang lain, termasuk anggota keluarga dan profesional pemberi perawatan
kesehatan. Seseorang harus mengetahuai apa yang diharapkan dari prosedur, pengalaman yang
baru, dan hal-hal yang dijumpai dalam lingkungan. Setiap orang merasakan beberapa ancaman
keselamatan psikologis pada pengalaman yang baru dan yang tidak dikenal. (Potter&Perry,2005).
Orang dewasa yang sehat secara umum mampu
memenuhi kebutuhan keselamatan fisik dan psikologis merekat tanpa bantuan dari profesional
pemberi perawatan kesehatan. Bagaimanapun, orang yang sakit atau cacat lebih renta untuk
terancam kesejahteraan fisik dan emosinya, sehingga intervensi yang dilakukan perawat adalah
untuk membantu melindungi mereka dari bahaya. (Potter&Perry, 2005).
Lingkup Kebutuhan Keamanan atau keselamatan
Lingkungan klien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau
berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien.
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen, kelembaban yang
optimum, nutrisi, dan suhu yang optimum akan mempengaruhi kemampuan seseorang.
a. Oksigen
Bahaya umum yang ditemukan di rumah adalah sistem pemanasan yang tidak berfungsi dengan
baik dan pembakaran yang tidak mempunyai sistem pembuangan akan menyebabkan penumpukan
karbondioksida.
b. Kelembaban
Kelembaban akan mempengaruhi kesehatan dan keamanan klien, jika kelembaban relatif tinggi
maka kelembaban kulit akan terevaporasi dengan lambat.
. c. Nutrisi
Makanan yang tidak disimpan atau disiapkan dengan tepat atau benda yang dapat menyebabkan
kondisi-kondisi yang tidak bersih akan meningkatkan resiko infeksi dan keracunan makanan.
2. Macam-macam Bahaya atau Kecelakaan
a. Di rumah
b. Di RS : Mikroorganisme
c. Cahaya
d. Kebisingan
e. Cedera
f. Kesalahan prosedur
g. Peralatan medik, dll
3. Cara Meningkatkan Keamanan pada Pasien
a. Mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri
b. Menjaga keselamatan pasien yang gelisah
c. Mengunci roda kereta dorong saat berhenti
d. Penghalang sisi tempat tidur
e. Bel yang mudah dijangkau
f. Meja yang mudah dijangkau
g. Kereta dorong ada penghalangnya
h. Kebersihan lantai
i. Prosedur tindakan.
Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada rasa aman dan nyaman
a.Jatuh
Jatuh merupakan 90% jenis kecelakaan dilaporkan dari seluruhkecelakaan yang terjadi di rumah
sakit. Resiko jatuh lebih besardialami pasien lansia
b.OksigenKebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigenakan mempengaruhi
keamanan pasien
c.Pencahayaan Rumah sakit merupakan sarana pelayanan publik yang penting.
Tata pencahayaan dalam ruang rawat inap dapat mempengaruhi kenyamanan pasien rawat inap
B. Fisiologi Nyeri
Cara nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum sepenuhnya dimengerti.
Namun, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan derajat nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh
sistem algesia tubuh dan tranmisi sistem saraf serta interpretasi stimulus.
1. Nosisepsi
Sistem saraf perifer mengandung saraf sensorik primer yang berfungsi mendeteksi kerusakan
jaringan dan membangkitkan beberapa sensasi, salah satunya adalah sensasi nyeri. Rasa nyeri
dihantarkan oleh reseptor yang disebut nosiseptor. Nosiseptor meripakan ujung saraf perifer yang
bebas dan tidak bermielin atau hanya memiliki sedikit mielin. Reseptor ini tersebar di kulit dan
mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kantung empedu. Reseptor
nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus mekanis, termal, listrik, atau kimiawi (misalnya
histamin, bradikinin, dan prostaglandin).
Proses fisiologis yang terkait nyeri disebut nosisepti. Proses ini terjadi atas empat tahap, yaitu
sebagai berikut.
a. Transduksi
Rangsangan (stimulus) yang membahayakan memicu pelepasan mediator biokimia (misalnya
histamin, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P).
Mediator ini kemudian mensensitisasi nosiseptor.
b. Transmisi
Tahap transmisi terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Stimulus yang diterima oleh reseptor ditransmisikan berupa impuls nyeri dari serabut saraf perifer
ke medula spinalis. Jenis nosiseptor yang terlibat dalam transmisi ini ada dua jenis, yaitu serabut
C dan serabut A-delta. Serabut C menstransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, sedangkan
serabut A-delta menstransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi.
2. Nyeri ditransmisikan dari medula spinalis ke batang otak dan talamus melalui jalur spinotalamikus
(spinotbalamic tract atau STT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi stimulus ke
talamus.
3. Sinyal diteruskan ke korteks sensorik simatik (tempat nyeri dipersepsikan). Impuls yang di
transmisikan melalui STT mengaktifasi respons otonomik dan limbik.
c. Persepsi
Individu mulai menyadari adanya nyeri dan tampaknya persepsi nyeri tersebut terjadi di struktur
korteks sehingga memungkinkan timbulnya berbagai perilaku kognitif untuk mengurangi
komponen sendorik dan afektif nyeri.
d. Modulasi atau sistem desendens
Neuron di batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke tanduk dorsal medula spinalis yang
terkonduksi dengan nosiseptor impuls supresif. Serabut desendens tersebut melepaskan substansi
seperti opioid, serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat impuls asendens yang
membahayakan dibagian dorsal medula spinalis.
C. Etiologi Nyeri
1. Trauma pada jaringan tubuh misalnya kerusakan jaringan akibat benda atau cedera
2. Iskemik jaringan
3. Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tidak disadari atau tak terkendali sering
menumbulkan rasa sakit
4. Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan juga karena ada
pengeluaran zat istamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
5. Post operasi setelah dilakukan pembedahan
D. Stimulus Nyeri
Beberapa faktor dapat menjadi stimulus nyeri atau menyebabkan nyeri karena menekan reseptor
nyeri. Contoh faktor-faktor tersebut adalah trauma atau gangguan pada jaringan tubuh, tumor,
iskemia pada jaringan dan spasme otot.
E. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat dibedakan berdasarkan jenis dan bentuknya.
1. Jenis Nyeri
Berdasarkan jenisnya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri perifer, nyeri sentral, dan nyeri
psikogenik.
a. Nyeri perifer
Nyeri perifer dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Nyeri superfisial: rasa nyeri muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa
2. Nyeri viseral: rasa nyeri timbul akibat rangsangan pada reseptor nyeri di rongga abdomen,
kranium, dan toraks.
3. Nyeri alih: rasa nyeri dirasakan di daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
b. Nyeri sentral
Nyeri sentral adalah nyeri yang muncul akibat rangsangan pada medula spinalis, batang otak dan
talamus.
c. Nyeri psikogenik
Nyeri psikogenik adalah nyeri yang penyebab fisiknya tidak diketahui. Umumnya nyeri ini
disebabkan oleh faktor psikologis. Selain jenis-jenis nyeri yang telah disebutkan sebelumnya,
terdapat juga beberapa jenis nyeri yang lain. Conrohnya adalah sebagai berikut.
1. Nyeri somatik: nyeri yang berasal dari tendon, tulang saraf, dan pembuluh darah
2. Nyeri menjalar: nyeri yang terasa dibagian tubuh lain, umumnya disebabkan oleh kerusakan atau
cedera pada organ viseral.
3. Nyeri neurologis: bentuk nyeri tajam yang disebabkan oleh spasme di sepanjang atau di beberapa
jalur saraf.
4. Nyeri phantom: nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang hilang, misalnya pada bagian kaki
yang sebenarnya sudah diamputasi.
2. Bentuk Nyeri
Bentuk nyeri secara umum dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis.
a. Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang. Umumnya nyeri
ini berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Penyebab dan lokasi nyeri biasanya sudah diketahui.
Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan.
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang berlangsung berkepanjangan, berulang atau menetap selama
lebih dari enam bulan. Sumber nyeri dapat diketahui atau tidak. Umumnya nyeri ini tidak dapat
disembuhkan. Nyeri kronis dapat dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain nyeri terminal,
sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis.
Perbedaan antara nyeri akut dan nyeri kronis
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Pengalaman Suatu kejadian Suatu situasi, status eksistensi nyeri
F. Pengalaman Nyeri
Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut.
1. Arti atau Makna Nyeri
Nyeri bersifat sangan subjektif sehingga memiliki arti atau makna yang berbeda bagi setiap orang,
bahkan berbeda juga untuk orang yang sama pada waktu yang berbeda. Sebagian arti nyeri
merupakan arti yang negatif, misalnya membahayakan, merusak, menunjukkan adanya komplikasi
(misalnya infeksi), menyebabkan ketidakmampuan, dan memerlukan penyembuhan. Arti nyeri
antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, lingkungan, latar belakang sosial budaya, serta
pengalaman nyeri sekarang dan masa lalu.
2. Persepsi Nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif yang berpusat di area korteks (pada
fungsi evaluatif kognitif). Persepsi ini dapat timbul akibat rangsangan yang dihantarkan menuju
jalur spinotalamikus dan talamiko kortikalis. Persepsi nyeri dipengaruhi oleh faktor yang dapat
memicu stimulasi nosiseptor dan transmisi impuls nosiseptor, misalnya daya reseptif serta
interpretasi kortikal.
3. Toleransi terhadao Nyeri (Pain Tolerance)
Toleransi terhadap nyeri berhubungan erat dengan intensitas nyeri yang membuat seseorang
sanggup menahan nyeri sebelum meminta bantuan dari orang lain. Jumlah stimulasi nyeri sebelum
merasakan nyeri disebut juga ambang nyeri (pain threshold). Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan toleransi nyeri antara lain adalah alkohol, obat-obatan, hipnosis, kepercayaan yang
kuat, pengalihan perhatian, dan gesekan serta garukan. Faktor-faktor yang menurunkan toleransi
nyeri antara lain adalah kelelahan atau keletihan, rasa marah, rasa bosan, kecemasan, kondisi sakit,
dan nyeri yang tak kunjung hilang.
4. Reaksi terhadap Nyeri
Reaksi seseorang pada saat mengalami nyeri berbeda-beda, contohnya ketakutan, gelisah, cemas,
merangsang, menangis, menjerit-jerit, berjalan monar-mandir, tidur sembari menggeretakan gigi,
mengeluarkan banyak keringat, dan menggepalkan tangan. Reaksi myeri dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya,
lokasi nyeri, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, usia, serta rasa takut dan cemas.
5. Manifestasi Klinis
a.Vakolasi
1.Mengaduh
2.Menangis
3.Sesak nafas
4.Mendengkur
b.Ekspresi Wajah
1.Meringis
2.Mengeletuk gigi
3.Mengernyit dahi
4.Menutup mata, mulut dengan rapat
5.Menggigit bibir
c.Gerakan Tubuh
1.Gelisah
2.Imobilisasi
3.Ketegangan otot
4.Peningkatan gerakan jari dan tangan
5.Gerakan ritmik atau gerakan menggosok
6.Gerakan melindungi bagian tubuh
d.Interaksi Sosial
1.Menghindari percakapan
2.Focus hanya pada aktivitas untuk menghilangkan nyeri
3.Menghindar kontak social
4.Penurunan rentang perhatian
6.Komplikasi
a.Hipovolemik
b.Hipertermi
c.Masalah Mobilisasi
d.Hipertensi
e.Edema Pulmonal
f.Kejang
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik sangat penting dilakukan agar dapat mengetahuiapakah ada perubahan
bentuk atau fungsi dari bagian tubuh pasien yangdapat menyebabkan timbulnya rasa aman dan
nyaman seperti :
a.Melakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi
b.Menggunakan skala nyeri
1)Ringan = Skala nyeri 1-3 : Secara objektif pasien masihdapat berkomunikasi dengan baik
2)Sedang = Skala nyeri 4-6 : Secara objektif pasien dapatmenunjukkan lokasi nyeri, masih
merespon dan dapat mengikutiinstruksi yang diberikan
3)Berat = Skala nyeri 7-9 : Secara objektif pasien masih bisamerespon, namun terkadang klien
tidak mengikuti instruksi yangdiberikan.
4)Nyeri sangat berat = Skala 10 : Secara objektif pasien tidak mampu berkomunikasi dan klien
merespon dengan cara memukul.
8.Pemeriksaan fisik
a.Inspeksi : ditemukan kulit tampak pucat, menggigil, gelisah, danlemah
b.Palpasi : pada permukaan ini ditemukan kulit teraba dingin, nadilambat.
c.Auskultasi : tekanan darah menurun.
9.Penatalaksanaan
a.Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan danstress.
Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadirasa tidak nyaman atau nyeri
stress fisik dan emosi pada nyeri. Dalamimajinasi terbimbing klien menciptakan kesan dalam
pikiran, berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap kliendapat mengurangi rasa
nyerinya
b.Teknik imajinasi
Biofeedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan denganmemberikan individu informasi
tentang respon fisiologis misalnyatekanan darah.Hipnosis diri dapat membantu mengubah
persepsi nyerimelalui pengaruh sugesti positif dan dapat mengurangi ditraksi.Mengurangi
persepsi nyeri adalah suatu cara sederhana untukmeningkatkan rasa nyaman dengan membuang
atau mencegahstimulus nyeri.
c.Teknik DistraksiTeknik distraksi adalah pengalihan dari focus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Ada beberapa jenis distraksi yaitu ditraksi visual(melihat pertandingan,
menonton televise,dll), distraksi pendengaran(mendengarkan music, suara gemericik air),
distraksi pernafasan ( bernafas ritmik), distraksi intelektual (bermain kartu).
d.Terapi dengan pemberian analgesicPemberian obat analgesic sangat membantu dalam
manajemen nyeriseperti pemberian obat analgesik non opioid (aspirin, ibuprofen)
yang bekerja pada saraf perifer di daerah luka dan menurunkan tingkataninflamasi, dan analgesic
opioid (morfin, kodein) yang dapatmeningkatkan mood dan perasaan pasien menjadi lebih
nyamanwalaupun terdapat nyeri.
e.ImmobilisasiBiasanya korban tidur di splint yang biasanya diterapkan pada saatkontraktur atau
terjadi ketidakseimbangan otot dan mencegahterjadinya penyakit baru seperti decubitus
6
B.
8
b. Afektif
1) Gelisah
2) Kesedihan yang mendalam
3) Distres
4) Ketakutan
5) Perasaan tidak adekuat
c. Fisiologis
1) Wajah tegang
2) Insomnia
3) Peningkatan keringat
4) Peningkatan ketegangan
5) Terguncang
2.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Terpajan toksin
b. Hubungan keluarga/hereditas
c. Transmisi dan penularan interpersonal
d. Krisis situasi dan maturasie. Stres
f. Penyalahgunaan zat
g. Ancaman
2: Nyeri akut (Buku saku diagnosis keperawatan, hal 530)
2.2.4 DefinisiPengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibatadanya kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial, awitan yangtiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan
sampai berat
2.2.5 Batasan karakteristik
a. Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan
isyarat
b. Objektif
1) Posisi untuk menghindari nyeri
2) Perubahan tonus otot
3) Perubahan selera makan
2.2.6 Faktor yang berhubunganAgen-agen penyebab cedera (misalnya, biologis, kimia, fisik
dan psikologis)
Diagnosa 3: Gangguan rasa nyaman (Asuhan Keperawatan Praktis, hal364)
2.2.7 DefinisiMerasa kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
ligkungan dan sosial.
2.2.2 Batasan karakteristik
a. Menangis
b. Gangguan pola tidur
c. Takut
d. Ketidakmampuan untuk rileks
e. Melaporkan perasaan tidak nyaman
f. Melaporkan distress
g. Melaporkan kurang puas dengan keadaan
2.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Gejala terkait penyakit
b. Sumber yang tidak adekuat
c. Kurang pengendalian lingkungan
d. Kurang privasi
e. Kurang control situasi
2.3 PerencanaanDiagnosa1: Ansietas (Buku saku diagnosis keperawatan, hal 42)
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria): berdasarkan NOC
a. Ansietas berkurang, dibuktikan oleh tingkat ansietas hanya ringansampai sedang dan selalu
menunjukkan pengendalian diriterhadap ansietas, konsentrasi dan koping
b. Pasien menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, yangdibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering dan selalu)
2.3.2 Intervensi keperawatandanrasional:berdasarkanNIC
a. Intervensi : Lakukan bimbingan antisipasi
Rasional : Agar pasien mampu menghadapi kemungkinan krisis perkembangan dan situasional
b. Intervensi : Ajarkan teknik menenangkan diri
Rasional : Untuk meredakan kecemasan pada pasien yangmengalami distres akut
c. Intervensi : Ajarkan cara peningkatan koping
Rasional : Membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsistressor, perubahan atau ancaman
yang menghambat pemenuhan tuntutan dan peran hidup
Diagnosa 2: Nyeri akut (Buku saku diagnosis keperawatan, hal 530)
2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil (
outcome criteria): berdasarkan NOC
a. Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan olehindicator sebagai
berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang,kadang-kadang, sering atau selalu)
b. b. Mengenali awitan nyeric. Melaporkan nyeri dapat dikendalikan
c.
d. 2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarka
e. n NIC
f. a. Intervensi : Ajarkan manajemen nyeri
g. Rasional : Untuk menghilangkan nyeri atau menurunkan nyeriketingkat yang
lebih nyaman yang dapat ditoleransioleh pasien
h. b. Intervensi : Ajarkan manajemen alam perasaan
i. Rasional : Untuk memberikan keamanan, stabilisasi, pemulihandan pemeliharaan
pada pasien yang mengalamidisfungsi alam perasaan baik depresi
maupun peningkatan alam perasaan
j. Diagnosa 3: Gangguan rasa nyaman (Asuhan Keperawatan Praktis, hal364)
k. 2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (criteria
): berdasarkan NOC
a. NOC
1) Ansiety
2) Fear leave
l3) Sleep deprivation
4) Comfort
b. Kriteria hasil
1) Mampu menongtrol kecemasan
2) Status lingkungan yang nyaman
3) Konrol gejala4) Status kesehatan meningkat
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
a. Intervensi : Gunakan pendekatan yang menenangkan
Rasional : Untuk menjalin hubungan saling percaya
b. Intervensi : Ajarkan teknik menenangkan diri
Rasional : Untuk meredakan kecemasan pada pasien yangmengalami distres akutc.
Intervensi : Ajarkan cara peningkatan koping
Rasional : Membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsistressor, perubahan atau ancaman
yang menghambat pemenuhan tuntutan dan peran hidup
2.3.3 Evaluasi
Evaluasi dapat dibedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses dievaluasi setiap selesai melakukan perasat danevaluasi hasil berdasarkan
rumusan tujuan terutama kriteria hasil.
Hasil evaluasi memberikan acauan tentang perencanaan lanjutanterhadap masalah nyeri yang
dialami oleh pasien
13
Daftar Pustaka
Asmadi. (2008).
Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien
. Jkarta: Salemba Medika.Anonim. (2016).
Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman Praktik Keterampilan Dasar
Dalam Keperawatan
.Carpenito. (2006).
Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Jakarta: EGCKemenkes. (2016).
Asuhan Keperawatan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
. Nurarif A.H dan Kusuma, H. (2016).
Asuhan Keperawatn Praktis
. Jakarta:MediactionPotter & Ferry. (2006).
Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4
. Jakarta: EGCWilkinson J.M & Ahern N.R. (2011).
Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9
. Jakarta: EGC
http://perawatbaru.blogspot.com/2016/11/asuhan-keperawatan-dengan-gangguan-rasa.html
PEMBAHASAN
1.1. Tinjauan Pustaka
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigenasi
merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel.
Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang
melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel
(Wahit Iqbal Mubarak, 2007).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan
cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas (Wartonah Tarwanto, 2006).
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh.
Keberdaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolism dan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh
dengan cara menghirup O 2 setiap kali bernapas dai atmosfe. Oksigen (O2) untuk kemudian diedarkan
keseluruh jaringan tubuh (Andarmoyo,2012).
4. Pertukaran gas
Pertukaran gas merupakan suatu kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas, baik oksigen
maupun karbondioksida, antara lain alveoli paru-paru dan sistem vaskuler. Hal ini dapat disebabkan oleh
sekret yang kental atau immobilisasi akibat penyakit sistem saraf, depresi susunan saraf pusat, atau
penyakit radang pada paru-paru. Terjadinya gangguan dalam pertukaran gas ini menunjukkan bahwa
penurunan kapasitas difusi dapat menyebabkan pengangkutan O 2 dari paru-paru ke jaringan terganggu,
anemia dengan segala macam bentuknya, keracunan CO 2, dan terganggunya aliran darah. Penurunan
kapasitas difusi tersebut antara lain disebabkan oleh menurunnya luas permukaan difusi, menebalnya
membran alveolar kapiler, dan rasio ventilasi perfusi yang tidak baik. Tanda klinisnya antara lain sebagai
berikut.
a. Dispnea pada usaha napas.
b. Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang.
c. Agitasi.
d. Lelah,letargi.
e. Meningkatnya tahanan vaskuler paru-paru.
f. Menurunnya saturasi oksigen dan meningkatnya PaCO2.
g. Sianosis.
. Manifestasi Klinis
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan oksigenasi.
Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan
untuk bernafas, pernafasan laring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea,
penyimpangan dada, nafas pendek, nafas
dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi
nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak
efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi. Selain itu terdapat tanda dan gejala lainnya seperti
:
1. Pola napas abnormal (irama, frekuensi, kedalaman)
2. Suara napas tidak normal.
a. Stridor : adalah suara yg terdengar kontinu (tidak terputus-putus), bernada tinggi yg terjadi baik
pada waktu inspirasi ataupun pada waktu ekspirasi, akan terdengar tanpa menggunakan alat
stetoskop, biasanya bunyi ditemukan pada lokasi saluran nafas atas (laring) atau trakea, disebabkan
lantaran adanya penyempitan pada saluran nafas tersebut. Pada orang dewasa, kondisi ini
mengarahkan pada dugaan adanya edema laring, tumor laring, kelumpuhan pita suara, stenosis
laring yg umumnya disebabkan oleh tindakan trakeostomi atau dapat pula akibat pipa
endotrakeal (Nurjanah, 2014).
b. Wheezing (mengi) : Merupakan bunyi seperti bersiul, kontinu, yg durasinya lebih lama dari
krekels. Terdengar selama : inspirasi & ekspirasi, secara klinis lebih jelas pada saat melakukan
ekspirasi. Penyebab : akibat udara melewati jalan napas yg menyempit/tersumbat sebagian. Bisa
dihilangkan dengan cara batuk. Dengan karakter suara nyaring, suara terus menerus yg
berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yg menyempit (seperti pada asma &
bronchitis kronik). Wheezing dapat terjadi oleh lantaran perubahan temperature, allergen, latihan
jasmani, & bahan iritan pada bronkus.
c. Ronchi : Merupakan bunyi gaduh yg dalam. Terdengar sewaktu ekspirasi. Penyebab : gerakan
udara melewati jalan napas yg menyempit akibat terjadi obstruksi nafas.
3. Perubahan jumlah pernapasan.
4. Batuk disertai dahak.
5. Penggunaan otot tambahan pernapasan.
6. Dispnea (sesak napas).
7. Penurunan haluaran urin..
8. Takhipnea (Tarwoto & Wartonah, 2010).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Bronkosopi
Untuk memperoleh sempel biopsi dan cairan atau sampel sputum/ benda asing yang menghambat
jalan nafas.
2. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
3. Fluroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jntung dan kontraksi paru.
4. CT-Scan
Untuk mengetahui adanya massa abnormal.
5. Pemeriksaan fungsi paru dengan spirometri
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan
karbondioksida pemeriksaan ini dilakukan secara efisien dengan menggunakan masker mulut
yang dihubungkan dengan spirometer yang berfungsi untuk mencatat volume paru, cadangan
inspirasi, volume rasidual dan volume cadangan ekspirasi (Andarmoyo, 2012).
6. Kecepatan aliran ekspirasu puncak
Kecepatan aliran ekspirasi puncak adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi dan
titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas menjadi besar (Andarmoyo,
2012).
7. Pemeriksaan gas darah arteri
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari pembuluh darah arteri yang
digunakan untuk mengetahui konsentrasi ion hydrogen, tekanan parsial oksigen dan
karbondioksida dan saturasi hemoglobin, pemeriksaan ini dapat menggambarkan bagaimana
difusigas melalui kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi jaringan (Andarmoyo, 2012).
8. Oksimetri
Pengukuran saturasi oksigen kapiler dapat dilakukan dengan menggunakan oksimetri. Saturasi
oksigen adalah prosentase hemoglobin yang disaturasi oksigen. Keuntungannya; mudah
dilakukan, tidak invasive, dan dengan mudah diperoleh, dan tidak menimbulkan nyeri. klien yang
bisa dilakuakn pemeriksaan ini adalah klien yang mengalami kelainan perfusi/ ventilasi, seperti
Pneumonia, emfisema, bronchitis kronis, asma embolisme pulmunar, dan gagal jantung
congestive (Andarmoyo, 2012).
9. Pemeriksaan darah lengkap
Hitung darah lengkap menentukan jumlah dan tipe sel darah merah dan sel darah putih per
mm3 darah. Hitung darah lengkap mengukur kadar hemoglobin dalam sel darah merah. Defisiensi
sel darah merah akan menurunkan kapasitas darah yang menurunkan kapasitas darah yang
membawa oksigen karena molekul hemoglobin yang terseda untuk mengangkut ke jaringan lebih
sedikit. Apanila jumlah sel darah merah meningkat kapasitas darah yang mengangkut oksigen
meningkat. Namun peningkatan jumlah sel darah merah akan meningkatkan kekentalan dan risiko
terbentuknya trombus (Andarmoyo, 2012).
10. X-Ray Thorax
Pemeriksaan sinar X-Ray terdiri dari radiologi thoraks, yang memungkinkan perawat dan dokter
mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanay cairan (misalnya fraktur klavikula dan tulang
iga dan proses abnormal lainnya (Andarmoyo, 2012).
11. Bronskokopi
Bronskokopi adalah pemeriksaan visual pada pohon trakeobonkeal melalui bronskokop serat optic
yang fleksibel, dan sempit. Bronskokopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan
atau sampel sputum untuk mengangkat plak lender atau benda asing yang menghambat jalan
napas (Andarmoyo, 2012).
12. Pemindaian paru
Pemindaian paru yang paling umum adalah pemindaian Computed Tomografi (CT) Scan paru.
Sebuah pemindaian CT paru dapat mengidentifikasikan massa abnormal melalui ukuran dan lokasi
tetapi tidak dapat mengidentifikasikan tipe jaringan maka harus dilakukan biposi (Andarmoyo,
2012).
13. Spesimen Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang berkembang dalam sputum
(misalnya TB Paru). Sputum untuk sitologi adalah spesimen sputum yang diambil untuk
mengidentifikasi kanker pau abnormal dan dengan tipe sel yang ada didalamnya (Andarmoyo,
2012).
Penatalaksanaan
1. Terapi Pemberian Oksigenasi
a. Kateter nasal : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan pemberian O2 stabil,
klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai
kateter penghisap.
b. Kanul nasal : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan Pemberian O2 stabil
dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul dibanding kateter,
klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien.
c. Sungkup muka sederhana : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit):5-8.
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12.
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing. Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-
12 (Asmadi, 2008).
2. Pemantauan Hemodinamika
Hemodinamika adalah aliran darah dalam system peredaran tubuh kita baik melalui sirkulasi
magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva ( sirkulasi dalam paru-paru).
Pemantauan Hemodinamika adalah pemantauan dari hemodinamika status
3. Pengukuran bronkodilator
Bronkodilator adalah sebuah substansi yang dapat memperlebar luas permukaan bronkus dan
bronkiolus pada paru-paru, dan membuat kapasitas serapan oksigen paru-paru meningkat.
Senyawa bronkolidator dapat tersedia secara alami dari dalam tubuh, maupun didapat melalui
asupan obat-obatan dari luar.
4. Pemberian medikasi seperti nebulizer, kanula nasal, masker untuk membantu pemberian oksigen
bila diperlukan.
5. Penggunaan ventilator mekanik.
Ventilator mekanik adalah merupakan suatu alat bantu mekanik yang berfungsi bermanfaat dan
bertujuan untuk memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif
pada paru-paru melalui jalan nafas buatan.
6. Pelatihan batuk efektif
7. Fisioterapi dada.
8. Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan drainase postural, tepukan
dan vibrasi pada pasien yang mengalami gangguan sistem pernafasan. Tujuan Tindakan ini
bertujuan meningkatkan efisiensi pola pernafasan dan membersihkan jalan nafas.
9. Atur posisi pasien (semi fowler)
10. Tekhnik bernapas dan relaksasi (Tarwoto & Wartonah, 2010).
H. Intervensi Keperawatan
Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan NOC:
dengan: Respiratory status : Ventilation Pastikan kebutu
- Infeksi, disfungsi neuromuskular, hiperplasia Respiratory status : Airway patency suctioning.
dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma, trauma Aspiration Control Berikan O2 ……
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi Setelah dilakukan tindakan Anjurkan pasien u
tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas keperawatan selama dalam
buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, …………..pasien menunjukkan Posisikan pasien
adanya benda asing di jalan nafas. keefektifan jalan nafas dibuktikan ventilasi
DS: dengan kriteria hasil : Lakukan fisiotera
- Dispneu Mendemonstrasikan batuk efektif dan Keluarkan sekr
DO: suara nafas yang bersih, tidak ada suction
- Penurunan suara nafas sianosis dan dyspneu (mampu Auskultasi suara
- Orthopneu mengeluarkan sputum, bernafas tambahan
- Cyanosis dengan mudah, tidak ada pursed lips) Berikan bronkod
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing) Menunjukkan jalan nafas yang paten - …………………
- Kesulitan berbicara (klien tidak merasa tercekik, irama - …………………
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada nafas, frekuensi pernafasan dalam - …………………
- Produksi sputum rentang normal, tidak ada suara nafas Monitor status he
- Gelisah abnormal) Berikan pelemb
- Perubahan frekuensi dan irama nafas Mampu mengidentifikasikan dan NaCl Lembab
mencegah faktor yang penyebab. Berikan antibioti
Saturasi O2 dalam batas normal …………………
Foto thorak dalam batas normal …………………
Atur intake untuk
keseimbangan.
Monitor respirasi
Pertahankan hidr
mengencerkan se
Jelaskan pada pas
penggunaan per
Inhalasi.
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, S., 2012. Kebutuhan DAsar Manusia (Oksigenasi). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Asmadi, 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta:
Salemba Medika.
Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United States Of America:
Mosby Elseveir Acadamic Press, 2013.
Hidayat, A.A., 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of America: Mosby
Elseveir Acadamic Press, 2013.
Nanda International (2009). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. 2009-2015. Penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta
Nurjanah, W., 2014. Laporan Oksigenasi. [Online] Available
at:http://www.academia.edu/10554306/LAPORAN_KDM_OKSIGENASI_OKSIGENASI [Acc
essed Senin Desember 2017].
Riset Kesehatan Daerah. 2013. Data Penyakit Pernapasan Akut. Jakarta : Kementrian Kesahatan
Tarwoto & Wartonah, 2010. Kebutuhan Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.
Tarwoto & Wartonah, 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawtan Edisi 5. Jakarta: Salemba
Medika.
http://perawatciamik.blogspot.com/2017/12/laporan-pendahuluan-oksigenasi-nanda.html
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu tugas terpenting seorang perawat/bidan adalah memberi obat yang aman dan akurat kepada klien.
Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang memiliki masalah. Obat bekerja menghasilkan
efek terapeutik yang bermanfaat.
Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang
serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila kita memberikan obat tersebut tidak sesuai dengan
anjuran yang sebenarnya. Seorang perawat/bidan juga memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat
dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan obat dengan tepat, memantau
respon klien, dan membantu klien untuk menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pentingnya obat dalam keperawatan
2. Untuk mengetahui Standar reaksi obat
3. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi reaksi obat
4. Untuk mengetahui Masalah dalam pemberian obat dan intervensi dalam keperawatan
5. Untuk mengetahui Perhitungan obat
6. Untuk mengetahui Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui oral,sublingual
dan bukal
7. Untuk mengetahui Menyiapakan obat dari ampul dan vial
8. Untuk mengetahui Konsep dan teknik dan obat melalui intra vascular (IV),intara
cellular (IC),Subcutan (SC), intramuscular (IM).
9. Untuk mengetahui Konsep dan teknik pemberian obat secara tropical
10. Untuk mengetahui Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui Anus/vagina.
11. Untuk mengetahui Konsep dan teknik melalui wadah cairan intravena.
BAB II
PENDAHULUAN
A. Pentingnya Obat dalam Keperawatan
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (UU No. 36 Thn 2009).
Dalam dunia kesehatan khususnya dalam dunia keperawatan, obat sudah menjadi salah satu komponen yang
umum ditemui sehari-hari serta telah menjadi bagian penting dalam melakukan proses keperawatan.
Seorang perawat yang akan bekerja secara langsung dalam pemenuhan asuhan keperawatan sangat
membutuhkan keterampilan dalam tindakan medis berupa pengobatan sehingga tidak menimbulkan berbagai
macam kesalahan seperti dugaan-dugaan maalpraktik dan sebagainya, maka dari itu seorang perawatn selain
harus mengetahui pengetahuan serta tehnik pemberian obat dengan baik, seorang perawat juga harus memahami
betul mengenai tahapan proses keperawatan dengan baik pula.
Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman . Perawat harus mengetahui semua
komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak
jelas atau dosis yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan. Sebelum memberikan obat kepada pasien,
ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan dalam pemberian obat, di
antaranya:
1. Tepat Obat : Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya petugas medis harus
memerhatikan kebenaran obat sebanyak tiga kali, yakni: ketika memindahkan obat dari tempat
penyimpanan obat, saat obat diprogramkan, dan saat mengembalikan obat ketempat
penyimpanan.
2. Tepat Dosis : Untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat, maka penentuan
dosis harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi
alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus; alat untukmembelah tablet; dan lain-lain.
Dengan demikan, penghityungan dosis benar untuk diberikan ke pasien.
3. Tepat Pasien : Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang
diprogramkan. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi kebenaran obat, yaitu mencocokan
nama, nomor regisyter, alamat, dan program pengobatan pada pasien.
4. Tepat Jalur Pemberian : Kesalahan rute pemberiandapat menimbulkan sistemik
yang fatal pada pasien. Untuk itu, cara pemberiannya adalah dengan melihat cara
pemberian/jalur obat pada label
5. Tepat Waktu : Pemberian harus benar-benar sesuai dengan waktu yang
diprogramkan, karena berhubungan dngan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari
obat.
2. Reaksi Obat
Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh, yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh
untuk proses eliminasi, sehingga terjadi pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh.
2. Distribusi Obat
Distribusi obat adalah transfer obat dari darah ke jaringan/organ lain. Permeabilitas membran dan perfusi darah
juga berperan di sini. Permeabilitas membran. Semakin permeabel(menembus) suatu membran, semakin cepat
kecepatan distribusinya. Perfusi darah, yaitu berapa banyak darah yang mengalir pada organ/jaringan tersebut.
Semakin banyak darah yang mengalir pada tempat target, semakin cepat obat didistribusikan.
3. Metabolisme Obat
Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme hidup, pada umumnya
dilakukan melalui proses enzimatik. Proses metabolisme obat merupakan salah satu hal penting dalam penentuan
durasi dan intensitas khasiat farmakologis obat.
4. Eksresi Sisa
Setelah obat mengalami metabolisme atau pemecahan akan terdapat sisa zat yang tidak dapat dipakai. Sisa zat
ini tidak bereaksi kemudian keluar melalui ginjal dalam bentuk urine, dari interstinal dalam bentuk feses dan
dari paru-paru dalam bentuk udara. Dalam beberapa sumber disebutkan pula bahwa reaksi obat tidak terjadi
sama pada setiap orang, dalam beberapa sumber lain dijelaskan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi reaksi
obat selain dari pada yang sudah dijelaskan di atas juga dapat di pengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut,
diantaranya :
Usia dan berat badan.
Jenis kelamin.
Faktorgenetis.
Faktor psikologis.
Kondisi patologis.
Waktu.
Cara pemberian.
Lingkungan.
E. Perhitungan Obat
Perhitungan dosis obat dalam dihitung dengan menggunakan beberapa rumus serta penggolongan keadaan yang
telah di tentukan, berikut adalah penjelasannya :
1. Berdasarkan Usia
Kurang akurat karena tidak mempertimbangkan sangat beragamnya bobot dan ukuran anak-anak dalam satu
kelompok usia obat bebas untuk Pediatrik dosis dikelompokkan atas usia seperti 2-6 tahun, 6-12 tahun dan diatas
12 tahun. Kecil dari 2 tahun, (atas pertimbangan dokter). Persamaan yang digunakan: a. Rumus Young(anak di
bawah 8 tahun) Usia (tahun) / (Usia+12) Contoh : Dosis lazim parasetamol untuk dewasa adalah 500 mg untuk
1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk anak usia 7 tahun?
b. Rumus Dilling (anak di atas 8 tahun) Usia (tahun) / 20 Contoh : Dosis lazim parasetamol untuk dewasa adalah
500 mg untuk 1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk anak usia 11 tahun?
c. Rumus Cowling (Usia dalam tahun) + 1) / 24 Contoh : Dosis lazim parasetamol untuk dewasa adalah 500 mg
untuk 1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk anak usia 11 tahun?
d. Rumus Fried (khusus untuk bayi) Usia (dalam bulan) / 150 Contoh: Dosis lazim parasetamol untuk dewasa
adalah 500 mg untuk 1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk bayi usia 5 bulan?
2. Berdasarkan Bobot
Dosis lazim obat umumnya dianggap sesuai untuk individu berbobot 70 kg (154 pon) Rasio antara jumlah obat
yang diberikan dan ukuran tubuh mempengaruhi konsentrasi obat di tempat kerjanya oleh karena itu, dosis obat
mungkin perlu disesuaikan dari dosis lazim untuk pasien kurus atau gemuk yang tidak normal. Persamaan yang
digunakan :
a. Rumus Clarck (Amerika Serikat) Bobot (dalam pon) / 150 Contoh: Dosis lazim parasetamol untuk dewasa
adalah 500 mg untuk 1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk anak berbobot 40 kg? 1 kg = 2,2 pon.
b. Rumus Thremich-Fier (Jerman) Bobot (dalam kg) / 70 Contoh: Dosis lazim parasetamol untuk dewasa adalah
500 mg untuk 1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk anak berbobot 40 kg?
c. Rumus Black (Belanda) Bobot (dalam kg) / 62 Contoh: Dosis lazim parasetamol untuk dewasa adalah 500 mg
untuk 1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk anak berbobot 40 kg?
b. Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Baca obat, dengan berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu, dan tepat tempat.
4) Bantu untuk meminumkannya dengan cara:
Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol, maka tuangkan jumlah yang
dibutuhkan ke dalam tutup botol dan pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Untuk obat
berupa kapsul jangan dilepaskan pembungkusnya.
Kaji kesulitan menelan. Bila ada, jadian tablet dalam bentuk bubuk dan campur dengan minuman.
Kaji denyut nadi dan tekanan darah sebelum pemberian obat yang membutuhkan pengkajian.
5) Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat dengan mencatat hasil
pemberian obat.
6) Cuci tangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Obat dapat diberikan dengan berbagai cara disesuaikan dengan kondisi pasien, diantaranya : sub kutan, intra
kutan, intra muscular, dan intra vena. Dalam pemberian obat ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu indikasi
dan kontra indikasi pemberian obat.
Jelaslah bahwa pemberian obat pada klien merupakan fungsi dasar keperawatan yang membutuhkan
keterampilan teknik dan pertimbangan terhadap perkembangan klien. Perawat yang memberikan obat-obatan
pada klien diharapkan mempunyai pengetahuan dasar mengenai obat dan prinsip-prinsip dalam pemberian obat.
B. Saran
Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak baik jika kita salah
menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya bisa fatal. Oleh karena itu,
kita sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas kita dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-
masalah yang dapat merugikan diri kita sendiri maupun orang lain.
DAFTAR ISI
Joyce, K & Everlyn, R.H. (1996). Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC
Gan Gunawan, Sutisna. (2007). Farmakologogi dan Terapi (Edisi 5), Jakarta: Badan Penerbit FKUI
http://www.fkep.unpad.ac.id/2008/11/peran-perawat-dalam-pemberian-obat/
Potter and Perry. (2004). Fundamental of nursing:Concepts,process & practice. Fourth Edition.St. Louse,
Missouri: Mosby-year Book,Inc
.
Enykus, 2003, keterampilan dasar dan prosedur perawatan dasar, ed 1. Semarang, Kilat press
Pery, Anne Griffin, Potter, patricia A.,(1999). Fundamental Keperawatan Konsep proses dan praktek.EGC:
Jakarta
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama
dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan kontribusi
yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang
berkait dengan manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana
pasien dengan kondisi luka akibat operasi semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya
sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses
penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang
adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif,
perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama
perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis.
B. Rumusan masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian luka ?
2. Bagaimana Klasifikasi Luka ?
3. Bagaimana Perawatan Terhadap Luka ?
4. Perawatan Luka Pada Bedah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Perawatan Luka
1. Luka
a. Pengertian Luka
1) Menurut R. Sjamsu Hidayat, 1997
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda
tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan.
2) Menurut Koiner dan Taylan
Luka adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya yang
terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau terkontaminasi, superfisial
atau dalam.
3) Menurut Mansjoer
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontuinuitas jaringan.
4) Menurut Inetna
Luka adalah injury pada jaringan yang mengganggu proses selular normal.
Disimpulkan luka adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh karena gesekan, tekanan,
suhu, infeksi, dan yang lainn
Anatomi Kulit
Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh. Kulit berfungsi sebagai alat ekskresi karena adanya
kelenjar keringat (kelenjar sudorifera) yang terletak di lapisan dermis. Lapisan-lapisan kulit
sebagai berikut :
1) Epidermis (lapisan ari)
Epidermis merupakan lapisan kulit yang terluar, terdiri dari lapisan sel yang telah mati yang
disebut juga lapisan tanduk. Fungsi epidermis adalah sebagai sawar pelindung terhadap bakteri,
iritasi kimia, alergi, dll.
Bagian epidermis dibagi menjadi 5 bagian, yaitu :
a) Stratum corneum (lapisan tanduk)
b) Stratum lucidum (daerah rintangan)
c) Stratum granulosum (lapian seperti butir)
d) Stratum spinosum (lapisan sel duri)
e) Stratum germinativum (lapisan sel basal)
2) Dermis (lapisan jangat)
Pada lapisan dermis memiliki kekebalan 3-5 mm, merupakan anyaman serabut kolagen dan
elastis yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit. Dermis mengandung pembuluh
darah, pembuluh limfe, gelembung rambut, kelenjar lemak (sebasea), kelenjar keringat, otot dan
serabut saraf.
3) Hypodermis (lapisan lemak)
Pada lapisan ini terdapat cukup banyak jaringan lemak (panniculus adiposus) yang tersusun
dalam lapisan. Jaringan lemak subkutan ini terutama berfungsi memberi perlindungan terhadap
dingin dan disamping itu merupakan cadangan energi.
b. Klasifikasi Luka
1) Berdasarkan Sifat Kejadian
a) Luka disengaja (intentional traumatic)
Contoh : luka radiasi, luka bedah
b) Luka tidak disengaja (unintentional traumatic)
Contoh : Luka terbuka (abrasi / gesekan, puncture / tusukan, hautration / akibat alat yang
digunakan dalam perawatan luka), luka tertutup.
2) Berdasarkan Penyebab
a) Luka mekanik
- Vulnus scissum (luka sayat / luka insisi / incised wounds) karakteristik : pinggiran luka rapi
- Vulnus contusum (luka memar / contusion wound) karakterisitik : cedera pada jaringan bawah
kulit akibat benturan benda tumpul
- Vulnus laceratum (luka robek) karakteristik : terdapat robekan jaringan yang menyebabkan
jaringan rusak
- Vulnus puncture (luka tusuk / puncture wound) karakteristik : luka luar tampak kecil namun
bagian dalam besar
- Vulnus sclopetorum (luka tembak)
- Vulnus morsum (luka gigitan) karakteristik : tidak jelas bentuknya
- Vulnus abrasio (luka terkikis / abraced wound) karakteristik : tidak sampai ke pembuluh darah
b) Luka non mekanik
Contoh : sengatan listrik, obat.
3) Berdasarkan Lamanya Proses Penyembuhan
a) Luka akut
Adalah luka yang sembuh sesuai dengan waktu proses penyembuhan luka (21 hari sesuai dengan
proses menutupnya luka).
Contoh : luka operasi, luka kecelakaan dan luka bakar
b) Luka kronik
Adalah luka yang sulit sembuh dan fase penyembuhan lukanya mengalami pemanjangan.
Contoh : luka tekan (dekubitus), luka karena diabetes, luka karena pembuluh darah vena maupun
arteri, luka kanker, luka dehiscene dan abses.
4) Berdasarkan Tingkat Kontaminasi
a) Luka bersih (clean wounds)
Yaitu luka bedah yang tidak terinfeksi dan tidak terjadi proses peradangan (inflamasi). Biasanya
menghasilkan luka yang tertutup. Luka tidak mengenai sistem gastrointestinal, pernapasan dan
genitourinaria.
b) Luka bersih terkontaminasi (clean-contamined wounds)
Yaitu luka pembedahan dimana sistem (sistem gastrointestinal, pernapasan dan genitourinaria)
sekitar luka terkontaminasi atau terinfeksi.
c) Luka kontaminasi (contamined wounds)
Contoh : luka traumatik, luka terbuka, luka bedah dengan asepsis yang buruk.
d) Luka infeksi (infected wounds)
Yaitu luka dimana area luka terdapat patogen dan disertai tanda-tanda infeksi.
5) Berdasarkan Kedalaman Jaringan
a) Superficial : hanya jaringan epidermis
b) Partial thickness : luka yang meluas sampai ke dermis
c) Full thickness : luka meluas hingga ke lapisan yang paling dalam dari jaringan subkutan hingga
ke pascia dan struktur di bawahnya seperti oto, tendon atau tulang.
6) Berdasarkan Stadium
a) Stadium I
Lapisan epidermis utuh, namun terdapat eritema atau perubahan warna.
b) Stadium II
Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan dermis. Eritema di jaringan
sekitar yang nyeri, paas dan oedema. Exudate (nanah) sedikit sampai sedang.
c) Stadium III
Kehilangan jaringan sampai dengan jaringan subkutan, dengan terbentuknya rongga
(cavity). Exudate sedang sampai banyak.
d) Stadium IV
Kehilangan jaringan subkutan dengan terbentuknya rongga (cavity) yang melibatkan otot, tendon
dan tulang. Exudate sedang sampai banyak.
7) Berdasarkan Penampilan Klinis
a) Nekrotik (hitam) : eschar (jaringan parut) yang mengeras dan mengering atau lembab.
b) Sloughy (kuning) : jaringan mati yang fibrous (tidak elastis)
c) Terinfeksi (kehijauan) : terdapat tanda-tanda klinis adanya infeksi seperti nyeri, panas, bengkak,
kemerahan dan peningkatan eksudat
d) Granulasi (merah) : jaringan granulasi yang sehat
e) Epitelisasi (merah muda) : terjadi epitelisasi.
c. Proses Penyembuhan Luka
Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang tindih
(overlap). Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab
luka tersebut. Fase penyembuhan luka meliputi :
1) Fase Inflamasi
Fase ini muncul segera setelah injury dan dapat berlanjut sampai 5 hari. Dimulai saat terjadinya
luka dan terjadi proses hemostatis yang ditandai dengan pelepasan histamindan mediator lain lebih
dari sel-sel yang rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel darah putih ke daerah yang
rusak. Tanda-tanda inflamasi disekitar luka antara lain : kemerahan (rubor), hangat (kalor),
bengkak (tumor), nyeri (dolor) dan hilangnya fungsi (fungsi laesa).
2) Fase Proliferasi / Epitelisasi
Fase ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast (sel jaringan penyambung)
memiliki peran yang besar dalam proses proliferasi. Pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringan
ikat dan menginfiltrasi luka. Penampilan klinisnya antara lain dasar luka merah cerah (granulasi
dengan vaskularisasi baik), kadang ditemukan bekuan darah, adanya kulit baru (epitelisasi)
bewarna merah muda pada tepi luka.
3) Fase maturasi / Remodelling
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai berbulan-bulan dan
berakhir bila tanda radang sudah hilang. Pada fase ini terjadi repitelisasi, kontruksi luka, dan
organisasi jaringan ikat. Dimana luka sudah menutup sempurna pada hari ke-21 dan akan muncul
bekas luka (scar) atau keloid (scar yang menebal) selama proses maturasi berlangsung. Dalam
fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen,
pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka.
T : Tissue management
I : Inflamation and infection control
M : Moisture balance
E : Epithelial advancement
Tujuan pengkajian
1. Mendapatkan informasi yang relevan tentang pasien dan luka.
2. Memonitor proses penyembuhan luka.
3. Menentukan program perawatan luka pada pasien.
4. Mengevaluasi keberhasilan perawatan.
2. Perawatan Luka
a. Pengertian Perawatan Luka
Perawatan luka merupakan tindakan untuk merawat luka dengan tujuan meningkatkan proses
penyembuhan jaringan dan mencegah infeksi. Perawatan luka operasi adalah Perawatan luka yang
dilakukan pada pasien operasi dengan tujuan mencegah infeksi dan merasa aman.
b. Tujuan Perawatan Luka
1) Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka.
2) Absorbsi drainase.
3) Menekan dan imobilisasi luka.
4) Mencegah jaringan epitel baru dari cedera mekanis.
5) Menghambat atau membunuh mikroorganisme.
6) Mencegah perdarahan.
7) Mencegah luka dari kontaminasi.
8) Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing.
9) Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien.
c. Indikasi Perawatan Luka
1) Balutan kotor dan basah akibat eksternal
2) Terdapat rembesan eksudat
3) Mengkaji keadaan luka
4) Untuk mempercepat debridement (pengangkatan) jaringan nekrotik
A. PERSIAPAN
1. Mencuci tangan
2. Menyiapkan alat-alat dalam baki/trolley
Alat Lain:
Gunting Verband/plester
Plester
Nierbekken (Bengkok)
Lidi kapas
Was bensin
Alas / Perlak
Selimut Mandi
Kapas Alkohol dalam tempatnya
Betadine dalam tempatnya
Larutan dalam botolnya (NaCL 0,9%)
Lembar catatan klien
3. Setelah lengkap bawa peralatan ke dekat klien
Persiapan alat :
1. Bak balutan steril :
Kapas balut atau kasa persegi panjang
Kom kecil 2 buah
2 pasang pinset (4 buah) atau minimal 3 buah (2 cirurgis dan 1 anatomis)
Aplikator atau spatel untuk salaep jika diperlukan
Sarung tangan steril jika perlu
2. Perlak dan pengalas
3. Bengkok 2 buah
Bengkok 1berisi desinfektan 0,5 % untuk merendam alat bekas
Bengkok 2 untuk sampah
4. larutan Nacl 0,9 %
5. Gunting plester dan sarung tangan bersih
6. Kayu putih dan 2 buah kapas lidi
Prosedur :
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Dekatkan peralatan di meja yang mudah dijangkau perawat
3. Tutup ruangan sekitar tempat tidur dan pasang sampiran
4. Bantu klien pada posisi nyaman. Buka pakaian hanya pada bagian luka dan instruksikan pada
klien supaya tidak menyentuh daerah luka atau peralatan
5. Cuci tangan
6. Pasang perlak pengalas di bawah area luka
7. Pakai sarung tangan bersih, lepaskan plester dengan was bensin menggunakan lidi kapas,
ikatan atau balutan. Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan
perlahan sejajar kulit dan mengarah pada balutan. Jika masih terdapat bekas plester di kulit
bersihkan dengan kayu putih,aceton/bensin
8. Angkat balutan kotor perlahan-lahan dengan menggunakan pinset atau sarung tangan,
pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien. Bila terdapat drain angkat balutan
lapis demi lapis
9. Bila balutan lengket pada luka lepaskan dengan menggunakan normal salin ( NaCl 0,9 % )
10. Observasi karakter dari jumlah drainase pada balutan
11. Buang balutan kotor pada sampah, hindari kontaminasi permukaan luar kantung, lepaskan
sarung tangan dan simpan pinset dalam bengkok yang berisi larutan desinfektan
12. Buka bak steril, tuangkan larutan normal salin steril ke dalam mangkok kecil. Tambahkan
kassa ke dalam normal salin
13. Kenakan sarung tangan steril
14. Inspeksi keadaan luka, perhatikan kondisinya, letak drain, integritas jahitan atau penutup
kulit dan karakter drainase ( palpasi luka bila perlu dengan bagian tangan yang nondominan
yang tidak akan menyentuh bahan steril )
15. Bersihkan luka dengan kapas atau kassa lembab yang telah dibasahi normal salin. Pegang
kassa atau kapas yang telah dibasahi dengan pinset. Gunakan kassa atau kapas terpisah untuk
setiap usapan membersihkan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke area
terkontaminasi
16. Pasang kassa yang lembab tepat pada permukaan kulit yang luka. Bila luka dalam maka
dengan perlahan buat kemasan dengan menekuk tepi kasa dengan pinset. Secara perlahan
masukan kassa ke dalam luka sehingga semua permukaan luka kontak dengan kassa lembab
17. Luka ditutup dengan kassa kering. Usahakan serat kassa jangan melekat pada luka. Pasang
kassa lapisan kedua sebagai lapisan penerap dan tambahkan lapisan ketiga
18. Luka difiksasi dengan plester atau dibalut dengan rapi,
19. Lepaskan sarung tangan dan buang ke tempat yang telah disediakan, dan simpan pisnet yang
telah digunakan pada bengkok perendam
20. Bereskan semua peralatan dan bantu pasien merapikan pakaian, dan atur kembali posisi
yang nyaman
21. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
22. Dokumentasikan hasil, observasi luka, balutan dan drainase, termasuk respon klien
Perhatian :
- Pengangkatan balutan dan pemasangan kembali balutan basah kering dapat menimbulkan
rasa nyeri pada klien
- Perawat harus memberikan analgesi dan waktu penggantian balutan sesuai dengan puncak
efek obat
- Pelindung mata harus digunakan jika terdapat resiko adanya kontaminasi ocular seperti
percikan dari luka
1. Pengantar
Menurut (Maryunani, 2013) dalam literature bukunya disebutkan, ‘Perawatan Luka Modern’ lebih
menekankan pada proses penyembuhan luka. Kendala dalam perawatan luka adalah adanya anggapan
bahwa material perawatan luka modern tidak cocok untuk masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, penting
bagi praktisi pemerhati perawatan luka untuk memahami tentang perawatan luka dengan metode
konvensional dan mengetahui keuntungan atau kerugian perawatan luka dengan menggunakan metode
modern dressing.
Berikut ini diuraikan tentang kelebihan dan kekurangan dari ‘Perawatan Luka Konvensional’;
4) Dalam metode perawatan luka konvensional, beberapa hal yang sering terjadi antara lain:
a) Perawatan luka dilakukan sering (sehari 2-3 kali, bahkan lebih)
b) Pasien merasakan nyeri yang sering
c) Perbaikan luka yang lama
d) Perasaan minder pada pasien karena bau
5) Tentang penggunaan balutan, dalam perawatan luka konvensional, terdapat beberapa pendapat,
antara lain:
a) Orang percaya bahwa membiarkan luka pada kondisi bersih dan kering akan mempercepat
proses penyembuhan
..b) Oleh karena itu, pada perawatan luka konvensional atau orang yang zaman dahulu lakukan,
biasanya luka dibalut dengan menggunakan kain pembalut/balutan yang tipis, yang memungkinkan udara
masuk dan membiarkan luka mongering berbentuk ‘scab/koreng’.
c) Dengan adanya luka yang mongering berbentuk ‘koreng’ ini dianggap bahwa luka telah sembuh.
i. Pengetahuan dahulu menyatakan bahwa ‘scab/koreng’ atau ‘luka yang mengering’ merupakan
penghalang alami untuk mencegah hilangnya kelembaban.
ii. ‘Scab’ atau ‘luka yang mengering’ juga mencegah sel-sel baru untuk berkolonisasi di area luka.
iii. Ketika ‘scab’ tersebut mulai berubah bentuk, sel epidermis harus masuk ke lapisan dermis yang
paling dalam sebelum melakukan proliferasi, karena di area tersebut merupakan daerah yang lembab sel
dapat hidup.
iv. Dari proses tersebut dapat diketahui bahwa dalam lingkungan kering, luka akan memulih dari
dalam keluar.
Berikut ini diuraikan tentang kelebihan dan kekurangan dari ‘Perawatan Luka Modern’:
2) Mengenai penggunaan balutan dalam perawatan luka modern, maka criteria balutan, yang
digunakan antara lain:
a) Balutan dalam kondisi lembab merupakan cara yang paling efektif untuk penyembuhan luka.
b) Balutan dalam kondisi lembab tidak menghambat aliran oksigen, nitrogen dan zat-zat udara
lainya.
c) Kondisi lembab adalah lingkungan yang baik untuk sel-sel tubuh tetap hidup dan melakukan
replikasi secara optimum, karena pada dasarnya sel dapat hidup dilingkungan yang lembab atau basah.
(kecuali sel kuku dan rambut, sel-sel ini merupakan sel mati).
d) Mengenai penyembuhan dengan menggunakan lingkungan yang lembab sebagai
pemerhati perawatan luka, seharusnya memperkenalkan ke semua pihak tentang kondisi yang
mendukung penyembuhan luka ini.
e) Dengan menggunakan balutan yang lembab, maka klien dengan luka biasanya akan
jarang/kurang mengeluh rasa nyeri atau sakit yang dirasakan ketika luka dibiarkan dalam lingkungan
yang lembab.
f) Balutan yang mensupport lingkungan lembab pada luka ini, akan menjaga saraf dari lingkungan
luar dengan memberikan lingkungan yang lembab sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
g) (jika dengan balutan yang kerig, dikhawatirkan saraf akan mudah mengalami risiko kerusakan
selama berproliferasi).
3) Dalam metode perawatan luka modern, beberapa hal yang sering terjadi antara lain:
a) Perawatan luka bisa dilakukan 3-5 hari sekali/tergantung jenis luka dan kotornya balutan.
b) Pasien merasa nyaman.
c) Perbaikan luka lebih cepat.
d) Tidak bau.
e) Biaya perawatan lebih rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Maryunani, A (2013). Perawatan Luka Modern (Modern Woundcare) Terkini dan Terlengkap,
Sebagai Bentuk Tindakan Keperawatan Mandiri, Jakarta: Inmedia.
http://aryacare.blogspot.com/2017/01/perbandingan-perawatan-luka.html5. Pusat Diaabetes & Lipid
RSUPN CM (2007). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: BP FKUI.
1.
Aidia.2010.http://kuliahitukeren.blogspot.com/2010/12/merawat-luka-dekubitus.html
Ari.2008.http://www.slideshare.net/aripurwahyudi/perawatan-dekubitus-3617137
http://portaledukasi11.blogspot.com/2017/12/makalah-perawatan-pada-pasien-luka.html
http://nydy-999.blogspot.com/2014/06/tugas-kuliah-makalah-management.html
http://perawat-hebat.blogspot.com/2016/06/makalah-keperawatan-luka.html
http://diaryembunku.blogspot.com/2014/10/makalah-perawatan-luka.html