Anda di halaman 1dari 180

kebutuhan istirahat tidur

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istirahat dan tidur merupakan dasar yang dibutuhkan oleh semua orang. Untuk dapat berfungsi
secara normal, maka setiap orang memerlukan istirahat dan tidur yang cukup. Pada kondisi
istirahat dan tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh
hingga berada dalam kondisi yang optimal.
Setiap individu mempunyai kebutuhan istirahat dan tidur yang berbeda. Pola istirahat dan tidur
yang baik dan teratur memberikan efek yang bagus terhadap kesehatan. Namun dalam keadaan
sakit, pola tidur seseorang biasanya terganggu, sehingga perawat perlu berupaya untuk
membantu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur klien.
Istirahat dan tidur sangat penting bagi kesehatan. Orang yang sakit sering kali memerlukan
istirahat dan tidur lebih banyak dibandingkan biasanya. Sering kali, orang yang lemah karena
sakit menghabiskan sejumlah besar energi untuk kembali sehat atau melaksanakan aktivitas
kehidupan sehari-hari. Akibatnya, orang tersebut mengalami keletihan yang meningkat dan
sering serta membutuhkan istirahat dan tidur tambahan. Istirahat memulihkan energi seseorang,
yang memungkinkan orang tersebut untuk menjalankan fungsi dengan optimal. Apabila waktu
istirahat seseorang berkurang, orang tersebut sering kali mudah marah, depresi, dan lelah, serta
memiliki kontrol emosi yang buruk. Menyediakan lingkungan yang tenang untuk klien
merupakan fungsi penting perawat.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari Istirahat dan Tidur ?


2. Apakah fungsi dari Istirahat dan Tidur ?
3. Bagaimana mekanisme Istirahat dan Tidur ?
4. Bagaimana tahap-tahap Istirahat dan Tidur?
1. Bagaimana kebutuhan Istirahat dan Tidur dalam berbagai usia ?
2. Apa sajakah masalah yang sering kali ditemukan dalam pemenuhan
kebutuhan Istirahat dan Tidur ?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien gangguan pemenuhan
kebutuhan Istirahat dan Tidur ?
1.3 Tujuan
Untuk mempelajari serta memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan Istirahat dan Tidur serta aplikasi dalam asuhan keperawatan.
1.4 Manfaat

1. Menambah wawasan mahasiswa tentang kebutuhan Istirahat dan Tidur


2. Mengetahui masalah-masalah pada pasien dengan gangguan Istirahat dan Tidur
3. Menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan pelayanan keperawatan
kepada pasien
4. Menumbuhkan sikap “caring” terhadap pasien
5. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan
Istirahat dan Tidur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Istirahat dan Tidur
Kata ‘istirahat’ mempunyai arti yang sangat luas meliputi bersantai menyegarkan diri,
dalam menganggur setelah melakukan aktivitas, serta melepaskan diri dari apa pun yang
membosankan, menyulitkan, atau menjengkelkan. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa istirahat merupakan keadaan yang tenang, rileks, tanpa tekanan emosional dan
beban dari kecemasan (ansietas).
Makna istirahat dan kebutuhan tidur bervariasi pada setiap individu. Istirahat bermakna
ketenangan, relaksasi tanpa stres emosional, dan bebas dari ansietas. Oleh karena itu,
istirahat tidak selalu bermakna tidak beraktivitas; pada kenyataannya, beberapa orang
menemukan ketenangan dari beberapa aktivitas tertentu seperti berjalan di udara segar.
Saat istirahat diprogramkan untuk seorang klien, perawat dan klien harus sama-sama
mengetahui apakah klien tidak boleh beraktivitas dan apakah inaktivitas tersebut
melibatkan seluruh tubuh atau bagian tubuh (misal: sebuah lengan).
Seseorang dapat benar-benar istirahat bila:

1. Merasa segala sesuatu dapat diatasi dan di bawah kontrolnya.


2. Merasa diterima eksistensinya baik di tempat tinggal, kantor, atau di mana pun.
Juga termasuk ide-idenya diterima oleh orang lain.
3. Mengetahui apa yang terjadi.
4. Bebas dari gangguan dan ketidaknyamanan.
5. Memiliki kepuasan terhadap aktivitas yang dilakukannya.
1. Mengetahui adanya bantuan sewaktu-waktu bila memerlukannya.
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan
yang cukup. Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur diperlukan untuk
menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologis, dan kesehatan.
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia; tidur merupakan sebuah proses biologis yang umum
pada semua orang. Ditinjau dari sejarahnya, tidur dianggap sebagai keadaan tidak sadar. Tidur
dicirikan dengan aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran bervariasi, perubahan pada proses
fisiologis tubuh, dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal. Beberapa stimulus
lingkungan, seperti sebuah alarm detektor asap, biasanya akan membangunkan orang yang
sedang tidur, sementara suara bising lain tidak akan membangunkannya. Tampaknya bahwa
individu berespons terhadap stimulus bermakna saat tidur dan mengabaikan stimulus yang tidak
bermakna secara selektif.
Seseorangan dapat dikategorikan sedang tidur apabila terdapat tanda-tanda sebagai berikut:

1. Aktivitas fisik minimal.


2. Tingkat kesadaran yang bervariasi.
3. Terjadi perubahan-perubaahan proses fisiologis tubuh, dan
4. Penurunan respons terhadap rangsanan dari luar.
Selama tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubahan proses fisiologis. Perubahan tersebut,
antara lain:

1. Penurunan tekanan darah, denyut nadi.


2. Dilatasi pembulih darah perifer.
1. Kadang-kadang terjadi peningkatan aktivitas traktur gastrointestinal.
2. Relaksasi otot-otot rangka.
3. Basal metabolisme rate (BMR) menurun 10-30%.
Pada waktu tidur terjadi perubahan tingkat kesadaran yang berfluktuasi. Tingkat kesadaran pada
organ-organ pengindraan berbeda-beda. Organ pengindraan yang mengalami penurunan
kesadaran yang paling dalam selama tidur adalah indra penciuman. Hal ini dapat dibuktikan
dengan banyaknya kasus kebakaran yang terjadi pada malam hari tanpa disadari oleh
penghuninya yang sedang tidur. Organ pengindraan yang mengalami penurunan tingkat
kesadaran yang paling kecil adalah indra pendengaran dan rasa sakit. Ini menjelaskan mengapa
orang-orang yang sakit dan berada dalam lingkungan yang bising acap kali tidak dapat tidur.
Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi deaktifasi sistem saraf pusat. Sebab pada orang
yang tidur, sistem saraf pusatnya tetap aktif dalam sinkronisasi terhadap neuron-neuron
substansia retikularis dari batang otak. Ini dapat diketahui melalui pemeriksaan
electroenchepalogram (EEG). Alat tersebut dapat memperlihatkan fluktuasi energi (gelombang
otak) pada kertas grafik.
Fisiologi Tidur: Siklus alami tidur diperkirakan dikendalikan oleh pusat yang terletak di bagian
bawah otak. Pusat ini secara aktif menghambat keadaan terjaga, sehhingga menyebabkan tidur.
2.2 Fungsi Tidur

 Tidur memberi pengaruh fisiologis pada sistem saraf dan struktur tubuh lain.
 Tidur memulihkan tingkat aktivitas normal dan keseimbangan normal di antara bagian
sistem saraf.
 Tidur juga penting untuk sintesis protein, yang memungkinkan terjadinya proses
perbaikan.
Peran tidur dalam kesejahteraan psikologis paling terlihat dengan memburuknya fungsi mental
akibat tidak tidur. Individu dengan jumlah tidur yang tidak cukup cenderung menjadi mudah
marah secara emosional, memiliki konsentrasi yang buruk, dan mengalami kesulitan dalam
membuat keputusan.
2.3 Pengaturan Tidur
Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh integrasi tinggi
aktivitas sistem saraf pusat yang berhubungan dengan perubahan dalam sistem saraf peripheral,
endokrin, kardiovaskular pernapasan dan musukular. Tiap rangkaian diidentifikasi dengan
respon fisik tertentu dan pola aktivitas otak. Peralatan seperti elektroensefalogram (EEG), yang
mengukur aktivitas listrik dalam korteks serebral, elektromiogram (EMG) yang mengukur tonus
otot dan elektrookulogram (EOG) yang mengukur gerakan mata, memberikan informasi struktur
aspek fisiologis tidur
Control dan pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua mekanisme serebral yang
mengaktivasi secara intermiten dan menekan pusat otak tertinggi untuk mengkontrol tidur dan
terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan terjaga dan yang lain menyebabkan tertidur.
Sistem aktivasi retikular (SAR) berlokasi pada batang otak teratas. SAR dipercayai terdiri dari
sel khusus yang mempertahankan kewaspadaan dan terjaga. SAR menerima stimulus sensori
visual, auditori, nyeri, dan taktil. Aktivitas korteks serebral (mis. proses emosi atau pikiran) juga
menstimulasi SAR. Saat terbangun merupakan hasil neuron dalam SAR yang mengeluarkan
katekolamin seperti norepinefrin (Sleep Research Society, 1993).
Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dari sel tertentu dalam sistem tidur raphe pada
pons dan otak depan bagian tengah. Daerah otak juga disebut daerah sinkronisasi bulbar (bulbar
synchroningzing region, BSR). Apakah seseorang tetap terjaga atau tertidur tergantung pada
keseimbangan impuls yang diterima dari pusat yang lebih tinggi (mis. pikiran), reseptor sensori
perifer (mis. stimulus bunyi atau cahaya) dan sistem limbic (emosi)
Ketika orang mencoba tertidur, mereka akan menutup mata dan berada dalam posisi relaks.
Stimulus ke SAR menurun. Jika ruangan tetap dan aktivasi SAR selanjutan menururn. Pada
beberapa bagian, BSR mengambil alih, yang menyebabkan tidur.
2.4 Jenis-Jenis Tidur
Pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur dengan gerakan
bola mata cepat (Rapid Eye Movement – REM), dan tidur dengan gerakan bola mata
lambat (Non-Rapid Eye Movement – NREM).
2.4.1 Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebut berarti tidur
REM ini sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan kedua bola matanya bersifat
sangat aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah bertambah,
gerakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak-balik), sekresi lambung meningkat, ereksi
penis pada laki-laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung, dan pernafasan tidak teratur
sering lebih cepat, serta suhu dan metabolisme meningkat.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan menunjukkan gejala-gejala
sebagai berikut:

1. Cenderung hiperaktif.
1. Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosinya labil).
2. Nafsu makan bertambah.
3. Bingung dan curiga.

2.4.2 Tidur NREM


Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih
lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara
lain: mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernafasan turun,
metabolisme turun, dan gerakan bola mata lambat.
2.5 Siklus Tidur
Secara normal, pada orang dewasa, pola tidur rutin dimulai dengan period sebelum tidur, selama
seorang terjaga hanya pada rasa kantuk yang bertahap berkembang secara teratur. Periode ini
secara normal berakhir 10 hingga 30 menit, tetapi untuk seseorang yang memiliki kesulitan
untuk tertidur, akan berlangsung satu jam atau lebih.
Ketika seseorang tertidur, biasanya melewati 4 sampai 6 siklus tidur penuh, tiap siklus terdiri 4
tahap dari tidur NREM dan 1 periode dari tidur REM. Pola siklus biasanya berkembang dari
tahap 1 menuju ke tahap 4 NREM, diikuti kebalikan tahap 4 ke-3, lalu ke-2, diakhri dengan
periode dari tidur REM. Seseorang biasanya mencapai tidur REM sekitar 90 menit ke siklus
tidur.

(Skema siklus tidur)


Dengan tiap-tiap siklus yang berhasil, tahap 3 dan 4 memendek, dan memperpanjang periode
REM. Tidur REM dapat berakhir sampai 60 menit selama akhir siklus tidur. Tidak semua orang
mengalami kemajuan yang konsisten menuju ke tahap tidur yang biasa. Sebagai contoh, orang
yang tidur dapat berfluktuasi untuk interal pendek antara NREM tingkat 2, 3, dan 4 sebelum
masuk tahap REM. Jumlah waktu yang digunakan tiap tahap bervariasi. Perubahan tahap ke
tahap cenderung menemani pergerakan tubuh dan perpindahan untuk tidur yang dangkal
cenderung terjadi tiba-tiba, dengan perpindahan untuk tidur nyenyak cenderung bertahap (Closs,
1988). Jumlah siklus tidur tergantung pada jumlah total waktu yang klien gunakan untuk tidur.
KONDISI UNTUK ISTIRAHAT YANG CUKUP
KENYAMANAN FISIK
1. Eliminasi sumber-sumber yang mengiritasi fisik
2. Kotrol sumber nyeri
3. Control suhu ruangan
1. Pertahankan kesejajaran anatomis yang tepat atau posisi yang sesuai.
2. Pindahkan distraksi lingkungan
3. Sediakan ventilasi yang cukup
BEBAS DARI KECEMASAN
1. Buat keputusan sendiri
2. Berpartisipasi di dalam pelayanan kesehatan pribadi
1. Mempunyai pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami masalah dan
implikasi kesehatan
2. Praktikkan aktivitas yang mengistirahatkan secara teratur
3. Mengetahui bahwa lingkungan aman
TIDUR YANG CUKUP
1. Memperoleh jumlah jam tidur yang dibutuhkan untuk merasa segar kembali
2. Ikut kebiasaan hygiene yang baik sebelum tidur

2.6 Tahap-Tahap Tidur


TAHAPAN SIKLUS TIDUR
TAHAP 1: NREM
1. Tahap meliputi tingkat paling dangkal dari tidur
2. Tahap berakhir beberapa menit
1. Pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan secara
bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme
2. Seseorang dengan mudah terbangun oleh stimulus sensori seperti suara
3. Ketika terbangun, seseorang merasa seperti telah melamun
TAHAP 2: NREM
1. Tahap 2 merupakan periode tidur bersuara
2. Kemajuan relaksasi
3. Untuk terbangun masih relatif mudah
4. Tahap berakhir 10 hingga 20 menit
5. Kelanjutan fungsi tubuh menjadi lamban
TAHAP 3: NREM
1. Tahap 3 meliputi tahap awal dari tidur yang dalam
2. Orang yang tidur sulit dibangunkan dan jarang bergerak
3. Otot-otot dalam keadaan santai penuh
4. Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur
5. Tahap berakhir 15 hingga 30 menit
TAHAP 4: NREM
1. Tahap 4 merupakan tahap tidur terdalam
2. Sangat sulit untuk membangunkan orang yang tidur
1. Jika terjadi kurang tidur, maka orang yang tidur akan menghabiskan porsi
malam yang seimbang pada tahap ini
2. Tanda-tanda vital menurun secara bermakna dibanding selama jam terjaga
3. Tahap berakhir kurang lebih 15 hingga 30 menit
4. Tidur sambil berjalan dan enuresis dapat terjadi
TIDUR REM
1. Mimpi yang penuh warna dan tambah hidup dapat terjadi pada REM. Mimpi
yang kurang hidup dapat terjadi pada tahap yang lain
2. Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah mulai tidur
1. Hal ini dicirikan dengan respons otonom dari pergerakan mata yang cepat,
fluktuasi jantung dan kecepatan respirasi dan peningkatan atau fluktuasi tekanan
darah
2. Terjadi tonus otot skelet penurunan
3. Peningkatan sekresi lambung
4. Sangat sulit sekali membangunkan orang yang tidur
1. Durasi dari tidur REM meningkat pada tiap siklus dan rata-rata 20
menit

Perbandingan pola tidur normal pada orang dewasa muda dan dewasa lanjut. Orang dewasa
muda memiliki waktu terjaga yang lebih sedikit dan bergerak secara progresif selama tahap-
tahap tidur. Lansia lebih sering terjaga dan lebih banyak waktu yang terpakai dalam tahap tidur
ringan.
2.7 Kebutuhan Tidur
Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan. Tabel berikut ini
merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia.
Umur Tingkat perkembangan Jumlah kebutuhan tidur
0-1 bulan Bayi baru lahir 14-18 jam/hari
1-18 bulan Masa bayi 12-14 jam/hari
18 bulan-3 tahun Masa anak 11-12 jam/hari
3-6 tahun Masa prasekolah 11 jam/hari
6-12 tahun Masa sekolah 10 jam/hari
12-18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari
18-40 tahun Masa dewasa 7-8 jam/hari
40-60 tahun Masa muda paruh baya 7 jam/hari
60 tahun keatas Masa dewasa tua 6 jam/hari

2.8 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur


Kualitas maupun kuantitas tidur dipengharuhi oleh sejumlah faktor. Kualitas tidur merujuk pada
kemampuan individu untuk tetap tertidur dan mendapatkan sejumlah tidur REM dan NREM
yang pas. Kuantitas tidur adalah total waktu tidur individu.

1. 1. Sakit
Sakit yang menyebabkan nyeri atau gangguan fisik dapat menyebabkan masalah tidur. Orang
yang sakit memerlukan tidur yang lebih banyak dibandingkan keadaan normal dan irama tidur
dan bangun yang normal seringkali terganggu. Orang yang kurang mendapat waktu tidur REM
pada akhirnya menghabiskan lebih banyak waktu tidur dibandingkan orang normal pada tahap
tidur ini.
Kondisi pernapasan dapat menganggu tidur individu. Napas pendek sering kali membuat sulit
tidur dan orang yang mengalami sumbatan hidung atau drainasesinus dapat mengalami masalah
pernapasan dan kemudian dapat membuatnya sulit tidur.
Orang yang menderita tukak lambung atau duodenum akan mengalami gangguan tidur karena
rasa nyeri, seringkali akibat dari peningkatan sekresi lambung yang terjadi selama tidur REM.
Gangguan endokrin tertentu juga dapat memengaruhi tidur. Hipertiroidisme memperpanjang
waktu pratidur, membuat seorang klien sulit tertidur. Sebaliknya hipotiroidisme menurunkan
tidur tahap IV. Wanita yang memiliki kadar estrogen rendah seringkali melaporkan rasa letih
yang berlebihan. Selain itu, mereka dapat mengalami gangguan tidur, sebagian ketidaknyamanan
akibat rasa panas atau keringat malam yang dapat terjadi akibat penurunan kadar estrogen.
Peningkatan suhu tubuh dapat menyebabkan pengurangan tahap III dan IV tidur REM.
Kebutuhan untuk berkemih di malam hari juga mengganggu tidur dan orang yang terbangun di
malam hari untuk berkemih kadang kala mengalami kesulitan untuk dapat kembali tidur.

1. 2. Lingkungan
Lingkungan dapat mempercepat atau memperlambat tidur. Setiap perubahan misalnya, suara
bising dilingkungan dapat menghambat tidur. Ketiadaan stimulus yang biasa atau keberadaan
stimulus yang tidak biasa dapat mencegah orang untuk tidur. Tidur tahap I adalah tidur yang
paling ringan dan tidur tahap III dan IV adalah tidur yang paling dalam; hasilnya, suara yang
lebih keras dibutuhkan untuk membangunkan orang yang berada dalam tidur tahap III dan IV.
Namun, jika waktunya telah berlebihan, seseorang dapat menjadi terbiasa terhadap suara bising
sehingga tingkat suara tidak lagi berpengaruh.
Ketidaknyamanan akibat suhu lingkungan dan kurang ventilasi dapat memengaruhi tidur. Kadar
cahaya dapat menjadi faktor lain yang berpengaruh. Seseorang yang terbiasa tidur dalam gelap
mungkin sulit tidur pada keadaan terang.

1. 3. Letih
Diperkirakan bahwa orang yang letih sedang biasanya mengalami tidur yang tenang. Letih juga
memengaruhi pola tidur seseorang. Semakin letih seseorang, semakin pendek periode tidur REM
(paradoksikal) pertama. Saat seseorang beristirahat, periode REM menjadi lebih panjang.

1. 4. Gaya Hidup
Seseorang yang jam kerjanya bergeser dan sering kali berganti jam kerja harus mengatur
aktivitas untuk siap tertidur disaat yang tepat. Olah raga sedang biasanya kondusif untuk tidur.
Kemampuan seseorang untuk untuk relaks sebelum istirahat adalah faktor terpenting yang
memengaruhi kemampuan untuk tertidur.

1. 5. Stress Emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur. Seseorang yang pikirannya dipenuhi dengan
masalah pribadi mungkin tidak mampu relaks dengan cukup untuk dapat tidur. Ansietas
meningkat kadar norepinefrin dalam darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis. Perubahan
kimia ini menyebabkan kurangnya waktu tidur tahap IV NREM dan tidur REM serta lebih
banyak perubahan dalam tahap tidur lain dan lebih sering terbangun.

1. 6. Stimulan dan Alkohol


Minuman yang mengandung kafein bekerja sebagai stimulant sistem saraf pusat, sehingga
memengaruhi tidur . Orang yang minum alcohol dalam jumlah yang berlebihan mengganggu
tidur REM, walaupun dapat mempercepat awitan tidur. Sementara menggangti kehilangan
waktu tidur REM setelah beberapa efek yang disebabkan oleh alcohol mungkin tidak mampu
tidur dengan baik dan akibatnya menjadi mudah marah.

1. 7. Diet
Penurunan berat badan telah dihubungkan dengan pengurangan waktu tidur total serta tidur yang
terputus dan bangun tidur lebih awal. Di sisi lain, pertambahan berat badan tampak berhubungan
dengan peningkatan total waktu tidur, berkurangnya tidur yang terputus, dan bangun tidur lebih
lambat. L-triptofan dalam makanan, misalnya, dalam keju dan susu dapat menginduksi tidur,
sebuah bukti yang mungkin dapat menjelaskan mengapa susu hangat membatu seseorang untuk
tidur.

1. 8. Merokok
Nikotin memiliki efek stimulant pada tubuh, dan perokok sering kali lebih sulit tertidur
dibandingkan orang normal. Perokok biasanya mudah terbangun dan seringkali menggambarkan
diri mereka sebagai orang yang tidur diwaktu fajar. Dengan tidak merokok setelah makan
malam, seseorang biasnaya dapat tidur dengan lebih baik. Terlebih lagi, banyak orang yang
dahulunya perokok melaporkan bahwa pola tidur mereka membaik setelah mereka berhenti
merokok.

1. 9. Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga sering kali dapat mengatasi rasa letih seseorang. Misalnya, seorang
yang sudah lelah mungkin dapat tetap terjaga saat menghadiri konser yang menarik. Sebaliknya,
ketika seseorang mengalami rasa bosan dan tidak termotivasi untuk tetap terjaga, tidur seringkali
terjadi dnegan cepat.
10. Obat-obatan
Beberapa obat memengaruhi kualitas tidur. Hipnotik dapat memengaruhi tahap III dan IV tidur
NREM dan menekan tidur REM. Penyekat-beta diketahui menyebabkan insomnia dan mimpi
buruk. Narkotik, seperti meperidin hidroklorida (Demerol) dan morfin, diketahui menekan tidur
REM dan menyebabkan sering terbangun dan rasa ngantuk. Obat penenang memengaruhi tidur
REM. Amfetamin dan antidepresan menurunkan tidur REM secara tidak normal. Seorang klien
yang putus obat dari setiap obat-obatan ini mendapatkan lebih banyak tidur REM dibandingkan
biasanya dan akibatnya dapat mengalami mimpi buruk yang mengganggu.
2.9 Masalah Yang Seringkali Ditemukan dengan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat-Tidur
Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak di obati, secara umum akan menyebabkan
gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnya salah satu dari ketiga maslah berikut:
insomnia, adalah gerakan atau sensasi abnormal dikala tidur atau ketika terjaga ditengah malam,
atau rasa mengantuk yang berlebihan disiang hari (Naylor dan Aldrich, 1994). Banyak orang
dewasa di Amerika Serikat memiliki hutang tidur yang signifikan karena ketidak adekuatan
dalam hal kuantitas maupun kualitas tidur malamnya dan mengalami hipersomnolen di siang hari
selam melaksanakan aktivitas sehari-hari (National Commission on Sleep Disorders Research,
1993).
Gangguan tidur telah diklasifikasikan menjadi empat kategori utama (Thhorpy, 1994). Disomnia
adalah gangguan primer yang berasal dari sistem tubuh yang berbeda dan dibagi lagi menjadi
tiga kelompok besar. Gangguan tidur intrinsic meliputi gangguan untuk memulai dan
mempertahankan tidur, yaitu berbagai bentuk insomnia dan gangguan rasa kantuk yang
berlebihan seperti narkolepsi dan apnea tidur obstruktif. Gangguan tidur ekstrinsik terjadi akibat
beberapa factor eksternal, yang jika dihilangkan menyebabkan hilangnya gangguan tidur.
Gangguan irama sirkadian sewaktu tidur terjadi karena ketidaksejajaran antara waktu tidur dan
apa yang diinginkan oleh individu atau norma sosial. Parasomnia adalah perilaku tidak
diinginkan yang erjadi pada saat tidur, gangguan terjaga, terjaga sebagian, atau selama transisi
dalam siklus tidur atau dari tidur ke terbangun. Banyak gangguan tidur medis dan psikiatrik yang
berhubungan dengan gangguan tidur dan bangun. Gangguan tidur tersebut dibagi menjadi
gangguan tidur yang berhubungan dengan psikiatrik, neurologik, atau gangguan medis lainnya.
Gangguan tidur yang masih bersifat usulan adalah gangguan baru yang adekuat mengenai
keberadaan gangguan tersebut.
Riwayat kesehatan, social, keluarga, dan tidur yang lengkap dan cermat harus diperoleh untuk
mendapatkan informasi rinci tentang keluhan (Naylor dan Aldirch, 1994). Kajian laboratorium
tentang tidur sering kali digunakan untuk mendiagnosa gangguan tidur, termasuk menggunakan
polisomnogram (PSG) dimalam hari dan Multiple Sleep Latency Test(MSLT) (Carskadon,
1994). PSG melibatkan penggunaan EEG, EMG, dan EOG untuk memantau tahapan tidur dan
bangun selama tidur malam. MSLT memberi informasi objektif tentang tidur dan aspek-aspek
terpilih dari struktur tidur dengan mengukur seberapa cepat individu tertidur selama empat
kesempatan tidur siang sepanjang hari. Episode REM awitan tidur juga dicatat karena
abnormalitas ini berhubungan dengan beberapa gangguan tidur.

1. 1. Insomnia
Insomnia adala gejala yang dialami oleh klien yang mengalami kesulitan kronis untuk tidur,
sering terbangun dari tidur, dan atau tidur singkat atau tidur nonrestoratif (Zorick, 1994).
Penderita insomnia mengeluhkan rasa kantuk yang berlebihan disiang hari dan kuantitas dan
kualitas tidurnya tidak cukup. Namun, seringkali klien tidur lebih banyak yang disadarinya.
Insomnia dapat menandakan adanya gangguan fisik atau psikologis.
Seseorang dapat mengalami insomnia transien akibat stress situasional seperti masalah keluarga,
kerja atau sekolah, jet lag, penyakit, atau kehilangan orang yang dicintai. Insomnia dapat terjadi
berulang tetapi diantara episode tersebut klien dapat tidur dengan baik. Namun, kasus insomnia
temporer akibat situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk mendapatkan tidur yang
cukup, mungkin disebabkan oleh kekhawatiran dan kecemasan yang terjadi untuk mendapatkan
tidur yang adekuat tersebut.
Insomnia sering berkaitan dengan kebiasaan tidur yang buruk. Apabila kondisi
berlanjut,ketakutan tidak dapat tidur dapat cukup menyebabkan keterjagaan. Disiang hari,
seseorang dengan insomnia kronik dapat merasa mengantuk, letih depresi dan cemas.
Karena terdapat banyak penyebab insomnia, penatalaksanaannya melibatkan beberapa
pendekatan (walsh, Hartman dan kowall,1994). Sangat penting untuk menangani dengan tepat
masalah-masalah emosional atau medis yang mungkin menyebabkan maslah tidur ini. Terapi
dapat juga bersifat simptomatik, termasuk memeperbaiki tindakan higine tidur, umpan balik
biologis, teknik kognitif dan teknik relaksasi. Apabila insomnia merupakan akibat sekunder dari
perilaku sehat yang tidak tepat maka terapi diarahkan pada perubahan perilaku tersebut.
Misalnya, pada insomnia bergantung obat, klien tidak dapat tidur karena penggunaan obat
hipnotik yang berlebihan. Klien ini biasanya akan sangat terbantu dengan menghentikan
pemberian hipnotik tersebut secara bertahap.
Jenis insomnia yaitu :

1. insomnia insial adalah ketidakmampuan seseorang untuk dapat memulai tidur.

2. insomnia intermiten adalah ketidakmampuan seseorang untuk dapat mempertahankan tidur


atau keadaan sering terjaga dari tidur.
3. insomnia terminal adalah bangun secara dini dan tidak dapat tidur lagi.

Beberapa factor yang menyebabkan seseorang mengalami insomnia yaitu rasa nyeri, kecemasan,
ketakutan, tekanan jiwa kondisi, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur.

1. 2. Somnambulisme
Somnabulisme merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks mencakup adanya
otomatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu, menutup pintu, duduk di
tempat tidur, menabrak kursi, berjalan kaki, dan berbicara. Termasuk tingkah laku berjalan
dalam beberapa menit dan kembali tidur (Japardi 2002). Somnabulisme ini lebih banyak terjadi
pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Seseorang yang mengalami somnabulisme
mempunyai risiko terjadinya cedera. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi
somnabulisme yaitu dengan membimbing anak.

1. 3. Apnea Tidur
Apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya aliran udara melalui
hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Ada tiga jenis apnea tidur,
apnea sentral, obstruktif, dan campuran yang mempunyai komponen apnea sentral dan obstruktif.
Bentuk yang paling banyak terjadi, apnea tidur obstruktif (obstructive sleep apnea, OSA),
terjadi pada saat otot atau struktur rongga mulut atau tenggorok rileks pada saat tidur. Jalan
napas atas menjadi tersumbat sebagian atau seluruhnya, dan aliran udara pada hidung berkurang
(Hipopnea) atau berhenti (apnea) selama 30 detik (Guilleminault, 1994). Individu masih
berusaha untuk bernapas karena gerakan dada dan abdomen terus terjadi, yang sering kali
menyebabkan bunyi dengkuran atau dengusan yang keras. Pada saat napas hilang sebagian atau
seluruhnya, setiap gerakan diafragma yang berhasil dilakukan menjadi lebih kuat sampai
obstruktif tersebut berkurang. Abnormalitas structural seperti deviasi septum, polip hidung, atau
pembesaran tonsil dapat menyebabkan seseorang terbangun dari tidur dalam ke siklus tidur tahap
2. Pada kasus-kasus berat, ratusan episode hipopnea/apnea dapat terjadi setiap jam sehingga
menyebabkan gangguan yang parah pada tidur dalam. Rasa kantuk yang berebihan di siang hari
merupakan keluhan utama penderita OSA. The National Commission on Sleep Disorders
Research (1993) memperkirakan bahwa 18 juta orang diamerika serikat memenuhi criteria
diagnostic untuk OSA.
Apnea obstruktif menyebabkan penurunan kadar oksigen arteri yang serius. Klien
berisiko mengalami disritmia jantung, gagal jantung kanan, hipertensi pulmonal, serangan
angina, stroke, dan hipertensi. Pria usia pertengahan biasanya dianggap lebih sering terkena,
terutama jika mereka obesitas. Namun, penemuan terbaru menunjukkan bahwa wanita
pascamenopause juga relatif sering mengalami apnea tidur obstruktif yang berkaitan erat dengan
hipertensi (Gislason et al, 1993). Waktu tersering terjadinya kematian yang tampak terjadi secara
alami atau malah tidak dapat dijelaskan adalah antara pukul 4 dn 6. Beberapa peneliti meyakini
bahwa apnea tidur merupakan penyebab dari berbagai kematian ini(Berman et al, 1990.
Apnea tidur sentral (central sleep apnea, CSA) melibatkan disfungsi pada pusat
pengendalian pernapasan di otak. Impuls untuk bernapas sementara terhenti, dan aliran udara
pada hidung dan gerakan dnding dada juga terhenti. Saturasi oksigen dalam darah menurun.
Kondisi ini terjadi pada klien yang mengalami cedera batang otak, distrofi otot, dan ensefalitis
dan juga pada orang yang bernapas normal di siang hari. Kurang dari 10% apnea tidur berasal
dari sentral. Individu dengan CSA cenderung terbangun diwaktu tidur dan oleh karena itu, ia
mengeluh insomnia dan EDS. Klien juga mengalami dengkuran yang ringan da intermiten.
Klien yang mengalami apnea tidur sering kali tidak memiliki tidur dalam yang
siginifikan. Selain itu bnyak juga terjadi keluhan mengantuk yang berlebihan di siang hari,
serangan tidur, keletihan, sakit kepala dipagi hari, dan menurunnya gairah seksual.
Pengobatannya mencakup terapi untuk komplikasi jantung dan pernapasan yang utama dan
terapi untuk masalah emosional yang muncul akibat gejala dari gangguan ini. Higine tidur dan
program penuruna berat badan juga dapat membantu. Salah satu terapi yang paling efektif
adalah penggunaan alat penekan jalan napas positif yang kontinu di dalam hidung (continuous
positive airway pressure, CPAP) dim lam hari. Klien yang menggunakan CPAP harus memakai
masker pada hidungnya. Udara ruangan dialirkan melalui masker pada tekanan yang tinggi.
Tekanan udara mencegah kolapsnya jalan napas. Alat CPAP bersifat portabel dan efektif
terutama untuk apnea obstruktif pada kasus-kasus apnea tidur yang parah, tonsil, uvula, atau
bagian dari palatum mole dapat diangkat melalui pembedahan. Keberhasilan prosedur bedah
sangat bervariasi.

1. 4. Narkolepsi
Narkolepsi adalah disfungsi mekanisme yang mengatur keadaan bangun dan tidur. EDS
adalah keluhan utama paling sering yang berkaitan dengan gangguan ini. Di siang hari seseorang
dapat merasakn kantuk berlebihan yang datang secara mendadak dan jatuh tertidur. Tidur REM
dapat terjadi dalam 15 menit sewaktu tertidur. Katapleksi, atau kelemahan otot yang tiba-tiba
disaat emosi sedang kuat seperti marah, sedih, atau tertawa, dapat terjadi kapan saja disiang hari.
Apabila serangan katapleksi parah, klien dapat kehilangan control otot valunter dan jatuh
kelantai. Individu yang menderita narkolepsi dapat mengalami mimpi hidup, yang terjadi pada
saat orang tersebut tertidur, mimpi yang sulit dibedakan dari realita ( disebut halusinasi
hipnogik). Paralisis tidur, atau perasaan tidak mampu bergerak atau berbicara tepat sebelum
terbangun atau tertidur, merupakan gejala yang lain. Penelitian terakhir menunjukkan adanya
hubungan genetik untuk narkolepsi (Mitler et al, 1990; Aldrich, 1992).
Masalah signifikan untuk individu yang menderita narkolepsi adalah bahwa orang
tersebut jatuh tertidur tanpa bisa dikendalikan pada waktu yang tidak tepat. Serangan tidur dapat
dengan mudah disalahartikan dengan kemalasan, kurangnya minat terhadap aktivitas, atau
mabuk kecuali jika gangguan ini dipahami. Umumnya gejala pertama mulai muncul pada remaja
dan dapat dislahartikan dengan EDS yang juga bnyak terjadi pada remaja. Penderita narkolepsi
diobati dengan stimulant yang hanya dapat menigkatkan sebagian sebagian kesiagaan dan
mengurangi serangan tidur, serta obat yang menekan katapleksi dan gejala lain yang terkait
dengan REM. Tidur siang singkat tidak lebih 20 menit dpat membantu perasaan mengantuk yang
subjektif. Factor-faktor yang eningkatkan rasa kantuk pada klien narkolepsi (mis. Alcohol atau
aktivitas yang melelahkan) harus dihindari.

1. 5. Deprivasi Tidur
Deprivasi tidur adalah masalah yang dihadapi banyak klien sebagai akibat disomnia.
Penyebabnya dapat mencakup penyakit (mis, demam, sulit bernapas, atau nyeri), stress
emosional, obat-obatan, gangguan lingkungan (mis, asuhan keperawatan yang sering dilakukan),
dan keanekaragaman waktu yang terkait dengan waktu kerja. Dokter dan perawat cenderung
mengalami deprivasi tidur karena jadwal kerja yang panjang dan rotasi jam dinas. Gold et al
(1992) menemukan bahwa perawat yang bekerja dalam jam dinas yang dirotasi melaporkan
bahwa waktu tidurnya kurang dan secara signifikan cenderung banyak melaporkan kecelakaan
dan kesalahan dibandingkan dengan perawat yang bekerja satu hari langsung atau dinas malam.
Hospitalisasi, terutama di unit perawatan intensif, membuat klien rentan terhadap
gangguan tidur ekstrinsik dan sirkadian (Wood, 1992). Deprivasi tidur melibatkan penurunan
kuantitas dan kualitas tidur serta ketidakkonsistenan waktu tidur. Apabila tidur mengalami
gangguan atau terputus-putus, dapat terjadi perubahan urutan siklus tidur normal. Terjadi
deprivasi tidur kumulatif.
Respons seseorang terhadap deprivasi tidur sangat bervariasi. Klien dapat mengalami
berbagai gejala fisiologis dan psikologis. Keparahan gejala sering berhubungan dengan durasi
deprivasi tidur. Terapi yang paling efektif untuk deprivasi tidur adalah menghilangkan atau
memperbaiki factor-faktor yang mengganggu pola tidur. Perawat dapat memainkan peranan yang
penting dalam mengidentifikasi masalah-masalah deprivasi tidur yang dapat diobati.

1. 6. Parasomnia
Parasomnia adalah masalah tidur yang lebih banyak terjadi pada anak-anak dari pada
orang dewasa. Sindrom kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome ,SIDS)
dihipotesis berkaitan dengan apnea, hipoksia, dan aritmia jantung yang disebabkan oleh
abnormalitas dalam system saraf otonom yang dimanifestasikan selama tidur (Gilis dan Flemons,
1994). Baru-baru ini, the American Acadeny of Pediatrics menganjurkan agar bayi yang sehat
ditempatkan pada posisi miring atau telentang disaat tidur karena adanya hubungan antara posisi
telungkup dengan terjadinya SIDS (Long dan Barron, 1992).
Parasomnia yang terjadi pada anak-anak akan meliputi somnambulisme (berjalan dalam
tidur), terjaga malam, mimpi buruk, enuresis nocturnal (ngompol), dan menggeretakkan gigi
(bruksisme) (mindell,1993). Apabila orang dewasa mengalami hal ini maka hal tersebut dapat
mengindikasikangangguan yang lebih serius. Terapi khusus untuk gangguan ini bervariasi.
Namun, dalam semua kasus yang terpenting adalah mendukung klien dan mempertahankan
keamanannya. Misalnya, orang yang berjalan dalam tidur tidak menyadari lingkungan di
sekitarnya dan lambat bereaksi. Oleh karena itu risiko jatuh sangatlah besar. Perawat tidak boleh
mengejutkan klien yang sedang berjalan tidur tetapi membangunkan dengan lembut dan
membimbingnya dengan lembut dan membimbingnya kembali ke tempat tidur
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan

1. Riwayat tidur
a) kuantitas (lama tidur) dan kualitas watu tidur di siang dan malam hari
b) Aktivitas dan rekreasi yang di lakukan sebelumnya
c) Kebiasaan/pun saat tidur
d) Lingkungan tidur
e)Dengan siapa paien tidur
f) Obat yang di konsumsi sebelum tidur
g) Asupan dan stimulan
h) Perasaan pasien mengenai tidurnya
i)Apakah ada kesulitan tidur
j) Apakah ada perubahan tidur

2. Gejala Klinis
a) Perasaan Lelah
b) Gelisah
c) Emosi
d) Apetis
e) Adanya kehitaman di daerah sekitar mata bengkak
f) konjungtin merah dan mata perih
g) Perhatian tidak fokus
h) Sakit kepala

3. Penyimpangn Tidur
a) Insomnia
b) Somnambulism
c) Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak di sengaja (mengompol) terjadi pada anak-anak, remaja
danpaling banyak pada laki-laki, penyebab secara pasti belum jelas, namun ada bebrapa
faktoryang menyebabkan Enuresis seperti gangguan pada bladder, stres, dan toilet training
yangkaku.
d) Narkolepsi
Merupakan suatu kondisi yang di cirikan oleh keinginan yang tak terkendali untuk tidur, dapatdi
katakan pula bahwa Narkolepsi serangan mengantuk yang mendadak sehingga ia dapattertidur
pada setiap saat di mana serangn mengantuk tersebut datang.
Penyebabnya secara pasti belum jelas, tetapi di duga terjadi akibat kerusakan genetikasistemsaraf
pusat di mana periode REM tidak dapat di kendalikan. Serangan narkolepsi dapatmenimbulkan
bahaya bila terjadi pada waktu mengendarai kendaraan, pekerja yanng bekerjapada alat-alat yang
berputar-putar atau berada di tepi jurang.
e) Night Terrors
Adalah mimpi buruk, umumnya terjadi pada anak usia 6 tahun atau lebih, setelah tidurbeberapa
jam, anak tersebut langsung terjaga dan berteriak, pucat dan ketakutan.
f) Mendengkur
Disebabkan oleh adanya rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan mulut. Amandelyang
membengkak dan Adenoid dapat menjadi faktor yang turut menyebabkan mendengkur.Pangkal
lidah yang menyumbat saluran nafas pada lansia. Otot-otot dibagian belakang mulutmengendur
lalu bergetar bila di lewati udara pernafasan.

B. Diagnosis Kperawatan
1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kerusakan transfer oksigen,
gangguanmetabolisme,kerusakan eliminasi,,pengaruh obat,imobilisasi, nyeri pada kaki,
takut operasi,lingkungan yang mengganggu.
2. Cemas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk. tidur, henti nafas saat
tidur,a(sleepapnea) dan keetidak mampuan mengawasi prilaku.
3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan insomnia.
4. Gangguan ukaran gas berhubungan henti nafas saat tidur.
5. Potensial cidera berhubungan dengan Semnambolisme.
6. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penyimpangn tidur hipersomia.
C. Perencanaan Keperawatan

Tujuan :
Pereencanan keperawatan berhubungan dengan cara untuk mempertahan kan kebutuhanistirahat
dan tidur dalam batas normal.

Rencana Tindakan :
a) Lakukan identifikasi fsktor yang mempengaruhi masalah tidur.
b) Lakukan pengurangan distraksi lingkungan dan hal yang dapat mengganggu tidur.
c) Tingkatkan aktivitas pada siang hari
d) Coba untuk memicu tidur
e) kurangi potensial cedera selama tidur
f) Berikan pendidikan kesehatan dan lakukan rujukan jika di perlukan.

D. Pelaksanaan keperawatan.,

Tindakan keparawatan pada orang dewasa :


1. Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi masalah tidur.

a) Bila terjadi pada pasien rawat inap,masalah tidur di hubungkan dengan lingkungan
rumahsakit, maka :
• Libatkan pasien dalam pembuatan jadwal aktivitas
• Berikan obat analgrsik sesuai pro
• Berikan linngkungan yang suportif
• Jelaskan dan berikan dukungan pada pasien agar tidak takut akan cemas.
b) Bila faktor insomnia maka
• Anjurkan pasien memakan makanan yang berprotein tinggi sebelum tidur.
• Anjurkan pasien tidur pada waktu sama dan hindari tidur pada waktu siang dan sore hari.
• Anjurkan pasien tidur saat mengantuk.
• Anjurkan pasien mennghindari kegiatan yang membangkitkan minat sebelum tidur.
• Anjurkan pasien menggunakan teknik pelepasan otot serta meditasi sebelum tidur.
c) Bila terjadi somabulisme, maka :
• Berikan rasa aman pada diri pasien
• Bekerjasama dengan diazepam dalam tindakan pengobatan
• Cegah timbulnya cidera.

d) Bila terjadi enuresa, maka :


• Anjurkan pasien mengurangi minum beberapa jam sebelum tidur.
• Anjurkan pasien melakukan pengosongan kandungan kemih sebelum tidur.
• Bangunkan pasien pada malam hari untuk buang air kecil.

e) Bila terjadi Narkolepsi, maka :


• Berikan obat kelompok Amfetamin /kelomppok Metilfenidat hidroklorida (ritalin) Untuk
mengendalikan narkolepsi

2. Mengurangi distraksi lingkungan dan hal yang mengganggu tidur


• Tutup pintu kamar pasien
• Pasang kelambu/garden tempat tidur
• Matikan pesawat telapon
• Bunyikan musik yang lembut
• Redupkan atau matikan lampu
• Kurangi jumlah stimulus
• Tempatkan pasien dengan kawan sekamar yang cocok.

3. Meningkatkan aktivitas pada siang hari :


• Buat jadwal aktivitas yang dapat menolong pasien
• Usahakan pasien tidak tidur pada siang hari.
4. Membuat Pasien untuk memicu tidur.
• Anjurkan pasien mandi sebelum tidur
• Anjurkan pasien minum susu hangat.
• Anjurkan pasien membaca buku
• Anjurkan pasien menonton televisi
• Anjurkan pasien menggosok gigi sebelum tidur
• Anjurkan pasien embersihkan muka sebelum tidur
• Anjurkan pasien membersuihkan tempat tidur

5. Mengurangi potensial cedera sebelum tidur


• Gunakan cahaya lampu malam.
• Posisikan tempat tidur yang rendah.
• Letakkan bel dekat pasien.
• Ajarkan pasien untuk meminta bantuan
• Gantungkan selang Drainase di tempat tidur dan cara memindahkannya bila pasien
memekainnya.

6. Memberi pendidikan kesehatan dan rujukan.


• Ajarkan rutinitas jadwal tidur di rumah.
• Ajarkan pentingkan latihan reguler ± ½ jam.
• Penerangan tentang efek samping obat hipnotik
• Lakukan rujukan segera bila gangguan tidur kronis.

Tindakan Keperawatan Pada Anak


1. Masa Neonatus Dan bayi
• Beri sprai kering dan tebal untuk menutupi perlak.
• Hindarkan pemberian bantal yang terlalu banyak.
• Atur suhu ruangan menjadi 18o -21o C pada malam dan 15,5o-18o C pada siang.
• Berikan cahaya lampu yang lembut
• Yakinkan bayi merasa nyaman dan kering.
• Berikan aktivitas yang tenang sebelum menidurkan bayi
2. Masa Anak
• Berikan kebiasaan waktu tidur malam dan siang secara konsisten.
• Tempel jadwal tidur
• Berikan aktivitas yang tenang sebelum tidur.
• Dukung aktivitas ”pereda ketegangan” seperti bercerita.

3. Masa Sebelum Sekolah


• Berikan kebiasaan waktu tidur malam dan siang secara konsisten.
• Tempel jadwal tidur
• Berikan aktivitas yang tenang sebelum tidur.
• Dukung aktivitas ”pereda ketegangan” seperti bercerita
• Sering perlihatkan ketergantungan selama menjelang tidur.
• Berikan rasa aman dan nyaman ,Nyalakan lampu agak terang

4. Masa Sekolah
• Mengingatkan waktu istirahat dan tidur karena umumnya banyak beraktivitas.
5. Masa remaja
• Usia ini sering memrlukan waktu sebelum tidur cukup lama untuk berias dan
membersihkan diri

6.Masa Dewasa (Muda, Paruah Baya, dan Tua)


a) Bantu melepaskan ketegangan sebelum tidur.
• Berikan hiburan.
• Kurangi rasa nyeri.
• Bersihkan tempat tidur.
b) Membuat lingkungan menjadi aman serta dekat dengan perawat.
• Berikan selimut sehingga tidak kedinginan.
• Anjurkan pasien latihan relaksasi.
• Berikan makan ringan atau susu hangnt sebelum tidur.
• Berikan obat sedaktif sesuai program terapi kolaboratif.
• Bantu pasien mendapatkan posisi tidur yang nyaman.

E. Evaluasi Keperawatan
1) Klien menggunakan terapi relaksasi setiap makan malam sebelum pergi tidur denganmeminta
klien melaporkan keberhasilan tidur dan tetap tidur.
2) Klien melaporkan perasaan nyaman setelah terbangun di pagi hari dengan meminta
klienmelaporkan keberhasilan tidur dan tetap tidur.
3) Klien melaporkan dapat menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan dalam 4 minggu
denganmengobservasi ekspresi dan prilaku nonverbal pada saat klien terjaga.
4) Pola tidur normal untuk masa anak adalah 11-12 jam /hari terpenuhi, masa sekolah
10 jam/hari terpenuhi, masa remaja 7-8 jam/hari terpenuhi.

BAB BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang di butuhkan semua orang. Setiap
individu

DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2008. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Klien. Jakarta:
Salemba Medika
Judith
Korzier, Erb, Berman, Snyder. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses, &
Praktik, Edisi 7, Volume 1. Jakarta: EGC
Kozier, Erb, Berman, Snyder. 2011. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 7. Volume 2. Jakarta: EGC
Cairan dan Elektrolit
1. Pengertian
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 175
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu
bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi
dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air
(pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan
partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan.
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh
bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang
lainnya jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. Cairan tubuh
dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh,
sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga
kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler.
Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial
adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi
khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
2. Volume dan Distribusi Cairan Tubuh
a. Volume cairan tubuh
Total jumlah volume cairan tubuh (total body water/TBW) kira-kira 60% dari berat
badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini tergantung pada kandungan
lemak badan dan usia. Lemak jaringan sangat sedikit menyimpan cairan, dimana lemak pada
wanita lebih banyak dari pria sehingga jumlah volume cairan lebih rendah dari pria. Usia
juga berpengaruh terhadap TBW dimana makin tua usia makin sedikit kandungan airnya.
Sebagai contoh;
Karakteristik Volume Cairan Tubuh (Total Body
Water/TBW)
Bayi baru lahir 70%-80% dari Berat Badan
Usia 1 tahun 60% dari Berat Badan
Pubertas s.d usia 39 tahun:
a. Pria 60% dari Berat Badan
b. Wanita 52% dari Berat Badan
Usia 40 s.d 60 tahun :
a. Pria 55% dari Berat Badan
b. Wanita 47% dari Berat Badan
Usia diatas 60 tahun:
a. Pria 52% dari Berat Badan
b. Wanita 46% dari Berat Badan
b. Sumber air tubuh
Sumber Jumlah
Air minum 1.500 – 2.000 ml/hari
Air dalam makanan 700 ml/hari
Air dari hasil metabolisme tubuh 200 ml/hari
Jumlah 2.400 – 2.900 ml/hari
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 176
Air memiliki molekul yang kecil, sangat mudah berdifusi dan bersifat polar
(senyawa elektron) sehingga berkohesi satu dengan yang lainnya membentuk benda cair.
Fungsi vital air adalah pelarut yang sangat baik karena molekulnya dapat bergabung dengan
protein, hidrat arang, gula, dan zat yang terlarang lainnya. Dalam homeostatis jumlah air
tubuh selalu diupayakan konstan karena air tubuh yang keluar akan sama dengan jumlah air
yang masuk.
c. Distribusi cairan
Total cairan tubuh bervariasi menurut umur, berat badan (BB) dan jenis kelamin.
Jumlah cairan tergantung pada jumlah lemak tubuh, lemak tubuh tidak berair, jadi semakin
banyak lemak maka semakin kurang cairan. Air adalah komponen tubuh yang paling utama.
Air merupakan pelarut bagi semua zat terlarut dalam tubuh baik dalam bentuk suspensi
maupun larutan. Air tubuh total (Total Body Water/TBW) yaitu presentase dari berat air
dibandingkan dengan berat badan total, bervariasi menurut jenis kelamin, umur, dan
kandungan lemak tubuh. Pada orang dewasa 60% dari berat badan adalah air (air dan
elektrolit).
Cairan tubuh terdapat dalam dua kompartemen cairan : cairan intraseluler (cairan
dalam sel) dan ruang ekstraseluler (cairan di luar sel). Kurang lebih dua pertiga (2/3) dari
cairan tubuh berada dalam kompartemen cairan intraseluler, dan kebanyakan terdapat pada
masa otot skelet. Pada orang dewasa cairan intraseluler ±25 liter dengan ukuran rata-rata
atau ±40 % BB. Kompartemen ekstraseluler dibagi menjadi ruang intravaskuler, interstisiel,
dan transeluler. Cairan ekstraseluler di dalam tubuh berjumlah sepertiga (1/3) dari TBW
(Total Body Water) atau sekitar 20% BB. Ruang intravaskuler (cairan dalam pembuluh
darah) mengandung plasma (5%). Kurang lebih 3 liter dari rata-rata 6 liter cairan darah
terdiri dari plasma, tiga liter sisanya terdiri dari eritrosit, leukosit, dan trombosit. Ruang
interstisiel mengandung cairan yang mengelilingi sel dan berjumlah sekitar 8 liter pada orang
dewasa. Cairan ini terletak di antara sel sebanyak 15%. Limfe merupakan contoh cairan
interstisiel. Ruang transeluler merupakan bagian terkecil dari cairan ekstraseluler yang
mengandung ±1 liter cairan setiap waktu (1% sampai 2% BB). Contoh dari cairan transeluler
adalah cairan serebrospinal, pericardial, sinovial, intraocular, dan pleural, keringat serta
sekresi pencernaan.
Cairan ekstraseluler (CES) mengelilingi dan dapat masuk ke dalam sel, membawa
bahan-bahan yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel dari saluran
pencernaan dan paru-paru, kemudian mengangkat sampah bekas metabolisme ke paru-paru,
hepar, ginjal untuk dibuang. Sebagai contoh plasma membawa oksigen dalam hemoglobin
sel darah merah dari paru dan membawa glukosa dari gastrointestinal ke kapiler. Oksigen
dan glukosa berpindah melintasi membran kapiler ke ruang interstisiel kemudian melintasi
membran sel ke dalam sel. Plasma juga akan membawa produk sampah seperti
karbondioksida dari sel ke paru dan sampah metabolik ke ginjal.
Cairan intestisiel merupakan bagian terbesar dari cairan ekstraseluler dan
berhubungan erat dengan plasma. Cairan ini dipisahkan dengan plasma oleh selaput kapiler,
yang dapat dilalui oleh semua bahan kecuali sel-sel dan molekul protein yang besar. Kurang
lebih 93 % dari plasm adalah air, terlarut di dalamnya sel-sel darah merah, darah putih dan
trombosit.
Cairan yang bersirkulasi di seluruh tubuh dalam ruang cairan intrasel dan ekstrasel
mengandung elektrolit, mineral dan sel. Elektrolit merupakan sebuah unsur atau senyawa,
yang jika melebur atau larut di dalam air atau pelarut lain, akan pecah menjadi ion dan
mampu membawa muatan listrik. Elektrolit yang mempunyai muatan positif disebut kation
dan yang bermuatan negatif disebut anion. Konsentrasi setiap elektrolit di dalam cairan
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 177
intrasel dan ekstrasel berbeda, namun jumlah total anion dan kation dalam setiap
kompartemen cairan harus sama. Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh,
termasuk neuromuskuler dan keseimbangan asam basa.
Mineral, yang dicerna sebagai senyawa, biasanya dikenal dengan nama logam, non-
logam, radikal atau fosfat, bukan dengan nama senyawa, yang mana mineral tersebut
menjadi bagian di dalamnya. Mineral merupakan unsur semua jaringan dan cairan tubuh
serta penting dalam mempertahankan proses fisiologis. Mineral juga bekerja sebagai katalis
dalam respon syaraf, kontraksi otot, dan metabolisme zat gizi yang terdapat dalam makanan
serta mengatur keseimbangan elektrolit dan produksi hormon, menguatkan struktur tulang.
Sel merupakan unit fungsional dasar dari semua jaringan hidup. Contoh sel adalah sel darah
merah (SDM) dan sel darah putih (SDP).
Cairan tubuh normalnya berpindah antara kedua kompartemen atau ruang utama
dalam upaya untuk mempertahankan keseimbangan antara kedua ruang tersebut. Kehilangan
cairan tubuh dapat mengganggu keseimbangan ini.
Secara ringkas kompartemen cairan dibagi menjadi dua kompartemen utama,
yaitu:
1) Cairan intraseluler (CIS)
CIS adalah cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang dewasa, kira-kira dua
per tiga dari cairan tubuh adalah intraseluler, sama kira-kira 25 L pada rata-rata
pria dewasa (70 Kg). sebaliknya, hanya setengah dari cairan tubuh bayi adalah
cairan intraseluler.
2) Cairan ekstraseluler (CES)
CES adalah cairan di luar sel. Ukuran relatif dari CES menurun dengan
meningkatnya usia. Pada bayi baru lahir, kira-kira setengah cairan tubuh
terkandung di dalam CES. Setelah usia satu tahun, volume relatif CES menurun
sampai kira-kira sepertiga dari volume total. CES dibagi menjadi:
a) Cairan interstisiel (CIT)
Cairan ini berada di sekitar sel. Cairan limfe termasuk dalam volume
interstisial. Volume CIT kira-kira sebesar dua kali lebih besar pada bayi baru
lahir dibanding orang dewasa.
b) Cairan intravaskuler (CIV)
Cairan yang terkandung dalam pembuluh darah. Volume relatif dari CIV sama
pada orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata volume darah orang dewasa kira-
kira 5-6 L, 3 L dari jumlah itu adalah plasma, sisanya 2-3 L terdiri dari sel
darah merah (SDM), sel darah putih (SDP) dan trombosit.
c) Cairan transeluler (CTS)
Cairan yang terdapat di dalam rongga khusus dari tubuh. Cairan CTS meliputi
cairan cerebrospinal, pericardial, pleural, sinovial, cairan intraokular dan
sekresi lambung. Sejumlah besar cairan ini dapat bergerak ke dalam dan ke
luar ruang transeluler setiap harinya. Contoh, saluran gastrointestinal (GI)
secara normal mensekresi dan mereabsopsi sampai 6-8 L per hari.
Secara skematis Jenis dan jumlah cairan tubuh dapat digambarkan sebagai berikut :
Patricia A,potter.2006. fundamental keperawatan. Jakarta: EGC
Gambar 11.1. Skema jenis dan jumlah cairan tubuh
Tabel 11.1. Distribusi Cairan Tubuh
Kompartemen (%) terhadap BB Volume (Liter)
CIS 40 28
CES 20 14
Keterangan :
transelular hanya 1-2 % BB, meliputi cairan sinovial, pleura, intraokuler, dll.
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 179
Tabel 11.2. Nilai Rata-Rata Cairan Ekstraseluler (CES) Dan Cairan Intraseluler (CIS)
Pada Dewasa Normal Terhadap BB
Usia (Tahun) CES (% BERAT BADAN) CIS (% BERAT
BADAN)
Pria :
1. 20-39 tahun 26,7 33,9
2. 40-59 tahun 23,3 31,4
3. > 59 tahun 25,3 26,2
Wanita :
1. 20-39 tahun 25,1 25,1
2. 40-59 tahun 23,3 23,4
3. > 59 tahun 23,9 21,6
3. Fungsi cairan
1) Sarana untuk mengangkut zat-zat makanan ke sel-sel
2) Mengeluarkan buangan-buangan sel
3) Mmbentu dalam metabolisme sel
4) Sebagai pelarut untuk elektrolit dan non elektrolit
5) Membantu memelihara suhu tubuh
6) Membantu pencernaan
7) Mempemudah eliminasi
a. Mengangkut zat-zat seperti (hormon, enzim, sel darah putih, sel darah merah)
4. Keseimbangan cairan
Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake atau masukan cairan dan
pengeluaran cairan. Pemasukan cairan berasal dari minuman dan makanan. Kebutuhan
cairan setiap hari antara 1.800-2.500ml/hari. Sekitar 1.200 ml berasal dari minuman dan
1.000 ml dari makanan. Sedangkan pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk urin
1.200-1.500 ml/hari, feses 100 ml, paru-paru 300-500 ml dan kulit 600-800 ml.
Prinsip dasar keseimbangan cairan:
a. Air bergerak melintasi membran sel karena osmolaritas cairan interseluler dan
ekstraseluler tetapi hampir sama satu sama lain kecuali beberapa menit setelah
perubahan salah satu kompartemen.
b. Membran sel hampir sangat impermeabel terhadap banyak zat terlarut karena jumlah
osmol dalam cairan ekstraseluler atau intraseluler tetapi konstan, kecuali jika zat
terlarut ditambahkan atau dikurangi dari kompartemen ekstraseluler. Dengan
kondisi ini kita dapat menganalisis efek berbagai kondisi cairan abnormal terhadap
volume dan osmolaritas cairan ekstraseluler dan osmolaritas cairan intraseluler.
5. Komposisi Cairan Tubuh
Semua cairan tubuh adalah air larutan pelarut, substansi terlarut (zat terlarut)
a. Air
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 180
Air adalah senyawa utama dari tubuh manusia. Rata-rata pria Dewasa hampir 60%
dari berat badannya adalah air dan rata-rata wanita mengandung 55% air dari berat
badannya.
b. Solut (terlarut)
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis substansi terlarut (zat terlarut) elektrolit
dan non-elektrolit.
c. Elektrolit : Substansi yang berdiasosiasi (terpisah) di dalam larutan dan akan
menghantarkan arus listrik. Elektrolit berdisosiasi menjadi ion positif dan negatif dan
diukur dengan kapasitasnya untuk saling berikatan satu sama lain(miliekuivalen/liter).
Jumlah kation dan anion, yang diukur dalam miliekuivalen, dalam larutan selalu sama.
mol/L) atau dengan berat molekul dalam garam (milimol/liter, mEq/L)
Kation : ion-ion yang mambentuk muatan positif dalam larutan. Kation ekstraselular
utama adalah natrium (Na˖), sedangkan kation intraselular utama adalah kalium (K˖).
Sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa natrium ke luar dan kalium
ke dalam
Anion : ion-ion yang membentuk muatan negatif dalam larutan. Anion ekstraselular
utama adalah klorida (Clˉ), sedangkan anion intraselular utama adalah ion fosfat
(PO4ɜ).
Karena kandungan elektrolit dari palsma dan cairan interstisial secara esensial sama
(lihat Tabel. 1-2), nilai elektrolit plasma menunjukkan komposisi cairan ekstraselular,
yang terdiri atas cairan intraselular dan interstisial. Namun demikian, nilai elektrolit
plasma tidak selalu menunjukkan komposisi elektrolit dari cairan intraselular.
Pemahaman perbedaan antara dua kompartemen ini penting dalam mengantisipasi
gangguan seperti trauma jaringan atau ketidakseimbangan asam-basa. Pada situasi ini,
elektrolit dapat dilepaskan dari atau bergerak kedalam atau keluar sel, secara bermakna
mengubah nilai elektrolit palsma.
d. Non-elektrolit : Substansi seperti glokusa dan urea yang tidak berdisosiasi dalam larutan
dan diukur berdasarkan berat (miligram per 100 ml-mg/dl). Non-elektrolit lainnya yang
secara klinis penting mencakup kreatinin dan bilirubin.
Tabel 11.3. Unsur Utama Kompartemen Cairan Tubuh
Unsur
Elektrolit
Berat
Gram-
molekul
INTRA
SELULER
EKSTRASELULER
Intravaskuler Interstitial
Natrium
23,0 10 145 142

(mEq/L)
Kalium 39,1 140 4 4
Kalsium 40,1 <1 3 3
Magnesium 24,3 50 2 2
Klorida 35,5 4 105 110
Bikarbonat 61,0 10 24 28
Fosfat 31,0 75 2 2
Protein (g/dl) 16 7 2
TABEL 11.4 Intake dan Outut Rata-rata Harian
INTAKE (RANGE) OUTPUT (RANGE)
AIR (ml)
1. Air minum = 1400-1800 1. Urine = 1400-1800
2. Air dalam makanan = 7000-1000 2. Feces = 100
3. Air hasil oksidasi = 300-400 3. Kulit = 300-500
4. Paru-paru = 600-800
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 181
TOTAL = 2400-3200 TOTAL = 2400-3200
Feces 5 (2-20) 
Natrium (mEq) ==70 (50-100) Urine = 65 (50-100)

Feces 10 (2-40) 
Kalium (mEq) = =100 (50-120) Urine = 90 (50-120)

Feces = 20 (2-50) 
Magnesium (mEq) = 30 (5-60) Urine = 10 (2-20)

Feces 12 (2-30)
Kalsium (mEq) ==15 (2-50) Urine = 3 (0-10)

Protein (g) = 55 (30-80)
Nitrogen (g) = 8 (4-12)
Kalori = 1800-3000
Loss (IWL)
penghitungan sebagai berikut :
a) Dewasa = 15 cc/kg BB/hari
b) Anak = (30 – usia (th)) cc/kg BB/hari
Jika ada kenaikan suhu :
IWL = 200 (suhu badan sekarang – 36.8C)
(Dari Iwasa M, Kogoshi S. Fluid Therapy. Bunko do, 1995. P 8.)
Tabel 11.5 Jumlah Kehilangan Air Dan Elektrolit Per 100 Kcal Bahan Metabolik
Dalam Keadaan Normal Maupun Sakit
CARA
HILANG
KEADAAN NORMAL KEADAAN SAKIT
H2O
(ml)
Na
(mEq)
K
(mEq)
H2O
(ml)
Na
(mEq)
K
(mEq)
Evaporasi
1. Paru 15 0 0 10-60 0 0
2. Kulit 40 0,1 0,2 20-100 0,1-3,0 0,2-1,5
Tinja 5 0,1 0,2 0-50 0,1-4,0 0,2-3,0
Air Kemih 65 3 0,2 0-400 0-30,0 0-30,0
TOTAL 125 3,2 2,4
6. Faktor yang memengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit
a.Usia
Asupan cairan individu bervariasi berdasarkan usia. Dalam hal ini, usiaberpengaruh
terhadap proporsi tubuh, luas permukaan tubuh, kebutuhan metabolik, serta berat badan.
Bayi dan anak di masa pertunbuhan memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih besar
dibandingkan orang dewasa.Karenanya, jumlah cairan yang diperlukan dan jumlah cairan
yang hilang juga lebih besar dibandingkan orang dewasa. Besarnya kebutuhan cairan pada
bayi dan anak-anak juga dipengaruhi oleh laju metabolik yang tinggi serta kondisi ginjal
mereka yang belum atur dibandingkan ginjal orangdewasa. Kehilangan cairan dapat terjadi
akibat pengeluaran cairan yang besar dari kulit dan pernapasan. Pada lansia,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sering disebabkan oleh masalah jantung atau
gangguan ginjal.
b. Aktivitas

Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan dan


elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam tubuh. Hal
ini mengakibatkan penigkatan haluaran cairan melalui keringat. Dengan demikian,
jumlah cairan yang dibutuhkan juga meningkat. Selain itu,kehilangan cairan yang
tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami peningkatan laju pernapasan dan
aktivasi kelenjar keringat.
c. Iklim
Normalnya, individu yang tinggal di lingkungan yang iklimnya tidak terlalu
panas tidak akan mengalami pengeluaran cairan yang ekstrem melalui kulit dan
pernapasan. Dalam situasi ini, cairan yang keluar umumnya tidak disadari (insensible water
loss/IWL). Besarnya IWL pada tiap individu bervariasi, dipengaruhi oleh suhu lingkungan,
tingkat metabolisme,dan usia. Individu yang tinggal di lingkungan yang bersuhu tinggi atau
didaerah deangan kelembaban yang rendah akan lebih sering
mengalami kehilangan cairandan elektrolit. Demikian pula pada orang yang bekerja berat
di lingkungan yang bersuhu tinggi,mereka dapat kehilangan cairan sebanyak lima litersehari
melalui keringat. Umumnya, orang yang biasa berada di lingkungan panas akan kehilangan
cairan sebanyak 700 ml per jam saat berada ditempat yang panas, sedangkan orang yang
tidak biasa berada di lingkungan panas dapat kehilangan cairan hingga dua liter per jam.
d.Diet
Diet seseorang berpengaruh juga terhadap asupan cairan dan elektrolit. Jika
asupan maknan tidak seimbang, tubuh berusaha memcah simpanan protein dengan
terlebih dahulu memecah simpanan lemak dan glikogen. Kondisi ini menyebabkan
penurunan kadar albumin.
d. Stress

Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh. Saat stress,
tubuh mengalami peningkatan metabolisme seluler, peningkatan konsentrasi glukosa darah,
dan glikolisis otot. Mekanisme ini mengakibatkan retensi air dan natrium.Disamping itu,
stress juga menyebabkan peningkatan produksi hormon antidiuritik yang dapat mengurangi
produksi urin.
e. Penyakit
Trauma pada jaringan dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit dasar
sel atau jaringan yang rusak (mis. luka robek, atau luka bakar). Pasien yang
menderita diare juga dapat mengalami peningkatan kebutuhan cairan akibat kehilangan
cairan melalui saluran gastrointestinal. Gangguan jantung dan ginjal
juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Saat aliran darah ke
ginjal menurun karena kemampuan pompa jantung menurun, tubuh akan
melakukan penimbunan cairan dan natrium sehingga terjadi retensi cairan dan
kelebihan beban cairan (hipervelomia). Lebih lajut, kondisi ini dapat menyebabkan edema
paru. Normalnya, urin akan dikeluarkan dalam jumlah yang cukup untuk menyeimbangkan
cairan dan elektrolit serta kadar asam dan basa dalam tubuh.
Apabila asupan cairan banyak, ginjal akan memfiltrasi cairan lebih banyak dan
menahan ADH sehingga produksi urin akan meningkat. Sebaliknya, dalam keadaan
kekurangan cairan, ginjal akan menurunkan produksi urin dengan berbagi cara.
Diantaranya peningkatan reapsorpsi tubulus, retensi natrium dan pelepasan renin. Apabila
ginjal mengalami kerusakan, kemampuan ginjal untuk melakukan regulasi akan menurun.
Karenanya, saat terjadi gangguan ginjal (mis. gagal ginjal) individu dapat mengalami
oliguria (produksi urin kurang dari 40ml/ 24 jam) sehingga anuria (produksi urin kurang
dari 200 ml/ 24 jam).
f. Tindakan Medis
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 183
Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap kebutuhan cairan
dan elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan cairan lambung dapat menyebabkan penurunan
kadar kalsium dan kalium.
g. Pengobatan
Penggunaan beberapa obat seperti diuretik maupun laksatif secara berlebihan
dapat menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam tubuh.Akibatnya, terjadi
defisit cairan tubuh. Selain itu, penggunan diuretik menyebabkan kehilangan natrium
sehingga kadar kalium akan meningkat. Penggunaan kortikostreroid dapat pula
menyebabkan retensi natrium dan air dalam tubuh.
h.Pembedahan
Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami ketidakseimbangan
cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah selama periode operasi,
sedangkan beberapa klien lainya justru mengalami kelebihan beban cairan akibat asupan
cairan berlebih melalui intravena selama pembedahan atau sekresi hormon ADH selama
masa stress akibat obat- obat anastesia.
7. Pergerakan cairan tubuh
Cairan di dalam tubuh tidak statis, tetapi mengalami pergerakan. Cairan dan elektrolit
bergerak dari satu kompartemen ke kompartemen lain untuk memfasilitasi proses-proses
yang terjadi di dalam tubuh, seperti oksigenasi jaringan, respon terhadap penyakit,
keseimbangan asam basa, dan respon terhadap terapi obat. Pergerakan cairan dan elektrolit
melalui tiga fase. Pada fase pertama plasma darah bergerak dalam tubuh melalui sistem
sirkulasi, nutrisi dan cairan diambil dari paru dan traktus gastrointestinal. Pada fase kedua,
cairan interstisiel dan komponennya bergerak diantara kapiler darah dan sel. Pada fase ketiga
cairan akan bergerak dari interstisiel ke sel. Pada arah sebaliknya, cairan dan komponennya
akan bergerak balik dari sel ke ruang interstisiel dan kemudian ke kompartemen
intravaskuler. Cairan intravaskuler kemudian akan membawa cairan ke ginjal, dimana
produk metabolik akan diekskresikan.
Kapiler dan membran seluler dalam tubuh dikenal sebagai selectively permeable,
karena tidak semua substansi bisa melewati membran ini dengan mudah. Bahan seperti
glikogen dan protein tidak bisa dengan mudah melewati kapiler dan membran seluler. Bahan
organik seperti asam amino dan glukosa dapat dengan bebas melewati membran seluler,
meskipun terkadang membutuhkan bantuan traspor aktif. Membran semipermiabel tubuh
meliputi:
a) Membran sel : memisahkan CIS dari CIT dan terdiri atas lipid dan protein
b) Membran kapiler : memisahkan CIV dari CIT
c) Membran epithelial : memisahkan CIT dan CIV dari CTS. Contoh membran ini
adalah epithelium mukosal dari lambung dan usus, membran sinovial, dan tubulus
ginjal.
Cairan tubuh dan elektrolit berpindah melalui difusi, osmosis, transportasi aktif, atau
filtrasi. Perpindahan tersebut tergantung pada permeabilitas membran sel atau kemampuan
membran untuk ditembus cairan dan elektrolit.
a. Difusi
Difusi didefinisikan sebagai kecenderungan alami dari suatu substansi untuk bergerak
dari suatu area dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke area dengan konsentrasi yang lebih
rendah. Difusi terjadi melalui perpindahan tidak teratur (random) dari ion dan molekul.
Suatu contoh difusi adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida antara kapiler dan alveoli.
Proses difusi dapat dilihat pada gambar berikut:
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 184
Gambar 11.2 Proses Difusi O2 dan CO2
Difusi dapat terjadi jika memenuhi syarat sebagai berikut:
(a) Bila partikel tersebut cukup kecil untuk melewati pori-pori protein (misal air dan
urea), maka akan terjadi difusi sederhana
(b) Bila partikel tersebut larut dalam lemak (misal oksigen dan karbondioksida), maka
akan terjadi difusi sederhana
(c) Partikel tidak larut lemak seperti glukosa harus berdifusi ke dalam sel melalui
substansi pembawa, maka akan terjadi difusi dipermudah.
2) Faktor yang meningkatkan difusi:
(a) Peningkatan suhu
(b) Peningkatan konsentrasi partikel
(c) Penurunan ukuran atau berat molekul dari partikel
(d) Peningkatan area permukaan yang tersedia untuk difusi
(e) Penurunan jarak lintas di mana massa partikel harus berdifusi
b. Osmosis
Osmosis adalah perpindahan pelarut murni, seperti air, melalui membran
semipermeabel yang berpindah dari larutan yang memiliki konsentrasi solut rendah ke
larutan yang memiliki konsentrasi solut tinggi. Membran tersebut permeable terhadap zat
pelarut, tetapi tidak permeable terhadap solut (zat terlarut), yang berupa materi partikel.
Kecepatan osmosis tergantung pada konsentrasi solut di dalam larutan, suhu larutan, muatan
listrik solut, dan perbedaan antara tekanan osmosis yang dikeluarkan oleh larutan.
Konsentrasi larutan diukur dalam osmol, yang mencerminkan jumlah substansi dalam larutan
yang berbentuk molekul, ion atau keduanya. Dalam osmosis ada tiga istilah penting, yaitu:
Tekanan osmotik : Tekanan dengan kekuatan untuk menarik air dan kekuatan ini bergantung
pada jumlah molekul di dalam larutan. Tekanan ini diberikan melalui
membran semipermiabel dan tekanan ini tergantung kepada aktivitas solut
yang dipisahkan oleh membran.
Tekanan onkotik : Tekanan osmotik yang dihasilkan oleh protein (misal albumin), tekanan
onkotik akan menjaga cairan tetap berada di dalam kompartemen
intravaskuler.
Diuretik osmotik : Terjadi ketika terdapat peningkatan keluaran urine yang diakibatkan oleh
ekskresi substansi seperti glukosa, manitol, atau agen kontras dalam urin.
Contoh osmosis adalah sebagai berikut:
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 185
Apabila konsentrasi solut pada salah satu sisi membran semipermiabel lebih besar,
maka laju osmosis akan lebih cepat sehingga terjadi percepatan transfer zat pelarut
menembus membran semipermiabel. Hal ini akan terus berlanjut sampai tercapai
keseimbangan.
Osmolalitas merupakan pengukuran kemampuan larutan untuk menciptakan tekanan
osmotik dan dengan demikian akan mempengaruhi gerakan cairan. Osmolalitas juga
menggambarkan konsentrasi larutan, menunjukkan jumlah partikel dalam satu liter larutan
dan diukur dengan miliosmol per liter (mOsm/L). Suatu larutan yang osmolalitasnya sama
dengan plasma disebut isotonik. Pemberian larutan isotonik melalui IV akan mencegah
perpindahan cairan dan elektrolit dari kompartemen intrasel. Larutan hipotonik IV memiliki
osmolalitas lebih rendah daripada plasma, larutan ini akan mengakibatkan air berpindah ke
dalam sel. Larutan hipertonik memiliki osmolalitas lebih tinggi dari plasma, sehingga
membuat air keluar dari sel.
Perubahan osmolalitas ekstraseluler dapat mengakibatkan perubahan pada volume
cairan ekstraseluler dan intraseluler.
a. Penurunan osmolalitas CES ------gerakan air dari CES ke CIS
b. Peningkaan osmolalitas CES-----gerakan air dari CIS ke CES
Air akan terus bergerak sampai osmolalitas dari kedua kompartemen mencapai
ekuilbrium.
c. Transpor aktif
Transport aktif memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi untuk
menggerakkan berbagai materi guna menembus membran sel. Hal ini memungkinkan sel
menerima molekul yang lebih besar dari sel tersebut, selain itu sel dapat menerima atau
memindahkan molekul dari daerah berkonsentrasi tinggi. Pada transport aktif, substansi
dapat berpindah dari larutan dengan konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Transport aktif
ditingkatkan oleh molekul pembawa (carrier molecule) yang berada di antara sel, yang akan
mengikat diri mereka sendiri dengan molekul yang masuk ke dalam sel. Transport aktif
merupakan mekanisme sel-sel yang mengabsorbsi glukosa dan substansi-substansi lain untuk
melakukan aktivitas metabolik. Contoh transport aktif adalah pompa natrium dan kalium.
Natrium dipompa keluar dari sel dan kalium dipompa masuk ke dalam sel, melawan gradien
konsentrasi.
Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu :
1) Fase I :
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 186
Plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, dan nutrisi dan
oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.
2) Fase II :
Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel
3) Fase III :
4) Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial masuk ke
dalam sel pembuluh darah kapiler dan membran sel yang merupakan membrane
semipermiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam cairan
tubuh ikut berpindah.
d. Filtrasi
Filtrasi merupakan suatu proses pemindahan air dari substansi yang dapat larut secara
bersamaan sebagai respon terhadap adanya tekanan cairan. Proses ini berlangsung aktif di
bantalan kapiler, tempat perbedaan tekanan hidrostatik atau gradien yang menentukan
perpindahan air, elektrolit, dan substansi terlarut lain yang berada di antara cairan kapiler dan
cairan interstisiel. Perpindahan terjadi dari area dengan tekanan tinggi ke area dengan
tekanan rendah.
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang dihasilkan oleh suatu liquid di dalam sebuah
ruangan. Darah dan cairan arteri akan memasuki ruang kapiler jika tekanan hidrostatik lebih
tinggi dari tekanan interstisiel, sehingga cairan dan solut berpindah dari kapiler menuju sel.
Pada ujung bantalan vena kapiler, cairan dan produk-produk sisa metabolisme berpindah dari
sel menuju kapiler , karena tekanan hidrostatiknya lebih kecil dari tekanan interstisiel.
8. Pengaturan cairan
Air penting untuk kehidupan, orang dapat hidup beberapa minggu tanpa makanan,
tetapi hanya dapat hidup beberapa tanpa air. Air mempertahankan volume darah, mengatur
suhu, mengantarkan elektrolit dan nutrien ke dan dari sel, dan merupakan bagian dari banyak
reaksi biologis. Secara kimiawi, air dan elektrolit bekerja sama untuk mempertahankan
keseimbangan air. Masukan air diatur melalui sensasi haus, air dan elektrolit secara terus-
menerus hilang dan diganti. Keseimbangan air diatur terutama oleh ginjal yang berespon
terhadap konsentrasi solut yang terdapat dalam cairan tubuh yang telah disaring.
Pada kondisi normal, intake cairan mengimbangi kehilangan cairan. Kondisi sakit
keseimbangan cairan akan mengalami gangguan, sehingga akan terjadi tubuh kekurangan
cairan atau kelebihan cairan. Secara normal, kehilangan cairan terjadi untuk
mempertahankan fungsi tubuh. Kehilangan cairan itu bisa melalui udara pernafasan,
penguapan dari kulit, pengeluaran dari ginjal sebanyak 500 ml, dan cairan yang dibutuhkan
untuk mengeluarkan sampah metabolik. Total pengeluaran perhari kira-kira 1300 ml perhari.
Kandungan air tubuh yang aktual tergantung dari variabel, seperti umur, jenis kelamin,
komposisi tubuh, dan proses penyakit. Orang dewasa terdiri dari kira-kira 60 % air, bayi
kira-kira 77 %. Wanita mempunyai kandungan air yang sangat sedikit daripada pria karena
jumlah lemak yang lebih banyak. Terdapat hubungan terbalik antara air tubuh dan jaringan
adipose (lemak), makin banyak jaringan adipose, makin sedikit air tubuh. Banyak proses
penyakit mempengaruhi air tubuh, contohnya gagal ginjal, gagal jantung kongestif, dan
disfungsi gastrointestinal. Kondisi abnormal ini mempengaruhi konsentrasi elektrolit yang
terdapat dalam CIS dan CES dan menyebabkan perpindahan cairan antar kompartemen.
Sejumlah mekanisme homeostatik bekerja tidak hanya untuk mempertahankan
konsentrasi elektrolit dan osmotik dari cairan tubuh, tetapi juga volume cairan total tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit normal adalah akibat dari keseimbangan dinamis antara
makanan dan minuman yang masuk dengan keseimbangan yang melibatkan sejumlah besar
system organ. Yang banyak berperan adalah ginjal, sistem kardiovaskuler, kelenjar hipofise,
kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal dan paru-paru.
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 187
a. Ginjal
Ginjal merupakan pengendali utama terhadap kadar cairan dan elektrolit tubuh. Total
body water (TBW) dan konsentrasi elektrolit sangat ditentukan oleh apa yang disimpan
oleh ginjal. Ginjal sendiri diatur oleh sejumlah hormon dalam menjalankan fungsinya.
Fungsi utama ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan adalah:
1) Pengaturan volume dan osmolalitas CES melalui retensi dan ekskresi selektif
cairan tubuh.
2) Pengaturan kadar elektrolit dalam CES dengan retensi selektif substansi yang
dibutuhkan dan ekskresi selektif substansi yang tidak dibutuhkan
3) Pengaturan pH CES melalui retensi ion-ion hidrogen
4) Ekskresi sampah metabolik dan substansi toksik,
Fungsi ginjal menurun seiring dengan bertambahnya umur.
b. Kardiovaskuler
Kerja pompa jantung mensirkulasi darah melalui ginjal di bawah tekanan yang sesuai
untuk menghasilkan urine. Kegagalan pompa jantung ini mengganggu perfusi ginjal,
sehingga akan mengganggu pengaturan air dan elektrolit.
c. Paru-paru
Melalui ekshalasi, paru-paru membuang kira-kira 300 ml air setiap hari pada orang
dewasa normal. Kondisi-kondisi abnormal, seperti hiperpnea (respirasi dalam yang
abnormal) atau batuk yang terus menerus meningkatkan kehilangan air, ventilasi
mekanik dengan air yang berlebihan menurunkan kehilangan air. Paru-paru mempunyai
peran penting dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa. Perubahan pada proses
penuaan yang normal menghasilkan penurunan fungsi pernafasan, menyebabkan
kesukaran dalam pengaturan pH pada individu usia lanjut yang menderita penyakit
gawat atau mengalami trauma.
d. Kelenjar pituitari
Hipotalamus menghasilkan suatu substansi antidiuretik hormon (ADH), yang disimpan
dalam kelenjar pituitary posterior dan dilepaskan jika diperlukan. Fungsi ADH termasuk
mempertahankan tekanan osmotik sel dengan mengendalikan retensi atau ekskresi air
oleh ginjal dan dengan mengatur volume darah.
e. Kelenjar adrenal
Aldosteron, suatu mineralkortikoid yang disekresikan oleh zona glumerosa dari korteks
adrenal. Peningkatan sekresi aldosteron menyebabkan retensi natrium dan kehilangan
kalium, sebaliknya penurunan sekresi aldosteron menyebabkan kehilangan natrium dan
air serta retensi kalium.
f. Kelenjar parathyroid
Kelenjar parathyroid yang terletak di sudut kelenjar tiroid, mengatur keseimbangan
kalsium dan fosfat melalui hormon parathyroid (PTH). PTH mempengaruhi resorpsi
tulang, absorpsi kalsium dari usus halus, dan resorpsi kalsiumdari tubulus ginjal.
9. Mekanisme Homeostasis yang Mengatur Cairan dan Elektrolit Tubuh
1) Baroreseptor
Baroreseptor merupakan reseptor syaraf kecil, mendeteksi perubahan-perubahan pada
tekanan dalam pembuluh darah dan menyampaikan informasi kepada saraf pusat.
Baroreseptor bertanggung jawab untuk memonitor volume yang bersirkulasi dan
mengatur aktivitas neural simpatis dan parasimpatis.
2) Renin
Enzim yang mengubah angiotensinogen, suatu substansi tidak aktif yang dibentuk oleh
hepar, menjadi angiotensin I dan angiotensin II. Suatu enzim yang dilapaskan dalam
kapiler paru-paru merubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II, dengan
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 188
kemampuan vasokonstriktornya, meningkatkan tekanan perfusi arteri dan menstimulasi
rasa haus. Jika system saraf simpati distimulasi, aldosteron dilepaskan sebagai respon
terhadap adanya peningkatan dari pelepasan rennin. Aldosteron merupakan pengaturan
volume dan juga akan dilepaskan jika kalium serum meningkat, natrium serum
menurun, ACTH meningkat.
3) ADH dan mekanisme rasa haus
Mempunyai peran penting dalam mempertahankan konsentrasi natrium dan masukan
cairan oral. Masukan air dikendalikan oleh pusat rasa haus yang berada di hipotalamus.
Jika konsentrasi serum atau osmolalitas meningkat atau jika volume darah menurun,
neuron dalam hipotalamus distimulasi oleh dehidrasi intraseluler, rasa haus kemudian
timbul dan orang tersebut meningkatkan asupan cairan oral.
4) Osmoreseptor
Terletak pada permukaan hipotalamus, merasakan perubahan dalam konsentrasi
natrium. Jika tekanan osmotik meningkat, neuron mengalami dehidrasi dan dengan
cepat melepaskan impuls ke pituitary posterior yang meningkatkan pelepasan ADH.
Pengembalian tekanan osmotik normal memberikan umpan balik ke osmoreseptor untuk
mencegah pelepaan ADH lebih lanjut.
10. Output Cairan dan Elektrolit
Secara umum, terdapat empat rute pengeluaran cairan, yaitu:
a) Ginjal
Ginjal adalah regulator utama keseimbangan cairan dan elektrolit. Kira-kira 180 L
plasma difilter setiap hari oleh ginjal. Dari volume ini, kira-kira 1500 ml urine
diekskresikan setiap hari. Pada orang dewasa, ginjal setiap menit menerima sekitar
125 ml plasma untuk disaring dan memproduksi urine sekitar 60 ml 940 sampai 80
ml) dalam setiap jam atau totalnya sekitar 1,5 L dalam satu hari. Volume, komposisi,
dan konsentrasi urine sangat bervariasi dan akan tergantung pada penambahan dan
kehilangan cairan. Jumlah urine yang diproduksi ginjal dipengauhi oleh Anti
Diuretic Hormon (ADH) dan aldosteron. Hormon-hormon ini mempengaruhi
ekskresi air dan natrium serta distimulasi oleh perubahan volume darah.
Pada konsentrasi urine maksimal (1400 m Osm/kg), sedikitnya 400 ml urine harus
diproduksi untuk mengekskresi sisa metabolik setiap hari. Bayi, lansia, dan individu
dengan gangguan ginjal yang tidak dapat memekatkan urinenya secara maksimal
akan mengalami kehilangan air yang lebih besar. Sehingga, mereka harus
menghasilkan urine dalam jumlah yang sangat besar untuk mengekskresikan
kelebihan sisa metaboliknya setiap hari.
b) Kehilangan air tak kasat mata
Kehilangan evaporatif dari kulit dan terjadi tanpa kesadaran individu. Kehilangan
cairan ini terjadi pada kecepatan 6 ml/kg/24 jam rata-rata pada orang dewasa, tetapi
dapat meningkat secara bermakna pada demam atau luka bakar. Bayi lahir dengan
berat badan lahir rendah, khususnya dengan berat badan kurang dari 1 kg, cenderung
mengalami kehilangan cairan takkasat beberapa faktor,
termasuk luas permukaan kulit yang lebih besar dan peningkatan kandungan air
kulit. Penggunaan penghangat radian akan secara bermakna meningkatkan
kehilangan cairan takkasat mata pada bayi. Cairan takkasat mata hampir bebas
elektrolit dan harus dipertimbangkan semata-mata kehilangan air.
Kira-kira 400 ml cairan takkasat mata hilang melalui paru setiap hari. Kehilangan
cairan dapat meningkat sebagai respon terhadap adanya perubahan frekuensi dan
kedalaman pernafasan, seperti seseorang yang melakukan olah raga berat dan orang
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 189
yang mengalami demam. Alat untuk memberikan oksigen juga dapat meningkatkan
kehilangan air yang tidak dirasakan dari paru-paru (oksigen lebih kering daripada
udara di ruangan).
c) Keringat
Keringat merupakan cairan kasat mata yang keluar dari tubuh. Keringat ini penting
untuk menghilangkan panas tubuh, cairan ini bersifat hipotonik. Cairan ini tidak
mengandung elektrolit dalam jumlah yang bermakna. Kehilangan cairan melalui
keringat sangat bervariasi dengan tingkat aktivitas individu (misalnya banyaknya
olah raga), aktivitas metabolik dan suhu lingkungan.
d) Saluran gastrointestinal (GI Track)
Saluran gastrointestinal dalam kondisi normal bertanggung jawab pada 100-200 ml
kehilangan air setiap hari. Gastrointestinal memegang peranan penting dalam
pengaturan cairan, karena hampir semua cairan didapatkan di GI. Pada kondisi sakit,
gastrointestinal bisa menjadi sisi kehilangan cairan mayor, karena kira-kira 6-8 L
cairan isotonik disekresikan dan direabsorpsi keluar dari saluran gastrointestinal
setiap hari. Kehilangan gastrointestinal abnormal (misal penghisapan naso gastrik,
muntah, diare) dapat menimbulkan kehilangan cairan yang sangat besar. Komposisi
sekresi GI bervariasi sesuai lokasi dalam saluran GI. Di atas pylorus, kehilangan
adalah isotonik dan kaya natrium, kalium, klorida dan hydrogen. Di bawah pylorus,
kehilangan adalah isotonik dan kaya natrium, kalium, dan bikarbonat. Diare dari
usus besar adalah hipotonik.
e) Hormon
Hormon utama yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adalah ADH
dan aldosteron. Keadaan kekurangan air akan meningkatkan osmolalitas darah dan
keadaan ini akan direspon oleh kelenjar hipofisis dengan melepaskan ADH. ADH
akan menurunkan produksi urine dengan cara meningkatkan reabsorsi air oleh
tubulus ginjal. Selama periode sementara kekurangan volume cairan, seperti yang
terjadi pada muntah dan diare atau perdarahan, jumlah ADH di dalam darah
meningkat , akibatnya reabsorpsi air oleh tubulus ginjal meningkat dan air akan
dikembalikan ke dalam volume darah sirkulasi. Dengan demikian , keluaran urine
akan berkurang sebagai respon terhadap kerja hormon ADH.
Aldosteron merupakan suatu mineralokortikoid yang diproduksi oleh korteks
adrenal. Aldosteron mengatur keseimbangan natrium dan kalium dengan
menyebabkan tubulus ginjal mengekskresikan kalium dan mengabsorpsi natrium.
Akibatnya air juga akan direabsorpsi dan dikembalikan ke volume darah.
Kekurangan volume cairan, misal karena perdarahan atau kehilangan cairan
pencernaan, dapat menstimuli sekresi aldosteron ke dalam darah.
Glukokortikoid mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit. Sekresi hormon
glukokortikoid secara normal tidak menyebabkan ketidakseimbangan cairan utama,
namun kelebihan hormon di dalam sirkulasi dapat menyebabkan tubuh menahan
natrium dan air yang kita kenal sebagai sindrom Cushing.
11. Pengertian dan Pengaturan Elektrolit
Elektrolit merupakan substansi yang berdisosiasi (terpisah) di dalam larutan dan akan
menghantarkan arus listrik. Elektrolit berdisosiasi menjadi ion positif dan negatif dan diukur
dengan kapasitasnya untuk saling berikatan satu sama lain (miliekuivalen/liter/ atau mEq/L)
atau dengan berat molekul dalam gram (milimol/liter atau mol/L). Kation merupakan ion-
ion yang membentuk muatan positif dalam larutan. Kation ekstraseluler utama adalah
+ +
natrium (Na ), sedangkan kation intraseluler utama adalah kalium (K ). Sistem pompa
terdapat di dinding sel tubuh yang memompa natrium keluar dan kalium ke dalam. Anion
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 190
adalah ion-ion, yang membentuk muatan negatif dalam larutan. Anion ekstraseluler utama
4
adalah klorida (Cl, sedangkan anion intraseluler utama adalah ion fosfat (PO 3).
Kerja ion-ion ini mempengaruhi transmisi neurokimia dan transmisi neuromuskuler,
yang mempengaruhi fungsi otot, irama dan kontraktilitas jantung, perasaan (mood) dan
perilaku, fungsi pencernaan serta fungsi-fungsi yang lain. Elektrolit berhubungan minimal
dengan empat proses fisiologis dasar, yaitu:
1) Distribusi air dalam kompartemen CIS dan CES
2) Iritabilitas neuromuskuler
3) Keseimbangan asam-basa
4) Pemeliharaan tekanan osmotik
a. Elektrolit yang Penting dalam Tubuh adalah:
1) Natrium
Natrium mempengaruhi distribusi air tubuh lebih kuat daripada elektrolit lain. Natrium
mampu menarik air, sehinggga natrium merupakan faktor utama yang menentukan volume
ekstraseluler. Gangguan pada natrium dianggap sebagai gangguan volume ekstraseluler.
Natrium terlibat dalam mempertahankan keseimbangan air, mentransmisi impuls syaraf, dan
melakukan kontraksi otot. Air mengikuti natrium dalam dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit. Apabila ginjal menahan natrium, maka cairan juga ditahan, sebaliknya jika ginjal
mengekskresikan natrium, maka air juga akan diekskresikan.
Natrium diatur oleh asupan garam, aldosteron dan keluaran urine. Sumber utama
natrium adalah garam dapur, daging yang telah diolah, makanan ringan dan makanan kaleng.
Rata-rata masukan natrium setiap hari jauh melebihi dari kebutuhan tubuh setiap hari. Ginjal
bertanggung jawab untuk mengekskresikan kelebihan dan dapat menyimpan natrium selama
periode pembatasan natrium ekstrem. Individu yang memiliki fungsi ginjal normal akan
dapat mempertahanakan kadar natrium serum dalam batas normal melalui ekskresi natrium
dala urine. Konsentrasi natrium dipertahankan melalui pengaturan masukan dan ekskresi
natrium.
Nilai laboratorium normal untuk natrium serum adalah 135 sampai 145 mEq/L.
Konsentrasi natrium yang tinggi (hipernatremia), osmolalitas serum meningkat, merangsang
pusat haus dan menyebabkan peningkatan hormon antidiuretik (ADH) oleh kelenjar hipofisis
posterior. Peningkatan natrium dapat ditemui pada kondisi hiperventilasi, cidera kepala,
demam, diabetes insipidus, penurunan sekresi ADH, dan ketidakmampuan ginjal berespon
terhadap ADH. Konsentrasi natrium yang rendah (hiponatremia), membuat ginjal
mengeluarkan air. Kondisi hiponatremia bisa dijumpai pada kondisi adanya gangguan
mekanisme sekresi ADH (misal pada cidera kepala, stess fisiologis dan psikologis yang
berat).
2) Kalium
Kalium adalah kation utama intraseluler. Kalium memegang peranan penting dalam
metabolisme sel, mengatur eksitabilitas (rangsangan) neuromuskuler, kontraksi otot,
mempertahankan keseimbangan osmotik dan potensial listrik membran sel dan untuk
memindahkan glukosa ke dalam sel. Kalium dalam jumlah banyak terletak dalam sel, dan
dalam jumlah relatif kecil (kira-kira 2% ) terletak dalam cairan ekstraseluler. Rasio kalium
dalam CES dan CIS membantu menentukan potensial istirahat membran sel otot dan syaraf,
maka perubahan pada kadar kalium plasma dapat mempengaruhi fungsi neuromuskuler dan
jantung.
Distribusi kalium antara CES dan CIS dipengaruhi oleh pH darah, masukan diet,
hormon (aldosteron, insulin dan efinefrin), dan terapi diuretik. Tubuh menambah kalium
dari makanan (gandum utuh, daging, polong-polongan, buah-buahan dan sayur mayur) dan
obat-obatan. Selain itu, CES manambah kalium kapan saja ketika ada kerusakan sel-sel
(katabolisme jaringan) atau gerakan kalium ke luar sel. Biasanya gangguan kalium tidak

terjadi kecuali terdapat penurunan yang bersamaan dengan fungsi ginjal. Kalium hilang dari
tubuh melalui ginjal, saluran gastrointestinal (GI) dan kulit. Kalium dapat hilang dari CES
karena perpindahan intraseluler dan anabolisme jaringan.
Pengatur kadar kalium adalah ginjal, dengan cara mengatur jumlah kalium yang
diekskresikan melalui urine. Suatu kondisi yang menurunkan pengeluaran urine akan
menurunkan pengeluaran kalium. Mekanisme pengaturan lain adalah dengan pertukaran ion
kalium dengan ion natrium di tubulus ginjal, apabila natrium dipertahankan, kalium
diekskresikan. Hormon aldosteron juga meningkatkan ekskresi kalium, jadi kondisi yang
meningkatkan kadar aldosteron (seperti pemberian kortikosteroid atau stress pasca bedah)
akan meningkatkan ekskresi kalium dalam urine. Kemampuan ginjal untuk menyimpan
kalium tidak sekuat dalam menyimpan natrium, sehingga masih ada kemungkina kalium
hilang dalam urine pada kondisi kekurangan kalium. Kadar kalium normal adalah 3,5
sampai 5,3 mEq/L. Kadar kalium yang rendah (hipokalemia) bisa terjadi karena kondisi
alkalosis (alkalosis mendorong kalium masuk ke dalam sel), sedangkan kalium tinggi
(hiperkalemia) terjadi pada asidosis (asidosis mendorong kalium keluar sel).
3) Kalsium
Kalsium merupakan elektrolit paling banyak di dalam tubuh, terutama terdapat dalam
tulang. Kalsium dijumpai dalam darah dalam dua bentuk yaitu kalsium bebas terionisasi
yang terdapat dalam sirkulasi dan kalsium yang berikatan dengan protein. Bentuk yang
berikatan ini berikatan dengan priotein plasma (albumin) dan zat-zat kompleks lainnya
seperti fosfat. Kurang dari 1% dari kalsium tubuh dikandung dalam cairan ekstraseluler,
konsentrasi ini diatur oleh hormon paratiroid dan parathyroid. Berikut adalah bentuk-bentuk
kalsium yang terdapat di dalam cairan tubuh:
a) Terionisasi (4,5 mg/100 ml)
b) Tidak dapat berdifusi, yang merupakan kalsium kompleks terhadap anion protein (5
mg/100 ml)
c) Garam kalsium, seperti kalsium sitrat dan kalsium fosfat (1 mg/100ml).
Kadar kalsium mempunyai efek pada fungsi neuromuskuler, status jantung, dan
pembentukan tulang, integritas dan struktur membran sel, koagulasi darah dan relaksasi otot.
Kalsium di dalam cairan ekstrasel diatur oleh hormon paratiroid dan kalsitonin. Hormon
parathyroid (PTH) mengontrol keseimbangan kalsium, absorpsi kalsium di gastrointestinal,
dan ekskresi kalsium di ginjal. Hormon parathyroid (PTH) dilepaskan oleh kelenjar
parathyroid dalam respon terhadap kadar kalsium serum rendah. Ia meningkatkan resorpsi
tulang (gerakan kalsium dan fosfor keluar tulang) mengaktivasi vitamin D, meningkatkan
absorpsi kalsium dari saluran gastrointestinal, dan merangsang ginjal menyimpan kalsium
dan mengekskresi fosfor. Kalsitonin dihasilkan oleh kelenjar tyroid bila kadar kalsium serum
meningkat, ini akan menghambat resopsi tulang. Gangguan dalam keseimbangan kalsium
akibat perubahan pada metabolisme tulang, sekresi hormon parathyroid, disfungsi ginjal, dan
masukan diet berkurang.
4) Klorida
Klorida merupakan elektrolit utama CES. Kadar klorida dalam darah secara pasif
berhubungan dengan kadar natrium, sehingga bila natrium serum meningkat, klorida juga
meningkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan atau penambahan klorida
seringkali mempengaruhi kadar natrium. Keseimbangann klorida dipertahankan melalui
asupan makanan dan ekskresi serta reabsorpsi renal. Kadar klorida yang meningkat
disebabkan oleh dehidrasi, gagal ginjal, atau asidosis. Kadar klorida yang menurun
disebabkan oleh hilangnya cairan dalam saluran gastrointestinal (mual, muntah, diare, atau
pengisapan lambung).
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 192
Klorida diatur melalui ginjal, jumlah yang diekskresikan berhubungan dengan asupan
makanan. Seseorang yang memiliki ginjal normal yang mengkonsumsi klorida dalam jumlah
besar, akan mengekskresikan klorida yang lebih tinggi dalam urine.Nilai laboratorium
normal untuk klorida serum adalah 100-106 mEq/L.
5) Magnesium
Magnesium merupakan kation terbanyak kedua di dalam cairan intrasel setelah
kalium. Magnesium diperoleh secara normal dari asupan diet. Magnesium tubuh, kira-kira
50-60% terletak dalam tulang dan kira-kira 1% terletak di CES. Kira-kira seperempat sampai
sepertiga dari magnesium plasma terikat pada protein, sebagian kecil berikatan dengan
substansi lain (kompleks), dan bagian sisanya terionisasi atau bebas.
Magnesium merupakan ion utama intrasel, ia memainkan perana vital fungsi seluler
normal. Secara khusus, magnesium berperan dalam mengaktifkan enzim yang terlibat dalam
metabolisme karbohidrat dan protein, dan mencetuskan pompa kalium-natrium. Magnesium
juga berperan dalam transmisi aktivasi neuromuskular, transmisi dalam sistem saraf pusat
dan fungsi miokard.
Magnesium diatur oleh beberapa faktor, yaitu absorpsi gastrointestinal, vitamin D dan
ekskresi ginjal. Secara normal, hanya sekitar 30-40% diet magnesium diabsorpsi. Ekskresi
ginjal terhadap perubahan kadar magnesium untuk mempertahankan keseimbangan
magnesium, dipengaruhi oleh ekskresi natrium dan kalium, volume CES, serta adanya
hormon parathyroid (PTH). Ekskresi menurun dengan peningkatan PTH, penurunan ekskresi
kalsium-natrium, dan kekurangan volume cairan. Nilai normal magnesium serum adalah 1,5-
2,5 mEq/L. Kondisi defisit magnesium (hipomagnesemia), dijumpai pada malnutrisi,
alkoholisme, dan terapi IV jangka panjang tanpa pemberian suplemen magnesium.
Sedangkan kondisi kelebihan magnesium (hipermagnesemia) paling sering dijumpai pada
pasien yang menderita gagal ginjal, mereka yang menderita ketoasidosis diabetik, dan
mereka yang menggunakan antasid dan laksatif dalam jumlah berlebihan.
6) Bikarbonat
Bikarbonat merupakan buffer dasar kimia yang utama di dalam tubuh. Ion bikarbonat
ditemukan dalam CES dan CIS. Bikarbonat diatur oleh ginjal, apabila tubuh memerlukan
lebih banyak basa, ginjal akan mereabsorpsi bikarbonat dalam jumlah yang lebih besar dan
bikarbonat tersebut akan dikembalikan ke dalam cairan ekstrasel. Bikarbonat merupakan ion
penting dalam sistem buffer asam karbonat-bikarbonat yang berperan dalam kesimbangan
asam-basa.
Nilai normal bikarbonat adalah 22-26 mEq/L. Dalam darah vena, bikarbonat diukur
melalui karbondioksida dan nilai bikarbonat normal pada dewasa adalah 24-30 mEq/L.
7) Fosfat
Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Fosfat dan kalsium
membantu mengembangkan dan memelihara tulang dan gigi. Fosfat juga meningkatkan
kerja neuromuskuler normal, berpartisipasi dalam metabolisme karbohidrat, dan membantu
pengaturan asam-basa. Fosfat secara normal diabsorpsi melalui saluran gastrointestinal.
Konsentrtasi fosfat serum diatur oleh ginjal, hormon parathyroid dan vitamin D teraktivasi.
Nilai normal fosfat serum adalah 2,5-4,5 mg/100 ml.
12. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
a. Gangguan keseimbangan cairan
1) Hipovolemia
Hipovolemia merupakan penipisan volume cairan ekstraseluler. Hipovolemia dapat
terjadi karena kekurangan pemasukan air (anoreksia, mual, muntah, tidak mampu
menelan, depresi) atau pengeluaran yang berlebihan (kehilangan melalui kulit, GI,
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 193
ginjal, perdarahan). Kekurangan cairan dapat terjadi sendiri atau kombinasi dengan
ketidakseimbangan elektrolit. Mekanisme kompensasi hipovolemia termasuk
peningkatan rangsang sistem saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung dan
tahanan vaskuler), rasa haus, pelepasan hormon antidiuretik (ADH), dan pelepasan
aldosteron.
(a) Secara ringkas etiologi hipovolemia adalah sebagai berikut:
(1) Kehilangan cairan melalui saluran pencernaan
(2) Poliuria
(3) Demam (meningkatkan suhu tubuh, dapat meningkatkan metabolisme,
demam juga menyebabkan air keluar lewat paru-paru.)
(4) Keringat yang berlebihan
(5) Kurang pemasukan air (anoreksia, mual, depresi, sakit di daerah mulut dan
faring)
(b) Gejala hipovolemia:
(1) Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, mual, muntah haus, kekacauan
mental, konstipasi, oliguria.
(2) Menurunnya turgor kulit dan lidah
(3) Menurunnya kelembaban di mulut/keringnya mukosa mulut
(4) Menurunnya produksi urine (kurang dari 30 ml/jam untuk orang dewasa)
(5) Nadi cepat dan lemah
(6) Menurunnya temperatur tubuh
(7) Ektremitas dingin
(8) Hipotensi, frekuensi nafas cepat
(9) Kehilangan berat badan yang cepat
2) Hipervolemia
Hipervolemia merupakan penambahan volume CES. Kondisi ini bisa terjadi bila
tubuh menahan air dan natrium dalam proporsi yang sama, tanpa disertai perubahan
kadar elektrolit.
(a) Etiologi hipervolemia:
(1) Penyakit karena gangguan pada mekanisme regulasi
(gagal jantung, cushing syndrome, gagal ginjal, serosis hati)
(2) Intake natrium klorida yang berlebihan
(3) Pemberian infus yang mengandung natrium dalam
jumlah berlebihan
(4) Banyak makan makanan yang mengandung natrium
(b) Gejala hipervolemia:
(1) Sesak nafas, ortopnea
(2) Edema perifer, kenaikan berat badan sementara (2% hipervolemia
ringan, 5% hipervolemia sedang dan 8% hipervolemia berat)
(3) Nadi kuat, takikardia
(4) Asites, efusi pleura, bila sudah berat bisa menimbulkan edema pulmo
(5) Kulit lembab
(6) Irama gallop
Kelebihan air dan natrium pada kompartemen ekstraseluler dapat meningkatkan
tekanan osmotik. Cairan akan ditarik keluar sel, sehingga mengakibatkan edema
(cairan yang berlebihan dalam ruang interstisial). Edema terjadi sebagai akibat dari
pertambahan volume cairan interstisial dan diartikan sebagai bengkak yang dapat
teraba dari ruang interstisial. Edema bisa bersifat terlokalisasi (contoh tromboflebitis
pada obstruksi vena) dan umum (contoh gagal jantung). Peningkatan tekanan
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 194
hidrostatik kapiler akibat penambahan volume atau obstruksi vena, peningkatan
permeabilitas kapiler karena luka bakar, alergi, atau infeksi akan menyebabkan
peningkatan volume cairan interstisial. Penurunan pembuangan cairan interstisial
terjadi bila terdapat obstruksi pada aliran keluar limfatik atau penurunan tekanan
onkotik (protein bisa membantu untuk menahan volume vaskuler pada ruang
vaskuler). Retensi air dan natrium oleh ginjal yang meningkat akan mempertahankan
edema umum.
Edema umum biasanya merupakan bukti paling nyata pada area tergantung. Pada
pasien ambulasi akan menunjukkan edema pretibia atau pergelangan kaki,
sedangkan pasien yang terbatas di tempat tidur akan menunjukkan edema sacral.
Edema umum bisa juga terjadi di sekitar mata (periorbital) atau pada kantong skrotal
karena tekanan jaringan rendah pada area ini.
Edema bisa terjadi karena hal-hal berikut ini:
1) Peningkatan permeabilitas kapiler (pada luka bakar dan alergi),
perpindahan air dari kapiler ke ruang interstisial meningkat
2) Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler (obstruksi pada vena)
3) Perpindahan cairan dari ruang interstisial menurun
3) Sindrom ruang ketiga
Sindrom ini terjadi ketika cairan ekstrasel berpindah ke dalam suatu ruangan tubuh
(pleura, peritoneal, pericardial), sehingga cairan tersebut terjebak di dalamnya,
akibatnya kompartemen ekstrasel kekurangan cairan. Obstruksi usus yang kecil atau
luka bakar dapat menyebabkan perpindahan cairan sebanyak 5-10 liter.
4) Ketidakseimbangan osmolar
Dehidrasi (ketidakseimbangan hiperosmolar) terjadi bila ada kehilangan air tanpa
disertai kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama natrium. Faktor risiko
terjadinya dehidrasi meliputi kondisi yang mengganggu asupan oral (perubahan
fungsi neurologis), lansia yang lemah (penurunan fungsi tubuh, peningkatan lemak
tubuh), penurunan sekresi ADH (pada diabetes insipidus), Ketidakseimbangan
hiperosmolar disebabkan oleh setiap kondisi yang berhubungan dengan diuresis
osmotik dan pemberian larutan hipertonik melalui intravena. Ketidakseimbangan
hipoosmolar terjadi ketika asupan cairan berlebihan (polidipsi psikogenik) atau
sekresi ADH berlebihan
b. Gangguan keseimbangan elektrolit
1) Natrium
Natrium mempengaruhi distribusiair tubuh lebih kuat daripada elektrolit lainnya.
Hipernatremia Hiponatremia
Konsentrasi natrium yang tinggi
dalam plasma, akibat rasa haus
terganggu, hiperventilasi, demam,
cidera kepala, penurunan sekresi
ADH, diabetes insipidus, diare,
ketidakmampuan ginjal berespon
terhadap ADH
Melibatkan peningkatan proporsi air dan
garam dalam darah akibat gangguan
sekresi ADH (cidera kepala, stress
fisiologis dan psikologis berat)
Natrium serum > 145 mEq/L Natrium serum < 135 mEq/L
Hipotensi Hipertensi, TIK meningkat
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 195
Hipervolemia Hipovolemia
Membran mukosa kering Salivasi meningkat
Koma, meninggal Koma, meninggal
Rasa haus, demam, lidah kering,
halusinasi, disorientasi, letargi,
hiperaktif bila dirangsang
Tidak nafsu makan, mual, muntah,
twitching, lemah, bingung, edema pupil
2) Kalium
Kalium diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan osmotik dan potensial
listrik membran sel dan untuk memindahkan glukosa ke dalam sel.
Hiperkalemia Hipokalemia
Kadar kalium serum yang tinggi Kadar kalium serum yang rendah
Karena asidosis mendorong kalium
Karena alkalosis mendorong kalium

ke luar sel
masuk ke dalam sel
+ +
K serum > 5 mEq/L K serum < 3, 5 mEq/L
Gangguan konduksi jantung Aktivasi jantung ektopik
EKG: gelombang T memuncak,
EKG: gelombang T mendatar, depresi

QRS melebar, P-R memanjang


segmen ST
Diare, nyeri abdomen Bising usus menurun, ileus
Iritabilitas neuromuskuler Kelemahan otot, parestesia
Oliguria/anuria Poliuria
Gagal jantung Toksisitas digitalis
3) Klorida
Kadar klorida dalam darah secara pasif berhubungan dengan kadar natrium,
sehingga bila natrium serum meningkat, klorida juga meningkat
Kelebihan klorida Kekurangan klorida
Karena dehidrasi, gagal ginjal,
Akibat hilangnya cairan dalam saluran

asidosis dan hiperventilasi


gastrointestinal (mual, muntah, diare),
demam
- -
Cl serum >110 mEq/L Cl serum < 100 mEq/L
Keluaran urine < 30 ml/jam Terbuang melalui jaringan (luka bakar)
4) Kalsium
Kadar kalsium mempunyai efek pada fungsi neuromuskuler, status jantung dan
pembentukan tulang. Gangguan keseimbangan kalsium akibat dari perubahan
metabolisme tulang, sekresi hormon parathyroid, disfungsi ginjal, dan masukan
diet yang berkurang.
Hiperkalsemia Hipokalsemia
++ ++
Ca serum > 10,5 mEq/L Ca serum < 8,5 mEq/L
Kewaspadaan mental menurun Iritabilitas neuromuskuler (baal,
parestesia, reflek hiperaktif, kejang)
Nyeri abdomen, kelemahan otot,
Nyeri tulang

mual, muntah, hipertensi


5) Magnesium
Magnesium diperoleh dari masukan diet. Ekskresi magnesium melalui ginjal.
Kelebihan magnesium Kekurangan magnesium
Pada pasien gagal ginjal,
ketoasidosis diabetik, pemakaian
antasid atau laksatif dalam jumlah
berlebihan
Pada malnutrisi , alkoholisme, terapi IV
jangka lama tanpa suplemen Mg
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 196
++ ++
Mg serum > 3,4 mEq/L Mg serum < 1,7 mEq/L
Letargi Disorientasi
Reflek tendon dalam tidak ada Reflek hiperaktif
Hipotensi Tremor, tetani
Depresi pernafasan
13. Nilai-Nilai Normal
Jenis cairan dan elektrolit Nilai normal dalam tubuh
+
Potasium [K ] 3.5 – 5 mEq/L
+
Sodium [Na ] 135 – 145 mEq/L
2+
Kalsium [Ca ] 8.5 – 10.5 mg/dl (4.5 – 5.8 mEq/L)
2+
Magnesium [Mg ] 1.5 – 2.5 mEq/L
2-
Fosfat [PO4 ] 2.7 – 4.5 mg/dl
-
Klorida [Cl ] 98 – 106 mEq/L
Bikarbonat [HCO3] 24 – 28 mEq/L
14. Kompetensi Cairan Dan Elektrolit
A. Rumus Menghitung Tetesan Infus
1) DEWASA (MAKRO 20 TETES/MENIT
2) DEWASA (MAKRO 15 TETES/MENIT)
ATAU
Faktor tetesan infus bermacam-macam  Lihat Label dalam
cairan, ada yang 10 tetes/menit, 15 tetes/menit, dan 20 tetes/menit.
3) ANAK
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 197
CONTOH SOAL 1:
Seorang pasien dengan berat 65 kg datang ke klinik dan membutuhkan 2.400 ml cairan RL.
Berapa tetes infus yang dibutuhkan jika kebutuhan cairan pasien mesti dicapai dalam waktu
12 jam? Pada label tertulis 15 tetes.
Diketahui:
Cairan = 2.400 ml (cc)
Waktu = 12 jam
Faktor tetesan = 15 tetes
Pertanyaan:
Berapa Tetes per menit?
Jawab :
  = 50 tetes/menit
Contoh soal 2
Seorang pasien datang ke RSUD dan membutuhkan 500 ml cairan RL. Berapa tetes infus
yang dibutuhkan jika kebutuhan cairan pasien mesti dicapai dalam waktu 100 menit? Pada
label tertulis 20 tetes.
Diketahui:
Cairan = 500 ml (cc)
Waktu = 100 menit
Faktor tetes Terumo = 20 tetes
Pertanyaan:
Berapa Tetes per menit?
Jawab :
  = 100 tetes/meni
B. Prosedur Pemasangan Infus
Mempersiapkan alat:
1) Standar infuse.
2) Infus set.
3) Cairan sesuai dengan kebutuhan pasien.
4) Jarum infus/abocath atau sejenisnnya sesuai dengan ukuran.
5) Pengalas.
6) Tourniquet/pembendung.
7) Kapas alkohol 70 %.
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 198
8) Plester.
9) Gunting.
10) Kasa steril.
11) Betadin.
12) Sarung tangan.
Prosedur Kerja
1) Mencuci tangan
2) Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
3) Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukan ke dalam botol infus
(cairan).
4) Isi cairan kedalam infus set dengan menekan bagian ruang tetesan hingga
ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga selang terisi dan keluar
udarannya.
5) Letakkan pengalas.
6) Lakukan pembendungan dengan tourniquet.
7) Gunakan sarung tangan.
8) Desinfeksi daerah yang akan ditusuk.
9) Lakukan penusukkan dengan arah jarum ke atas.
10) Cek apakah sudah mengenai vena dengan ciri darah keluar melalui jarum
infus/abocath..
11) Tarik jarum infus dan hubungkan dengan selang infus.
12) Buka tetesan.
13) Lakukan desinfeksi dengan betadin dan tutup dengan kasa steril.
14) Beri tanggal, jam pelaksanaan infus pada plester.
15) Rapikan alat
16) Evaluasi respon klien
17) Cuci tangan
18) Dokumentasikan tindakan dan hasil observasi yang dilakukan pada catatan
keperawatan
C. Prosedur Transfusi Darah
Pengertian : Pemberian darah produk dan monitor pasien
Tujuan : Peningkatan kadar darah atau produk darah dalam
Prosedur
Menyiapkan alat:
1) 1 sol tranfusi darah dengan blood filter
2) Ciran isotonik (Nacl 0,9%)
3) Darah sesuai kebutuhan
4) Obat-obatan sesuai dengan program medic
5) Handscoen disposable
6) Tensimeter dan thermometer
Prosedur kerja:
1) Mengecek program terapi
2) Mencuci tangan
3) Memberikan salam teraupetik, menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan,
tanda dan gejala reaksi tranfusi
4) Periksa produk darah yang disiapkan, golongan darah dan kesesuaian cross
math, jumlah darah dan nomor kantong, masa berlaku.
5) Menggunakan hanskun/sarung tangan
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 199
6) Pemasangan system infus set dengan filter yang tapat terhadap produk darah
7) Memasang cairan dengan cairan isotonic ( Nacl 0,9%)
8) Hindari tranfusi darah lebih dari satu unit darah atau produk darah pada satu
waktu, kecuali diwajibkan oleh kondisi pasien.
9) Monitor tempat IV terhadap tanda dan gejala dari infiltrasi, phlebritis dan
infeksi lokal.
10) Monitor tanda-tanda vital (pada awal, selama transfusi dan setelah tranfusi)
11) Berikan injeksi anti histamine bila perlu.
12) Ganti cairan Nacl 0,9 % dengan produk yang tersedia.
13) Monitor ada tidaknya reaksi alergi terhadap pemasangan infuse
14) Monitor kecepatan aliran tranfusi
15) Jangan memberikan medikasi IV atau cairan lain kecuali isotonic dalam darah
atau produk
16) Ganti larutan Nacl 0,9% ketika tranfusi telah lengakap/selesai
17) Evaluasi respon klien terhadap tindakan yang dilakukan
18) Membersihkan peralatan
19) Buka sarung tangan dan cuci tangan
20) Dokumentasi
D. Menghitung Keseimbangan Cairan
1) Menghitung IWL (Insensible Water Loss)
RUMUS IWL
Contoh: Tn.A BB 60kg dengan suhu tubuh 37⁰C (suhu normal)

 
Rumus IWL Dengan Kenaikan Suhu Tubuh
+ IWL Normal
Contoh: Tn.A BB 60kg, suhu= 39⁰C, Cairan Masuk (CM)= 200cc

Keseimbangan cairan dan Elektrolit


Page 200
  
Menghitung balance cairan seseorang harus diperhatikan berbagai faktor, diantaranya Berat
Badan dan Umur, karena penghitungannya antara usia anak dengan dewasa berbeda.
Menghitung balance cairanpun harus diperhatikan mana yang termasuk kelompok Intake
cairan dan mana yang output cairan. Berdasarkan kutipan dari Iwasa M. Kogoshi S (1995)
Fluid Therapy do (PT. Otsuka Indonesia) penghitungan wajib per 24 jam bukan pershift.
2) PENGHITUNGAN BALANCE CAIRAN UNTUK DEWASA
Input cairan: Air (makan+Minum) : …… cc
Cairan Infus : …… cc
Therapi injeksi : …… cc
Air Metabolisme : …… cc
(Hitung AM= 5 cc/kgBB/hari)
Output cairan: Urine : …… cc
Feses : …… cc
Muntah/perdarahan
cairan drainage luka/
cairan NGT terbuka
: …… cc
IWL
: …..... cc

(Insensible Water Loss)


(hitung IWL= 15 cc/kgBB/hari)
Contoh Kasus:
Tn Y (35 tahun) , BB 60 Kg; dirawat dengan post op Laparatomi hari
kedua..akibat
appendix perforasi, Keadaan umum masih lemah, kesadaran composmentis..Vital sign TD:
110/70 mmHg; HR 88 x/menit; RR 20 x/menit, T 37 °C: masih dipuasakan, saat ini
terpasang NGT terbuka cairan berwarna kuning kehijauan sebanyak 200 cc; pada daerah
luka incici operasi terpasang drainage berwarna merah sebanyak 100 cc, Infus terpasang
Dextrose 5% drip Antrain 1 ampul /kolf : 2000 cc/24 jam., terpasang catheter urine dengan
jumlah urine 1700 cc, dan mendapat tranfusi WB 300 cc; mendapat antibiotik Cefat 2 x 1
gram yg didripkan dalam NaCl 50 cc setiap kali pemberian, Hitung balance cairan Tn Y!
Input Cairan:
Infus : 2000 cc
Tranfusi WB : 300 cc
Obat injeksi : 100 cc
Air Metabolisme : 300 cc  (5 cc x 60 kg)
Total = 2700 cc
Output cairan:
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 201
Drainage
: 100 cc
NGT : 200 cc
Urine : 1700 cc
IWL : 900 cc  (15 cc x 60 kg)
Total = 2900 cc
Jadi Balance cairan Tn Y dalam 24 jam :
Bagaimana jika ada kenaikan suhu? maka untuk menghitung output terutama IWL gunakan
rumus :
IWL + 200 (suhu tinggi – 36,8 .°C), nilai 36,8 °C adalah konstanta
Andaikan suhu Tn Y adalah 38,5 °C, berapakah Balance cairannya?
Masukkan nilai IWL kondisi suhu tinggi dalam penjumlahan kelompok Output :
Drainage
: 100 cc
NGT : 200 cc
Urine : 1700 cc
IWL : 1700 cc
Total = 3240 cc
Menghitung Balance cairan anak tergantung tahap umur, untuk menentukan Air
Metabolisme, menurut Iwasa M, Kogoshi S dalam Fluid Tehrapy Bunko do (1995) dari
PT. Otsuka Indonesia yaitu:
Usia Balita (1 – 3 tahun)
: 8 cc/kgBB/hari
Usia 5 – 7 tahun : 8 – 8,5 cc/kgBB/hari
Usia 7 – 11 tahun : 6 – 7 cc/kgBB/hari
Usia 12 – 14 tahun : 5 – 6 cc/kgBB/hari
Untuk IWL (Insensible Water Loss) pada anak
= (30 – usia anak dalam tahun) x cc/kgBB/hari
Jika anak mengompol menghitung urine 0,5 cc – 1 cc/kgBB/hari
Keseimbangan cairan dan Elektrolit
Page 202

CONTOH :
An X (3 tahun) BB 14 Kg, dirawata hari ke dua dengan DBD, keluhan pasien menurut
ibunya: “rewel, tidak nafsu makan; malas minum, badannya masih hangat; gusinya tadi
malam berdarah” Berdasarkan pemeriksaan fisik didapat data: Keadaan umum terlihat
lemah, kesadaran composmentis, TTV: HR 100 x/menit; T 37,3 °C; petechie di kedua
tungkai kaki, Makan /24 jam hanya 6 sendok makan, Minum/24 jam 1000 cc; BAK/24 jam :
1000 cc, mendapat Infus Asering 1000 cc/24 jam. Hasil pemeriksaan lab Tr terakhir: 50.000.
Hitunglah balance cairan anak ini!
INPUT CAIRAN
Minum 1000 cc
Infus 1000 cc
Air metabolisme (AM) 112 cc  (8 cc x 14 kg)
Total 2112 cc
OUTPUT CAIRAN
Muntah 100 cc
Urin 1000 cc
IWL 378 cc  (30-3 tahun) x 14
kg
Total 1478 cc
Balance cairan = Intake cairan – Output Cairan
2112 cc – 1478 cc + 634 cc
Sekarang hitung balance cairannya jika suhu An x 39,8 °C !
yang perlu diperhatikan adalah penghitungan IWL pada kenaikan suhu gunakan rumus:
IWL + 200 ( Suhu Tinggi – 36,8 °C) 36,8 °C adalah konstanta.

IWL An X
378 + 200 (39,8 °C – 36,8 °C)
378 + 200 (3)
378 + 600
978 cc
Output cairan An X
Muntah 100 cc
Urin 1000 cc
IWL 978 cc
Total 2078 cc
Balance cairan 2112 - 2078 +34
1. Pengkajian
 Aktivitas/istirahat:

Gejala:

Kelelelahan, kelemahan atau malaise umum

Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare

Gelisah dan ansietas

 Sirkulasi:

Tanda:

Takikardia (respon terhadap dehidrasi, demam, proses inflamasi dan nyeri)

Hipotensi

Kulit/membran mukosa : turgor jelek, kering, lidah pecah-pecah

 Integritas ego:

Gejala:

Ansietas, ketakutan, emosi kesal, perasaan tak berdaya

Tanda:

Respon menolak, perhatian menyempit, depresi

 Eliminasi:

Gejala :

Tekstur feses cair, berlendir, disertai darah, bau anyir/busuk.

Tenesmus, nyeri/kram abdomen

Tanda : Bising usus menurun atau meningkat

Oliguria/anuria
 Makanan dan cairan:

Gejala:

1. Haus
2. Anoreksia
3. Mual/muntah
4. Penurunan berat badan
5. Intoleransi diet/sensitif terhadap buah segar, sayur, produk susu, makanan berlemak

Tanda:

1. Penurunan lemak sub kutan/massa otot


2. Kelemahan tonus otot, turgor kulit buruk
3. Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut

 Hygiene:

Tanda: Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, Badan berbau

 Nyeri dan Kenyamanan:

Gejala: Nyeri/nyeri tekan kuadran kanan bawah, mungkin hilang dengan defekasi

Tanda; Nyeri tekan abdomen, distensi.

 Keamanan:

Tanda:

1. Peningkatan suhu pada infeksi akut,


2. Penurunan tingkat kesadaran, gelisah
3. Lesi kulit sekitar anus

 Seksualitas

Gejala:

Kemampuan menurun, libido menurun

 Interaksi sosial

Gejala: Penurunan aktivitas social


 Penyuluhan/pembelajaran:

Gejala:

1. Riwayat anggota keluarga dengan diare


2. Proses penularan infeksi fekal-oral
3. Personal higyene
4. Rehidrasi

Diagnosa Keperawatan

1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif : diare
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya intake
(pemasukan) dan menurunnya absorbsi makanan dan cairan

NURSING CARE PLAN

TUJUAN KEPERAWATAN
N Dx. KEPERAWATAN ( NOC ) RENCANA TINDAKAN
(NANDA)
( NIC )
O Tgl : Jam :

• Keseimbangan elektrolit
Kekurangan volume dan asam basa adekuat Manajemen cairan
cairan berhubungan • Kekurangan cairan • Monitor warna, jumlah
dengan : teratasi dan frekuensi kehilangan
• Kehilangan volume
1 cairan 24 jam
cairan aktif : diare, muntah,
luka bakar • Status hidrasi adekuat
• Observasi kehilangan
Setelah dilakukan asuhan cairan yang tinggi
• Asupan cairan yang
tidak adekuat : gangguan keperawatan selama ……x 24
membran mukosa mulut jam : • Diare, drainase luka,
diaforesis ( banyak keringat),
• Urine output (0,5- pengisapan, nasogastrik,
• Kegagalan dalam
1cc/kgBB/24 jam) perdarahan, IWL )
mekanisme pengaturan :
Diabetes insipidus
• Tidak ada tanda-tanda • Monitor status hidrasi
dehidrasi : BB tidak turun, kelembaban membran
DATA SUBYEKTIF
elastisitas dan turgor kulit baik, mukosa, nadi, suhu, respirasi
membran mukosa lembab, mata dan tekanan darah.
Klien mengatakan :
/ UUB tidak cekung)
• Haus • Pengisian • Timbang dan pantau
kemajuan BB
• Kelemahan kapiler detik
• Kolaborasi pemberian
• Muntah………………. • Tidak terjadi perubahan cairan intravena, pemasangan
status mental NGT, douwer cateter dan
pemeriksaan elektrolit
• Penurunan jumlah
urine • Elektrolit serum dalam
batas normal Manajemen elektrolit dan
asam basa
DATA OBYEKTIF
• Frekuensi, dan irama nafas
• Penurunan turgor kulit dalam rentang normal • Monitor hasil laborat :
Hb,Hct, Trombosit BUN,
• TTV dalam batas normal; Albumin, Protein total dan
• Membran mukosa BJ urine
mulut /kulit kering
– Suhu: 36,3-37,4 oC,
• Kolaborasi pemeriksaan
• Nadi meningkat elektrolit : Na,Cl, Ca, K dan
…x/mn – Nadi: Bayi: 140/menit
Mg.

• TD menurun Anak 2th: 120/menit


Manajemen Hipovolumia
…..mmHg
Anak 4th: 100/menit
• Identifikasi faktor yang
• Volume tekanan nadi berkontribusi terhadap
menurun Anak 10-14th: 85- 90/menit. bertambah buruknya
dehidrasi : demam, stres,
• Peningkatan suhu Laki2 dewasa: 60-70/menit obat-obatan(diuresis)
tubuh:.. ◦C
Premp. dewasa: 70-85/men • Kaji adanya vertigo dan
• Penurunan pengisian hipotensi postural
kapiler……..
– Tekanan Darah (RR):
• Monitor tingkat kesadaran,
• Penurunan urine output keadaan umum dan status
Umur > 10th: 90/60 mmHg
1,0-1,5 cc/kg BB /24 jam hemodinamik.

Umur 10-30 th: 110/75 mmHg


• Perubahan status • Monitor respon klien
mental terhadap penambahan cairan
Umur 30-40 th: 125/85 mmHg
• Peningkatan • Atur posisi klien
Hematokrit Umur 40-60 th: 140/90 mmHg trendelenburg bila
diindikasikan/bila hipotensi
• Penurunan BB yang Umur > 60 th: 150/90 mmHg • Kolaborasi dalam
tiba-tiba…… % pemberian produk
– Respirasi: darah/cairan IV sesuai
• Mata, UUB cekung program
Bayi:30-50/m,Balita:30- 40/mnt

Anak:22/m,Dewasa: 10-18/mnt

• Eliminasi defekasi efektif Manajeman diare


Diare berhubungan • Keseimbangan elektrolit (diarrhea management)
dengan : dan • Identifikasi faktor
penyebab diare (obat,
asam-basa makanan, bakteri dll.)
Faktor Psikologi
• Keseimbangan cairan • Monitor pengeluaran
• Tingkat stress dan feses (frekuensi, konsisitensi,
2 cemas tinggi bentuk, warna)
• Hidrasi adekuat

Fisiologi • Monitor peristaltik /


bising usus
• Proses Infeksi
Setelah dilakukan asuhan
• Anjurkan pada pasien /
kepe rawatan selama……. x
• Inflamasi keluarga untuk
24 jam :
mengistirahatkan lambung
sesuai kondisi
• Iritasi
• Ambil specimen feses
• Parasit • Feses berbentuk, Bab untuk pemeriksaan kultur
sehari 1-3 kali dan sensitifitas
• Malabsorbsi
• Tidak terdapat darah dan • Informasikan pada klien
Situasional lendir pada feses & keluarga tentang
kemungkinan makanan atau
• Keracunan makanan • Nyeri /kram abdomen obat yang dapat
hilang menyebabkan diare
• Penyalahgunaan • Perut tidak kembung • Ajarkan pada klien &
laksatif keluarga tentang: penyebab
• Bising usus dalam batas diare, cara menanggulangan,
• Radiasi normal (5-35 x/menit) penggunaan obat diare serta
diet yang dianjurkan
• Efek samping obat • Nilai elektrolit dan asam
basa dalam rentang normal • Anjurkan pada klien dan
keluarga untuk mencatat
• Kontaminasi warna, volume, frekuensi dan
• Status hidrasi baik : konsistensi feses
• Alergi membran mukosa lembab, tidak
ada peningkatan suhu, turgor
kulit baik, haluaran urine dalam • Berikan diet secara
DATA SUBYEKTIF batas normal bertahap sesuai program

Klien mengatakan : • Kolaborasi pemberian


makanan dengan tim medis
• BAB cair > dari 3 kali & ahli gizi
dalam sehari
Manajemen Cairan &
• Nyeri perut, kram elektrolit

DATA OBYEKTIF • Tingkatkan intake cairan

• BAB cair • Monitor KU, TTV,


respon Klien terhadap terapi
• Bising usus hiperaktif yang diberikan

• Perubahan warna • Monitor status hidrasi:


faeses kelembaban membran
mukosa, turgor kulit,
kekuatan denyut nadi

• Monitor intake & output


yang akurat dalam 24 jam

Status nutrisi :makanan dan Manajemen nutrisi


3 Perbahan nutrisi : kurang • Kaji kemampuan klien
cairan adekuat
dari kebutuhan tubuh • Pemberian ASI/PASI untuk memenuhi kebutuhan
berhubungan dengan : nutrisi
Tidak mampu dalam
adekuat
• Informasikan kepada
klien / keluarga faktor yang
• Memasukkan makanan • BB seimbang dapat menimbulkan mual dan
muntah
• Mencerna makanan Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama ……x 24 • Lakukan / tawarkan oral
• Mengabsorbsi jam : higiene sebelum makan
makanan
• Intake nutrisi/ASI/PASI • Ajarkan pada klien /
karena faktor biologi, adekuat keluarga tentang pentingnya
psikologi kebutuhan nutrisi/ASI/PASI
• Tidak terjadi kram perut
• Hilangnya nafsu • Informasikan kepada
makan • Nafsu makan meningkat klien untuk menghindari
mengunyah makanan pada
bagian mulut yang sakit /
• Mual, muntah • Tidak ada luka, inflamasi luka
pada rongga mulut
DATA SUBYEKTIF • Monitor asupan nutrisi,
• Bising usus dalam batas dan intake -output cairan
Klien mengatakan : normal 5-35 x /mnt
• Kolaborasi dengan
• Mudah merasa • Berat badan meningkat medis dan ahli gizi untuk :
kenyang sesaat setelah
mengunyah makanan • Klien mandiri dan mampu □Program therapi,diet,
mengidentifikasi kebutuhan
• Intake makan kurang nutrisi
dari kebutuhan yg pemeriksaan laborat
dianjurkan • Data Lab ………………
□Pemasangan NGT
• Perubahan sensasi rasa • …………………………..
□Pemberian nutrisi
• Tidak mampu
mengunyah makanan parenteral

• Kram perut Dukungan kenaikan BB

• Nyeri abdomen • Monitor BB klien sesuai


patologi indikasi

• Tidak ada nafsu makan • Sediakan makanan


sesuai dengan kesukaan klien
DATA OBYEKTIF & program diit
• Konjungtiva dan • Bantu klien dalam
membran mukosa pucat makan dan libatkan keluarga
dalam pemberian makanan
• Luka, inflamasi pada
rongga mulut(sariawan)

• Tonus otot buruk

• Diare

• Suara usus hiperaktif


……x /m

• Penurunan BB
………………

• Data Lab:
………………………

Evaluasi

1. Tidak terjadi kekurangan volume cairan


2. Gangguan integritas kulit tidak terjadi
3. Infeksi tidak terjadi
4. Perubahan nutrisi dapat teratasi

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito.2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta. EGC

Ngastiyah.1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta. EGC.

Potter. 2006. Fundamental Keperawatan ( Konsep, Proses, dan Praktik). Jakarta. EGC.

Wilkinson, Judith M. 2002. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
NOC. Jakarta. EGC.
Ilmu Keperawatan Dasar
Book · January 2016 with 1,148 Reads
Publisher: 1
Publisher: 987-602-318-179-7
Publisher: Mitra Wacana Media

Sabtu, 17 September 2011Laporan Pendahuluan: Kebutuhan EliminasiA. Konsep Dasar Penyakit

Definisi
Eliminasi merupakan suatu proses pengeluaran zat-zat sisa yang tidak diperlukan olehtubuh.
Eliminasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : eliminasi urine dan eliminasi fekal.
Eliminasi urine
Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah sistem perkemihan. Dimana sistem initerdiri
dari ginjal, ureter, kandung kemoh, dan uretra. Proses pembentukan urine di ginjal terdiridari 3
proses yaitu : filtrasi , reabsorpsi dan sekresi .Proses filtrasi berlangsung di glomelurus. Proses
ini terjadi karena permukaan aferen lebih besardari permukaan eferen.Proses reabsorpsi terjadi
penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,klorida, fosfat, dan beberapa ion
karbonat.Proses sekresi ini sisa reabsorpsi diteruskan keluar.
Eliminasi fekal
Eliminasi fekal sangat erat kaitannya dengan saluran pencernaan. Saluran pencernaanmerupakan
saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap olehtubuh
dengan proses penernaan (pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim danzat cair
dari mulut sampai anus. Organ utama yang berperan dalam eliminasi fekal adla
usus besar. Usus besar memiliki beberapa fungsi utama yaitu mengabsorpsi cairan dan elektrolit,
proteksi atau perlindungan dengan mensekresikan mukus yang akan melindungi dinding ususdari
trauma oleh feses dan aktivitas bakteri, mengantarkan sisa makanan sampai ke anus ANATOMI
FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN
Saluran pencernaan berfungsi mengabsorbsi cairan dan makanan yang nantinya akan digunakan
oleh sel tubuh dan akan menghasilkan produk sisa dalam bentuk feses. Saluran pencernaan
menyerap cairan sangat tinggi sehingga sangat memegang peranan penting dalam keseimbangan
cairan tubuh. Selain itu saluran pencernaan juga berfungsi untuk mensekresi seperti
pankreas dan gallbladder.

1. Mulut

Didalam mulut makanan dihancurkan secara mekanik dengan menggunakan gigi dan bantuan
saliva yang mengandung enzim ptyalin sehinggan makanan akan lebih mudah untuk ditelan

1. Esophagus
Setelah dari mulut makanan dalam bentuk bolus masuk ke esophagus melalui spingter osopgagus
bagian atas (upper esophagus sphinter). Fungsi spingter ini adalah mencegah makanan refluk
ketenggorokan . bolus melewati esophagus sepanjang 25 cm melalui gerakan peristaltic yang
dihasilakn dari kontraksi dan relaksasai otot-otot oesophagus secara involunter. Setelah kurang
lebih 15 detik bolus akan sampai di esophagus bagian bawah dan kemudian masuk kedalam
lambung melalui spingter esophagus bagian bawah (lower esophageal refluk). Spingter ini
terletang antara esophagus dan lambung yang berfungsi mencegah bolus refluk ke esophagus.
Antasid dapat meminimalkan refluks dan makanan berlemak dan nikotin dapat meningkatkan
refluk dari bolus tersebut

1. Lambung

Didalam lambung makanan dicerna secara mekanik dan secara kimiawi. Lambung mensekresi
HCl, mucus, enzym pepsin dan factor intrinsic. Konsentrasi HCl mempengaruhi keasaman
lambung dan keseimbangan asam basa tubuh. HCl membantu mencampur dan memecah
makanan dilambung. Mucus membantu melindungi mukosa lambung dari keasaman dan aktifitas
enzym. Pepsin mencerna protein walaupun tidak semua protein dicerna didalam lambung. Faktor
intrinsik adalah komponen penting yang dibutuhkan dalam absorbsi vitamin B12 diusus dan
untuk pembentukan formasi sel darah merah. Kekurangan factor ini dapat menyebabkan anemia
pernicious.
Sebelum makanan meninggalkan lambung, makanan berubah menjadi semicair yang
disebut Chyme sehingga lebih mudah diabsorbsi.

1. Usus halus

Setelah dari lambung, makanan masuk kedalam usus halus yang berdiameter 2.5 cm dan panjang
6 meter. Bagian ini terdiri dari 3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum.

1. Usus besar

Panjang usus besar sekitar 125 – 150 cm dan terdiri dari 7 bagian : sekum (menghubungkan usus
halus dan usus beasar untuk mencegah regurgitasi), kolon asenden, kolon tranversum, kolon
desenden, kolon sigmoid, rektum (10 – 15 cm) dan anus/orifisium eksternal (2,5 – 5 cm/1 – 2
inc) yang mempunyai 2 spingter : internal (bersifat involuntar) dan eksternal (bersifat voluntar).
Usus besar tersusun oleh 2 serat otot yaitu otot sirkular dan longitudinal yang menyebabkan usus
besar dapat berkontraksi. Gerakan usus besar dibedakan dalam 3 garakan yaitu :

 Haustral Churning/shurfling

Yaitu gerakan isi usus kearah depan-belakang sehingga isi usus bercampur dan terjadi
penyerapan air.

 Peristaltic

Yaitu gerakan gelombang usus akibat gerakan otot sirkular dan longitudinal sehingga isi
usus bergerak kedepan
 Mass Peristaltic

Yaitu gerakan yang ditimbulkan karena kontraksi otot usus yang kuat sehingga terjadi
gelombang yang besar. Gerakan ini biasanya terjadi setelah makan dan jika ada stimulus dari
lambung dan usus halus (adanya makanan dalam lambung dan usus halus)

Fungsi utama usus besar adalah :

 Absorbsi/penyerapan air, NaCl dan glukosa yang dikeluarkan dari katup ileosekal
berbentuk chyme. 1500 cc chyem melewati usus besar dalam setiap harinya.
 Protektif oleh adanya sekresi musin (ion karbonat) yang penegeluaranya dirangsang oleh
nervus parasimpatis. Sekresi mukus ini akan meningkat pada saat seseorang sedang
emosi. Fungsi mukutersebu adalah melindungi dinding usus dari aktifitas bakteri dan
melindungi usus dari trauma asam yang dihasilkan feses
 Eliminasi fekal (defekasi dan flatus)

Flatus adalah udara besar yang dihasilkan daripemecahan karbohidrat sedangkan defekasi
adalah pengeluaran feses sari anus dan rektum. Frekuensi defekasi tergantung individu, berfariasi
dari beberapa kali perhari sampai 2-3 kali perminggu. Defekasi terjadi karena adanya
rangsang reflek gastrokolika, yaitu reflek peristaltik didalam usus besar yang dihasilkan ketika
makanan masuk lambung yang menyebabkan. Biasanya bekerja sesudah pagi.

Susunan Feses :

 Bakteri yang umumnya sudah mati


 Lepasan epeitelium dari usus
 Sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin
 Garam, terutama kalsium fosfat
 Sedikit zat besi, selulosa
 Sisa zat makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml)

PROSES TERJADINYA DEFEKASI


Proses terjadinya defekasi terjadi karena adanya 2 macam reflek:

1. Reflek defekasi intrinsik (intrinsic defecation reflex)

Ketika feses memasuki kerectum akan menimbulkan distensi dinding rektum sehingga akan
memberikan sinyal saraf yang dikirimkan ke pleksus mesenterika untuk merangsang timbulnya
peristaltik pada kolon desnden, kolon sigmoid dan rektum. Gerakan ini akan menekan sehingga
feses akan masuk ke anus. Spingter anal internal akan terbuka dan spingter eksternal akan relaks
dan defekasi akan terjadi.
1. Reflek defekasi parasimphatik (parasimpathetic defecation reflex)

Ketika serat saraf yang ada direktum distimulasi maka akan diteruskan ke spinal cord dan
akan kembali menstimulasi kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Saraf parasimpatis akan
mengaktifkan gelombang peristaltik, relaksasi spingter anal internal dan mengaktifkan reflek
defekasi intrinsuk. Spingter anal internal relaksasi, feses akan masuk ke anal canal. Pada saat
seseorang duduk ditoilet/bedpan, spingter anal eksternal relaksasi.
Selain didukung oleh dua reflek diatas, proses defekasi juga didukung oleh otot diafragma dan
otot abdomen. Dengan adanya peningkatan tekanan otot abdomen akibat kontraksi otot levator
ani dan otot dasar pelvik sehingga fese akan masuk ke anal kanal. Proses defekasi normal juga
dapat difasilitasi oleh fleksi paha (meningkatkan tekanan abdomen) dan posisi duduk
(meningkatkan tekanan pada rektum bagian bawah)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI FEKAL

1. Tumbuh kembang

Bayi s/d 2-3 tahun : volume lambung lebih kecil dari orang dewasa,enzim pencernaan yang
kurang, peristaltik usus yang cepat dan fungsi neuromuskular yang belum berkembang.

1. Remaja : fungsi usus besar yang sudah lebih berkekembang


2. Lansia : kekuatan gigi yang mulai berkurang,enzim disaliva dan lambung berkurang,
peristaltik dan tonus otot abdomen yang berkurang
3. Diet
4. Makanan berserat dan berselullosa penting untuk mendukung volume fekal. Makanan
yang mengandung gas (bawang, kembang kol dan kacang-kacangan) dan susu sulit
dicerna pada sebagian orang (lactosa intoleran). Diet yang tidak teratur akan menganggu
pola defekasi.
5. Pemasukan cairan : 2000-3000 ml / hari

Jika intake cairan tidak adekuat atau pengeluaran yang berlebiahan (urin/muntah) tubuh akan
kekurangan cairan sehingga tubuh akan menyerap cairan dari chyme sehingga feses yang
dikeluarkan menjadi keras.

1. Aktifitas otot

Aktifitas yang meningkat akan meningkatkan peristaltik usus, kekuatab otot perut dan otot
pelvik

1. Faktor psikologis

Cemas dan marah akan meningkatkan peristaltik sehingga memungkinkan terjadinya diare.
Depresi akan memperlambat peristaltik usus sehingga memungkinkan terjadinya konstipasi.
1. Kebiasaan

BAB ditempat yang tidak biasanya dan privasi yang kurang akan mempengaruhi pola BAB

1. Posisi

Posisi jongkok atau paha fleksi akan meningkatkan tekanan abdomen dan posisi duduk akan
meningkatkan tekanan rektum sehingga mempermudah defekasi

1. Nyeri

Adanya hemorroid dapat menyebabkan rasa nyaman saat defekasi sehingga memungkinkan
terjadi konstipasi

1. Kehamilan
2. Oprasi dan anastesi

Kehamilan akan menekan rektum


Oprasi dan anastesi akan memblok sisitem parasimpatis (misal dalam jangka 24-48 jam) akan
menghentikan pergerakan usus (ileus paralitik)

1. Obat-obatan

Narkotik, morfin, kodein menyebabkan konstipasi

Laksatif bersifat menstimulasi eliminasi bowel

1. Tes diagnostik
2. Kondisi patologis

Barium enema dapat menyebabkan konstipasi


Injury spinal cord/kepala dan gangguan mobilisasi dan menurunkan stimulasi sensori untuk
defekasi

Buruknya fungsi spinal anal akan menyebabkan inkontinensia

1. Irritan

Makanan yang berbumbu pedas, toksin.bakteri/racun dapat mengiritasi usus dan


menghasilkan diare dan flatulens
MASALAH UMUM YANG TERJADI PADA ELIMINASI FEKAL

1. a. DIARE

Diare merupakan kebalikan dari kostipasi dimana seseorang BAB dengan frekuensi sering dan
konsistensinya tidak berbentuk. Ini disebabkan karena isi usus melewati usus halus dan kolon
secara cepat sehingga belum sempat diabsorbsi dan dapat pula disebabkan karena adanya iritasi
didalam kolon yang dapat menyebabkan peningkatan sekresi mukosa, feses akan menjadi encer
dan klien tidak dapat mengontrol dan menahan keinginannya untuk BAB. Pada diare dapat
menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh terutama pada bayi dan orang
tua. Penyebab umum diare adalah
1. stress psikologis
Kondisi kecemasan dapat meningkatkan motolitas usus dan meningkatkan sekresi mukus
2. obat-obatan
Antibiotik dapat menimbulkan inflamasi dan infeksi mukosa usus karena adanya perekmbangan
mikroorganisme patologis. Besi dan cathartic dapat mengiritasi mukosa usus.
3. alergi makanan dan minuman, karena proses pencernaan yang tidak sempurna dari
makanan tersebut
4. intoleransi makanan dan minuman. Intoleransi ini dapat meningkatkan motilitas usus dan
meningkatkan sekresi mucus.
5. kondisi patologis pada kolon.
Pada sindroma malabsorbsi terjadi penurunan absorbsi cairan. Pada crhon disease terjadi
inflamasi usus dan dapat menyebabkan ulserasi.
6. lain-lain seperti operasi pembedahan dan adanya ketidakseimbangan keberadaan flora
normal. Dengan adanya penggunaan antibiotik dapat membunuh flora normal

1. b. KONSTIPATION

Konstipasi adalah menurunya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang keras dan
kering atau tidak adanya feses pada periode waktu tertentu. Hal ini juga terjadi apabila feses
melewati usus sangat lambat sehingga memungkinkan terus terjadi reabsorbsi selama diusus
besar. Konstipasi juga diasosiasikan dengan kesulitan untuk mengeluarkan feses. Seorang
perawat harus mengkaji riwayat pola defekasi klien sebelum menyatakan seseorang klien
mengalami konstipasi karena ada beberapa orang yang mempunyai pola defekasi tidak setiap
hari tapi ada juga yang setiap hari.
Penyebab :

 Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, perubahan dari
kebiasaan rutin dapat dengan cepat merubah pola defekasi
 Diet yang tidak adekuat seperti kurang serat (daging, telur) dan kurang caiaran yang
dapat menyebabkan kandungan air dalam chyeme berkurang sehingga feses menjadi
kering dan keras
 Meningkatnya stess fisiologis stress psikologis : akan mengaktifkan sistem saraf simpatik
dan hormon ephineprin sehingga menyebabkan spastic bowel/hypertonic
constipation/irritable colon
 Kurangnya olah raga seperti berbaring terlalu lama
 Obat-obatan : beberapa obat seperti kodein, morphin, antikolinergik dan zat besi dapat
menurunkan motilitas usus sehingga dapat menyebabkan konstipasi. Besi dapat merusak
mukosa usus sehinga dapat menyebabkan konstipasi tetapi besi juga dapat mengiritasi
mukosa usus sehingga pada beberapa individu besi dapat menyebabkan diare.
 Usia : pada usila mengalami penurunan kualitas otot perut, sekresi intestinal juga
menurun sehingga menyulitkan proses defekasi
 Proses penyakit : obstruksi usus, ileus paralitik, injury spinal cord dan tumor
 Penggunaan laksatif yang berlebihan : dapat menghambat reflek fisiologis untuk BAB

Kondisi yang tidak diperbolehkan mengalami konstipasi :

 Post op abdomen dan rektal


 Gangguan kardiovaskular
 Peningkatan tekanan intraokular (glukoma)
 Peningkatan tekanan intra kranial

Menurut Mc Shane & Mc Lane terdapat 3 tipe konstipasi yaitu :

 Rectal constipation

Yaitu perubahan pola BAB yang ditandai dengan adanya retensi feses tapi konsistensi feses
dalam keadaan normal dan akibat adanya perubahan kondisi biopschososial.

 Colonic constipation

Yaitu konstipasi yang ditandai dengan feses yang keras, feses kering akibat lambatnya
pengeluaran feses

 Perceived constipation

Yaitu konstipasi yang diderita pada seseorang yang menyatakan dirinya menderita
konstipasi hingga orang tersebut mengonsumsi laksatif untuk mengatasinya

Karakteristik konstipasi :
 Menurunya frekuensi BAB
 Feses keras dan kering
 Nyeri saat BAB
 Nyeri abdomen
 Distensi abdomen
 Teraba ada tekanan pada rektum/teraba penuh
 Teraba adanya masa fecal (retensi fecal)
 Penurunan nafsu makan

1. c. FECAL IMPACTION

Impaction merupakn akibat lanjut dari dari konstipasi sehingga tumpukan feses yang yang keras
directum tidak bisa dikeluarkan. Pada impactin yang berat tumpukan feses yang keras dapat
tarjadi sampai direktum dan tidak bisa dikeluarkan. Penyebabnya antara lain :

 Kebiasaan defekasi yang sangat buruk


 Obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi
 Kondisi tubuh yang lemah, bingung dan tidak sadar
 Konstipasi yang berulang
 Pemeriksaan yang dapat menyebabkan konstipasi seperti barium enema
 Usia lanjut yang ditunjang oleh intake cairan yang kurang, kurangnya aktifitas dan
penurunan tonus otot

Tanda-tanda : Tidak BAB, anoreksia, nausea, vomiting, kembung, dan nyeri rektum. Pengkajian
dengan meraba rektum harus dilakukan dengan hati-hati dan harus dengan standing order dari
dikter karena dapat menimbulkan reflek vagal (menurunkkan denyut nadi) dan perforasi (
terutama pada orang tua dengan tumor dikolon)

1. Flatulen

Flatulens adalah penumpukan gas pada lumen intestinal, dinding usus meregan dan mengalami
distensi, merasa penuh, nyeri dan kram. Secara fisiologis gas dalam tubuh akan keluar melalui
mulut (sendawa0 dan anus (flatus), tapi jika gas ini berlebihan seperti pada kasus penggunaan
obat penenang, anastesi umum, oprasi abdominal dan immobilisasi dapat menyebabkan
diafragma terdorong keatas, ekspansi paru terganggu sehingga menggangu pernafasan. Hal-hal
yang dapat menyebabkan peningkatan gas didalam usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri
yang menghasilkan gas metan, pembusukan diusus yang menghasulkan CO2, dan makanan
penghasil gas seperti kembang kol dan bawang.

1. Inkonkontinensia fekal
Yaitu suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BA
encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit
neuromuskular, trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara
mental klien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik. Pakaian klien akan basah,
menyebabkan ia akan mengalami harga diri rendah dan merasa terisolasi. Seperti pada diare
inkontinensia bisa bisa menyebabkan kerusakan kulit, sehingga perawat harus sering memeriksa
area perianal dan anus, harus kering dan bersih. Inkontinensia ini 60% terjadi pada lansia

1. Hemorroid

Hemorroid yaitu dilatasi dan pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal dan
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, pada kehamilan, gagal jantung dan penyakit
hati menahun. Perdarahan dapat mudah terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh teregang.
Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka klien merasa panas dan terasa gatal. Karena adanya
rasa nyeri saat BAB maka kadang-kadang klien mengabaikan keinginannya untuk BAB sehingga
dapat terjadi konstipasi sebagai akibat lanjut dari hemorroid.
PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

1. Riwayat keperawatan

 Kebiasaan/pola eliminasi sebelumnya : frekuensi dan waktu BAB


 Identifikasi kebiasaan yang membantu BAB : minum air hangat, menggunakan laksatif,
makanan yang spesifik dan apakah membutuhkan waktu lebih lama untuk BAB
 Tanyakan perubahan BAB, kapan terakhir BAB dan apa kira-kira penyebab perubahanya
 Tanyakan karakteristik/ciri-ciri fesesnya : keras/lunak, warna dan baunya
 Riwayat diet
 Pemasukan cairan
 Riwayat olah raga/kemampuan mobilisasi
 Kaji apakah perlu bantuan untuk BAB dirumah
 Riwayat oprasi/penyakit yang menyebabkan gangguan saluran cerna
 Kaji adanya ostomy, dan kaji keadaanya
 Kaji apkah menggunakan obat-obatn : laksatif, antasid, zat besi/Fe, analgesik atau obat
lainnya yang menyebabkan gangguan BAB
 Kaji keadaan emosi
 Kaji riwayat sosial

1. Pemeriksaan fisik

 Tanda-tanda vital
 Inspeksi gigi dan gusi
 Abdoment

Inspeksi : bentuk , kesimetrisan, warna kulit, adanya massa, peristaltik, jaringan parut, vena,
stoma, lesi. Secara normal gelombang peristaltik tidak terlihat, jika dapat diobservasi berarti
terdapat obstruksi intesti. Distensi abdomen biasanya terjadi karena adanya gas, tumor atau
cairan pada rongga peritoneum. Pengukuran dengan meteran setiap hari menentukan apakah
distensi bertambah, tempat pengukuran harus tetap, misalnya pada umbilikus dan pada waktu
yang sama setiap harinya.

Auskultasi : dilakuakan sebelum melakuakn palpasi untuk mencegah perubahan peristaltik.


Dalam auskultasi harus dikaji keadaan bising usus apakah normal, hipoperistaltik atau
hiperperistaltik
Palpasi dan perkusi : lakukan palpassssi secar gentle dan jiak teraba adanya massa lakukan
palpasi lebih dalam lagi dan diperlukan suatu ketrampilan khusus. Lakukan perkusi untuk
mnegetahui adanya cairan dan gas (timpani), tumor dan massa (dull/redup)
 Rektum

Inspeksi adanya anus akan adanya lesi, warna, inflamasi, dan hemorroid. Lakukan palpasi
(dengan menggunakan sarung tangan, jelly dan jari telunjuk) untuk mengkaji keadaan dinding
rektum

1. Karakteristik fekal

 Warna

Norma : bayi (kuning), deawasa (coklat)


Abnormal : seperti tanah liat (tidak adanya pigmen empedu/obstruksi empedu), hitam
(dimungkinkan karena mengonsumsi Fe, perdarahan saluran pencernaan bagian atas seperti
lambung dan usus kecil, karena diet sayuran hijau seperti bayam dan daging), merah
(dimungkinkan karena adanya perdaranahan saluran pencernaan bagian bawah seperti rektum
atau mengkonsumsi makanan tertentu seperti beets), pucat (dimungkinkan adanya malabsobsi
lemak, diet susu dan produk susu), orange/hijau (adanya infeksi intestin)

 Bau

Normal : padat dan lunak


Abnormal :

 Konsistensi

Normal : padat dan lunak


Abnormal : keras dan kering (dimungkinkan karena adanya dehidrasi, penurunan motilitas
usus akibat kurang latihan dan kurang diet serat, emotional up set dan laxative abuse), pada diare
konsistensi lebih encer (karena adanya peningkatan motilitas usus akibat iritasi kolon oleh
bakteri)

 Frekuensi :

Normal : bersifat individual, bayi dengan ASI (4-6x sehari), bayi dengan PASI (1-3x sehari)
dan dewasa (1-3x perminggu)

 Jumlah :

Normal : tergantung jumlah makan yang masuk, 150 gram sehari (dewasa)

 Ukuran :
Normal : tergantung diameter rektum, 2,5 cm (dewasa)

 Komposisi :

Normal : sisa makanan, bakteri yamg mati, lemak, pigmen bilirubin, sel usus dan air

1. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik

Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik dibedakan dalam 2 macam yaitu :

 Direct visualisation tehnic


 Indirect visualisation tehnik
 Endoskopi
 Barium enema
 Pengambilan sampel feses :

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko defisit volume caiaran b.d : pengeluaran yang berlebihan (diare),
ketidakseimbangan pengeluaran melalui ostomi
2. Risiko gangguan integritas kulit b.d : diare yang lam, inkontinensia bowel, adanya
ostomi
3. Gangguan rasa : nyeri b.d : peradangan pada hemorroid, distensi abdomen
4. Defisit perawatan diri b.d : kelemahan muskuloskletal
5. Gangguan gambaran diri b.d : adanya ostomi, inkontinensia fekal
6. Konstipasi b.d :

 Tidak adekuatnya diet berserat


 Immobilisasi / tidak adekuatrnya aktifitas fisik
 Tidak adekuatnya intake cairan
 Nyeri saat defekasi
 Perubahan kebiasaan rutin (pemasukan diet)
 Penyalahgunaaan laksatif
 Penggunaan obat-obatan yang bisa menyebabkan konstipasi (narkotik, analgesik, Fe,
antasid dan antikolinergik)

1. Diare bowel b.d :

 Stress emosional, cemas


 Tidak toleran terhadap makanan (makanan busuk dan beracun)
 Efek samping obat
 Alergi
 Tindakan huknah

1. Inkontinensia bowel b.d :

 Gangguan system saraf pusat


 Injury spinal cord
 Ketidakmampuan menahan defekasi
 Diare
 Impaksi fekal
 Gangguan proses pikir
 kelemahan

1. PERENCANAAN

Tujuan :

1. Mengembalikan pola eliminasi normal


2. Kembeli ke kebiasaan defekasi yang regualr
3. Intake cairan dan makanan adekuat
4. Olah rag ateratur
5. Rasa nyaman terpenuhi
6. Integritas kulit dapat dipertahankan
7. Konsep diri baik

Kriteria hasil :

1. Untuk klien dengan konstipasi :

 Konsistensi feses lunak


 Pola dfekasi normal
 Tidak ada distensi abdomen, flatus dan rektum terasa penuh sebelum defekasi
 Defekasi nyaman
 Diet dan cairan seimbang (8-10 gelas perhari, makanan tinggi serat)
 Latihan teratur setiap hari (minimal 15 menit berjalan/berlari)
 Tidak menahan defekasi
 Menggunakan laksatif seperlunya

1. Untuk klien dengan diare :

 BAB tidak lebih dari 2 kali sehari


 Konsistensi feses baik
 Status hidrasi baik : kulit baik, urin output 60 ml/jam
 Bebas dari nyeri abdomen dan iritasi perianal

1. Untuk klien dengan inkontinensia bowel :

 Pertahankan pola defekasi yang teratur


 Inkontinensia berkurang
 Bebes iritasi perianal dan bau
 Berpertisipasi dalan program training bowel
 Interaksi sosial baik

1. IMPLEMENTASI
1. Mendukung defekasi normal/teratur

Perawat harus mempertahankan :

 Privacy dan kanyamanan klien : sampiran, tidak menggunakan bedpan orang lain,
diperlukan WC yang tertutup
 Dukung waktu yang tepat untuk dfekasi
 Berikan diet dan nutrisi yang adekuat :

Untuk klien dengan diare :

 Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan


 Makan makanan sedikit tapi sering dan berikan makana yang lunak
 Berikan minuman yang mengandung tinggi potasium
 Hindari minuman yang terlalu dingin dan terlalu panas karena dapat menstimulasi
peristaltik usus
 Hindari makanan berserat dan makanan pedas

Untk klien dengan flatulens :

 Hindari makanan yang mengandung bicarbonat dan permen karet karena dapt
meningktkan masuknya udara
 Hindari kol, buncis, bawang merah dan kembang kol

 Barikan latihan :
Pada klien dengan kelemahan otot abdomen dan pelvik, lakukan latihan isometrik :

 Pada posis supine, kencangkan otot perut dan tarik kedalam, tahan selama 10 detik
 Lakukan 5-10 kali pada setiap latihan
 Lakukan latihan 4x /hari
 Penggunaan obat : katartik/laksatif/pencahar, supposituria dan antidiare :

Katartik/laksatif :

 Meningkatkan pergerakan usus dan melunakkan feses


 Efek obat ditentukan oleh besarnya dosis
 Indikasi : untuk konstipasi, pre radilogic examination dan pembedahan
 Untuk lansia sebaiknya berikan natural laxative (diet tinggi serat dan inteke cairan
adekuat)
 Kontraindikasi : nausea, vomiting, colic, nyeri abdoment

Antidiare :

 Sebagai pelindung lapisan mukosa dan melindungi dari iritasi (demulcent)


 Menyerap gas dan zat toksik dari feses (sdsobent)
 Astringent

Supposituria :

 Dapat melunakan feses, mengeluarkan CO2 dan menstimulasi saraf direktal


 Dimasukan sampai melebihi spingter anal internal
 Gunakan sarung tngan disposible
 Berikan lubrikasi

1. Membantu pasien menggunakan bedpan


2. Memasukkan rektal tube

 Indikasi : distensi abdomen


 Persiapan alat
 Pelaksanaan
 Merupakan suatu tindakan memasukan cairan secar berlahan-lahan kedalam rektum dan
kolon melalui anus dengan mengunakan kanul rektal.
 Tujuan :
o Merangsang peristaltik usus dan defekasi
o Membersihkan kolon untuk persiapan oprasi
o Terapi : mengurangi kadar kalsium yang tinggi dengan natrium polystyrene
sulfonate/kayexalate enema, mengurangi bakteri dengan neomisin
o Persiapan kolon untuk pemeriksaan diagnostik
o Klasifikasi :
o Cleansing enema : merangsnag peristaltik dengan mengiritasi kolon melalui
pemasukan sejumlah cairan. Efektif setlah 5-10 menit. Ada 2 macam :
 Enema tinggi : membersihkan semua kolon dengan 1000 ml cairan
(dewasa). Biasanya dilakuakn untuk pemeriksaan diagnostik
 Enema rendah : hanya membersihkan rektum dan kolon sigmoid dengan
500 ml. Selama tindakan posisi klien dipertahankan miring kiri.
 Carminative enema : bermanfaat untuk mengeluarkan flatus dan
merangsang peristaltik dengan memasukan 60-180 ml cairan (dewasa)
 Retention enema : dilakukan dengan memasukan minyak kedalam rektum
dan sigmoid. Bermanfaat untuk melembutkan feses dan melicinkan
rektum/anal sehingga dapt memfasilitasi pelepasan feses.
 Return flow enema/harris flush : bermanfaat untuk melepaskan flatus
dengan menggunakan 100-200 ml cairan sehingga dapat merangsang
peristaltik usus dan mengeluarkan feses
 Tipe enema
 Tap water : 500-1000 ml

1. Mengeluarkan feses secara manual


2. Enema/huknah/klisma

Diberikan berlahan untuk mencegah keracunan air dan kelebihan sirkulasi

 Normal saline fisiologis (lebih aman)

9 ml NaCl dalam 1000 ml air atau 1 sdt garam meja dalam 500 ml air. Cocok untuk bayi dan
anak-anak karena dapat menjaga keseimbangan cairan

 Cairan hipertonik 120-180 ml

Untuk klien yang tidak toleran dengan cairan yang banyak dan tidak cocok untu anak-anak

 Cairan sabun

5 ml sabun (1sdt) dalam 1000 ml air hangat atau normal salin (perry & potter, 1994) atau 20
ml sabun dalam 1000 ml air ( kozier 1991).

 Minyak seperti minyak zaitun

90-120 ml minyak (preparat komersial), contoh sodium phospat

 Carminative

Contoh MGW solution (30 ml magnesium, 60 ml Gliserin dan 90 ml air)

 Perhatian :
o Frekuens enema yang terlalu sering dapat merusak reflek defekasi normal
o Cairan sabun yang terlalu banyak dapat mengiritasi mukosa kolon
o Cairan hipertonik seperti phospat akan mengiritasi mukosa dan menarik cairan
disekitar jaringan kolon (osmosis)
o Cairan hipotonik seperti air dapat diserap masuk kealiran darah, akibatnya bisa
terjadi keracunan air. Cairan ini tidak aman bagi klien dengan gangguan ginjal
dan jantung (gagal jantung akut)
o Jenis enema yang akan diberikan harus dikolaborasikan dengan dokter
o Suhu : 40-43 C (105-110 F) untuk dewasa, 37,7 C (100F) untuk anak, 33 C (untuk
oil retentin enema). Suhu yang terlalu tinggi dapat menginjury mukosa bowel dan
suhu yang telalu rendah dapat menyebabkan spasme otot spingter dan teras tidak
nyaman
o Jumlah cairan yang diberikan tergantung macam, usia dan kemampuan klien
o Lamanya pemberian enema terganyung tujuan dan kemampuan spingter, biasanya
5-10 menit
o Ukuran kanul : dewas 22-30 Fr, anak-anak 14-18 Fr dan bayi 12 Fr
o Persiapan alat
 Sarung tangan
 Kontainer enema, tube dan klem, kanul rektal
 Cairan enema :
 Termometer
 Jelly, perlak
 Selimut mandi
 Tissue dan bengkok
 Bedpan
 Baskom, waslap
 Sabun, handuk

Paket enema :

 Sarung tangan
 Paket enem adengan rektal tip
 Jelly
 Perlak
 Handuk mandi
 Tissue dan bengkok
 Bedpan
 Baskom, waslap, handuk dan sabun

 Pelaksanaan
o Persiapan klien : jelaskan tujuan dan prosedur
o Persiapan alat dan bawa dekat dengan klien
o Perawat mencuci tangan
o Jaga privacy klien : usahakan hanya membuka daerah rektal dengan memaki
penutup/handuk, pasang sampiran, pasang pengaman tempat tidur, dan atur tinggi
tempat tidur
o Atur posisi klien : miring kiri dan kaki kanan ditekukkearah umbilikus
o Tempatkan perlak dibawah bokong klien
o Perawat memasang sarung tangan
o Mengisi cairan irigator dan klem
o Memeriksa kehangatan cairan irigator dengan ujung bagian luar dari pergelangan
tangan
o Melumasi ujung kanul dengan jelly 6-8 cm
o Menentukan letak anus dengan mencari celah antara kedua bikong dengan tangan
nondominan
o Menganjurkan klien relaks dan nafas dalam
o Memasukan ujung kanul perlahan-lahan : dewasa (7,5-10 cm), anak-anak (5-7,5
cm) dan bayi (2,5-3,75)
o Mengalirkan cairan klisma dengan membuka klem, kemudianmeninggikan secara
bertahap dan perlahan sampai setinggi 30 cm untuk enema rendah (maksimal 45
cm) dan 7,5 cm untuk bayi
o Memeperhatikan kenyamanan klien, menurunkan kecepatan aliran dengan cara
menurunkan irigator atau mengklem selang jika klien merasa kram
o Klem selang jika semua cairan telah dimasukan
o Menempatkan tissue disekitar anus dan kanula sambil menarik kanula perlahan
o Menjelaskan klien bahwa rasa distensi normal dan menganjurkan klien menahan
selam amungkin
o Menempatkan peralatan

BOWEL DIVERSION OSTOMIES


Ostomi bisa dibedakan berdasarkan :

1. waktunya :

1. temporary

temporary colostomy sering diindikasikan pada kasus traumatic injury atau pada peradangan
saluran pencernaan, misalnya karena penyakit pada bagian distal saluran cerna apalagi jika
bagian tersebut dalam tahap penyembuhan

1. permanent

permanent colostomy sering diindikasikan pada kasus malfungsi rectum dan anus akibat penyakit
tertentu seperti bowel cancer atau kelainan congenital

1. lokasi secara anatomi


1. ileostomy (pada bagian distal usus kecil)
2. cecostomy (ujung awal colon asendent)
3. ascending colostomy (pada kolon asendent)
4. tranverse colostomy (pada kolon tranversum)
5. desending colostomy (pada kolon desenden)
6. sigmoidostomy (pada sigmoid)

lokasi ostomy sangat mempengaruhi karakteristik feses yang dikeluarkan :

1. 1. Ileostomy

Feses keluar dari ileostomy keluar dari secara terus menerus dan beraturan. Fese ini mengandung
enzim pencernaan yang dapatmengiritasi kulit sehingga klien dengan ileostomy harus selalu
menggunakan kantong stoma dan harus dijaga dari kerusakan integritas kulit

1. 2. Asending colostomy

Feses yang keluar melalui asending colostomy berbentuk cair dan hanya keluar beberapa kali
dalam sehari dan tidak beraturan. Tidak mengandung enzim pencernaan

1. 3. Tranverse colostomy

Feses berbau sangat menusuk, konsistensi seperti bubur karena sudah melalui proses absorbsi air

1. 4. Desending colostomy

Konsistensi feses sudah lebih padat

1. 5. Sigmoidostomy

Konsistensi feses normal

Tiga tipe stoma ;

1. 1. the loop colostomy


2. 2. the double colostomy
3. 3. the end colostomy

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada klien dengan stoma :

1. warna stoma
Warna stoma yang normal adalah tampak kemerahan, warna dengan warna mukosa bagian
dalam usus. Warna stoma yang pucat atau berwarna gelap menunjukan adanya penurunan
sirkulasi kedaerah tersebut

1. ukuran dan bentuk

Stoma yang baru akan tampak sedikit membengkak dan akan mulai berkurang setelah 2-3
minggu sampai 6 minggu. Pengurangan bentuk yang sangat drastic menunjukan adanya
sumbatan

1. perdarahan pada stoma

Sedikit perdarahan saat disentuh masih dianggap normal, tetapi jika terjadi perdarahan yang
berlebihan harus segera dilaporkan

1. warna kulit disekitarnya

Perlu diwaspadai adanya kemerahan dan irritasi pada kulit sekitar stoma (5-13 cm dari stoma)

1. jumlah dan tipe feses

Kaji jumlah, warna, bau dan konsistensi feses. Kaji akan adanya pus dan darah pada feses.

1. lain-lain

Kaji adanya keluhan seperti terbakar pada kulit dibawah kantong stoma. Hal ini menunjukan
adanya kerusakan integritas kulit. Rasa tidak nyaman pada perut atau adanya distensi abdoment
juga harus dikaji.
Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
Pengertian Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan
menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh
tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
Susunan Sistem Perkemihan
A. Ginjal
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritonium
pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen.Bentuknya
seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan, ginjal kiri
lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada
umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
a. Bagian – Bagian Ginjal
1. Kulit Ginjal (Korteks) Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan
penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah ini banyak
mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal disebut glomerolus.
Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan
simpai bownman disebut badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi,
yaitu diantara glomerolus dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan
masuk kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju ke
pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum
ginjal.
2. Sumsum Ginjal (Medula)
3. Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal.
Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis,
mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya disebut
lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas
berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid terdapat jaringan
korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh
halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di dalam pembuluh halus ini
terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah
mengalami berbagai proses.
4. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
5. Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar.
Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis Makalah Sistem Eliminasi Urine 6
bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk
beberapa kaliks minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kliks minor ini
menampung urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks
mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria
b. Fungsi Ginjal:
1. Mengekskresikan zat – zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen, misalnya
amonia.
2. Mengekskresikan zat – zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan
berbahaya (misalnya obat – obatan, bakteri dan zat warna).
3. Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4. Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.

c. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal


1. Peredaran Darah Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai
percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria
interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal
bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan
dikelilingi leh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan
pertama dan kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena
renalis masuk ke vena kava inferior.
2. Persyarafan Ginjal Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis
(vasomotor) saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke
dalam ginjal, saraf inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk
ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang
merupakan senuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon
yaitu hormone adrenalin dan hormn kortison.

B. Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih (vesika
urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam
rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa Lapisan dinding ureter
menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih
masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urin melalui
ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum
uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Makalah Sistem Eliminasi Urine 7 Ureter berjalan
hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh pedtodinium.
Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter meninggalkan pelvis
renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.
C. Vesikula Urinaria ( Kandung Kemih )
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di belakang
simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi
oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis medius.
Bagian vesika urinaria terdiri dari :
1. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah dari
rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent, vesika
seminalis dan prostate.
2. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
3. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan
sebelah luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian
dalam). Proses Miksi (Rangsangan Berkemih). Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan
merangsang stres reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250
cc sudah cukup untuk merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek
kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus,
diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus
dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara
volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya
dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan
otak masih utuh. Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi
inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing
tertahan). Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan
kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot
dan kontraksi spinter interna. Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira
perbatasan ureter masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan
dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis
superior berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah
kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri
umbilikalis.
Makalah Sistem Eliminasi Urine 8
D. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih keluar. Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah –
tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia penis
panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki – laki terdiri dari :
1. Uretra Prostaria
2. Uretra membranosa
3. Uretra kavernosa Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam),
dan lapisan submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring
sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika
muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan
mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina
(antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.
2 Mekanisme Eliminasi
1. Proses Filtrasi Terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air,
sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring
disebut filtrate glomerulus.
2. Proses Reabsorbsi Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa,
sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator
reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan
sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi
fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi. Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla
renalis selanjutnya diteruskan ke luar.

2.3 Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine


1. Diet dan Asupan (intake) Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang
memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang
dibentuk. Selain itu, juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
2. Respons Keinginan Awal untuk Berkemih Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk
berkemih dapat menyebabkan urine banyak tertahan di dalam urinaria sehingga
memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.
3. Gaya Hidup
6. Makalah Sistem Eliminasi Urine 9
7. Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam
kaitannya terhadap tersedianva fasilitas toilet.
4. Stres Psikologis Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine
yang diproduksi.
8. 5. Tingkat Aktivitas Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik
untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan
pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
9. 6. Tingkat Perkembangan Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat
memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki
mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun dengan usia kemampuan
dalam mengontrol buang air kecil.
10. 7. Kondisi Penyakit Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes
melitus.
11. 8. Sosiokultural Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti
adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat
tertentu.
12. 9. Kebiasaan Seseorang Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di
mengalamikesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan
sakit.
13. 10. Tonus Otot Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih
adalah otot kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontraksi pengontirolan pengeluaran urine.
14. 11. Pengobatan Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya
peningkatan atau penurunan -proses perkemihan. Misalnya pemberian diure;tik dapat
meningkatkan jumlah urine, se;dangkan pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi
dapat menyebabkan retensi urine.
15.
Faktor predisposisi/Faktor pencetus Gangguan Eliminasi
a. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi. Beberapa masyarakat mempunyai
kebiasaan mengabaikan respon awal untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak
tertahan di kandung kemih. Begitu pula dengan feses menjadi mengeras karena terlalu lama
di rectum dan terjadi reabsorbsi cairan.
b. Gaya hidup. Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine
dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi
eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
c. Stress psikologi Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya
frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitif untuk keinginan
berkemih dan atau meningkatnya jumlah urine yang diproduksi. d. Tingkat perkembangan.
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada wanita hamil
kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan dari fetus atau adanya lebih
sering berkemih. Pada usia tua terjadi penurunan tonus otot kandung kemih dan penurunan
gerakan peristaltik intestinal.
e. Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter).

2. Masalah-masalah dalam eliminasi urin :


1. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan
ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.
2. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen
otot sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung
kemih.
3. Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam
hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
4. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
5. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
6. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,
seperti 2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
7. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine

16. 12. Pemeriksaan Diagnostik


17. Pemeriksaan diagnostik ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya
prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti
IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi
produksi urine. Se;lain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra
yang dapat mengganggu pengeluaran urine

Tanda dan Gejala Gangguan Kebutuhan Eliminasi


a. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
b.
c. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah suatu
kondisi yang menyebabkan kelenjar prostat mengalami pembengkakan, namun
tidak bersifat kanker. Kelenjar prostat memiliki fungsi untuk memproduksi air
mani dan terletak pada rongga pinggul antara kandung kemih dan penis. Karena
kelenjar prostat hanya dimiliki oleh pria, maka tentu saja seluruh penderita BPH
adalah pria. Umumnya pria yang terkena kondisi ini berusia di atas 50 tahun.
d. Gejala BPH Berikut ini gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita
pembesaran prostat jinak (BPH):
e.  Selalu ingin berkemih, terutama pada malam hari.
f.  Inkontinensia urine atau beser.
g.  Sulit mengeluarkan urine.
h.  Mengejan pada waktu berkemih.
i.  Aliran urine tersendat-sendat.
j.  Mengeluarkan urine yang disertai darah.
k.  Merasa tidak tuntas setelah berkemih. Munculnya gejala-gejala tersebut
disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih dan uretra ketika kelenjar prostat
mengalami pembesaran. Disarankan untuk menemui dokter jika Anda merasakan
gejala BPH, meski ringan. Diagnosis sangat diperlukan karena ada beberapa
kondisi lain yang gejalanya sama dengan BPH, di antaranya:
l.  Prostatitis atau radang prostat.
m.  Infeksi saluran kemih.
n.  Penyempitan uretra.
 Penyakit batu ginjal dan batu kandung kemih.
 Bekas luka operasi pada leher kandung kemih.
 Kanker kandung kemih
 Kanker prostat.

 Gangguan pada saraf yang mengatur aktivitas kandung kemih. Penyebab BPH
Sebenarnya penyebab persis pembesaran prostat jinak (BPH) masih belum diketahui,
namun diperkirakan kondisi ini terjadi karena adanya perubahan pada kadar hormon
seksual akibat proses penuaan. Pada sistem kemih pria terdapat sebuah saluran yang
berfungsi membuang urine keluar dari tubuh melalui penis, atau lebih dikenal
sebagai uretra. Dan jalur lintas uretra ini secara kebetulan melewati kelenjar prostat.
Jika terjadi pembesaran pada kelenjar prostat, maka secara bertahap akan
mempersempit uretra dan pada akhirnya aliran urine mengalami penyumbatan.
Penyumbatan ini akan membuat otot-otot pada kandung kemih membesar dan lebih
kuat untuk mendorong urine keluar. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko
seseorang terkena BPH adalah:  Kurang berolahraga dan obesitas.
Makalah Sistem Eliminasi Urine
11  Faktor penuaan.
 Menderita penyakit jantung atau diabetes.
 Efek samping obat-obatan penghambat beta.
 Keturunan
b. Sistitis
Sistitis dalah inflamasi kandung kemih. Inflamasi ini dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri(biasanya Eacherichia Colf) yang menyebar dari uretra atau karena respon
alergi atau akibat iritasi mekais pada kandung kemih. Gejalanya adalah sering
berkemih dan nyeri yang disertai darah dalam urine (hematuria).
c. Glomerulonefritis Glomerulonefritis adalah inflamasi nefron, terutama pada
glomerulus. Glomerulonefritis terbagi menjadi dua yaitu: - Glomerulonefritis akut
seringkali terjadi akibat respon imun terhadap toksin bakteri tertentu. -
Glomerulonefritis kronik tidak hanya merusak glomerulus tetapi juga tubulus.
Infalamasi ini mungkin diakibatkan infeksi streptokokus, tetapi juga merupakan
akibat sekunder dari penyakit sistemik lain atau karena glomerulonefritis akut.
d. Pielonefritis Pielonefritis adalah inflamasi ginjal dan pelvis ginjal akibat infeksi
bakteri. Infalamasi dapat berawal ditraktus urinaria bawah (kanduung kemih) dan
menyebar ke ureter, atau karena infeksi yang dibawa darah dan limfe ke ginjal.
Obstruksi traktus urinari terjadi akibat pembesaran kelenjar prosfat atau batu ginjal.
e. Batu Ginjal Batu ginjal atau kalkuli Urinari terbentuk dari pengendapan garam
kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. Batu-batu kecil dapat mengalir bersam
dengan urine, batu yang lebih besar akan tersangkut dalam ureter dan menyebabkan
raa nyeri yang tajam(kolik ginjla) yang menyebar dari ginjal ke selangkangan.
f. Gagal Ginjal Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Hal ini mengakibatkan
terjadinya retensi garam, air, zat buangan nitrogen (urea dan kreatinin) dan
penurunan drastis volume urine (oliguria). Gagal ginjal terbagi menjadi dua macam
yaitu: - Gagal ginjal akut terjadi secara tiba-tiba dan biasanya berhasil diobati.
Penyakit ini ditandai dengan oliguria mendadak yang diikuti dengan penghentian
produksi urine (anuria) secara total. Hal ini disebabkan oleh penurunan aliran darah
ke ginjal akibat trauma atau cedera, glomerulonefritis akut, hemoragi, tranfusi darah
yang tidak cocok, atau dehidrasi berat. - Gagal ginjal kronik adalah kondisi progresif
parah karena penyakit yang mengakibatkan kerusakan parenkim ginjal, seperti
glomerulonefritis kronik atau pielonefritis, trauma, atau diabetes nefropati( penyakit
ginjal yang diakibatkan oleh diabetes melitus).
g. Retensi Retensi Urine ialah penumpukan urine acuan kandung kemih dan
ketidaksanggupan kandung kemih untuk mengosongkan sendiri.
Kemungkinan penyebabnya :
1. Operasi pada daerah abdomen bawah.
2. Kerusakan ateren.
3. Penyumbatan spinkter.
Makalah Sistem Eliminasi Urine
12 Tanda-tanda retensi urine :
1. Ketidak nyamanan daerah pubis.
2. Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3. Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4. Meningkatnya keinginan berkemih.
5. Enuresis
h. Eniorisis Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak umumnya
malam hari.
Kemungkinan peyebabnya :
1. Kapasitas kandung kemih lebih kecil dari normal.
2. Kandung kemih yang irritable.
3. Suasana emosiaonal yang tidak menyenangkan.
4. ISK atau perubahan fisik atau revolusi. i. Inkontinensia - Inkontinensia
Fungsional/urgensi Inkotinensia Fungsional ialah keadaan dimana individu
mengalami inkontine karena kesulitan dalam mencapai atau ketidak mampuan untuk
mencapai toilet sebelum berkemih. Faktor Penyebab:
1. Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih.
2. Penurunan tonur kandung kemih
3. Kerusakan moviliasi, depresi, anietas
4. Lingkungan
5. Lanjut usia.
- Inkontinensia Stress
Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu mengalami pengeluaran urine
segera pada peningkatan dalam tekanan intra abdomen.
Faktor Penyebab:
1. Inkomplet outlet kandung kemih
2. Tingginya tekanan infra abdomen
3. Kelemahan atas peluis dan struktur pengangga
4. Lanjut usia. –
Inkontinensia Total
Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu mengalami kehilangan urine terus
menerus yang tidak dapat diperkirakan.
Faktor Penyebab:
1. Penurunan Kapasitas kandung kemih.
2. Penurunan isyarat kandung kemih
3. Efek pembedahan spinkter kandung kemih
4. Penurunan tonus kandung kemih
5. Kelemahan otot dasar panggul.
6. Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih
7. Perubahan pola
8. Frekuensi
9. Meningkatnya frekuensi berkemih karena meningkatnya cairan.
10.Urgency
11. Perasaan seseorang harus berkemih.
2.5 Urin (Air Kemih)
a. Sifat fisis air kemih, terdiri dari
: 1. Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake)
cairan dan faktor lainnya.
2. Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
3. Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan sebagainya.
4. Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
5. Berat jenis 1,015-1,020.
6. Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari pada diet (sayur
menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam).
b. Komposisi air kemih, terdiri dari:
1. Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
2. Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan
kreatinin. 3. Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.
4. Pagmen (bilirubin dan urobilin).
5. Toksin.
6. Hormon.
c. Mikturisi Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan
urin. Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
1. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya
meningkat melampaui nilai ambang batas (Hal ini terjadi bila telah tertimbun 170-
230 ml urin), keadaan ini akan mencetuskan tahap ke 2).
2. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan kandung
kemih. Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang belakang)
Sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat di pelajari
“latih”.
Sistem saraf simpatis : impuls menghambat Vesika Urinaria dan gerak spinchter
interna, sehingga otot detrusor relax danspinchter interna konstriksi. Sistem saraf
parasimpatis: impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter
relaksasi terjadi MIKTURISI (normal: tidak nyeri).
d. Ciri-Ciri Urin Normal
1. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan
yang masuk.
2. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.
3. Baunya tajam.
4. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6.
2.6 Asuhan Keperawatan terhadap Pemenuhan kebutuhan Eliminasi
2.6.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian pada kebutuhan elimiasi urine meliputi :
1. Kebiasaan berkemih Pengkajian ini meliputi bagaimana kebisaan berkemih serta
hambatannya. Frekuensi berkemih tergatung pada kebiasaan dan kesempatan.
Banyak orang berkemih setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan
waktu untuk berkemih pada waktu malam hari.
2. Pola berkemih
 frekuensi berkemih frekuesi berkemih menentuka berapa kali individu berkemih
dalam waktu 24 jam
 Urgensi Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang ke toilet karena takut
megalami inkotinensia jika tidak berkemih
 Disuria Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan ini ditemukan
pada striktur uretra, infeksi saluran kemih, trauma pada vesika urinaria.
 Poliuria Keadaan produksi urine yang abnormal yang jumlahnya lebih besar tanpa
adanya peingkata asupa caira. Keadaan ini dapat terjadi pada penyekit diabetes,
defisiensi ADH, da pen yakit kronis ginjal.
 Urinaria supresi Keadaan produksi urine yang berhenti secara medadak. Bila
produksi urine kurag dari 100 ml/hari dapat dikataka anuria, tetapi bila produksiya
atara 100 – 500 ml/hari dapat dikataka sebagai oliguria.
3. Volume urine volume urine menentukan berapa jumlah urine yang dikeluarka
dalam waktu 24 jam.
4. faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih
• diet dan asupan (diet tinngi protei dan natirum) dapat mempengaruhi jumlah urine
yang dibentuk, sedangka kopi dapat meningkatkan jumlah urine
• gaya hidup
• stress psikologi dapat meingkatka frekuensi keinginan berkemih.
• Tingkat aktivita
15 5. Keadaan urine Keadaan urie meliputi : warna, bau, berat jenis, kejerihan, pH,
protein, darah, glukosa.
6. Tanda klinis gangguan elimiasi urine seperti retensi urine, inkontinensia urine.
2.6.2 Diagnosa Diagosa keperawatan yang terjadi pada masalah kebutuhan eliminasi
urine adalah sebagai berikut :
1. Perubahan pola eliminasi urine b/d - Ketidakmampuan salura kemih akibat
anomali saluran urinaria - Penurunan kapsitas atau iritasi kandung kemih akibat
penyakit - Kerusakan pada saluran kemih - Efek pembedahan pada saluran kemih
2. Inkontinensia fungsional b/d - penurunan isyarat kandung kemih dan kerusakan
kemampuan untuk mengenal isyarat akibat cedera atau kerusakan k. Kemih -
kerusakan mobilitas - kehilangan kemampuan motoris dan sensoris
3. Inkontinensia refleks b/d - Gagalnya fungsi rangsang di atas tingkatan arkus
refleks akibat cedera pada m. Spinalis
4. Inkontinensia stress b/d - Tingginya tek. Intraabdimibal dan lemahnya otor peviks
akibat kehamilan - Penurunan tonus otot
5. Inkontinensia total b/d - Defisit komnikasi atau persepsi
6. Inkontinensia dorongan b/d - Penurunan kapasitas k. Kemih akibat penyakit
infeksi, trauma, tindakan pembedahan, faktor penuaan
7. Retesi urine b/d - adanya hambatan pada sfingter akibat pebyakit striktur, BHP
8. Perubahan body image b/d - inkontinensia dan enuresis
9. Resiko terjadinya infeksi salura kemih b/d - pemasangan kateter - kebersihan
perineum yang kurang
10. Resiko perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d - gangguan drainase
ureterostomi.
2.6.3 Perencanaan Keperawatan
Tujuan :
1. memahami arti eliminasi urine
2. membantu mengosongkan kandung kemih secara penuh
3. mencegah infeksi
4. mempertahankan integritas kulit
5. memberikan rasa nyaman
6. mengembalikan fungsi kandung kemih
7. memberikan asupan secara tepat
8. mencegah kerusakan kulit
9. memulihkan self esteem atau mencegah tekanan emosional
2.6.4 Rencanakan Tindakan
1. monitor/obervasi perubahan faktor, tanda dan gejala terhadap masalah perubahan
eliminasi urine.
2. kurangi faktor yang mempengaruhi/penyebab masalah
3. monitor terus perubahan retensi urine
4. lakukan kateterisasi urine
2.6.5 Pelaksanaan (Tindakan Keperawatan)
1. Pengumpulan Urine untuk bahan pemeriksaan
Mengingat tujuan pemeriksaan berbeda-beda, maka pengambilan sampel urine juga
dibeda-bedakan sesuai dengan tujuannya.
Cara pengambilan urine tersebut atara lain : pegambilan urine biasa, pegambila urine
steril dan pengumpulan selama 24 jam.
1. pengambilan urine biasa merupaka pengambilan urine dengan cara mengeluarkan
urine seperti biasa, yaitu buang air kecil. Biasanya untuk memeriksa gula atau
kehamilan.
2. pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan cara dengan
menggunakan alat steril, dilakukan dengan menggunakan alat steril, dilakukan
dengan keteterisasi atau pungsi supra pubis. Pengambilan urine steril bertujuan
mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal atau saluran kemih lainnya.
3. pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang
dikumpulkan dalam 24 jam, bertujuan untuk mengeetahui jumlah urine selama 24
jam dan mengukur berat jenis urine, asupan dan pengeluaran serta mengetahui fungsi
ginjal.
2.6.6 Evaluasi Keperawatan
- Klien mampu berkemih secara normal tanpa mengalami gejala-gejala gangguan
perkemihan
- Karakteristik urin : kekuningan, jernih, tidak mengandung unsur yg abnormal
- Mampu mengidentifikasi faktor-faktor yg mempengaruhi eliminasi
- Tidak terjadi komplikasi akibat perubahan pola eliminasi
BAB III KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus Tn.A (50 TH) masuk ke RS dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 3
minggu sebelum masuk RS. Pasien mengeluh bila mau buang air kecil harus
mengedan terlebih dahulu dan menimbulkan rasa nyeri pada daerah kemaluannya.
Pasien juga mengatakan sering BAK di malam hari walaupun tidak banyak minum
pada sore harinya. Pancaran kencingnya melemah dan terkadang menetes. Pasien
merokok sejak remaja namun sudah berhenti 10 tahun lalu karena suka batuk-batuk,
tidak minum alcohol. Setelah perawat melakukan pemeriksaan fisik didapatkan GCS
M6V5E4, TD 120?80 mmHg, Nadi 88x/mnt, takipnea (-), hasil USG,buli-buli
dengan kesan. Dokter mendiagnosa bahwa Tn.A menderita benigna Prostate
Hiperplasia (BPH). 3.2 Pembahasan Kasus Menggunakan 7 Jump 3.2.1
Mengklarisifikasi hal-hal yang belum diketahui dalam scenario 1. Pasien 2. Buang air
kecil 3. mengeden 4. Rasa nyeri 5. Batuk-batuk 6. Alkohol 7. USG 8. Benigna
prostate hiperplasia ( BPH ) 9. Mmhg 10. Takipnea 3.2.2 Mendefinisikan Masalah 1.
Apa saja penyakit atau kelainan yang berkaitan dengan BAK ? 2. Faktor-faktor yang
bisa mempengaruhi kebiasaan kencing seseorang antara lain ? 3. Bagaimana
frequensi buang air kecil yang normal ? 4. Bagaimana penanganan penyakit susah
buang air kecil oleh profesi perawat ? 5. Tanda dan gejala Frequensi BAK ? 6. Apa
penyakit yang timbul apabila kencing sering ditahan ? 7. Fungsi Dari Buang Air
Kecil ? 8. Berapa Ukuran Kandung Kemih ? 3.2.3 Menganalisis Masalah a. Jawaban
Kata Kunci 1. Adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada dokter. 2. Buang air kecil (BAK) adalah melepaskan
urin keluar dari kandung kemih. 3. Mengedan atau mendorong adalah dimana terjadi
apabila kota ingin mengeluarkan sesuatu dengan menggunakan tenaga misalnya pada
ibu yang sedang melahirkan mengedan sangat diperlukan untuk membatu proses
melahirkan. Makalah Sistem Eliminasi Urine 18 4. Menurut International
Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. 5. Adalah
suatu bentuk tindakan reflex dari tubuh untuk membersihkan Jalan nafas dari sesuatu
yang mengganggu Jalannya pernapasan,seperti lender,asap,debu sesuatu yang
mengiritasi jalan nafas. 6. Alkohol merupakan senyawa yang memiliki gugus
fungsional –OH yang terikat pada rantai karbon alifatik. Dalam molekul alkohol,
Gugus fungsi –OH berikatan secara kovalen dengan atom karbon. 7. USG itu adalah
kepanjangan dari Ultrasonography yang artinya adalah alat yang prinsip dasarnya
menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi yang tidak dapat didengar oleh
telinga kita. Dengan alat USG ini sekarang pemeriksaan organ-organ tubuh dapat
dilakukan dengan aman (tidak ada Efek radiasi). Jadi kesimpulannya apabila
pemeriksaan kehamilan seminggu sekali menggunakan alat USG ini sama sekali
tidak ada efeknya negatifnya kepada bayi yang dikandung. 8. BPH adalah
pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50
tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran
urinarius (Marilynn, Ed, 2000) 9. Satuan mmHg (millimeter raksa) adalah salah
satuan tekanan resmi yang digunakan dalam bidang fisika dan kimia. 10. Takipnea
(tachypnea) adalah pernapasan abnormal cepat dan dangkal, biasanya didefinisikan
lebih dari 60 hembusan per menit. b. Jawaban Pertanyaan 1. Penyakit atau kelainan
yang berhubungan dengan eliminasi urine: o Infeksi Saluran Kemih o Gonore
(penyakit kencing nanah) o Pembesaran Prostat pada Laki-laki o Diabetes Militus o
Kehamilan pada Wanita o Kencing Batu 2. jumlah cairan yang dikonsumsi, tipe
cairan yang dikonsumsi (minuman yang mengandung kafein seperti alkohol, kopi,
dan teh, bisa meningkatkan frekuensi buang air kecil), suhu udara, obat-obatan yang
mengandung diuretics, umur, aktivitas, dan ukuran kandung kemih seseorang. 3.
Menurut Bladder and Bowel Foundation, rata-rata frekuensi kencing normal bagi
orang yang minum 2 liter air per hari adalah sekitar 7 kali dalam 24 jam. Kurang
maupun lebih dari itu, misalnya sekitar 6-8 kali kencing dalam sehari masih termasuk
dalam batas yang wajar. Satu hal yang perlu diingat, frekuensi kencing yang berbeda,
misalnya antara 4-10 kali per hari, juga belum tentu menunjukkan bahwa seseorang
memiliki kondisi medis yang perlu diperhatikan. Hal ini karena ada banyak faktor
yang bisa mempengaruhi kebiasaan buang air kecil seseorang, yang umumnya
dipengaruhi pola hidup orang tersebut. 4. Tindakan yang dilakukan: o Lakukan
pijatan lembut pada kandung kemih yang terletak di perut bagian bawah untuk
memaksimalkan kekosongan air seni di dalamnya. o Tempelkan air hangat pada
perut bagian bawah. Rasa hangat akan merelaksasi beberapa organ yang bertugas
mengantarkan air seni. Makalah Sistem Eliminasi Urine 19 o Mendeteksi semua
perubahan pola buang air kecil yang terjadi pada Anda akan sangat berguna jika
Anda harus melakukan perawatan dokter. 5. Ada beberapa gejala yang perlu kita
perhatikan tentang frekuensi kencing, yaitu ketika kita sedikit minum namun sering
sekali kencing, atau sebaliknya ketika kita sering minum namun warna urine tidak
bisa menjadi jernih. Selain itu, hal yang perlu diwaspadai adalah jika ada perubahan
mendadak terhadap pola buang air kecil seseorang. Misalnya jika biasanya seseorang
bisa tidur 8 jam di waktu malam tanpa perlu kencing, lalu tiba-tiba belakangan ini
selalu terbangun setiap malam karena ingin berkemih. Kalau hal ini terjadi pada anda
dalam jangka waktu yang cukup lama, sebaiknya memeriksakan diri ke spesialis
urologi. 6. menyebabkan infeksi saluran kencing maupun penyakit kencing batu. 7.
untuk membuang racun-racun yang tidak diperlukan dalam tubuh. 8. ukuran kandung
kemih (bladder) seseorang. Ada orang yang memiliki ukuran kandung kemih kecil
(300 ml), sedang (500 ml), besar (800 ml) dan sangat besar (1000 ml +). Namun
biasanya seseorang sudah merasa ingin kencing ketika kandung kemihnya sudah
terisi kurang dari separuh (200-400 ml). Perbedaan ukuran kandung kemih inilah
yang menjadi alasan mengapa ada orang yang bisa menahan kencing selama 8 jam
atau lebih, sedangkan yang lain harus berkemih setiap 1-2 jam sekali. Kita bisa
mengukur ukuran kandung kemih dengan cara mengukur jumlah air kencing yang
kita keluarkan ketika benar-benar merasa ingin berkemih.

18. RINGKASAN

1. Untuk memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pemenuhan


kebutuhan eliminasi fekal, perawat harus memahamai terlebih dahulu anatomi dan
fisiologi system pencernaan.
2. Proses terjadinya defekasi dipengaruhi oleh 2 reflek yaitu reflek defekasi intrinsic dan
reflek defekasi parasimpatik
3. Untuk mendukung fungsi eliminasi fekal, seorang perawatat harus menegetahui factor-
faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal yaitu usia / tumbuh kembang, pola nutrisi /
diet, intake cairan, aktifitas, factor psikologis, kebiasaan, posisi, nyeri, kehamilan, operasi
dan anestesi, obat-obatan, tes diagnostik, kondisi patologis, dan irritan
4. sebelum menentukan masalah keperawatan yang berhubungan dengan gangguan
pemenuhan eliminasi fekal, perawat harus melakukan pengkajianyang meliputi : pola
eliminasi sebelumnya, kebiasaan yang mendukung pola BAB, karakteristik feses, riwayat
diet, riwayat diet, pola kativitas, intake cairan dan temuan pemeriksaan fisik yang
mendukung
5. dalam memfasilitasi klien dengan pemenuhan kebutuhan eliminasifekal seorang perawat
harus menguasai implementasi keperawatan yang mendukung yang meliputi :

a mendukung defekasi normal yang teratur seperti : memberikan waktu yang tepat, menjaga
privasi, mempertahankan diet nutrisi adekuat
b mendukung latihan yang adekuat
c memperhatikan dalam pemberian obat yang mungkin berpengaruh pada gangguan
eliminasi fekal
d membantu klien BAB dengan menggunakan bed pan
e menggunakan rectal tube
f mengeluarkan feses secara manual
g melakukan enema sesuai indikasi
h memberikan perawatan stoma

LATIHAN
Kasus I
An I (3 tahun) masuk RS karena diare sejak 1 hari sebelum MRS, dari hasil pengkajian An I
BAB 5X dalam sehari dengan konsitensi cair. An I tampak lemah, turgor kulit menurun, mukosa
bibir kering, suhu 38°C, BB : 12 Kg
Kasus II
Ny Y (33 tahun) dirawat di RS karena stroke dengan hemiparese kiri. Pergerakan Ny Y terbatas,
aktivitas sehari-hari dibantu keluarganya dan perawat ruangan. Dari hasil pemeriksaan fisik
abdoment teraba masa feses karena belum BAB sejak 4 hari yang lalu

Pertanyaan :

1. Lengkapi data apa yang harus dikaji lebih lanjut pada kedua kasus diatas
2. Identifikasi masalah keperawatan yang sering muncul pada kedua kasus diatas
3. Susunlah rencana / intervensi keperawatan dari setiap masalah keperawatan pada kedua
kasus diatas.

DAFTAR PUSTAKA Aris, T. (2009). Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Trans Info Media.
Gibson, J. (2003). Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC. Mashudi, S.
(2011). Buku Ajar Anatomi Fisiologi Dasar. Jakarta: Salemba Medika. Pearce, E. C. (2002).
Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Kompas Gramedia. Perry, P. (2006).
Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC. Tambayong, J. (2001).
Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Watson, R. (2002). Anatomi dan
Fisiologi untuk Perawat. Jakarta: EGC. Wibowo, D. S. (2013). Anatomi Fungsional Elementer
dan Penyakit yang Menyertainya. Jakarta: Kompas Media.
IRA SUARILAH
 Fakultas Keperawatan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah


Kebutuhan dasar manusia merupakan fokus dalam asuhan keperawatan. Bagi pasien yang
mengalami gangguan kesehatan, maka kemungkinan ada satu atau beberapa kebutuhan dasar
pasien yang akan terganggu. Kebutuhan dasar manusia dibagi menjadi kebutuhan fisik,
psikologis dan sosial. Kebutuhan fisik harus dipenuhi lebih dahulu karena merupakan kebutuhan
yang terbesar meliputi nutrisi, istirahat, oksigen, eliminasi, kegiatan seksual, oleh karena itu
perawat harus memiliki kemampuan dan pengetahuan cara pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
dengan memantau dan mengikuti perkembangan kemampuan pasien dalam melaksanakan
aktifitas kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan dasar terutama pasien imobilisasi.
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana
seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya. Melihat hal itu personal
hygiene diartikan sebagai hygiene perseorangan yang mencakup semua aktivitas yang bertujuan
untuk mencapai kebersihan tubuh, meliputi membasuh, mandi, merawat rambut, kuku, gigi, gusi
dan membersihkan daerah genital. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kesehatan kurang
diperhatikan. Hal ini terjadi karena mengganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele,
padahal jika hal tersebut kurang diperhatikan dapat mempengaruhi kesehatan secara umum
terutama pasien imobilisasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah konsep dan asuhan keperawatan personal hygiene?
2. Apa faktor yang mempengaruhi personal hygiene?
3. Apa dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene?
4. Apa tanda dan gejala klinis personal hygiene?
5. Apa prinsip personal hygiene?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui konsep dan asuhan keperawatan personal hygiene
2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi personal hygiene
3. Untuk mengetahui dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala klinis personal hygiene
5. Untuk mengetahui prinsip personal hygiene

D. Manfaat Penelitian
Agar pembaca tahu konsep dan asuhan keperawatan personal hygiene
Agar pembaca tahu faktor yang mempengaruhi personal hygiene
Agar pembaca tahu dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene
Agar pembaca tahu tanda dan gejala klinis personal hygiene
Agar pembaca tahu prinsip personal hygiene

Defenisi Perawatan Diri/Personal Hygiene Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar
manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Departemen Kesehatan, 2000). Defisit
perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri(mandi,
berhias, makan, toileting). Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Kurang perawatan diri adalah
kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya (Potter
& Perry, 2005
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene
yang berarti sehat. Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto, Wartonah, 2006:78).

Hygiene personal juga merupakan salah satu tindakan keperawatan dasar yang rutin
dilakukan oleh perawat setiap hari di rumah sakit. Berikut ini adalah definisi personal hygiene
menurut beberapa ahli, diantaranya:
a. Kebersihan diri adalah upaya individu dalam memelihara kebersihan diri yang meliputi
kebersihan rambut, gigi dan mulut, mata, telinga, kuku, kulit, dan kebersihan dalam berpakaian
dalam meningkatkan kesehatan yang optimal (Effendy, 1997).
b. Personal hygiene adalah kesehatan pada seseorang atau perseorangan. Sjarifudin. 1979 (dalam
Basyar.2005)
c. Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya
guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi
kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri (Depkes 2000).
d. Cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka disebut hygiene perorangan
(Potter & Perry. 2005)

Konsep Kebersihan Perorangan dan Perawatan Diri


1. Jenis-jenis Personal Hygiene

Jenis-jenis personal Hygiene di bedakan menjadi :

a. Berdasarkan Waktu

Perawatan dini hari


Perawatan dini hari merupakan perawatan diri yang dilakukan pada waktu bangun tidur
untuk melakukan tindakan seperti perapian dalam pemeriksaan, mempersiapkan pasien
melakukan sarapan dan lain-lain.

Perawatan pagi hari


Perawatan pagi hari merupakan perawatan yang dilakukan setelah melakukan pertolongan
dalam memnuhi kebutuhan eliminasi mandi sampai merapikan tempat tidur pasien.

Perawatan siang hari


Perawatan siang hari merupakan perawatan yang dilakukan setelah melakukan perawatan
diri yang dapat dilakukan antara lain mencuci mukan dan tangan, mebersihkan mulut,
merapikan tempat tidur, serta melakukan pembersihan lingkungan pasien.

Perawatan menjelang tidur


Perawatan menjelang tidur merupakan perawatan yang dilakukan pada saat menjelang tidur
agar pasien dapat tidur beristirahat dengan tenang. Seperti mencuci tangan dan muka
membersihkan mulut, dan memijat dareah punggung

b. Berdasarkan Tempat

Perwatan diri pada kulit


Kulit merupakan salah satu bagian penting dari tubuh yang dapat melindungi tubuh dari
berbagai kuman atau tarauma sehingga diperlukan perawatan yang adekuat dalam
mempertahankan fungsinya.

Fungsi kulit:

1) Proteksi tubuh

2) Pengaturan temperatur tubuh

3) Pengeluaran pembuangan air

4) Sensasi dari stimulus lingkungan

5) Membantu keseimbangan cairan dan elektrolit

6) Memproduksi dan mengabsorsi vitamin D

Faktor yang mempengaruhi perubahan dan kebutuhan pada kulit:


1) Umur

2) Jaringan kulit

3) Kondisi atau keadaan lingkungan.

MandiPerawatan tubuh ( Memandikan).


Mandi bermanfaat untuk menghilangkan atau membersihkan bau badan, keringat, dan sel
yang mati serta merangasang sirkulasi darah dan membuat rasa nyaman.

Perawatan Diri Pada Kaki Dan Kuku


Perawatan kaki dan kuku untuk mencegah infeksi, bau kaki, dan cedera jaringan lunak.
Integritas kaki dan kuku ibu jari penting untuk mempertahankan fungsi normal kaki sehingga
orang dapat berdiri atau berjalan dengan nyaman.
Perawatan Rambut
Rambut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi sebagai proteksi dan pengatur
suhu.Indikasi perubahan status kesehatan diri juga dapat dilihat dari rambut.Perawatan ini
bermanfaat mencegah infeksi daerah kepala.

Perawatan Gigi Dan Mulut


Gigi dan mulut adalah bagian penting yang harus dipertahankan kebersihannya. Sebab
melalui organ ini berbagai kuman dapat masuk.

Perawatan Perineal Wanita


Perawatan perineal wanita meliputi genitalia eksternal.Prosedur biasanya dilakukan selama
mandi.Perawatan perineal mencegah dan mengontrol penyebaran infeksi, mencegah kerusakan
kulit, meningkatkan kenyamanan dan mempertahankan kebersihan.

Perawatan Perineal Pria


Klien pria memerlukan perhatian khusus selama perawatn perinel, khususnya bila ia tidak di
sirkumsisi. Foreskin menyebakan sekresi mengumul dengan mudah di sekitar mahkota penis
dekat meatus uretral.Kanker penis terjadi lebih sering pada pria yang tidak disirkumsisi dan
diyakini berkaitan kebersihan.

Kebutuhan kebersihan lingkungan pasien


Yang dimaksud disini adalah kebersihan pada tempat tidur. Melalui kebersihan tempat tidur
diharapakan pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa ganguan selama tidur sehingga dapat
membantu proses penyembuhan.

2. Tujuan Personal Hygiene


Memelihara kebersihan diri, menciptakan keindahan, serta meningkatkan derajat kesehatan
individu sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit pada diri sendiri maupun orang lain.
Tujuan dari Personal Hygiene yaitu :
a. Menghilangkan minyak yang menumpuk, keringat, sel-sel kulit yang mati dan bakteri.
b. Menghilangkan bau badan yang berlebihan.
c. Memelihara integritas permukaan kulit.
d. Menstimulasi sirkulasi/peredaran darah.
e. Memberikan kesempatan perawat untuk mengkaji kondisi kulit.
f. Meningkatkan percaya diri seseorang.
g. Menciptakan keindaha.
h. Meningkatkan derajat kesehatan seorang.

3. Faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene


a. Budaya.
Sejumlah mitos yang berkembang dimasyarakat menjelaskan bahwa saat individu sakit ia
tidak boleh dimandikan karena dapat memperparah penyakit.
b. Status soial ekonomi.
Untuk melakukan personal hygiene yang dibutuhkan sarana yang memadai, seperti kamar
mandi, peralatan mandi, serta perlengkapan mandi yang cukup (sabun, sikat gigi, sampo dan
lain-lain). Itu semua membutuhkan biaya dengan kata lain sumber keungan individu akan
berpengaruh pada kemampuannya mempertahankan personal hygiene.

c. Agama
Agama juga berpengaruh pada keyakinan individu dalam melaksanakan kebiasaan sehari-
hari.
d. Status kesehatan
Kondisi sakit atau cedera akan menghambat kemampuan individu dalam melakukan
perawatan diri. Hal ini tentunya berpengaruh pada tingkat kesehatan individu. Individu akan
semakin lemah yang pada akhirnya jatuh sakit.
e. Kebiasaan
Kebiasaan individu dalam menggunakan produk-produk tertentu dalam melakukan
perawatan diri misalnya menggunakan showers, sabun padat, dan lain-lain.
f. Cacat jasmani/mental bawaan
Kondisi cacat dan gangguan mental menghambat kemampuan individu untuk melakukan
perawatan diri secara mandiri. Jenis-jenis Personal Hygiene merupakan salah satu tindakan
keperawatan dasar yang rutin dilakukan oleh perawat setiap hari dirumah sakit, tindakan tersebut
meliputi sebagai berikut :

a. Perawatan kulit kepala dan rambut serta seluruh tubuh.

b. Perawatan mata.

c. Perawatan hidung.

d. Perawatan telinga.

e. Perawatan genitalia.

f. Kesehatan pakaia
Tindakan Perawatan Diri pada Kulit
Cara Perawatan Kulit
Merupakan tindakan pada kulit yang mengalami atau beresiko terjadi kerusakan jaringan lebih
lanjut, khususnya pada daerah yang mengalami tekanan (tonjolan). Tujuannya adalah untuk
mencegah dan mengatasi terjadinya luka dekubitus akibat tekanan yang lama dan tidak hilang.
Persiapan Alat dan Bahan :

 Baskom cuci
 Sabun
 Air
 Agen pembersih
 Balutan
 Pelindung kulit
 Plester
 Sarung tangan

Prosedur Kerja :

 Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan


 Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
 Tutup pintu ruangan
 Atur posisi pasien
 Kaji luka/kulit tertekan dengan memperhatikan warna, kelembaban, penampilan sekitar
kulit, ukur diameter kulit, dan ukur kedalaman.
 Cuci sekitar luka dengan air hangat atau sabun cuci secara menyeluruh dengan air.
 Secara menyeluruh dan perlahan-lahan, keringkan kulit yang disertai pijatan
 Secara menyeluruh, bersihkan luka dengan cairan normal atau larutan pembersih.
Gunakan semprit irigasi luka pada luka yang dalam.
 Setelah selesai, berikan obat atau agen tropikal.
 Catat hasil
 Cuci tangan

Cara Memandikan Pasien di Tempat tidur


Memandikan pasien di tempat tidur dilakukan pada pasien yang tidak mampu mandi secara
sendiri. Tujuannya untuk menjaga kebersihan tubuh, mengurangi infeksiakibat kulit kotor,
memperlancar system peredaran darah, dan menambah kenyamanan pasien
Persiapan Alat dan Bahan :

 Baskom mandi dua buah, masing-masing berisi air dingin dan air hangat
 Pakaian pengganti
 Kain penutup
 Handuk, sarung tangan pengusap badan
 Tempat untuk pakaian kotor
 Sampiran
 Sabun
Prosedur Kerja :

 Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan


 Cuci tangan
 Atur posisi pasien
 Pada pasien, lakukan tindakan memandikan yang diawali dengan membentangkan
handuk di bawah kepala. Kemudian bersihkan muka, telinga, dan leher dengan sarung
tangan pengusap. Keringkan dengan handuk
 Kain penutup diturunkan, kedua tangan pasien dinaikkan keatas, serta handuk diatas dada
pasien dipindahkan dan dibentangkan. Kemudian kembalikan kedua tangan di posisi awal
diatas handuk, lalu basahi kkedua tangan dengan air bersih. Keringkan dengan handuk
 Kedua tangan dinaikkan keatas, handuk dipindahkan di sisi pasien lalu bersihkan daerah
dada dan perut. Keringkan dengan handuk
 Miringkan pasien ke kiri, handuk dibentangkan dibawah punggung sampai glutea dan
basahi punggung sampai glutea, lalu keringkan dengan handuk. Selanjutnya, miringkan
pasien ke kanan dan lakukan hal yang sama. Selanjutnya, kembalikan pasien ke posis
telentang dan pasangkan pakaian dengan rapi.
 Letakkan handuk dibawah lutut, lalu bersihkan kaki. Kaki yang paling jauhdidahulukan
dan dikeringkan dengan handuk
 Ambil handuk, dan letakkan di bawah glutea. Pakaian bawah perut dibuka, lalu bersihkan
daerah lipatan paha dan genitalia. Setelah selesai, pasang kembali pakaian dengan rapi.
 Cuci tangan

Perawatan Diri pada Kuku dan Kaki


Menjaga kebersihan kuku merupakan salah satu aspek penting dalam mempertahankan
perawatan diri karena berbagai kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui kuku.
Masalah/Gangguan pada Kuku
Ingrown nail
Kuku tangan yang tidak tumbuh-tumbuh dan dirasakan sakit pada daerah tersebut.
Paronychia
Radang di sekitar jaringan kuku
Ram’s Horn Nai
Gangguan kuku yang ditandai dengan pertumbuhan yang lambat disertai kerusakan dasar kuku
atau infeksi
Bau Tak Sedap
Reaksi mikroorganisme yang menyebabkan bau tidak sedap.
Tindakan Perawatan Diri pada Kuku
Cara Perawatan Kuku
Merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu merawat kuku sendiri. Tujuannya adalah
menjaga kebersihan kuku dan mencegah timbulnya luka atau infeksi akibat garukan dari kuku.
Persiapan Alat dan Bahan:

 Alat pemotong kuku


 Handuk
 Baskom berisi air hangat
 Bengkok
 Sabun
 Kapas
 Sikat kuku

Prosedur Kerja :

 Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan


 Cuci tangan
 Atur posisi pasien dengan posisi duduk atau tidur
 Tentukan kuku yang akan dipotong
 Rendamkan kuku dengan air hangat ± 2 menit. Lakukan penyikatan dengan beri sabun
bila kotor.
 Keringkan dengan handuk
 Letakkan tangan diatas bengkok dan lakukan pemotongan kuku.
 Cuci tangan.

Perawatan Diri pada Rambut


Rambut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi proteksi dan pengatur suhu. Indikasi
perubahan status kesehatan diri juga dapat dilihat dari rambut mudah rontok sebagai akibat gizi
kurang.
Masalah/Gangguan pada Perawatan Rambut

 Kutu
 Ketombe
 Alopecia (botak)
 Sehorrheic dermatitis (radang pada kulit di rambut)

Tindakan Perawatan Diri pada Rambut


Cara Perawatan Rambut
Merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri dengan
menyuci dan menyisir rambut. Tujuannya adalah membersihkan kuman-kuman yang ada pada
kulit kepala, menambah rasa nyaman, membasmi kutu atau ketombe yang melekat pada kulit,
serta memperlancar system peredaran darah di bawah kulit.
Persiapan Alat dan Bahan

 Handuk secukupnya
 Perlak atau pengalas
 Baskom berisi air hangat
 Shampo atau sabun pada tempatnya
 Kasa dan kapas
 Sisir
 Bengkok
 Gayung
 Ember kosong

Prosedur Kerja
 Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
 Cuci tangan
 Tutup jendela atau pasang sampiran
 Atur posisi pasien dengan posisi duduk atau berbaring
 Letakkan baskom dibawah tempat tidur, tepat dibawah kepala pasien
 Pasang perlak atau pengalas di bawah kepala dan dismbungkan kearah bagian baskom
dengan pinggir digulung
 Tutup telinga dengan kapas
 Tutup dada sampai leher dengan handuk
 Kemudian sisir rambut dan lakukan pencucian dengan air hangat. Selanjutnya gunakan
shampo dan bilas dengan air hangat sambil dipijat
 Setelah selesai, keringkan
 Cuci tangan

Perawatan Diri pada Mulut dan Gigi


Gigi dan mulut adalah bagian penting yang harus dipertahankan kebersihannya, sebab berbagai
kuman dapat masuk melalui organ ini.
Masalah/Gangguan pada Gigi dan Mulut

 Halitosis, bau napas tidak sedap yang disebabkan adanya kuman atau lainnya
 Ginggivitas, radang pada daerah gusi
 Karies, radang pada gigi
 Stomatitis, radang pada daerah mukosa atau rongga mulut
 Periodontal disease, gusi yang mudah berdarah dan bengkak
 Glostitis, radang pada lidah
 Chilosis, bibir yang pecah-pecah

Tindakan Perawatan Diri pada Gigi dan Mulut


Cara Perawatan Gigi dan Mulut
Merupakan tindakan pada pasien yang itdak mampu mempertahankan kebersihan mulut dan gigi
dengan membersihkan serta menyikat gigi dan mulut secara teratur. Tujuannya untuk mencegah
infeksi pada mulut akibat kerusakan pada daerah gigi dan mulut, membantu menambah nafsu
makan, serta menjaga kebersihan gigi dan mulut.
Persiapan Alat dan Bahan

 Handuk dan kain pengalas


 Gelas kumur berisi

- Air masak/NaCl
- Obat kumur
- Boraks gliserin

 Spatel lidah telah dibungkus dengan kain kasa


 Kapas lidi
 Bengkok
 Kain kasa
 Pinset atau arteri klem
 Sikat gigi dan pasta gigi

Prosedur Kerja

 Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan


 Cuci tangan
 Atur posisi pasien
 Pasng handuk di bawah dagu dan pipi pasien
 Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang berisi air dan NaCl
 Anjurkan pasien untuk membuka. Lakukan mulut dengan sudip lidah bila pasien tidak
sadar.
 Lakukan pembersihan dimulai dari dinding rongga mulut, gusi, gigi, lidah, bibir. Bila
sudah kootor, letakkan di bengkok
 Lakukan hingga bersih. Setelah itu, oleskan boraks gliserin
 Untuk perawatan gigi, lakukan penyikatan dengan geraan naik turun dan bilas. Lalu
keringkan
 Cuci tangan

Perawatan Diri pada Alat Kelamin Perempuan


Tindakan Perawatan Diri pada Alat Kelamin
Cara Vulva Higiene
Vulva higiene merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu membersihan vulva sendiri.
Tujuannya adalah mencegah terjadinya infeksi pada vulva dan menjaga kebersihan vulva.
Persiapan Alat dan Bahan

 Kapas sublimate atau desinfektan


 Pinset
 Bengkok
 Pispot
 Tempat membersihkan (cebok) yang berisi desinfektan
 Desinfektan sesuai dengan kebutuhan
 Pengalas
 Sarung tangan

Prosedur Kerja

 Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan


 Cuci tangan
 Atur posisi pasien dengan posisi dorsal recumbent
 Pasang pengalas dan pispot, kemudian letakkan dibawah glutea pasien
 Gunakan sarung tangan
 Lakukan tindakan perawatan kebersihan vulva dengan tangan kiri membuka vulva
memakai kapas sublimate dan tangan kanan menyiram vulva dengan larutan desinfektan
 Kemudian ambil kapas sublimate dengan pinset, lalu bersihkan vulva dari atas kebawah.
Kapas yang telah kotor dibuang ke bengkok. Hal ini dilakukan hingga bersih.
 Setelah selesai, ambil pispot dan atur posisi pasien.
 Cuci tangan

KEBUTUHAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN PASIEN


Pemenuhan kebutuhan kebersihan lingkungan pasien yang dimaksud disini adalah kebersihan
pada tempat tidur. Melalui kebersihan tempat tidur, diharapakna pasien dapat tidur dengan
nyaman tanpa gangguan selama tidur, sehingga dapat membantu proses pemnyembuhan.
Pemenuhan ini melalui prosedur penyiapan tempat tidur tertutup maupun terbuka.
Cara Menyiapkan Tempat Tidur
Persiapan Alat dan Bahan

 Tempat tidur, kasur, bantal


 Seprai besar
 Seprai kecil
 Sarung bantal
 Perlak
 Selimut

Prosedur Kerja

 Cuci tangan
 Atur tempat tidur, kasur dan bantal
 Pasang seprai besar dengn garis tengah lipatannya tepat di tengah kasur/tempat tidur
 Atur kedua sisi samping seprai atau tempat tidur dengan sudut 90º, lalu masukkan ke
bawah kasur
 Pasang perlak di tengah tempat tidur
 Pasang seprei kecil di atas perlak
 Lipat selimut menjadi empat secara terbalik dan pasang bagian bawah. Masukkan ujung
selimut ke bawah kasur
 Pasang sarung bantal
 Cuci tangan

Dampak yang Timbul pada Masalah Personal Hygiene


Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene (Tarwoto & Wartonah, 2004)
meliputi:
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpelihara kebersihan
perorangan dengan baik.Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit,
gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan
interaksi sosial.

C.Pengkajian Data
Pengkajian dikumpulkan dari klien, keluarga dan orang terdekat, catatan informasi
sebelumnya, dan orang yang terlibat dalam memberi dukungan atau perawatan klien. Pengkajian
menurut Muslim (2001), meliputi beberapa faktor antara lain:
a. Identitas klien dan penanggung
Hal yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan,
pekerjaan dan alamat.
b. Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien defisit perawatan diri dibawa kerumah sakit karena keluarganya merasa
tidak mampu merawat, terganggu karena prilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan
dirumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

c. Pemeriksaan fisik

Hal yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat
badan, tinggi badan serta keseluruhan fisik yang dirasakan klien. Status mental Pengkajian status
mental meliputi:

1) Penampilan : tidak rapi, tidak serasi dan berpakaian.

2) Pembicaraan : teroganisir atau berbelit-belit.

3) Aktivitas motorik : meningkat atau menurun.

4) Alam perasaan : suasana hati dan emosi.

5) Afek : sesuai atau maladaptive seperti tumpul,

datar, labil, dan ambivalen.

6) Interaksi selama wawancara : respon verbal dan nonversal.

7) Persepsi : ketidak mampuan menginterpretasikan

stimulus yang ada sesuai dengan informasi.

8) Proses fikir : proses informasi yang diterima tidak

berfungsi dengan baikdan tepat


mempengaruhi proses piker.

9) Isi piker : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian

relistis.

10) Tingkat kesadaran : orientasi waktu, tempat dan orang.

11) Memori

a.Memori jangka panjang : mengingat peristiwa setelah lebih setahun

berlalu.

b. Memori jangka pendek : mengingat peristiwa seminggu yang lalu

danpada saat dikaji.

12) Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan

tugas dan berhitung sederhana.

13) Kemampuan penilaian : apakah terdapat masalah ringan sampai

berat.

14) Daya tarik diri : kemampuan dalam mengambil keputusan

tentang diri.

15) Kebutuhan persiapan pulang : yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk

minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan

kesehatan serta aktifitas dalam dan luar ruangan.

D. Diagnosa keperawatan diri

Menurut Potter & Perry, 2005) diagnosa keperawatan pada ganguan kebutuhan personal
hygiene harus actual dan petensial berdasarkan pengumpulan data yang selama pengkajian
dimana perawat menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya atau
ngangguan kebutuhan personal hygiene.

No Masalah Keperawatan Batasan Karakteristik


1. Defisit Perawatan diri : Ketidakmampuan untuk melakukan
Mandi/Hygiene tugastugas berikut:
a) Mengakses kamar mandi.
b) Mengeringkan badan.
c) Mengambil perlengkapan mandi.
d) Mendapatkan sumber air.
e) Mengatur suhu atau aliran air mandi.
f) Membersihkan tubuh atau anggota
badan.Data DS:
- Klien mengatakan malas mandi.
- Klien mengatakan sering gatal-gatal pada
kulitnya, malas untuk gosok gigi dan
gunting kuku.
- Klien mengatakan perlengkapan mandi
seperti sabun,shampoo,handuk, di kamar
mandi ruangan klien tidak ada sehingga
klien malas mandi
- Klien mengatakan tidak ada pakaian ganti
setelah mandi.
Data DO :
- Rambut klien kotor, acak- acakan, pakaian
kotor.
- Mulut dan gigi bau,Kulit kusam dan
kotor,Kuku panjang dan tidak terawat.
- Setelah mandi klien masih tampak
kotor,klien tidak membersihkan anggota
badan klien,dan tidak pakai handuk,akibat
dari keterbatasan tersedianya respon
keluarga dan pihak rumah sakit untuk
membenahi kebutuhan pemenuhan
kebersihan diri klien.
2 Defisit Perawatan Diri : Hambatan kemampuan untuk :
Berpakaian/Berhias a) Mengancingkan pakaian.
b) Mengambil pakaian.
Mengenakan atau melepas bagian-bagian
pakaian yang
penting.Ketidakmampuanuntuk :
a) Memilih pakaian.
b) Mempertahankan penampilan pada
tingkat yang memuaskan.
c) Mengambil pakaian.
d) Mengenakan pakaian pada tubuh bagian
bawah.
e) Mengenakan pakaian pada tubuh bagian
atas.
f) Mengenakan sepatu.
g) Mengenakan kaus kaki.
h) Melepaskan pakaian.
i) Menggunakan alat bantu.
j) Menggunakan resleting.
3. Defisit Perawatan Diri : Ketidakmampuan untuk :
Makan a) Menyuap makanan dari piring ke mulut.
b) Mengunyah makanan.
c) Menyelesaikan makanan.
d) Meletakkan makanan ke piring.
e) Memegang alat makan.
f) Mengingesti makanan dengan cara yang
dapat diterima oleh masyarakat.
g) Mengingesti makanan secara aman.
h) Mengingesti makanan yang cukup.
i) Memanipulasi makanan di mulut.
j) Membuka wadah makanan.
k) Mengambil cangkir atau gelas.
l) Menyiapkan makanan untuk diingesti.
m) Menelan makanan.
n) Menggunakan alat bantu.
4. Defisit Perawatan Diri : a) Ketidakmampuan melakukan hygiene
Eliminasi eliminasi yang tepat.
b) Ketidakmampuan menyiram kloset atau
kursi buang air.
c) Ketidakmampuan mencapai kloset atau
kursi buang air.
d) Ketidakmampuan memanipulasi pakaian
untuk eliminasi.
e) Ketidakmampuan untuk duduk atau
bangun dari kloset atau kursi buang air.
E. Menyusun Rencana Keperawatan

Hari/tanggal No.Dx Perencanaan Keperawatan


Rabu, 01 1. Tujuan dan Kriteria Hasil :
Maret 2017 1.Menunjukkan kemampuan perawatan diri atau
aktivitas sehari-hari secara mandiri dan klien terbebas
dari bau badan.
2. Mampu menunjukkan dalam kebersihan pribadi
terutama mandi dan berpakaian,dandan,toilet dan
makan.
3.Mampu menyediakan peralatan mandi pribadi yang
diinginkan.
4.Klien menunjukkan indikator keberhasilan dengan
skala 4 sering menunjukkan keberhasilan.
Rencana Tindakan Rasional
1. Bina hubungan saling 1.Mendekatkan diri
percaya dengan pasien. pada pasien. Rasa saling
2. Pantau kebersihan diri percaya adalah fasilitas
klien dan perawatan diri. untuk ekspresi
3. Fasilitasi klien untuk pikiran/perasaan secara
mandi secara mandiri. terbuka.
4. Bantu klien dalam 2.Data dasar dalam
kebersihan intervensi.
badan,mulut,rambut,dan 3.Memudahkan klien
kuku. untuk melakukan
5. Tingkatkan motivasi aktivitas.
kliendalam kebersihan 4.Mengarahkan klien
badan,mulut,rambut,dan dalam kebersihan diri.
kuku. 5.Meningkatkan
6. Lakukan pendidikan kemauan pasien
kesehatan mengenai beraktivitas.
pentingnya kebersihan 6Meningkatkan
diri,pola kebersihan dan pengetahuan dan
cara kebersihan diri membuat klien lebih
kooperatif.
Sabtu, 04 2. Tujuan dan Kriteria hasil :
Maret 2017
1.Menunjukkan keterlibatan sosial,mampu
mengidentifikasi dan menerima karakteristik atau
perilaku pribadi yang berpengaruh pada isolasi sosial.

2.Mampu mengungkapkan penurunan perasaan atau


pengalaman diasingkan 3.Mampu membina hubungan
satu sama lain
3.Mampu berpartisipasi dalam kegiatan
4.Mampu berpartisipasi dalam aktivitas pengalihan
dengan orang lain
5.Mulai membina hubungan dengan orang lain
6.Mampu mengembangkan keterampilan sosial yang
dapat mengurangi isolasi sosial.
Rencana Tindakan Rasional
1.Bina hubungan saling 1.Mendekatkan diri pada
percaya dengan klien. klien.
2.Bantu klien 2.Mengarahkan klien
mengembangkan dan dalam bersosialisasi.
meningkatkan keterampilan 3.Memotivasi klien agar
sosial interpersonal. dapat berinteraksi.
3.Bantu klien membina 4.Memudahkan klien
hubungan terapeutik dengan untuk melakukan
klien yang mengalami aktivitas dan
kesulitan berinteraksi berinteraksi.
dengan orang lain 5.Meningkatkan rasa
4.Fasilitasi kemampuan percaya diri pada klien.
individu untuk berinteraksi 6.Agar Klien termotivasi
dengan orang lain untuk berinteraksi.
5.Buat jadwal kegiatan pada
klien agar berinteraksi
dengan orang lain.
6.Jelaskan makna manfaat
berhubungan dengan orang
lain dan kerugian menarik
diri

F. PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Pelaksanaan keperawatan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah di buat :
Hari/Tanggal No.Dx Pukul Implementasi Evaluasi
Keperawatan (SOAP)
Rabu, 01 1. 09.00 - 1. Membina hubungan S : Klien
Maret 2017 10.00 saling percaya dengan mengatakan
WIB klien. merasa tenang
2. Memantau kebersihan dan akan
diri klien dan perawatan berusaha untuk
diri. melakukan
3. Memfasilitasi dan perawatan diri :
mengarahkan klien untuk mandi.Klien
melakukan aktivitas juga mengatakan
kebersihan diri : mandi, setelah mandi
09.10- secara mandiri. badan terasa
11.00 4. Membantu klien dalam segar.
WIB kebersihan O :a) Klien
badan,mulut,rambut, dan tampak tenang
kuku b) Klien ada
5. Meningkatkan keinginan untuk
motivasi klien dalam melakukan
kebersihan perawatan diri :
badan,mulut,rambut dan mandi. c) Klien
kuku. mulai kooperatif
6. Melakukan pendidikan A : Pengkajian
kesehatan mengenai dilanjutkan,
pentingnya kebersihan klien sudah
diri, pola kebersihan. bersedia untuk
mandi, tapi
masih
dengankeinginan
untuk
dibantu. P:
Intervensi
Dilanjutkan -
Pantau
kebersihan klien
setiap hari
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Dalam pembahasan materi kali ini kita banyak mengetahui bahwa di dalam konsep dan
prinsip kebutuhan kebersihan dan perawatan diri banyaklah yang harus kita perhatikan dan harus
kita mampu dalam melaksanakannya sebagai perawat.
B. Kritik dan Saran

Demikianlah hasil makalah kami ini jika ada kesalahan dan kekurangan dalam bentuk
penulisan maupun tutur bahasa kami dalam pembuatan makalah ini kami minta maaf sedalam-
dalamnya. Jikalau ada kritik dan saran dari teman-teman pembaca yang sifatnya membangun
kami sangat mengharapkan untuk perbaikan makalah kami di masa yang akan datang, Terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA

http://beautifulmidwife06.blogspot.co.id/2012/12/makalah-personal-hygiene.html
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2108806-personal-hygiene/#ixzz1q5WYapiH
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.


http://materikebidananumum.blogspot.com/2014/10/prinsip-pemenuhan-kebutuhan-
perawatan.html
1
LAPORAN PENDAHULUANGANGGUAN RASA AMAN DAN NYAMANA.

Konsep Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman


1.

Definisi/deskripsi kebutuhan aman dan nyamanPotter & Perry, 2006 mengungkapkan


kenyamanan/rasa nyaman adalahsuatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia
yaitukebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari).
Ketidaknyamanan adalah keadaan ketika individumengalami sensasi yang tidak menyenangkan
dalam berespon terhadapsuatu ransangan.
Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis. Pemenuhankebutuhan keamanan
dilakukan untuk menjaga tubuh bebas darikecelakaan baik pasien, perawat atau petugas lainnya
yang bekerja untuk pemenuhan kebutuhan tersebut (Asmadi, 2008).Perubahan kenyamanan
adalah keadaan dimana individu mengalamisensasi yang tidak menyenangkan dan berespon
terhadap suatu rangsanganyang berbahaya (Carpenito, 2006)
2.Fisiologi sistem/fungsi normal sistem rasa aman dan nyaman
Pada saat impuls ketidaknyamanan naik ke medula spinalis menujukebatang otak dan thalamus,
sistem saraf otonom menjadi terstimulasisebagai bagian dari respon stress. Stimulasi pada
cabang simpatis padasistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis.
3.Faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan dan kenyamanan
a.Emosi,Kecemasan, depresi dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhikeamanan dan
kenyamanan
b.Status mobilisasi Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot dan kesadaranmenurun
memudahkan terjadinya resiko injury
c.Gangguan persepsi sensory
Mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yangberbahaya sepertigangguan penciuman dan
penglihatan.

d.Keadaan imunitas
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehinggamudah terserang penyakit.

e.Tingkat kesadaran
Pada pasien koma, respon akan menurun terhadap rangsangan

f.Gangguan tingkat pengetahuan


Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapatdiprediksi sebelumnya.
Klasifikasi Kebutuhan Keselamatan atau Keamanan

1. Keselamatan Fisik
Mempertahankan keselamatan fisik melibatkan keadaan mengurangi atau mengelurkan
ancaman pada tubuh atau kehidupan. Ancaman tersebut mungkin penyakit, kecelakaan, bahaya,
pada lingkungan. Pada saat sakit, seorang klien mungkin rentan terhadap komplikasi seperti
infiksi, oleh karena itu bergantung pada profesional dalam sistem pelayanan kesehatan untuk
perlindungan.
Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik kadang mengambil prioritas lebih dahulu di atas
pemenuhan kebutuhan fisiologis. Misalnya, seorang perawat atau tenaga kesehatan lain mungkin
perlu melindungi klien dari kemungkinan jatuh dari tempat tidur sebelum memberikan perawatan
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. (Potter&Perry, 2005).
2. Keselamatan Psikologis
Untuk selamat dan aman secara psikologi, seorang manusia harus memahami apa yang
diharapkan dari orang lain, termasuk anggota keluarga dan profesional pemberi perawatan
kesehatan. Seseorang harus mengetahuai apa yang diharapkan dari prosedur, pengalaman yang
baru, dan hal-hal yang dijumpai dalam lingkungan. Setiap orang merasakan beberapa ancaman
keselamatan psikologis pada pengalaman yang baru dan yang tidak dikenal. (Potter&Perry,2005).
Orang dewasa yang sehat secara umum mampu
memenuhi kebutuhan keselamatan fisik dan psikologis merekat tanpa bantuan dari profesional
pemberi perawatan kesehatan. Bagaimanapun, orang yang sakit atau cacat lebih renta untuk
terancam kesejahteraan fisik dan emosinya, sehingga intervensi yang dilakukan perawat adalah
untuk membantu melindungi mereka dari bahaya. (Potter&Perry, 2005).
Lingkup Kebutuhan Keamanan atau keselamatan
Lingkungan klien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau
berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien.
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigen, kelembaban yang
optimum, nutrisi, dan suhu yang optimum akan mempengaruhi kemampuan seseorang.
a. Oksigen
Bahaya umum yang ditemukan di rumah adalah sistem pemanasan yang tidak berfungsi dengan
baik dan pembakaran yang tidak mempunyai sistem pembuangan akan menyebabkan penumpukan
karbondioksida.
b. Kelembaban
Kelembaban akan mempengaruhi kesehatan dan keamanan klien, jika kelembaban relatif tinggi
maka kelembaban kulit akan terevaporasi dengan lambat.
. c. Nutrisi
Makanan yang tidak disimpan atau disiapkan dengan tepat atau benda yang dapat menyebabkan
kondisi-kondisi yang tidak bersih akan meningkatkan resiko infeksi dan keracunan makanan.
2. Macam-macam Bahaya atau Kecelakaan
a. Di rumah
b. Di RS : Mikroorganisme
c. Cahaya
d. Kebisingan
e. Cedera
f. Kesalahan prosedur
g. Peralatan medik, dll
3. Cara Meningkatkan Keamanan pada Pasien
a. Mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk melindungi diri
b. Menjaga keselamatan pasien yang gelisah
c. Mengunci roda kereta dorong saat berhenti
d. Penghalang sisi tempat tidur
e. Bel yang mudah dijangkau
f. Meja yang mudah dijangkau
g. Kereta dorong ada penghalangnya
h. Kebersihan lantai
i. Prosedur tindakan.

Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada rasa aman dan nyaman
a.Jatuh
Jatuh merupakan 90% jenis kecelakaan dilaporkan dari seluruhkecelakaan yang terjadi di rumah
sakit. Resiko jatuh lebih besardialami pasien lansia
b.OksigenKebutuhan fisiologis yang terdiri dari kebutuhan terhadap oksigenakan mempengaruhi
keamanan pasien
c.Pencahayaan Rumah sakit merupakan sarana pelayanan publik yang penting.
Tata pencahayaan dalam ruang rawat inap dapat mempengaruhi kenyamanan pasien rawat inap

A. Konsep Dasar Nyeri


Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya
diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Nyeri, sakit, dolor (latin) atau pain (inggris) adalah
kata-kata yang artinya bernada negatif; menimbulkan perasaan dan reaksi yang kurang
menyenangkan. Walaupun demikian, kita semua menyadari bahwa rasa sakit kerapkali berguna,
antara lain sebagai tanda bahaya; tanda bahwa ada perubahan yang kurang baik di dalam diri
manusia.
Nyeri bersifat subjektif karena intensitas dan responnya pada setiap orang berbeda-beda. Berikut
ini adalah pendapat beberapa ahli tentang pengertian nyeri :
1. Long (1996) : nyeri merupakan perasaan tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang
yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.
2. Priharjo (1992) : secara umum, nyeri merupakan perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun
berat.
3. Mc Coffery (1979) : nyeri merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang yang
keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.
4. Arthur C. Curton (1983) : nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika
jaringan sedang rusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi unruk menghilangkan
rangsangan nyeri.
5. Wolf Weifsel Feurst (1974) : nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental
atau perasaan yang bisa menimbulkan rangsangan.
6. International Association For Study of Pain (IASP) : nyeri adalah sensori subjektif dan emosional
yang tidak menyenangkan dan dapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial,
atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
7. Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) mengungkapkan kenyamanan/rasa nyaman adalah
suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan kententraman
(suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah
terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri).
8. Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
rangsangan fisik dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan
emosional.

B. Fisiologi Nyeri
Cara nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih belum sepenuhnya dimengerti.
Namun, bisa tidaknya nyeri dirasakan dan derajat nyeri tersebut mengganggu dipengaruhi oleh
sistem algesia tubuh dan tranmisi sistem saraf serta interpretasi stimulus.
1. Nosisepsi
Sistem saraf perifer mengandung saraf sensorik primer yang berfungsi mendeteksi kerusakan
jaringan dan membangkitkan beberapa sensasi, salah satunya adalah sensasi nyeri. Rasa nyeri
dihantarkan oleh reseptor yang disebut nosiseptor. Nosiseptor meripakan ujung saraf perifer yang
bebas dan tidak bermielin atau hanya memiliki sedikit mielin. Reseptor ini tersebar di kulit dan
mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kantung empedu. Reseptor
nyeri tersebut dapat dirangsang oleh stimulus mekanis, termal, listrik, atau kimiawi (misalnya
histamin, bradikinin, dan prostaglandin).
Proses fisiologis yang terkait nyeri disebut nosisepti. Proses ini terjadi atas empat tahap, yaitu
sebagai berikut.
a. Transduksi
Rangsangan (stimulus) yang membahayakan memicu pelepasan mediator biokimia (misalnya
histamin, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P).
Mediator ini kemudian mensensitisasi nosiseptor.
b. Transmisi
Tahap transmisi terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1. Stimulus yang diterima oleh reseptor ditransmisikan berupa impuls nyeri dari serabut saraf perifer
ke medula spinalis. Jenis nosiseptor yang terlibat dalam transmisi ini ada dua jenis, yaitu serabut
C dan serabut A-delta. Serabut C menstransmisikan nyeri tumpul dan menyakitkan, sedangkan
serabut A-delta menstransmisikan nyeri yang tajam dan terlokalisasi.
2. Nyeri ditransmisikan dari medula spinalis ke batang otak dan talamus melalui jalur spinotalamikus
(spinotbalamic tract atau STT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi stimulus ke
talamus.
3. Sinyal diteruskan ke korteks sensorik simatik (tempat nyeri dipersepsikan). Impuls yang di
transmisikan melalui STT mengaktifasi respons otonomik dan limbik.
c. Persepsi
Individu mulai menyadari adanya nyeri dan tampaknya persepsi nyeri tersebut terjadi di struktur
korteks sehingga memungkinkan timbulnya berbagai perilaku kognitif untuk mengurangi
komponen sendorik dan afektif nyeri.
d. Modulasi atau sistem desendens
Neuron di batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke tanduk dorsal medula spinalis yang
terkonduksi dengan nosiseptor impuls supresif. Serabut desendens tersebut melepaskan substansi
seperti opioid, serotonin, dan norepinefrin yang akan menghambat impuls asendens yang
membahayakan dibagian dorsal medula spinalis.

2. Teori Gate Control


Teori fate control dikemukakan oleh Melzack dan Well pada tahun 1965. Berdasarkan teori ini,
fisiologi nyeri dapat dijelaskan sebagai berikut.
Akar dorsal pada medula spinalis terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan.
Diantara lapisan dua dan tiga terdapat substansi gelatinosa (substantia gelatinosa atau SG) yang
berperan seperti layaknya pintu gerbang yang memungkinkan atau menghalangi masuknya impuls
nyeri menuju otak. Substansi gelatinosa ini dilewati oleh saraf besar dan saraf kecil yang berperan
dalam penghantar nyeri.
Pada mekanisme nyeri, rangsangan nyeri dihantarkan melalui serabut saraf kecil. Rangsangan pada
saraf kecil dapat menghambat substansi gelatinosa dan membuka pintu mekanisme sehingga
merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri.
Rangsangan nyeri dihantarkan melalui saraf kecil dan dapat dihambat apabila terjadi rangsangan
pada saraf besar. Rangsangan pada saraf besar akan mengakibatkan aktivitas substansi gelatinosa
meningkat sehingga pintu mekanisme tertutup fan hantaran rangsangan pun terhambat.
Rangsangan yang melalui saraf besar dapat langsung merambat ke korteks serebri agar dapat
didefinisikan dengan cepat.

C. Etiologi Nyeri
1. Trauma pada jaringan tubuh misalnya kerusakan jaringan akibat benda atau cedera
2. Iskemik jaringan
3. Spasmus otot merupakan suatu keadaan kontraksi yang tidak disadari atau tak terkendali sering
menumbulkan rasa sakit
4. Inflamasi pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan juga karena ada
pengeluaran zat istamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
5. Post operasi setelah dilakukan pembedahan

D. Teori Penghantar Nyeri


Beberapa teori tentang penghantar nyeri adalah sebagai berikut.
1. Teori Pemisah (Specificity)
Rangsangan nyeri masuk melalui ganglion dorsal ke medula spinalis melalui kornu dorsalis yang
bersinapsis di daerah posterior. Rangsangan tersebut kemudian naik ke tractus lissur dan
menyilang di garis median ke sisi lainnya. Rangsangan nyeri berakhir di korteks sensoris tempat
nyeri tersebut diteruskan. Proses penghantar nyeri ini tidak memperhitungkan aspek fisiologis dan
respons nyeri.
2. Teori Pola (Pattern)
Rangsangan nyeri masuk ke medula spinalis melalui ganglion akar dorsal dan merangsang
aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri ke korteks serebri. Nyeri
yang terjaddi merupakan efek gabungan dari intensitas rangsangan dan jumlah rangsangan pada
ujung dorsal medula spinalis. Proses ini tidak termasuk aspek fisiologis.
3. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control)
Rangsangan nyeri dikendalikan oleh mekanisme gerbang pada ujung dorsal medula spinalis. Saraf
besar dan saraf kecil pada ganglion akar dirsalis memungkinkan atau menghalangi penghantar
rangsangan nyeri.
4. Teori Transmisi dan Inhibisi
Stimulus yang mengenai nosiseptor memulai transmisi (penghantar) impuls saraf. Transmisi ini
menjadi efektif karena terdapat neurotransmiter yang spesifik. Inhibisi impuls nyeri juga menjadi
efektif karena terdapat impuls pada serabut besar yang menghalangi impuls pada serabut lambat
dan sistem supresi opiat endogen.

D. Stimulus Nyeri
Beberapa faktor dapat menjadi stimulus nyeri atau menyebabkan nyeri karena menekan reseptor
nyeri. Contoh faktor-faktor tersebut adalah trauma atau gangguan pada jaringan tubuh, tumor,
iskemia pada jaringan dan spasme otot.

E. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat dibedakan berdasarkan jenis dan bentuknya.
1. Jenis Nyeri
Berdasarkan jenisnya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri perifer, nyeri sentral, dan nyeri
psikogenik.
a. Nyeri perifer
Nyeri perifer dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Nyeri superfisial: rasa nyeri muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa
2. Nyeri viseral: rasa nyeri timbul akibat rangsangan pada reseptor nyeri di rongga abdomen,
kranium, dan toraks.
3. Nyeri alih: rasa nyeri dirasakan di daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
b. Nyeri sentral
Nyeri sentral adalah nyeri yang muncul akibat rangsangan pada medula spinalis, batang otak dan
talamus.
c. Nyeri psikogenik
Nyeri psikogenik adalah nyeri yang penyebab fisiknya tidak diketahui. Umumnya nyeri ini
disebabkan oleh faktor psikologis. Selain jenis-jenis nyeri yang telah disebutkan sebelumnya,
terdapat juga beberapa jenis nyeri yang lain. Conrohnya adalah sebagai berikut.
1. Nyeri somatik: nyeri yang berasal dari tendon, tulang saraf, dan pembuluh darah
2. Nyeri menjalar: nyeri yang terasa dibagian tubuh lain, umumnya disebabkan oleh kerusakan atau
cedera pada organ viseral.
3. Nyeri neurologis: bentuk nyeri tajam yang disebabkan oleh spasme di sepanjang atau di beberapa
jalur saraf.
4. Nyeri phantom: nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang hilang, misalnya pada bagian kaki
yang sebenarnya sudah diamputasi.

2. Bentuk Nyeri
Bentuk nyeri secara umum dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis.
a. Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang. Umumnya nyeri
ini berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Penyebab dan lokasi nyeri biasanya sudah diketahui.
Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan.
b. Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang berlangsung berkepanjangan, berulang atau menetap selama
lebih dari enam bulan. Sumber nyeri dapat diketahui atau tidak. Umumnya nyeri ini tidak dapat
disembuhkan. Nyeri kronis dapat dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain nyeri terminal,
sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis.
Perbedaan antara nyeri akut dan nyeri kronis
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
Pengalaman Suatu kejadian Suatu situasi, status eksistensi nyeri

Sumber Faktor eksternal atau penyakit Tidak diketahui


dari dalam
Serangan Mendadak Bisa mendadak atau bertahap,
tersembunyi
Durasi Sampai 6 bulan Enam bulan lebih sampai bertahun-
tahun
Pernyataan Daerah nyeri umunya Daerah nyeri sulit dibedakan
nyeri diketahui dengan pasti intensitasnya dengan daerah yang
tidak nyeri sehingga sulit dievaluasi
Pola respons bervariasi
Gejala klinis Pola respons yang khas
dengan gejala yang lebih jelas Gejala berlangsung terus dengan
Perjalanan Umumnya gejala berkurang intensitas yang tetap atau bervariasi
setelah beberapa waktu
Penyembuhan total umumnya tidak
Prognosis Baik dan mudah dihilangkan terjadi

F. Pengalaman Nyeri
Pengalaman nyeri seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut.
1. Arti atau Makna Nyeri
Nyeri bersifat sangan subjektif sehingga memiliki arti atau makna yang berbeda bagi setiap orang,
bahkan berbeda juga untuk orang yang sama pada waktu yang berbeda. Sebagian arti nyeri
merupakan arti yang negatif, misalnya membahayakan, merusak, menunjukkan adanya komplikasi
(misalnya infeksi), menyebabkan ketidakmampuan, dan memerlukan penyembuhan. Arti nyeri
antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, lingkungan, latar belakang sosial budaya, serta
pengalaman nyeri sekarang dan masa lalu.
2. Persepsi Nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif yang berpusat di area korteks (pada
fungsi evaluatif kognitif). Persepsi ini dapat timbul akibat rangsangan yang dihantarkan menuju
jalur spinotalamikus dan talamiko kortikalis. Persepsi nyeri dipengaruhi oleh faktor yang dapat
memicu stimulasi nosiseptor dan transmisi impuls nosiseptor, misalnya daya reseptif serta
interpretasi kortikal.
3. Toleransi terhadao Nyeri (Pain Tolerance)
Toleransi terhadap nyeri berhubungan erat dengan intensitas nyeri yang membuat seseorang
sanggup menahan nyeri sebelum meminta bantuan dari orang lain. Jumlah stimulasi nyeri sebelum
merasakan nyeri disebut juga ambang nyeri (pain threshold). Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan toleransi nyeri antara lain adalah alkohol, obat-obatan, hipnosis, kepercayaan yang
kuat, pengalihan perhatian, dan gesekan serta garukan. Faktor-faktor yang menurunkan toleransi
nyeri antara lain adalah kelelahan atau keletihan, rasa marah, rasa bosan, kecemasan, kondisi sakit,
dan nyeri yang tak kunjung hilang.
4. Reaksi terhadap Nyeri
Reaksi seseorang pada saat mengalami nyeri berbeda-beda, contohnya ketakutan, gelisah, cemas,
merangsang, menangis, menjerit-jerit, berjalan monar-mandir, tidur sembari menggeretakan gigi,
mengeluarkan banyak keringat, dan menggepalkan tangan. Reaksi myeri dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya,
lokasi nyeri, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, usia, serta rasa takut dan cemas.

G. Pengukuran Intensitas Nyeri


Intensitas nyeri dapat diukur dengan beberapa cara, antara lain dengan menggunakan skala nyeri
menurut Hayward, skala nyeri menurut McGill (McGill scale), dan skala wajah atau Wong-Baker
FACES Rating Scale
1. Skala Nyeri Menurut Hayward
Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri Hayward dilakukan dengan meninta
penderita untuk memilih salah satu bilangan (dari 0-10) yang menurutnya paling menggambarkan
pengalaman nyeri yang ia rasakan.
Skala nyeri menurut Hayward dapat dituliskan sebagai berikut.
0 = tidak nyeri
1-3 = nyeri ringan
4-6 = nyeri sedang
7-9 = sangat nyeri, tetapi masih dapat dikendalikan dengan aktivitas yang
biasa dilakukan
10 = sangat nyeri dan tidak bisa dikendalikan

2. Skala Nyeri Menurut McGill


Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala nyeri McGill dilakukan dengan meminta
penderita untuk memuilih salah satu bilangan (dari 0-5) yang menurutnya paling menggambarkan
pengalaman nyeri yang ia rasakan.
Skala nyeri menurut McGill dapat dituliskan sebagai berikut
0 = tidak nyeri
1 = nyeri ringan
2 = nteri sedang
3 = nyeri berat atau parah
4 = nyeri sangat berat
5 = nyeri hebat

3. Skala Wajah atau Wong-Baker FACES Rating Scale


Pengukuran intensitas nyeri dengan skala wajah dilakukan dengan cara memperhatikan mimik
wajah pasien pada saat nyeri tersebut menyerang. Cara ini diterapkan pada pasien yang tidak dapat
menyatakan intensitas nyerinya dengan skala angka, misalnya anak-anak dan lansia.
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat di pengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah :
1. Arti nyeri adalah arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagianarti
nyeri merupakan arti yang negatif , seperti membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini di
pengaruhi lingkungan dan pengalaman.
2. Persepsi nyeri adalah penilaian yang sangat subjektif tempatnya pada korteks (pada fungsi
evaluasi kognitif). Persepsi ini di pengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimulasi nociceptor
3. Toleransi nyeri adalah toleransi ini erat hubungannya denganintensitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahannyeri. Faktor yang dapat mempengaruhi
peningkatan toleransi nyeri antara lain alkohol, obat-obatan, hipnotis, gerakan atau gerakan,
pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat dan sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan
toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang kunjung tidak hilang, sakit,
dan lain-lain.
4. Reaksi terhadap nyeri adalah reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap
nyeri seperti ketakutan, gelisah cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk
respon nyeri yang dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor, seperti arti nyeri, tingkat persepsi nyeri,
tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan
mental, rasa takut, cemas, usia, dan lain-lain.

5. Manifestasi Klinis
a.Vakolasi
1.Mengaduh
2.Menangis
3.Sesak nafas
4.Mendengkur

b.Ekspresi Wajah
1.Meringis
2.Mengeletuk gigi
3.Mengernyit dahi
4.Menutup mata, mulut dengan rapat
5.Menggigit bibir

c.Gerakan Tubuh
1.Gelisah
2.Imobilisasi
3.Ketegangan otot
4.Peningkatan gerakan jari dan tangan
5.Gerakan ritmik atau gerakan menggosok
6.Gerakan melindungi bagian tubuh

d.Interaksi Sosial
1.Menghindari percakapan
2.Focus hanya pada aktivitas untuk menghilangkan nyeri
3.Menghindar kontak social
4.Penurunan rentang perhatian

6.Komplikasi
a.Hipovolemik
b.Hipertermi
c.Masalah Mobilisasi
d.Hipertensi
e.Edema Pulmonal
f.Kejang

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik sangat penting dilakukan agar dapat mengetahuiapakah ada perubahan
bentuk atau fungsi dari bagian tubuh pasien yangdapat menyebabkan timbulnya rasa aman dan
nyaman seperti :
a.Melakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi
b.Menggunakan skala nyeri
1)Ringan = Skala nyeri 1-3 : Secara objektif pasien masihdapat berkomunikasi dengan baik
2)Sedang = Skala nyeri 4-6 : Secara objektif pasien dapatmenunjukkan lokasi nyeri, masih
merespon dan dapat mengikutiinstruksi yang diberikan
3)Berat = Skala nyeri 7-9 : Secara objektif pasien masih bisamerespon, namun terkadang klien
tidak mengikuti instruksi yangdiberikan.
4)Nyeri sangat berat = Skala 10 : Secara objektif pasien tidak mampu berkomunikasi dan klien
merespon dengan cara memukul.
8.Pemeriksaan fisik
a.Inspeksi : ditemukan kulit tampak pucat, menggigil, gelisah, danlemah
b.Palpasi : pada permukaan ini ditemukan kulit teraba dingin, nadilambat.
c.Auskultasi : tekanan darah menurun.
9.Penatalaksanaan
a.Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan danstress.
Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadirasa tidak nyaman atau nyeri
stress fisik dan emosi pada nyeri. Dalamimajinasi terbimbing klien menciptakan kesan dalam
pikiran, berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap kliendapat mengurangi rasa
nyerinya
b.Teknik imajinasi
Biofeedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan denganmemberikan individu informasi
tentang respon fisiologis misalnyatekanan darah.Hipnosis diri dapat membantu mengubah
persepsi nyerimelalui pengaruh sugesti positif dan dapat mengurangi ditraksi.Mengurangi
persepsi nyeri adalah suatu cara sederhana untukmeningkatkan rasa nyaman dengan membuang
atau mencegahstimulus nyeri.
c.Teknik DistraksiTeknik distraksi adalah pengalihan dari focus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Ada beberapa jenis distraksi yaitu ditraksi visual(melihat pertandingan,
menonton televise,dll), distraksi pendengaran(mendengarkan music, suara gemericik air),
distraksi pernafasan ( bernafas ritmik), distraksi intelektual (bermain kartu).
d.Terapi dengan pemberian analgesicPemberian obat analgesic sangat membantu dalam
manajemen nyeriseperti pemberian obat analgesik non opioid (aspirin, ibuprofen)
yang bekerja pada saraf perifer di daerah luka dan menurunkan tingkataninflamasi, dan analgesic
opioid (morfin, kodein) yang dapatmeningkatkan mood dan perasaan pasien menjadi lebih
nyamanwalaupun terdapat nyeri.
e.ImmobilisasiBiasanya korban tidur di splint yang biasanya diterapkan pada saatkontraktur atau
terjadi ketidakseimbangan otot dan mencegahterjadinya penyakit baru seperti decubitus

6
B.

Rencana Asuhan Klien dengan Gangguan Kebutuhan Rasa Aman danNyaman


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Lingkungan, kebisingan mempengaruhi rasa aman dan nyaman.Lingkungan klien mencakup
semua faktor fisik dan psikososialyang mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan
dankelangsungan hidup klien. Keamanan yang ada dalam lingkunganini akan mengurangi
insiden terjadinya penyakit dan cedera yangakan mempengaruhi rasa aman dan nyaman klien.
b. Riwayat penyakit dahuluTrauma pada jaringan tubuh, misalnya ada luka bekas
operasi/ bedah menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan iritasisecara langsung pada
reseptor sehingga mengganggu rasa nyamanklienc. Riwayat penyakit keluargaRiwayat kesehatan
keluarga juga dapat menyebabkan gangguanrasa aman dan nyaman. Karena dengan adanya
riwayat penyakitmaka klien akan beresiko terkena penyakit sehingga menimbulkanrasa tidak
nyaman seperti nyeri
.2.1.2 Pemeriksaan fisik:
data focus
a. Ekspresi wajah
1) Menutup mata rapat-rapat
2) Membuka mata lebar-lebar
3) Menggigit bibir bawah
b. Verbal
1) Menangis
2) Berteriak
c) Tanda- tanda vital
1) Tekanan darah
2) Nadi
3) Pernapasan
c. Ekstremitas
Amati gerak tubuh pasien untuk mealokasikan tempat atau rasayang tidak nyaman
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
a. USG
USG digunakan untuk data penunjang apabila ada rasa tidaknyaman pada bagian perut
b. RontgenRontgen untuk mengetahui tulang/organ yang abnormal yangdapat mengganggu rasa
nyaman klien
2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin munculDiagnosa 1: Ansietas (Buku saku diagnosis
keperawatan, hal 42)
2.2.1 DefinisiPerasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai responautonom,
perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
Perasaan ini merupakan isyarat kewaspadaan yangmemperingatkan bahaya yang akan terjadi
dan memampukanindividu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
2.2.2 Batasan karakteristika. Perilaku
1) Penurunan produktivitas
2) Mengekspresikan kehawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup
3) Gerakan yang tidak relevan
4) Gelisah
5) Memandang sekilas
6) Insomnia

8
b. Afektif
1) Gelisah
2) Kesedihan yang mendalam
3) Distres
4) Ketakutan
5) Perasaan tidak adekuat
c. Fisiologis
1) Wajah tegang
2) Insomnia
3) Peningkatan keringat
4) Peningkatan ketegangan
5) Terguncang
2.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Terpajan toksin
b. Hubungan keluarga/hereditas
c. Transmisi dan penularan interpersonal
d. Krisis situasi dan maturasie. Stres
f. Penyalahgunaan zat
g. Ancaman
2: Nyeri akut (Buku saku diagnosis keperawatan, hal 530)
2.2.4 DefinisiPengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibatadanya kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial, awitan yangtiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan
sampai berat
2.2.5 Batasan karakteristik
a. Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan
isyarat
b. Objektif
1) Posisi untuk menghindari nyeri
2) Perubahan tonus otot
3) Perubahan selera makan
2.2.6 Faktor yang berhubunganAgen-agen penyebab cedera (misalnya, biologis, kimia, fisik
dan psikologis)
Diagnosa 3: Gangguan rasa nyaman (Asuhan Keperawatan Praktis, hal364)
2.2.7 DefinisiMerasa kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
ligkungan dan sosial.
2.2.2 Batasan karakteristik
a. Menangis
b. Gangguan pola tidur
c. Takut
d. Ketidakmampuan untuk rileks
e. Melaporkan perasaan tidak nyaman
f. Melaporkan distress
g. Melaporkan kurang puas dengan keadaan
2.2.3 Faktor yang berhubungan
a. Gejala terkait penyakit
b. Sumber yang tidak adekuat
c. Kurang pengendalian lingkungan
d. Kurang privasi
e. Kurang control situasi
2.3 PerencanaanDiagnosa1: Ansietas (Buku saku diagnosis keperawatan, hal 42)
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria): berdasarkan NOC
a. Ansietas berkurang, dibuktikan oleh tingkat ansietas hanya ringansampai sedang dan selalu
menunjukkan pengendalian diriterhadap ansietas, konsentrasi dan koping
b. Pasien menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, yangdibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering dan selalu)
2.3.2 Intervensi keperawatandanrasional:berdasarkanNIC
a. Intervensi : Lakukan bimbingan antisipasi
Rasional : Agar pasien mampu menghadapi kemungkinan krisis perkembangan dan situasional
b. Intervensi : Ajarkan teknik menenangkan diri
Rasional : Untuk meredakan kecemasan pada pasien yangmengalami distres akut
c. Intervensi : Ajarkan cara peningkatan koping
Rasional : Membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsistressor, perubahan atau ancaman
yang menghambat pemenuhan tuntutan dan peran hidup
Diagnosa 2: Nyeri akut (Buku saku diagnosis keperawatan, hal 530)
2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil (
outcome criteria): berdasarkan NOC
a. Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan olehindicator sebagai
berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang,kadang-kadang, sering atau selalu)
b. b. Mengenali awitan nyeric. Melaporkan nyeri dapat dikendalikan
c.
d. 2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarka
e. n NIC
f. a. Intervensi : Ajarkan manajemen nyeri
g. Rasional : Untuk menghilangkan nyeri atau menurunkan nyeriketingkat yang
lebih nyaman yang dapat ditoleransioleh pasien
h. b. Intervensi : Ajarkan manajemen alam perasaan
i. Rasional : Untuk memberikan keamanan, stabilisasi, pemulihandan pemeliharaan
pada pasien yang mengalamidisfungsi alam perasaan baik depresi
maupun peningkatan alam perasaan
j. Diagnosa 3: Gangguan rasa nyaman (Asuhan Keperawatan Praktis, hal364)
k. 2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil (criteria
): berdasarkan NOC
a. NOC
1) Ansiety
2) Fear leave
l3) Sleep deprivation
4) Comfort
b. Kriteria hasil
1) Mampu menongtrol kecemasan
2) Status lingkungan yang nyaman
3) Konrol gejala4) Status kesehatan meningkat
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
a. Intervensi : Gunakan pendekatan yang menenangkan
Rasional : Untuk menjalin hubungan saling percaya
b. Intervensi : Ajarkan teknik menenangkan diri
Rasional : Untuk meredakan kecemasan pada pasien yangmengalami distres akutc.
Intervensi : Ajarkan cara peningkatan koping
Rasional : Membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsistressor, perubahan atau ancaman
yang menghambat pemenuhan tuntutan dan peran hidup
2.3.3 Evaluasi
Evaluasi dapat dibedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses dievaluasi setiap selesai melakukan perasat danevaluasi hasil berdasarkan
rumusan tujuan terutama kriteria hasil.
Hasil evaluasi memberikan acauan tentang perencanaan lanjutanterhadap masalah nyeri yang
dialami oleh pasien
13
Daftar Pustaka
Asmadi. (2008).
Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien
. Jkarta: Salemba Medika.Anonim. (2016).
Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman Praktik Keterampilan Dasar
Dalam Keperawatan
.Carpenito. (2006).
Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Jakarta: EGCKemenkes. (2016).
Asuhan Keperawatan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
. Nurarif A.H dan Kusuma, H. (2016).
Asuhan Keperawatn Praktis
. Jakarta:MediactionPotter & Ferry. (2006).
Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4
. Jakarta: EGCWilkinson J.M & Ahern N.R. (2011).
Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9
. Jakarta: EGC
http://perawatbaru.blogspot.com/2016/11/asuhan-keperawatan-dengan-gangguan-rasa.html
PEMBAHASAN
1.1. Tinjauan Pustaka
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigenasi
merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel.
Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang
melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel
(Wahit Iqbal Mubarak, 2007).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan
cara menghirup O2 ruangan setiap kali bernapas (Wartonah Tarwanto, 2006).
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh.
Keberdaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolism dan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh
dengan cara menghirup O 2 setiap kali bernapas dai atmosfe. Oksigen (O2) untuk kemudian diedarkan
keseluruh jaringan tubuh (Andarmoyo,2012).

1.2. Sistem Tubuh yang Berperan Dalam Kebutuhan Oksigenasi


Musrifatul & Hidayat (2015) berpendapat bahwa Sistem pernapasan dalam pemenuhan kebutuhan
oksigenasi sistem terdiri atas saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan bagian bawah dan
paru-paru.
1. Saluran pernapasan bagian atas
Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, faing, laring, dan epiglottis. Saluran ini berfungsi
dalam menyaring, menghangatkan, dan melembapkan udara yang dihirup.
a. Hidung
Proses oksigenasi diawali dengan masuknya udara melalui hidung. Pada hidung terdapat naes anterio
yang mengandung kelenjar sebaseus dan ditutupi oleh rambut yang kasar. Bagian ini bermuara ke rongga
hidung,sebagai bagian hidung lainnya, yang dilapisi oleh selaput lendir dan mengandung pembuluh darah.
Udara yang masuk melalui hidung akan disaring oleh rambut yang ada didalam vestibulum (sebagai bagian
dari rongga hidung) kemudian udaa tesebut akan dihangatkan dan dilembapkan.
b. Faring
Faring merupakan pipa berotot yang terletak dari dasar tengkoak sampai dengan esophagus.
Berdasakan letaknya, faring dibagi menjadi tiga, yaitu nasofaring, (dibelakang hidung), orofaring
(dibelakang mulut), dan laringofaring (dibelakang laring).
c. Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring. Laring terdiri atas bagian dari tulang rawan yang
diikat bersama ligament dan membran dengan dua lamina yang bersambung digaris tengah.
d. Epiglottis
Epiglottis merupakan katup tulang rawan yang bertugas menutup laring saat proses menelan.
2. Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas trakhea, bronkhus, segmen bronchi, dan bronkiolus.
Saluran ini berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan.
a. Trakhea
Trakhea (batang tenggorokan) merupakan kelanjutan dari laing sampai kira-kira ketinggian vertebrae
toakalis kelima. Trakhea memiliki panjang ± 9 cm dan tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap yang
berupa cincin. Trakhea dilapisi oleh selaput lendir dan terdapat epitelium besilia yang bisa mengeluakan
debu atau benda asing.
b. Bronkhus
Bronkhus meupakan kelanjutan dari trakhea yang bercabang menjadi bronkhus kanan dan kiri.
Bonkhus bagian kanan lebih pendek dan lebar daripada bagian kiri. Bronkhus kanan memiliki tiga lobus,
yaitu lobus atas, tengah, dan bawah. Sementara bronkhus kiri lebih panjang daripada bagian kanan
dengan dua lobus, yaitu lobus atas dan bawah.
c. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkhus.
3. Paru-Paru
Paru-Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru-paru terletek didalam rongga
toraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru-paru terdiri atas dua bagian, yaitu paru-
paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung yang berbentuk kerucut
beserta pembuluh daahnya. Bagian puncak paru-paru disebut apeks.
Paru-paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura. Pleura tersebut ada dua macam yaitu
pleura parietalis dan pleura viseralis. Diantara kedua pleura tersebut terdapat cairan pleura yang berisi
cairan surfaktan. Keberadaan caian tersebut ditujukan untuk melindungi paru-paru. Paru-paru memiliki
jaringan yang bersifat elastis dan berpori. Paru-paru befungsi sebagai tempat pertukaan gas oksigen dan
karbondioksida.

1.3. Proses oksigenasi


Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas tiga tahapan, yaitu ventilasi, difusi,
dan tansportasi.
1. Ventilasi
Proses ini merupakan poses kelua dan masuknya oksigen dai atmosfer kedalam alveoli atau dari alveoli
ke atmosfer. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh bebeapa factor, antara lain sebagai berikut.
a. Adanya konsentrasi oksigen diatmosfer. Semakin tingginya suatu tempat, maka tekanan udaranya semakin
rendah. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah tempat tesebut maka tekanan udaranya semakin tinggi.
b. Adanya kondisi jalan napas yang baik. Jalan napas tersebut dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri
atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom. Sistem saraf tersebut
tediri atas sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Tejadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan
relaksasi dapat terjadi vasodilatasi, sedangkan kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan konstriksi
sehingga dapat menyebabkan vasokonstriksi atau proses penyempitan. Adapun baiknya kondisi jalan
napas dapat disebabkan pleh adanya peran mukus siliaris sebagai penangkal benda asing yang
mengandung interveron dan dapat mengikat virus . Selain itu, baiknya kondisi jalan napas juga dipengaruhi
oleh adanya refleks batuk dan muntah.
c. Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru dalam melaksanakan ekspansi atau kembang
kempis. Kemampuan paru-paru untuk mengambang disebut dengan compliance. Sementara recoil adalah
kemampuan mengeluarkan CO2 atau kontraksinya paru-paru. Apabila compliance baik, tetapi recoil
terganggu, maka gas CO2 tidak dapat keluar secara maksimal. Compliance dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu adanya surfaktan dan adanya sisa udara. Surfaktan pada lapisan alveoli diproduksi saat terjadi
peregangan sel alveoli, dan disekresi saat pasien menarik napas. Surfaktan tersebut berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan. Sementara adanya sisa udara menyebabkan tidak terjadinya kolaps
dan gangguan toraks.
Pusat pernapasan, yaitu medulla oblongata dan pons, dapat dipengaruhi oleh proses ventilasi. Hal
tersebut karena CO2 memiliki kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2 dalam batas
60 mmHg dapat dengan baik merangsang pusat pernapasan. Bila PaCO2 ≤ 80 mmHg, maka dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan
2. Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran antara O2 dari alveoli ke kapiler paru-paru dan CO2 dari kapiler ke
alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut.
a. Luasnya permukaan paru-paru
b. Tebal membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial. Keduanya dapat
mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan. Makin tebal membran, maka proses difusi
makin sulit.
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini dapat terjadi sebagaimana O2 dari alveoli masuk kedalam
secara berdifusi kaena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi daipada tekanan O2 dalam darah vena
pulmonali. Sementara CO2 dari arteri pulmonali akan berdifusi kedalam alveoli.
d. Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.
3. Transportasi
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi,O2 akan berikatan dengan Hb membentuk
oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%). Sementara CO2 akan berikatan dengan membentuk
karbominohemoglobin (30%), larut dalam plasma (5%) dan sebagai manjadi HCO3 berada dalam darah
(65%). Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya sebagai berikut.
a. Curah jantung, yang dapat dinilai melalui isi sekuncup dan frekuensi denyut jantung
b. Kondisi pembuluh darah, latihan, dan aktivitas seperti olahraga, dan lain-lain.

1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi


1. Saraf otonom
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonom dapat mempengaruhi kemampuan untuk
dilatasi dan konstriksi. Hal ini dapat terlihat ketika terjadi rangsangan baik oleh simpatis maupun
parasimpatis. Ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmiter (simpatis mengeluarkan noradrenalin yang
berpengaruh pada bronkhodilatasi sedangkan parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengauh
pada bronkhokonstriksi) karena terdapat reseptor adrenergik dan reseptor kolinergik pada saluran
pernapasan.
2. Hormonal dan Obat
Semua hormon termasuk derivate katekolamin yang dapat melebarkan saluran pernapasan. Obat yang
tergolong parasimpatis dapat melebarkan saluran napas, seperti sulfas Atropin. Ekstrak Belladona dan
obat yang menghambat adrenergik tipe beta (khususnya beta 2) dapat mempersempit saluran napas
(bronkhokonstriksi), seperti obat yang tergolong beta bloker nonselektif.
3. Alergi pada saluran napas
Banyak faktor yang menimbulkan keadaan alergi antara lain debu, bulu binatang, serbuk benang sari
bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan bersin apabila ada rangsangan
didaerah nasal, batuk apabila rangsangannya disaluran napas bagian atas, bronkhokonstriksi terjadi pada
asma bronkhiale, dan rhinitis jika rangsangannya terletak di saluran napas bagian bawah.
4. Faktor perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi karena usia organ
didalam tubuh seiring dengan usia perkembangan anak. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia pematur
dengan adanya kecenderungan kurang pembentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh menjadi dewasa,
kematangan organ terjadi seiring dengan bertambahnya usia.
5. Faktor lingkungan
Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi, ketinggian,
dan suhu. Kondisi-kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan adaptasi.
6. Faktor perilaku
Perilaku yang dimaksud di antaranya adalah perilaku dalam mengonsumsi makanan (status nutrisi),
aktivitas yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigenasi, merokok, dan lain-lain. Perilaku dalam
mengonsumsi makanan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan oksigenasi, seperti obesitasnya
seseorang yang mempengaruhi proses perkembangan paru-paru. Sementara merokok dapat
menyebabkan proses penyempitan pada pembuluh darah.
POLA PERNAPASAN NORMAL
Tabel 1.1 Pola pernapasan normal tergantung pada usia.
Rata-Rata Pernapasan Menurut Kelompok Usia Kelompok Usia
Rata-rata pernapasan/menit
Bayi baru lahir dan bayi 30 – 60
I – 5 tahun 20 – 30
6 – 10 18 – 26
10 tahun – dewasa 12 – 20
Dewasa tua (60 tahu ke atas) 16 – 25
D. JENIS PERNAPASAN
1. Pernafasan Eupnoe: pernafasan normal, tenang dan teratur.
2. Pernafasan Kussmaul: Pernafasan kadang-kadang cepat dan kadang-kadang lambat sehingga
frekuensi tidak teratur
3. Pernafasan Cheyene stokes: Pernafasan kadang-kadang apnoe (berhenti), frekuensi pernafasan di
bawah 20x/menit
4. Pernafasan Biot: Pernafasan yang tidak teratur iramanya dan kadang-kadang diikuti apnoe
E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERNAFASAN
1. Posisi Tubuh Berdiri atau duduk tegak menyebabkan ekspansi (pelebaran) paru paling besar.
Diafragma dapat naik turun secara leluasa karena organ abdominal tidak menekan/mendorong
diafragma. Pernapasan lebih kuat saat berbaring karena isi abdomen mendorong diafragma. Pada
minggu-minggu terakhir kehamilan, pernapasan meningkat dan sulit pada posisi berbaring karena janin
mendorong diafragma.
2. Lingkungan
a. Ketinggian tempat Tempat lebih tinggi mempunyai tekanan oksigen lebih rendah, sehingga darah
arteri mempunyai tekanan oksigen yang rendah. Akibatnya orang di dataran tinggi mempunyai
pernafasan dan denyut nadi yang meningkat dan peningkatan kedalaman napas.
b. Polusi udara Polutan (hidrokarbon, oksidan) bercampur dengan oksigen membahayakan paru.
Karbon monoksida menghambat ikatan oksigen dalam hemoglobin. Polutan menyebabkan peningkatan
produksi mukus, bronkhitis dan asma.
c. Alergen Alergen (pollen, debu, makanan) menyebabkan jalan napas sempit akibat udem, produksi
mukus meningkat, dan bronkhospasme. Hal ini menyebabkan kesulitan bernapas sehingga meningkatkan
kebutuhan oksigen
d. Suhu Panas menyebabkan delatasi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan aliran darah ke
kulit dan meningkatkan sejumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh. Vasodilatasi kapiler
menurunkan resistensi atau hambatan aliran darah. Respons jantung meningkatkan output untuk
mempertahankan tekanan darah. Peningkatan cardiac output membutuhkan tambahan oksigen sehingga
kedalaman napas meningkat. Lingkungan yang dingin menyebabkan kapiler perifer kontriksi, sehingga
meningkatkan tekanan darah yang menurunkan kerja jantung dan menurunkan kebutuhan oksigen.
3. Gaya Hidup dan Kebiasaan
a. Merokok Perokok lebih banyak mengalami emfisema, bronkhitis kronis, Ca paru, Ca mulut, dan
penyakit kardiovaskular daripada yang bukan perokok. Rokok dapat menghasilkan banyak mukus dan
memperlambat gerakan mukosilia, yang akan menghambat gerakan mukus dan dapat menyebabkan
sumbatan jalan napas, penumpukan bakteri dan infeksi, sehingga menyebabkan pernapasan lebih cepat.
b. Obat-obatan dan alkohol Barbiturat, narkotik, beberapa sedative, dan alkohol dosis tinggi dapat
menekan sistem syaraf pusat dan menyebabkan penurunan pernapasan. Alkohol menekan refleks yang
melindungi jalan napas, sehingga orang yang teracuni alkohol dapat muntah, teraspirasi isi lambung ke
paru dan menyebabkan pneumonia.
c. Nutrisi Kalori dan protein diperlukan untuk kekuatan otot pernapasan dan memelihara sistem
imun. Cairan diperlukan untuk mengencerkan dan mengeluarkan sekresi sehingga kepatenan jalan napas
terjaga. Pada obesitas, gerakan paru terbatas khususnya pada posisi berbaring, menyebabkan pernapasan
cepat dan dangkal, sehingga kebutuhan oksigen meningkat.
d. Aktivitas Aktivitas meningkatkan pernafasan dan kebutuhan oksigen dalam tubuh. Mekanisme
yang mendasarinya tidak banyak diketahui. Walaupun demikian hal ini menerangkan bahwa beberapa
faktor yang terlibat di dalamnya antara lain kimiawi, neural dan perubahan suhu.
2. Emosi Takut, cemas, dan marah menyebabkan impuls ke hipotalamus otak yang menstimulasi pusat
kardiak untuk membawa impuls ke saraf simpatis dan parasimpatis kemudian mengirim ke jantung. Kerja
jantung meningkat dengan jalan meningkatkan frekuensi nadi, sehingga pernapasan dan kebutuhan
oksigen meningkat untuk membantu kerja jantung
1.1. Gangguan atau masalah kebutuhan oksigenasi
1. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat
defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen ditingkat sel, sehingga dapat munculkan tanda
seperti kulit kebiruan (sianosis). Secara umum, terjadinya hipoksia ini disebabkan oleh menurunnya kadar
Hb, menurunnya difusi O2 dari alveoli kedalam darah menurunnya perfusi jaringan, atau gangguan ventilasi
yang dapat menurunkan konsentrasi oksigen. Salah satu cara mengatasi hipoksia dengan pemberian
Nasal prong. Berdasarkan hasil penelitian setelah pemberian oksigenasi nasal prong selama 30
menit,berada dalam kondisi normal dengan saturasi oksigen 95%-100%. Semakin lama pemberian
oksigenasi nasal prong semakin meningkatkan saturasi oksigen (Febriyanti W.Takatelide et al, 2017).
2. Perubahan pola pernapasan
a. Takipnea merupakan pernapasan dengan frekuensi lebih dai 24 kali per menit. Proses ini terjadi karena
paru-paru dalam keadaan atelektaksis atau terjadi emboli.
b. Bradipnea merupakan pola pernapasan yang lambat abnormal, yaitu ±10 kali per menit. Pola ini dapat
ditemukan dalam keadaan peningkatan tekanan intrakranial yang disertai narkotik atau sedatif.
c. Hiperventilasi merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme tubuh yang terlampau tinggi dengan
pernapasan lebih cepat dan dalam sehingga terjadi peningkatan jumlah oksigen dalam paru-paru. Proses
ini ditandai adanya peningkatan denyut nadi, napas pendek, adanya nyeri dada, menurunnya konsentrasi
CO2, dan lain-lain. Keadaan demikian dapat disebabkan oleh adanya infeksi, ketidakseimbangan asam
basa, atau gangguan psikologis. Pasien dengan hiperventilasi dapat mengalami hipokapnea, yaitu
berkurangnya CO2 tubuh di bawah batas normal sehingga rangsangan terhadap pusat pernapasan
menurun.
d. Kussmaul merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat ditemukan pada orang dalam
keadaan asidosis metabolik.
e. Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan karbondioksida dengan cukup pada saat
ventilasi alveolar, serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam penggunaan oksigen.
Tidak cukupnya oksigen untuk digunakan ditandai dengan adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran,
disorientasi atau ketidakseimbangan elektrolit yang dapat terjadi akibat atelektasis, otot-otot pernapasan
lumpuh, depresi pusat pernapasan, peningkatan tahanan jalan udara pernapasan, penurunan tahanan
jaringan paru-paru dan toraks, serta penurunan compliance paru-paru dan toraks. Keadaan demikian
menyebabkan hiperkapnea, yaitu retensi CO2 dalam tubuh sehingga PaCO2 meningkat (akibat
hipoventilasi) dan akhirnya mengakibatkan depresi susunan saraf pusat.
f. Dispnea merupakan sesak dan berat saat pernapasan. Hal ini disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam
darah atau jaringan, kerja berat atau berlebihan, dan pengaruh psikis.
g. Ortopnea merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan pola ini sering
ditemukan pada seseorang yang mengalami kongensif paru-paru.
h. Cheyne Stokes merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya mula-mula naik kemudian menurun dan
berhenti, lalu pernapasan dimulai lagi dari siklus baru. Periode apnea berulang secara teratur.
i. Pernapasan paradoksial merupakan pernapasan yang dinding paru-paru bergerak belawanan arah dari
keadaan nomal. Sering ditemukan pada keadaan atelektasis.
j. Biot merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan cheyne stokes, tetapi amplitudonya tidak
teratur. Pernapasan ini ditandai dengan periode apnea tidak beraturan, bergantian dengan periode
pengambilan empat atau lima napas yang kedalamannya sama. Pola ini sering dijumpai pada pasien
dengan radang selaput otak, peningkatan tekanan intrakranial, trauma kepala, dan lain-lain.
k. Stridor merupakan pernapasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran pernapasan. Pada
umumnya ditemukan pada kasus spasme trrakhea atau obstruksi laring.
3. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernapasan yang mengalami
ancaman, terkait dengan ketidakmampuan batuk secara efektif. Hal ini dapat disebabkan oleh secret yang
kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi, immobilisasi, statis sekresi, serta batuk tidak efektif karena
penyakit persarafan seperti cerebro vascular accident (CVA), akibat efek pengobatan sedatif, dan lain-lain.
Tanda klinisnya antara lain sebagai berikut.
a. Batuk tidak efektif atau tidak ada.
b. Tidak mampu mengeluarkan secret dijalan napas.
c. Suara napas menunjukkan adanya sumabatan.
d. Jumlah, irama, dan kedalamannya pernapasan tidak normal.

4. Pertukaran gas
Pertukaran gas merupakan suatu kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas, baik oksigen
maupun karbondioksida, antara lain alveoli paru-paru dan sistem vaskuler. Hal ini dapat disebabkan oleh
sekret yang kental atau immobilisasi akibat penyakit sistem saraf, depresi susunan saraf pusat, atau
penyakit radang pada paru-paru. Terjadinya gangguan dalam pertukaran gas ini menunjukkan bahwa
penurunan kapasitas difusi dapat menyebabkan pengangkutan O 2 dari paru-paru ke jaringan terganggu,
anemia dengan segala macam bentuknya, keracunan CO 2, dan terganggunya aliran darah. Penurunan
kapasitas difusi tersebut antara lain disebabkan oleh menurunnya luas permukaan difusi, menebalnya
membran alveolar kapiler, dan rasio ventilasi perfusi yang tidak baik. Tanda klinisnya antara lain sebagai
berikut.
a. Dispnea pada usaha napas.
b. Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang.
c. Agitasi.
d. Lelah,letargi.
e. Meningkatnya tahanan vaskuler paru-paru.
f. Menurunnya saturasi oksigen dan meningkatnya PaCO2.
g. Sianosis.

. Manifestasi Klinis
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan oksigenasi.
Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan
untuk bernafas, pernafasan laring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea,
penyimpangan dada, nafas pendek, nafas
dengan bibir, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi
nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak
efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi. Selain itu terdapat tanda dan gejala lainnya seperti
:
1. Pola napas abnormal (irama, frekuensi, kedalaman)
2. Suara napas tidak normal.
a. Stridor : adalah suara yg terdengar kontinu (tidak terputus-putus), bernada tinggi yg terjadi baik
pada waktu inspirasi ataupun pada waktu ekspirasi, akan terdengar tanpa menggunakan alat
stetoskop, biasanya bunyi ditemukan pada lokasi saluran nafas atas (laring) atau trakea, disebabkan
lantaran adanya penyempitan pada saluran nafas tersebut. Pada orang dewasa, kondisi ini
mengarahkan pada dugaan adanya edema laring, tumor laring, kelumpuhan pita suara, stenosis
laring yg umumnya disebabkan oleh tindakan trakeostomi atau dapat pula akibat pipa
endotrakeal (Nurjanah, 2014).
b. Wheezing (mengi) : Merupakan bunyi seperti bersiul, kontinu, yg durasinya lebih lama dari
krekels. Terdengar selama : inspirasi & ekspirasi, secara klinis lebih jelas pada saat melakukan
ekspirasi. Penyebab : akibat udara melewati jalan napas yg menyempit/tersumbat sebagian. Bisa
dihilangkan dengan cara batuk. Dengan karakter suara nyaring, suara terus menerus yg
berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yg menyempit (seperti pada asma &
bronchitis kronik). Wheezing dapat terjadi oleh lantaran perubahan temperature, allergen, latihan
jasmani, & bahan iritan pada bronkus.
c. Ronchi : Merupakan bunyi gaduh yg dalam. Terdengar sewaktu ekspirasi. Penyebab : gerakan
udara melewati jalan napas yg menyempit akibat terjadi obstruksi nafas.
3. Perubahan jumlah pernapasan.
4. Batuk disertai dahak.
5. Penggunaan otot tambahan pernapasan.
6. Dispnea (sesak napas).
7. Penurunan haluaran urin..
8. Takhipnea (Tarwoto & Wartonah, 2010).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Bronkosopi
Untuk memperoleh sempel biopsi dan cairan atau sampel sputum/ benda asing yang menghambat
jalan nafas.
2. Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
3. Fluroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jntung dan kontraksi paru.
4. CT-Scan
Untuk mengetahui adanya massa abnormal.
5. Pemeriksaan fungsi paru dengan spirometri
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru untuk melakukan pertukaran oksigen dan
karbondioksida pemeriksaan ini dilakukan secara efisien dengan menggunakan masker mulut
yang dihubungkan dengan spirometer yang berfungsi untuk mencatat volume paru, cadangan
inspirasi, volume rasidual dan volume cadangan ekspirasi (Andarmoyo, 2012).
6. Kecepatan aliran ekspirasu puncak
Kecepatan aliran ekspirasi puncak adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi dan
titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan napas menjadi besar (Andarmoyo,
2012).
7. Pemeriksaan gas darah arteri
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari pembuluh darah arteri yang
digunakan untuk mengetahui konsentrasi ion hydrogen, tekanan parsial oksigen dan
karbondioksida dan saturasi hemoglobin, pemeriksaan ini dapat menggambarkan bagaimana
difusigas melalui kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi jaringan (Andarmoyo, 2012).
8. Oksimetri
Pengukuran saturasi oksigen kapiler dapat dilakukan dengan menggunakan oksimetri. Saturasi
oksigen adalah prosentase hemoglobin yang disaturasi oksigen. Keuntungannya; mudah
dilakukan, tidak invasive, dan dengan mudah diperoleh, dan tidak menimbulkan nyeri. klien yang
bisa dilakuakn pemeriksaan ini adalah klien yang mengalami kelainan perfusi/ ventilasi, seperti
Pneumonia, emfisema, bronchitis kronis, asma embolisme pulmunar, dan gagal jantung
congestive (Andarmoyo, 2012).
9. Pemeriksaan darah lengkap
Hitung darah lengkap menentukan jumlah dan tipe sel darah merah dan sel darah putih per
mm3 darah. Hitung darah lengkap mengukur kadar hemoglobin dalam sel darah merah. Defisiensi
sel darah merah akan menurunkan kapasitas darah yang menurunkan kapasitas darah yang
membawa oksigen karena molekul hemoglobin yang terseda untuk mengangkut ke jaringan lebih
sedikit. Apanila jumlah sel darah merah meningkat kapasitas darah yang mengangkut oksigen
meningkat. Namun peningkatan jumlah sel darah merah akan meningkatkan kekentalan dan risiko
terbentuknya trombus (Andarmoyo, 2012).
10. X-Ray Thorax
Pemeriksaan sinar X-Ray terdiri dari radiologi thoraks, yang memungkinkan perawat dan dokter
mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi adanay cairan (misalnya fraktur klavikula dan tulang
iga dan proses abnormal lainnya (Andarmoyo, 2012).
11. Bronskokopi
Bronskokopi adalah pemeriksaan visual pada pohon trakeobonkeal melalui bronskokop serat optic
yang fleksibel, dan sempit. Bronskokopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan
atau sampel sputum untuk mengangkat plak lender atau benda asing yang menghambat jalan
napas (Andarmoyo, 2012).
12. Pemindaian paru
Pemindaian paru yang paling umum adalah pemindaian Computed Tomografi (CT) Scan paru.
Sebuah pemindaian CT paru dapat mengidentifikasikan massa abnormal melalui ukuran dan lokasi
tetapi tidak dapat mengidentifikasikan tipe jaringan maka harus dilakukan biposi (Andarmoyo,
2012).
13. Spesimen Sputum
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme yang berkembang dalam sputum
(misalnya TB Paru). Sputum untuk sitologi adalah spesimen sputum yang diambil untuk
mengidentifikasi kanker pau abnormal dan dengan tipe sel yang ada didalamnya (Andarmoyo,
2012).
Penatalaksanaan
1. Terapi Pemberian Oksigenasi
a. Kateter nasal : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan pemberian O2 stabil,
klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai
kateter penghisap.
b. Kanul nasal : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan Pemberian O2 stabil
dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul dibanding kateter,
klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien.
c. Sungkup muka sederhana : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit):5-8.
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12.
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing. Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-
12 (Asmadi, 2008).
2. Pemantauan Hemodinamika
Hemodinamika adalah aliran darah dalam system peredaran tubuh kita baik melalui sirkulasi
magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva ( sirkulasi dalam paru-paru).
Pemantauan Hemodinamika adalah pemantauan dari hemodinamika status
3. Pengukuran bronkodilator
Bronkodilator adalah sebuah substansi yang dapat memperlebar luas permukaan bronkus dan
bronkiolus pada paru-paru, dan membuat kapasitas serapan oksigen paru-paru meningkat.
Senyawa bronkolidator dapat tersedia secara alami dari dalam tubuh, maupun didapat melalui
asupan obat-obatan dari luar.
4. Pemberian medikasi seperti nebulizer, kanula nasal, masker untuk membantu pemberian oksigen
bila diperlukan.
5. Penggunaan ventilator mekanik.
Ventilator mekanik adalah merupakan suatu alat bantu mekanik yang berfungsi bermanfaat dan
bertujuan untuk memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif
pada paru-paru melalui jalan nafas buatan.
6. Pelatihan batuk efektif
7. Fisioterapi dada.
8. Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan drainase postural, tepukan
dan vibrasi pada pasien yang mengalami gangguan sistem pernafasan. Tujuan Tindakan ini
bertujuan meningkatkan efisiensi pola pernafasan dan membersihkan jalan nafas.
9. Atur posisi pasien (semi fowler)
10. Tekhnik bernapas dan relaksasi (Tarwoto & Wartonah, 2010).

Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Penatalaksanaan medis
a. Pemantauan Hemodinamika
b. Pengobatan bronkodilator
c. Melakukan tindakan delegatif dalam pemberian medikasi oleh dokter, misal: nebulizer, kanula
nasal, masker untuk membantu pemberian oksigen jika diperlukan.
d. Penggunaan ventilator mekanik
e. Fisoterapi dada
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
1) Pembersihan jalan nafas
2) Latihan batuk efektif
3) Pengisafan lendir
4) Jalan nafas buatan
b. Pola Nafas Tidak Efektif
1) Atur posisi pasien ( semi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Teknik bernafas dan relaksasi
c. Gangguan Pertukaran Gas
1) Atur posisi pasien ( posisi fowler )
2) Pemberian oksigen
3) Pengisapan lendir
G. Masalah Keperawatan Oksigenasi
1. Bersihan Jalan Nafas Berhubungan Dengan:
a. Sekresi kental/belebihan sekunder akibat infeksi, fibrosis kistik atau influenza.
b. Imobilitas statis sekresi dan batuk tidak efektif
c. Sumbatan jalan nafas karena benda asing
2. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan:
a. Lemahnya otot pernafasan
b. Penurunan ekspansi paru
3. Gangguan Pertukaran Gas Berhubungan Dengan:
a. Perubahan suplai oksigen
b. Obstruksi saluran nafas
c. Adanya penumpukan cairan dalam paru
d. Edema paru

H. Intervensi Keperawatan
Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan NOC:
dengan:  Respiratory status : Ventilation  Pastikan kebutu
- Infeksi, disfungsi neuromuskular, hiperplasia Respiratory status : Airway patency suctioning.
dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma, trauma  Aspiration Control  Berikan O2 ……
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi Setelah dilakukan tindakan  Anjurkan pasien u
tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas keperawatan selama dalam
buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, …………..pasien menunjukkan  Posisikan pasien
adanya benda asing di jalan nafas. keefektifan jalan nafas dibuktikan ventilasi
DS: dengan kriteria hasil :  Lakukan fisiotera
- Dispneu  Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Keluarkan sekr
DO: suara nafas yang bersih, tidak ada suction
- Penurunan suara nafas sianosis dan dyspneu (mampu  Auskultasi suara
- Orthopneu mengeluarkan sputum, bernafas tambahan
- Cyanosis dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Berikan bronkod
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing)  Menunjukkan jalan nafas yang paten - …………………
- Kesulitan berbicara (klien tidak merasa tercekik, irama - …………………
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada nafas, frekuensi pernafasan dalam - …………………
- Produksi sputum rentang normal, tidak ada suara nafas  Monitor status he
- Gelisah abnormal)  Berikan pelemb
- Perubahan frekuensi dan irama nafas  Mampu mengidentifikasikan dan NaCl Lembab
mencegah faktor yang penyebab.  Berikan antibioti
 Saturasi O2 dalam batas normal …………………
 Foto thorak dalam batas normal …………………
 Atur intake untuk
keseimbangan.
 Monitor respirasi
 Pertahankan hidr
mengencerkan se
 Jelaskan pada pas
penggunaan per
Inhalasi.

Pola Nafas tidak NOC: NIC:


efektif berhubungan dengan : Respiratory status : Posisikan pasien untuk
- Hiperventilasi Ventilation memaksimalkan ventilasi
- Penurunan energi/kelelahan Respiratory status : Airway Pasang mayo bila perlu
- Perusakan/pelemahan muskulo- patency  Lakukan fisioterapi dada jika
skeletal Vital sign Status perlu
- Kelelahan otot pernafasan  Keluarkan sekret dengan
- Hipoventilasi sindrom Setelah dilakukan tindakan batuk atau suction
- Nyeri keperawatan selama
 Auskultasi suara nafas, catat
- Kecemasan ………..pasien
adanya suara tambahan
- Disfungsi Neuromuskuler menunjukkan keefektifan
 Berikan bronkodilator :
- Obesitas pola nafas, dibuktikan
-…………………..
- Injuri tulang belakang dengan kriteria hasil:
…………………….
Mendemonstrasikan batuk
DS: efektif dan suara nafas Berikan pelembab udara
- Dyspnea yang bersih, tidak ada Kassa basah NaCl Lembab
- Nafas pendek sianosis dan dyspneu Atur intake untuk cairan
DO: (mampu mengeluarkan mengoptimalkan
- Penurunan tekanan sputum, mampu bernafas keseimbangan.
inspirasi/ekspirasi dg mudah, tidakada pursed Monitor respirasi dan status
- Penurunan pertukaran udara per lips) O2
menit Menunjukkan jalan nafas Bersihkan mulut, hidung dan
- Menggunakan otot pernafasan yang paten (klien tidak secret trakea
tambahan merasa tercekik, irama Pertahankan jalan nafas yang
- Orthopnea nafas, frekuensi pernafasan paten
- Pernafasan pursed-lip dalam rentang normal, Observasi adanya tanda
- Tahap ekspirasi berlangsung tidak ada suara nafas tanda hipoventilasi
sangat lama abnormal)  Monitor adanya kecemasan
- Penurunan kapasitas vital Tanda Tanda vital dalam pasien terhadap oksigenasi
- Respirasi: < 11 – 24 x /mnt rentang normal (tekanan Monitor vital sign
darah, nadi, pernafasan)  Informasikan pada pasien
dan keluarga tentang tehnik
relaksasi untuk memperbaiki
pola nafas.
 Ajarkan bagaimana batuk
efektif
 Monitor pola nafas

Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :


Berhubungan dengan :  Respiratory Status : Gas  Posisikan pasien untuk
 ketidakseimbangan perfusi exchange memaksimalkan ventilasi
ventilasi  Keseimbangan asam Basa,  Pasang mayo bila perlu
 perubahan membran kapiler- Elektrolit  Lakukan fisioterapi dada
alveolar  Respiratory Status : jika perlu
DS: ventilation  Keluarkan sekret dengan
 sakit kepala ketika bangun  Vital Sign Status batuk atau suction
 Dyspnoe Setelah dilakukan tindakan  Auskultasi suara nafas, catat
 Gangguan penglihatan keperawatan selama adanya suara tambahan
DO: ….Gangguan pertukaran  Berikan bronkodilator ;
 Penurunan CO2 pasien teratasi dengan -………………….
 Takikardi kriteria hasi: -………………….
 Hiperkapnia  Mendemonstrasikan
 Barikan pelembab udara
 Keletihan peningkatan ventilasi dan
 Atur intake untuk cairan
 Iritabilitas oksigenasi yang adekuat
mengoptimalkan
 Hypoxia  Memelihara kebersihan
keseimbangan.
 kebingungan paru paru dan bebas dari
 sianosis tanda tanda 
distress Monitor respirasi dan status
 warna kulit abnormal (pucat, pernafasan O2
kehitaman)  Mendemonstrasikan batuk Catat  pergerakan
 Hipoksemia efektif dan suara nafas dada,amati kesimetrisan,
 hiperkarbia yang bersih, tidak ada penggunaan otot tambahan,
 AGD abnormal sianosis dan dyspneu retraksi otot supraclavicular
 pH arteri abnormal (mampu mengeluarkan dan intercostal
frekuensi dan kedalaman nafas sputum, mampu bernafas  Monitor suara nafas, seperti
abnormal dengan mudah, tidak ada dengkur
pursed lips)  Monitor pola nafas :
 Tanda tanda vital dalam bradipena, takipenia,
rentang normal kussmaul, hiperventilasi,
 AGD dalam batas normal cheyne stokes, biot
 Status neurologis dalam  Auskultasi suara nafas, catat
batas normal area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara
tambahan
 Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan ststus mental
 Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
 Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung

DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S., 2012. Kebutuhan DAsar Manusia (Oksigenasi). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Asmadi, 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta:
Salemba Medika.
Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United States Of America:
Mosby Elseveir Acadamic Press, 2013.
Hidayat, A.A., 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of America: Mosby
Elseveir Acadamic Press, 2013.
Nanda International (2009). Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. 2009-2015. Penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta
Nurjanah, W., 2014. Laporan Oksigenasi. [Online] Available
at:http://www.academia.edu/10554306/LAPORAN_KDM_OKSIGENASI_OKSIGENASI [Acc
essed Senin Desember 2017].
Riset Kesehatan Daerah. 2013. Data Penyakit Pernapasan Akut. Jakarta : Kementrian Kesahatan
Tarwoto & Wartonah, 2010. Kebutuhan Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.
Tarwoto & Wartonah, 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawtan Edisi 5. Jakarta: Salemba
Medika.
http://perawatciamik.blogspot.com/2017/12/laporan-pendahuluan-oksigenasi-nanda.html
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Salah satu tugas terpenting seorang perawat/bidan adalah memberi obat yang aman dan akurat kepada klien.
Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang memiliki masalah. Obat bekerja menghasilkan
efek terapeutik yang bermanfaat.

Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang
serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila kita memberikan obat tersebut tidak sesuai dengan
anjuran yang sebenarnya. Seorang perawat/bidan juga memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat
dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan obat dengan tepat, memantau
respon klien, dan membantu klien untuk menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan.

B. Ruang Lingkup Masalah


1. Pentingnya obat dalam keperawatan
2. Standar reaksi obat
3. Faktor yang mempengaruhi reaksi obat
4. Masalah dalam pemberian obat dan intervensi dalam keperawatan
5. Perhitungan obat
6. Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui oral,sublingual dan bukal
7. Menyiapakan obat dari ampul dan vial
8. Konsep dan teknin dan obat melalui intra vascular (IV),intara cellular (IC),Subcutan
(SC), intramuscular (IM).
9. Konsep dan teknik pemberian obat secara tropical
10. Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui Anus/vagina.
11. Konsep dan teknik melalui wadah cairan intravena.

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pentingnya obat dalam keperawatan
2. Untuk mengetahui Standar reaksi obat
3. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi reaksi obat
4. Untuk mengetahui Masalah dalam pemberian obat dan intervensi dalam keperawatan
5. Untuk mengetahui Perhitungan obat
6. Untuk mengetahui Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui oral,sublingual
dan bukal
7. Untuk mengetahui Menyiapakan obat dari ampul dan vial
8. Untuk mengetahui Konsep dan teknik dan obat melalui intra vascular (IV),intara
cellular (IC),Subcutan (SC), intramuscular (IM).
9. Untuk mengetahui Konsep dan teknik pemberian obat secara tropical
10. Untuk mengetahui Konsep dan teknik cara pemberian obat melalui Anus/vagina.
11. Untuk mengetahui Konsep dan teknik melalui wadah cairan intravena.

BAB II
PENDAHULUAN
A. Pentingnya Obat dalam Keperawatan
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (UU No. 36 Thn 2009).

Dalam dunia kesehatan khususnya dalam dunia keperawatan, obat sudah menjadi salah satu komponen yang
umum ditemui sehari-hari serta telah menjadi bagian penting dalam melakukan proses keperawatan.

Seorang perawat yang akan bekerja secara langsung dalam pemenuhan asuhan keperawatan sangat
membutuhkan keterampilan dalam tindakan medis berupa pengobatan sehingga tidak menimbulkan berbagai
macam kesalahan seperti dugaan-dugaan maalpraktik dan sebagainya, maka dari itu seorang perawatn selain
harus mengetahui pengetahuan serta tehnik pemberian obat dengan baik, seorang perawat juga harus memahami
betul mengenai tahapan proses keperawatan dengan baik pula.

Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-obatan yang aman . Perawat harus mengetahui semua
komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak
jelas atau dosis yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan. Sebelum memberikan obat kepada pasien,
ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan dalam pemberian obat, di
antaranya:
1. Tepat Obat : Sebelum mempersiapkan obat ke tempatnya petugas medis harus
memerhatikan kebenaran obat sebanyak tiga kali, yakni: ketika memindahkan obat dari tempat
penyimpanan obat, saat obat diprogramkan, dan saat mengembalikan obat ketempat
penyimpanan.
2. Tepat Dosis : Untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat, maka penentuan
dosis harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi
alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus; alat untukmembelah tablet; dan lain-lain.
Dengan demikan, penghityungan dosis benar untuk diberikan ke pasien.
3. Tepat Pasien : Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang
diprogramkan. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi kebenaran obat, yaitu mencocokan
nama, nomor regisyter, alamat, dan program pengobatan pada pasien.
4. Tepat Jalur Pemberian : Kesalahan rute pemberiandapat menimbulkan sistemik
yang fatal pada pasien. Untuk itu, cara pemberiannya adalah dengan melihat cara
pemberian/jalur obat pada label
5. Tepat Waktu : Pemberian harus benar-benar sesuai dengan waktu yang
diprogramkan, karena berhubungan dngan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari
obat.

B. Strandar dan Reaksi Obat


1. Standar Obat
Obat merupakan subtansi asing yang dimasukan ke dalam tubuh manusia guna untuk menimbulkan atau
menghasilkan efek-efek pengobatan atau terapi. Dalam penggunaanya, tentus aja oabt ini tidak boleh digunakan
asal-asalan apalagi jika sampai digunakan karena berdasarkan insting belaka, hal-hal tersebut tentu saja dapat
membahayakan. Maka dari itu sebelum pemberian obat dilakukan, alangkah lebih baik jika kita mengetahui
bagaimana standar obat yang baik, diantaranya :
 Kemurnian, yaitu bahwa obat mengandungg unsure keaslian, tidak ada percampuran.
 Standar potensi yang baik.
 Memiliki bioavailability yaitu keseimbangan setiap senyawa di dalam obat.
 Adanya keamanan.
 Efektivitas.

2. Reaksi Obat
Reaksi obat dapat dihitung dalam satuan waktu paruh, yakni suatu interval waktu yang diperlukan dalam tubuh
untuk proses eliminasi, sehingga terjadi pengurangan konsentrasi setengah dari kadar puncak obat dalam tubuh.

C. Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Obat


Untuk menghasilkan efek terapi yang baik, maka obat juga harus mengalami reaksi yang baik pula, adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi obat di dalam tubuh ialah sebagai berikut :
1. Absobsi Obat
Absorbsi obat atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh. Sebelum obat
diabsorpsi, terlebih dahulu obat itu larut dalam cairan biologis. Kelarutan serta cepat-lambatnya melarut
menentukan banyaknya obat terabsorpsi.

2. Distribusi Obat
Distribusi obat adalah transfer obat dari darah ke jaringan/organ lain. Permeabilitas membran dan perfusi darah
juga berperan di sini. Permeabilitas membran. Semakin permeabel(menembus) suatu membran, semakin cepat
kecepatan distribusinya. Perfusi darah, yaitu berapa banyak darah yang mengalir pada organ/jaringan tersebut.
Semakin banyak darah yang mengalir pada tempat target, semakin cepat obat didistribusikan.

3. Metabolisme Obat
Metabolisme obat adalah proses modifikasi biokimia senyawa obat oleh organisme hidup, pada umumnya
dilakukan melalui proses enzimatik. Proses metabolisme obat merupakan salah satu hal penting dalam penentuan
durasi dan intensitas khasiat farmakologis obat.

4. Eksresi Sisa
Setelah obat mengalami metabolisme atau pemecahan akan terdapat sisa zat yang tidak dapat dipakai. Sisa zat
ini tidak bereaksi kemudian keluar melalui ginjal dalam bentuk urine, dari interstinal dalam bentuk feses dan
dari paru-paru dalam bentuk udara. Dalam beberapa sumber disebutkan pula bahwa reaksi obat tidak terjadi
sama pada setiap orang, dalam beberapa sumber lain dijelaskan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi reaksi
obat selain dari pada yang sudah dijelaskan di atas juga dapat di pengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut,
diantaranya :
 Usia dan berat badan.
 Jenis kelamin.
 Faktorgenetis.
 Faktor psikologis.
 Kondisi patologis.
 Waktu.
 Cara pemberian.
 Lingkungan.

D. Masalah dalam Pemberian Obat dan Intervensi


Keperawatan
Obat diberikan semata-mata hanya bertujuan untuk menghasilkan reaksi terapi atau reaksi pengobatan guna
untuk mengurangi hingga menyembuhkan penyakit yang di derita oleh klien atau pasien. Namun dalam proses
pemberiannya terkadang ada beberapa hal yang sering kali terjadi ketika proses pemberian obat akan dilakukan,
diantaranya ialah :
1. Menolak pemberian obat
Pasien sering kali menolak ketika pemberian obat akan diberikan, hal ini biasanya disebabkan karena adanya
rasa takut terjadi sesuatu pada diri mereka ataupun karena hal-hal kecil seperti tidak menyukai aroma obat
tersebut. Jika pasien menolak pemberian obat, intervensi keperawatan pertama yang dapat dilakukan adalah
dengan menanyakan alasan pasien melakukan hal tersebut. Kemudian, jelaskan kembali kepada pasien alasan
pemberian obat. Jika pasien terus menolak sebaiknya tunda pengobatan, laporkan ke dokter dan catat dalam
pelaporan.
2. Kerusakan Integritas kulit terganggu
Kerusakan integritas kulit adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko terhadap kerusakan
jaringan epidermis dan dermis (Carpenito, 2000; 302). Batasan karakteristik mayor harus terdapat gangguan
jaringan epidermis dan dermis. Untuk mengatasi masalah gangguan integritas kulit, lakukan penundaan dalam
pengobatan, kemudian laporkan ke dokter dan catat ke dalam laporan.
3. Disorientasi dan bingung
Masalah disorientasi dan bingung dapat diatasi oleh perawat dengan cara melakukan penundaan pengobatan.
Jika pasien ragu, laporkan ke dokter dan catat ke dalam pelaporan.
4. Menelan obat bukal atau sublingual
Sebagai perawat yang memiliki peran dependen, jika pasien menelan obat bukal atau sublingual, maka sebaiknya
laporkan kejadian tersebut kepada dokter, untuk selanjutnya dokter yang akan melakukan intervensi.
5. Alergi kulit
Apabila terjadi alergi kulit atas pemberian obat kepada pasien, keluarkan sebanyak mungkin pengobatan yang
telah diberikan, beritahu dokter, dan catat dalam pelaporan.

E. Perhitungan Obat
Perhitungan dosis obat dalam dihitung dengan menggunakan beberapa rumus serta penggolongan keadaan yang
telah di tentukan, berikut adalah penjelasannya :
1. Berdasarkan Usia
Kurang akurat karena tidak mempertimbangkan sangat beragamnya bobot dan ukuran anak-anak dalam satu
kelompok usia obat bebas untuk Pediatrik dosis dikelompokkan atas usia seperti 2-6 tahun, 6-12 tahun dan diatas
12 tahun. Kecil dari 2 tahun, (atas pertimbangan dokter). Persamaan yang digunakan: a. Rumus Young(anak di
bawah 8 tahun) Usia (tahun) / (Usia+12) Contoh : Dosis lazim parasetamol untuk dewasa adalah 500 mg untuk
1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk anak usia 7 tahun?
b. Rumus Dilling (anak di atas 8 tahun) Usia (tahun) / 20 Contoh : Dosis lazim parasetamol untuk dewasa adalah
500 mg untuk 1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk anak usia 11 tahun?
c. Rumus Cowling (Usia dalam tahun) + 1) / 24 Contoh : Dosis lazim parasetamol untuk dewasa adalah 500 mg
untuk 1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk anak usia 11 tahun?
d. Rumus Fried (khusus untuk bayi) Usia (dalam bulan) / 150 Contoh: Dosis lazim parasetamol untuk dewasa
adalah 500 mg untuk 1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk bayi usia 5 bulan?
2. Berdasarkan Bobot
Dosis lazim obat umumnya dianggap sesuai untuk individu berbobot 70 kg (154 pon) Rasio antara jumlah obat
yang diberikan dan ukuran tubuh mempengaruhi konsentrasi obat di tempat kerjanya oleh karena itu, dosis obat
mungkin perlu disesuaikan dari dosis lazim untuk pasien kurus atau gemuk yang tidak normal. Persamaan yang
digunakan :
a. Rumus Clarck (Amerika Serikat) Bobot (dalam pon) / 150 Contoh: Dosis lazim parasetamol untuk dewasa
adalah 500 mg untuk 1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk anak berbobot 40 kg? 1 kg = 2,2 pon.
b. Rumus Thremich-Fier (Jerman) Bobot (dalam kg) / 70 Contoh: Dosis lazim parasetamol untuk dewasa adalah
500 mg untuk 1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk anak berbobot 40 kg?
c. Rumus Black (Belanda) Bobot (dalam kg) / 62 Contoh: Dosis lazim parasetamol untuk dewasa adalah 500 mg
untuk 1 kali pakai. Berapa dosis obat ini untuk anak berbobot 40 kg?

F. Konsep dan Tehnik Pemberian Obat Melalui Oral,


Sublingual dan Bukal
1. Pemberian Obat Melalui Oral
Pemberian obat melalui mulut dilakukan dengan tujuan mencegah, mengobati, dan mengurangi rasa sakit sesuai
dengan efek terapi dari jenis obat.
a. Persiapan Alat dan Bahan :
1) Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2) Obat dan tempatnya.
3) Air minum dalam tempatnya.

b. Prosedur Kerja :
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3) Baca obat, dengan berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu, dan tepat tempat.
4) Bantu untuk meminumkannya dengan cara:
 Apabila memberikan obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol, maka tuangkan jumlah yang
dibutuhkan ke dalam tutup botol dan pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Untuk obat
berupa kapsul jangan dilepaskan pembungkusnya.
 Kaji kesulitan menelan. Bila ada, jadian tablet dalam bentuk bubuk dan campur dengan minuman.
 Kaji denyut nadi dan tekanan darah sebelum pemberian obat yang membutuhkan pengkajian.
5) Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat dengan mencatat hasil
pemberian obat.
6) Cuci tangan.

2. Pemberian Obat Melalui Sublingul


Pemberian obat melalui sublingual merupakan rute pemberian obat yang absorpsinya baik melalui jaringan,
kapiler di bawah lidah. Obat-obat ini mudah diberikan sendiri. Karena tidak melalui lambung, sifat kelabilan
dalam asam dan permeabilitas usus tidak perlu dipikirkan.
a. Persiapan Persiapan Alat dan Bahan :
 Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
 Obat yang sudah ditentukan dalam tempatnya.
b. Prosedur Kerja :
 Cuci tangan.
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Memberikan obat kepada pasien.
 Memberitahu pasien agar meletakkan obat pada bagian bawah lidah, hingga terlarut seluruhnya.
 Menganjurkan pasien agar tetap menutup mulut, tidak minum dan berbicara selama obat belum terlarut
seluruhnya.
 Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat dengan mencatat hasil
pemberian obat.
 Cuci tangan.

3. Pemberian Obat Melalui Bukal


Pemberian obat secara bukal adalah memberikan obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan
membran mukosa diantara pipi. Tujuannya yaitu mencegah efek lokal dan sistemik, untuk memperoleh aksi
kerja obat yang lebih cepat dibandingkan secara ora, dan untuk menghindari kerusakan obat oleh hepar.
a. Persiapan Alat dan Bahan :
1. Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2. Obat yang sudah ditentukan dalam tempatnya.
b. Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Memberikan obat kepada pasien.
4. Memberitahu pasien agar meletakkan obat diantara gusi dan selaput mukosa pipi
sampai habis diabsorbsi seluruhnya.
5. Menganjurkan pasien agar tetap menutup mulut, tidak minum dan berbicara selama
obat belum terlarut seluruhnya.
6. Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat
dengan mencatat hasil pemberian obat.
7. Cuci tangan.

G. Menyiapkan Obat Dari Ampul Dan Vial


1. Menyiapkan obat ampul
a. Persiapan alat
1. Catatan pemberian obat atau kartu obat
2. Ampul obat sesuai resep
3. Spuit dan jarum yang sesuai
4. Jarum steril ekstra (bila perlu)
5. Kapas alcohol
6. Kassa steri
7. Baki obat
8. Gergaji ampul (bila perlu)
9. Label obat
10. Bak spuit
11. Bengkok
b. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menyiapkan obat dari ampul
1. Pertahankan sterilitas spuit, jarum dan obat ketika mempersiapkan obat dengan
menggunakan prinsip steril
2. Buang bekas ampul pada tempat khusus setelah dibungkus dengan kertas tissue
c. Prosedur kerja
1. Cuci tangan
2. Siapkan alat-alat
3. Periksa label obat dengan catatan pemberian obat sesuai dengan prinsip 5 benar yaitu
benar nama pasien, benar nama obat, benar dosis obat, benar cara pemberian obat, dan benar
waktu pemberian obat
4. Lakukan penghitungan dosis sesuai dengan yang dibutuhkan
5. Pegang ampul dan turunkan cairan di atas leher ampul dengan cara melentikkan jari
tangan pada leher ampul beberapa kali atau dengan cara memutar ampul dengan tangan searah
jarum jam
6. Letakkan kassa steril diantara ibu jari tangan dengan ampul, kemudian patahkan leher
ampul kearah menjauhi tenaga kesehatan dan orang sekitar
7. Buang leher ampul pada tempat khusus
8. Buka penutup jarum spuit, kemudian masukkan jarum ke dalam ampulntepat di
bagian tengah ampul
9. Aspirasi sejumlah cairan dari ampul sesuai dengan dosis yang diperlukan
10. Jika terdapat gelembung udara dalam spuit harus dikeluarkan terlebih dahulu
11. Periksa kembali jumlah larutan dalam spuit, bandingkan dengan volume yang
dibutuhkan
12. Bandingkan label obat dengan catatan pemberian obat
13. Bila perlu ganti jarum spuit yang baru, jika obat dapat mengiritasi kulit
14. Beri label spuit dengan label obat yang sesuai
15. Tempatkan spuit dalam bak spuit, kapas alcohol dan kartu obat diatas baki
16. Buang dan simpan kembali peralatan yang diperlukan
17. Cuci tangan
2. Menyiapkan obat vial
a. Peralatan
1. Catatan pemberian obat atau kartu obat
2. Spuit dan jarum yang sesuai
3. Vial obat sesuai resep
4. Jarum steril ekstra (bila perlu)
5. Kapas alcohol
6. Baki obat
7. Label obat
8. Bak spuit
9. Bengkok
b. Beberapa hal yang harus diperhatikan saat menyiapkan obat dari vial
1. Jika obat perlu dicampurkan, ikuti petunjuk dalam vial
2. Pertahankan kesterilan spuit, jarum dan obat saat menyiapkannya
3. Perlu pencahayaan yang baik saat menyiapkan obat ini
c. Prosedur kerja
1. Cuci tangan
2. Siapkan peralatan
3. Periksa label vial dengan catatan atau kartu obat sesuai prinsip 5 benar
4. Hitung dosis yang diperlukan. Bila perlu rotasikan cairan yang ada dalam vial dengan
menggunakan tangan agar tercampur sempurna. Tidak boleh mengocok larutan dalam vial
karena dapat menyebabkan larutan menjadi berbuih.
5. Buka segel pada bagian tutup obat tanpa menyentuh bagian karetnya
6. Usap bagian karet tersebut dengan kapas alcohol
7. Buka tutup jarum
8. Masukkan udara ke dalam spuit sesuai dengan jumlah obat yang dibutuhkan
9. Dengan hati-hati masukkan jarum secara tegak lurus tepat di tengah-tengah karet dari
vial dan ujung jarum dijaga di atas permukaan obat.
10. Aspirasi sejumlah obat yang diperlukan sesuai dosis dengan menggunakan salah satu
metode di bawah ini: a) Pegang vial menghadap ke atas, gerakkan ujung jarum ke bawah
hingga berada pada bagian bawah cairan obat. Kemudian tarik plunger hingga spuit terisi
cairan obat sesuai dengan dosis yang diperlukan. Hindari untuk menghisap tetes terakhir dari
vial. b) Pegang vial menghadap ke bawah (terbalik), pastikan ujung jarum berada di bawah
cairan obat dan secara bertahap aspirasi cairan obat sesuai dengan dosis yang diperlukan.
11. Bila terdapat udara pada bagian atas spuit, maka keluarkan udara yang ada dalam
spuit tersebut ke dalam vial
12. Pada saat volume obat dalam spuit sudah tepat, maka cabut jarum dari vial dan tutup
jarum dengan penutup jarum
13. Jika masih terdapat gelembung dalam spuit: a) Pegang spuit secara vertical, dengan
jarum menghadap ke atas. b) Tarik plunger ke bawah dan jentikkan spuit dengan
jari.c) Dorong plunger perlahan ke atas untuk mengeluarkan udara, tetapi jaga agar tidak
mengeluarkan larutan.
14. Periksa kembali jumlah larutan yang ada pada spuit, bandingkan dengan volume yang
dibutuhkan
15. Bandingkan label obat dengan catatan pemberian obat yang sesuai
16. Ganti jarum spuit yang baru
17. Beri label spuit dengan label obat yang sesuai
18. Tempatkan spuit (dalam bak spuit), kapas alkohol, dan kartu obat di atas baki
19. Buang atau simpan kembali peralatan yang tidak diperlukan Mencuci tangan

H. Konsep dan Teknik Pemberian Obat Melalui Intervena


(Selang IV), Intracutan (IC), Subcutan (SC), dan
Intramuscular (IM)
1. Pemberian Obat Melalui Intervena (selang IV)
a. Alat dan bahan :
1. Spuit dan jarum sesuai ukuran
2. Obat dalam tempatnya
3. Selang intravena
4. Kapas alcohol
b. Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Periksa identitas pasien dan ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit.
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intravena
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian
tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam selang intravena.
7. Setelah selesai tarik spuit.
8. Periksa kecepatan infuse dan observasi reaksi obat
9. Cuci tangan
10. Catat obat yang telah diberikan dan dosisnya
2. Pemberian Obat Melalui Jaringan Intrakutan (IC)
Memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit dilakukan sebagai tes reaksi alergi terhadap jenis
obat yang akan digunakan. Pemberian obat melalui jaringan intrakutan ini dilakukan di bawah dermis atau
epidermis. Secara umum, dilakukan pada daerah lengan, tangan bagian ventral.
a. Persiapan Alat dan Bahan :
1. Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2. Obat dalam tempatnya.
3. Spuit 1 cc / spuit insulin.
4. Kapas alkohol dalam tempatnya.
5. Cairan pelarut.
6. Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit).
7. Bengkok.
8. Perlak dan alasnya.
b. Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan ada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik. Bila menggunakan baju lengan panjang, buka
dan ke ataskan.
4. Pasang perlak / pengalas di bawah bagian yang disuntik.
5. Ambil obat untuk tes alergi, kemudian larutkan / encerkan dengan akuades (cairan
pelarut). Selanjutnya, ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai ±1 cc. Lalu siapkan pada bak
injeksi atau steril.
6. Desinfeksi dengan kapas alkoho pada daerah yang akan disuntik.
7. Tegangkan daerah yang akan disuntik dengan tangan kiri.
8. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas yang sudutnya 15-20 terhadap
permukaan kulit.
9. Semprotkan obat hingga terjadi gelembung.
10. Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan massage.
11. Cuci tangan.
12. Catat reaksi pemberian, hasil pemberian obat / tes obat, tanggal, waktu, dan jenis
obat.

3. Pemberian Obat Melalui Jaringan Subcutan (SC)


Pemberian obat melalui suntikan di bawah kulit dapat dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3
bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada, dan daerah sekitar umbilikus (abdomen). Umumnya,
pemberian obat melalui jaringan subkutan ini dilakukan dalam program pemberian insulin yang digunakan untuk
mengontrol kadar gula darah. Terdapat dua tipe larutan insulin yang diberikan, yaitu jernih dimaksudkan sebagai
insulin tipe reaksi cepat (insulin reguler). Larutan yang keruh termasuk tipe lambat karena adanya penambahan
protein sehingga memperlambat absorpsi obat.
a. Persiapan Alat dan Bahan :
1. Daftar buku obat / catatan, jadwal pemberian obat.
2. Obat dalam tempatnya.
3. Cairan pelarut.
4. Bak injeksi.
5. Bengkok.
6. Perlak dan alasnya.
b. Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Bebaskan daerah yang disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila
menggunakan baju, maka dibuka atau dikeataskan.
4. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dengan dosis yang akan siberikan. Setelah itu,
tempatkan pada bak injeksi.
5. Desinfeksi dengan kapas alcohol
6. Tegakkan dengan tangan kiri (daerh yang akan dilakukan suntikan subkutan).
7. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas, yang sudut 45o dengan
permukaan kulit.
8. Lakukan aspirasi. Bila tidak ada daerah, semprotkan obat perlahan-lahan hingga
habis.
9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alkohol. Masukan spuit yang telah dipakai ke
dalam bengkok.
10. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis/dosis obat.
11. Cuci tangan.

4. Pemberian Obat Melalui intramuscular (IM)


Memberikan obat melalui intramaskular merupakan pemberian obat dengan memasukannya kedalam jaringan
otot. Lokasi penyuntikan dapat dilakukan di dorsogluteal (posisi tengkurak), ventrogluteal (posisi berbaring),
vastus lateralis (daerah paha), atau deltoid (lengan atas). Tujuannya agar absorsi obat dapat lebih cepat.
a. Persiapan alat dan bahan :
1. Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.
2. Obat dalam tempatnya.
3. Spuit dan jarum yang sesuai dengan ukuran: untuk orang dewasa, panjangnya 2,5-3,75
cm sedangkan untuk anak, panjangnya 1,25-1,5 cm.
4. Kapas alcohol dalam tempatnya.
5. Cairan pelarut.
6. Bak injeksi.
7. Bengkok.
b. Prosedur kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Ambil obat kemudian masuk kedalam spuit sesuai dengan dosis. Setelah itu, letakan
pada bak injeksi.
4. Periksa tempat yang akan dilakukan penyuntikan (lihat lokasi penyuntikan).
5. Disenfeksi dengan kapas alkohol pada tempat yang akan dilakukan penyuntikan.
6. Lakukan penyuntikan : a) Dorsogluteal, dengan menganjurkan pasien untuk
tengkurap dan lututnya di putar kea rah dalam atau miring. Fleksikan lutut bagian atas dan
pinggul, serta letakan didepan tungkai bawah. b) Ventrogluteal, dengan menganjurkan pasien
untuk miring, tengkurap, atau terlentang. Lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan
penyuntikan dalam keadaan fleksi. c) Vastuslateralis (paha), menganjurkan pasien untuk
berbaring telentang dengan lutut sedikit fleksi. d) Deltoid (lengan atas), dengan
menganjurkan pasien untuk duduk atau berbaring mendatar dan dengan lengan atas fleksi.
7. Lakukan penusukan menggunakan jarum dengan posisi tegak lurus.
8. Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit. Bila tidak ada darah, semprotkan obat
secara perlahan-lahan hingga habis.
9. Setelah selesai, ambil spuit dengan menariknya. Tekan daerah penyuntikan dengan
kapas alkohol, kemudian letakan spuit yang telah digunakan pada bengkok.
10. Catat reaksi pemberian, jumblah dosis dan waktu pemberian.
11. Cuci tangan.

I. Konsep dan Teknik Cara Pemberian Obat Secara


Topical (Kulit, Mata, Telinga dan Hidung)
1. Pemberian Obat Pada Kulit
Memberikan obat pada kulit merupakan pemberian obat dengan mengoleskannya dikulit yang bertujuan
mempertahankan hidrasi, melindungi permukaan kulit, mengurangi iritasi kulit atau mengatasi infeksi. Jenis obat
kulit yang diberikan dapat bermacam-macam seperti krim, losion, aerosol dan spray.
a. Persiapan alat dan bahan :
1. Obat dalam tempatnya (seperti krim, losion, aerosol dan sray).
2. Pinset anatomis.
3. Kain kasa.
4. Kertas tisu.
5. Balutan.
6. Pengalas.
7. Air sabun, air hangat.
8. Sarung tangan.
b. Prosedur kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Pasang pengalas dibawah daerah yang akan dilakukan tindakan.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Bersihkan daerah yang akan diberi obat dengan air hangat (apabila terdapat kulit
mengeras) dan gunakan pinset anatomis.
6. Berikan obar sesuai dengan indikasi dan cara pemakaian seperti mengoleskan dan
mengompres.
7. Kalau perlu, tutup dengan kain kasa atau balutan pada daerah yang diobati.
8. Cuci tangan.
2. Pemberian Obat Pada Mata
Pemberian obat pada mata dengan obat tetes mata atau saleb mata digunakan untuk persiapan pemeriksaan
struktur internal mata dengan mendilatasi pupil, pengukuran refraksi lensa dengan melemahkan otot lensa,
serta penghilangan iritasi mata.
a. Persiapan alat dan bahan :
1. Obat dalam tempatnya dengan penetes steril atau berupa saleb.
2. Pipet.
3. Pinset anatomi dalam tempatnya.
4. Korentang dalam tempatnya.
5. Plester.
6. Kain kasa.
7. Kertas tisu.
8. Balutan.
9. Sarung tangan.
10. Air hangat/ kapas pelembab.
b. Prosedur kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur posisi pasien dengan kepala menegadah dengan posisi perawat disamping
kanan.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembab dari sudut mata
kearah hidung. Apabila sangat kotor basuh dengan air hangat.
6. Buka mata dengan menekan perlahan-lahan bagian bawah dengan ibu jari, jari
telunjuk di atas tulang orbita.
7. Teteskn obat mata diatas sakus kunjungtiva. Stelah tetesan selesai sesuai dengan
dosis, anjurkan pasien untuk menutup mata dengan berlahan-lahan, apabila menggunakan obat
tetes mata.
8. Apabila obat mata jenis saleb, pengang aplikasi saleb diatas pinggir kelopak mata
kemudian pencet tube sehingga obat keluar dan berikan obat pada kelopak mata bawah.
Setelah selesai, anjurkan pasien untuk melihat kebawah, secara bergantian dan berikan obat
pada kelopak mata bagian atas. Biarkan pasien untuk memejamkan mata dan merenggangkan
kelopak mata.
9. Tutup mata dengan kasa bila perlu.
10. Cuci tangan.
11. Catat obat, jumblah, waktu dan tempat pemberian.
3. Pemberian Obat pada Telinga
Memberika obat pada telinga dilakukan dengan obat tetes telinga atau salep. Pada umumnya, obat tetes telinga
dapat berupa obat antibiotic diberikan pada gangguan infeksi telinga, khususnya otitis media pada telinga
tengah.
a. Persiapan alat dan bahan :
1. Obat dalam tempatnya.
2. Penetes.
3. Speculum telinga.
4. Pinset anatomi dalam tempatnya.
5. Korentang dalam tempatnya.
6. Plester.
7. Kain kasa.
8. Kertas tisu.
9. Balutan.
b. Prosedur kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan digunakan.
3. Atur posisi pasien dengan kepala miring kekanan atau kekiri sesuai dengan daerah
yang akan diobati, usahakan agar lubang telinga pasien ke atas.
4. Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas/kebelakang pada orang
dewasa dan kebawah pada anak-anak.
5. Apabila obat berupa obat tetes, maka teteskan obat dengan jumlah tetesan sesuai
dosis pada dinding saluran untuk mencegah terhalang oleh gelembung udara.
6. Apabila berupa salep, maka ambil kapas lidi dan masukan atau oleskan salep pada
liang telinga.
7. Pertahankan posisi kepala ±2-3 menit.
8. Tutup telinga dengan pembalut dan plester kalau perlu.
9. Cuci tangan.
10. Catat jumlah, tanggal, dan dosis pemberian.
4. Pemberian Obat Pada Hidung
Memberikan obat tetes pada hidung dapat dilakukan pada hidung seseorang dengan keradangan hidung
(rhinitis) atau nasofaring.
a. Persiapan alat dan bahan :
1. Obat dalam tempatnya.
2. Pipet.
3. Speculum hidung.
4. Pinset anatomi dalam tempatnya.
5. Korentang dalam tempatnya.
6. Plester.
7. Kain kasa.
8. Kertas tisu.
9. Balutan
b. Prosedur kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dijalankan.
3. Atur posisi pasien dengan cara :a) Duduk di kursi dengan kepala menengadah ke
belakang.b) Berbaring dengan kepala ekstensi pada tepi tempat tidur.c) Berbaring dengan bantal
dibawah bahu dan kepala tengadah ke belakang.
4. Berikan tetesan obat sesuan dengan dosis pada tiap lubang hidung.
5. Pertahankan posisi kepala tetap tengadah ke belakang selama 5 menit.
6. Cuci tangan.
7. Catat cara, tanggal, dan dosis pemberian obat.

J. Konsep dan Teknik Cara Pemberian Obat Melalui


Anus / Rectum dan Vagina
1. Pemberian Obat Melalui Rectum
Memberikan obat melalui rectum merupakan pemberian obat dengan memasukan obat melalui anus dan
kemudian raktum, dengan tujuan memberikan efek local dan sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut
pemberian obat Supositotia yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi obat, menjadikan lunak pada daerah
fases, dan merangsang buang air besar. Pemberian obat yang memiliki efek lokal, seperti Dulcolac Supositoria,
berfungsi untuk meningkatkan defekasi secara lokal. Pemberian obat dengan efek sistemik, seperti obat
Aminofilin Supositoria, berfungsi mendilatasi Bronkhus. Pemberian obat Supositoria ini diberikan tepat pada
dinding Rektal yang melewati sphincter ani interna. Konta indikasi pada pasien yang mengalami pembedahan
rectal.
a. Persiapan alat dan bahan :
1. Obat Supositoria dalam tempatnya.
2. Sarung tangan.
3. Kain kasa.
4. Vaseline/pelican/pelumas.
5. Kertas tisu.
b. Prosedur kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Gunakan satung tangan.
4. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
5. Oleskan pelicin pada ujung oabat Supositoria.
6. Regangkan glutea dengan tangan kiri. Kemudian masukan Supositiria secara berlahan
melalui anus, Sphincher ana interna, serta mengenai dinding rectal ± 10 cm pada orang dewasa,
5 cm pada bayi atau anak.
7. Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan tisu.
8. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring telentang atau miring selama ± 45 menit.
9. Setelah selesai, lepaskan sarung tangan kedalam bengkok
10. Cuci tangan.
11. Catat obat, jumblah dosis, dan cara pemberian.
2. Pemberian Obat Melalui Vagina
Pemberian obat melalui vagina merupakan tindakan memasukkan obat melalui vagina, yang bertujuan untun
mendapatkan efek terapi obat dan mengobati saluran vagina atau serviks. Obat ini tersedia dalam bentuk krim
dan supositoria yang digunakan untuk mengobati infeksi lokal.
a. Persiapan alat dan bahan :
1. Obat dalam tempatnya.
2. Sarung tangan
3. Kain kasa
4. Kertas tisu
5. Kapas sublimat dalam tempatnya.
6. Pengalas
7. Korentang dalam tempatnya
b. Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Gunakan sarung tangan
4. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa
5. Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat
6. Anjurkan pasien tidur dengan posisi dorsal recumbert
7. Apabila jenis obat Supositoria, maka buka pembungkus dan berikan pelumas pada
obat
8. Renggangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan obat sepanjang dinding
kanal vaginal posterior sampai 7,5-10 cm.
9. Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar orivisium dan labia dengan tisu
10. Anjurkan untuk tetap dalam posisi selama ±10 menit agar obat bereaksi.
11. Cuci tangan
12. Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian.

K. Konsep dan Teknik Pemberian Obat Melalui Wadah


Cairan Intravena
Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat kedalam wadah cairan
intravena yang bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapetik dalam darah.
1. Alat dan bahan :
a. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran
b. Obat dalam tempatnya
c. Wadah cairan ( kantong / botol )
d. Kapas alcohol dalam tempatnya
2. Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan bau lengan panjang buka dan
ke ataskan
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran.
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian
tengah dan masukkan obat perlahan-lahan ke dalam kantong / wadah cairan.
7. Setelah selesai tarik spuit dan campur dengan membalikkan kantong cairan dengan
perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung lain.
8. Periksa kecepatan infus.
9. Cuci tangan
10. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pmberian obat

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Obat dapat diberikan dengan berbagai cara disesuaikan dengan kondisi pasien, diantaranya : sub kutan, intra
kutan, intra muscular, dan intra vena. Dalam pemberian obat ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu indikasi
dan kontra indikasi pemberian obat.

Jelaslah bahwa pemberian obat pada klien merupakan fungsi dasar keperawatan yang membutuhkan
keterampilan teknik dan pertimbangan terhadap perkembangan klien. Perawat yang memberikan obat-obatan
pada klien diharapkan mempunyai pengetahuan dasar mengenai obat dan prinsip-prinsip dalam pemberian obat.
B. Saran
Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak baik jika kita salah
menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya bisa fatal. Oleh karena itu,
kita sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas kita dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-
masalah yang dapat merugikan diri kita sendiri maupun orang lain.

DAFTAR ISI
Joyce, K & Everlyn, R.H. (1996). Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : EGC

Gan Gunawan, Sutisna. (2007). Farmakologogi dan Terapi (Edisi 5), Jakarta: Badan Penerbit FKUI

http://www.fkep.unpad.ac.id/2008/11/peran-perawat-dalam-pemberian-obat/

Potter and Perry. (2004). Fundamental of nursing:Concepts,process & practice. Fourth Edition.St. Louse,
Missouri: Mosby-year Book,Inc
.
Enykus, 2003, keterampilan dasar dan prosedur perawatan dasar, ed 1. Semarang, Kilat press

Pery, Anne Griffin, Potter, patricia A.,(1999). Fundamental Keperawatan Konsep proses dan praktek.EGC:
Jakarta
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama
dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga memberikan kontribusi
yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping itu pula, isu terkini yang
berkait dengan manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil pasien, dimana
pasien dengan kondisi luka akibat operasi semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya
sering menyertai kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses
penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang
adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang komprehensif,
perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama
perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis.
B. Rumusan masalah
Yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian luka ?
2. Bagaimana Klasifikasi Luka ?
3. Bagaimana Perawatan Terhadap Luka ?
4. Perawatan Luka Pada Bedah ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Perawatan Luka
1. Luka
a. Pengertian Luka
1) Menurut R. Sjamsu Hidayat, 1997
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda
tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan.
2) Menurut Koiner dan Taylan
Luka adalah terganggunya (disruption) integritas normal dari kulit dan jaringan di bawahnya yang
terjadi secara tiba-tiba atau disengaja, tertutup atau terbuka, bersih atau terkontaminasi, superfisial
atau dalam.
3) Menurut Mansjoer
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontuinuitas jaringan.
4) Menurut Inetna
Luka adalah injury pada jaringan yang mengganggu proses selular normal.
Disimpulkan luka adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh karena gesekan, tekanan,
suhu, infeksi, dan yang lainn

Anatomi Kulit

Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh. Kulit berfungsi sebagai alat ekskresi karena adanya
kelenjar keringat (kelenjar sudorifera) yang terletak di lapisan dermis. Lapisan-lapisan kulit
sebagai berikut :
1) Epidermis (lapisan ari)
Epidermis merupakan lapisan kulit yang terluar, terdiri dari lapisan sel yang telah mati yang
disebut juga lapisan tanduk. Fungsi epidermis adalah sebagai sawar pelindung terhadap bakteri,
iritasi kimia, alergi, dll.
Bagian epidermis dibagi menjadi 5 bagian, yaitu :
a) Stratum corneum (lapisan tanduk)
b) Stratum lucidum (daerah rintangan)
c) Stratum granulosum (lapian seperti butir)
d) Stratum spinosum (lapisan sel duri)
e) Stratum germinativum (lapisan sel basal)
2) Dermis (lapisan jangat)
Pada lapisan dermis memiliki kekebalan 3-5 mm, merupakan anyaman serabut kolagen dan
elastis yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit. Dermis mengandung pembuluh
darah, pembuluh limfe, gelembung rambut, kelenjar lemak (sebasea), kelenjar keringat, otot dan
serabut saraf.
3) Hypodermis (lapisan lemak)
Pada lapisan ini terdapat cukup banyak jaringan lemak (panniculus adiposus) yang tersusun
dalam lapisan. Jaringan lemak subkutan ini terutama berfungsi memberi perlindungan terhadap
dingin dan disamping itu merupakan cadangan energi.
b. Klasifikasi Luka
1) Berdasarkan Sifat Kejadian
a) Luka disengaja (intentional traumatic)
Contoh : luka radiasi, luka bedah
b) Luka tidak disengaja (unintentional traumatic)
Contoh : Luka terbuka (abrasi / gesekan, puncture / tusukan, hautration / akibat alat yang
digunakan dalam perawatan luka), luka tertutup.
2) Berdasarkan Penyebab
a) Luka mekanik
- Vulnus scissum (luka sayat / luka insisi / incised wounds)  karakteristik : pinggiran luka rapi
- Vulnus contusum (luka memar / contusion wound)  karakterisitik : cedera pada jaringan bawah
kulit akibat benturan benda tumpul
- Vulnus laceratum (luka robek)  karakteristik : terdapat robekan jaringan yang menyebabkan
jaringan rusak
- Vulnus puncture (luka tusuk / puncture wound)  karakteristik : luka luar tampak kecil namun
bagian dalam besar
- Vulnus sclopetorum (luka tembak)
- Vulnus morsum (luka gigitan)  karakteristik : tidak jelas bentuknya
- Vulnus abrasio (luka terkikis / abraced wound)  karakteristik : tidak sampai ke pembuluh darah
b) Luka non mekanik
Contoh : sengatan listrik, obat.
3) Berdasarkan Lamanya Proses Penyembuhan
a) Luka akut
Adalah luka yang sembuh sesuai dengan waktu proses penyembuhan luka (21 hari sesuai dengan
proses menutupnya luka).
Contoh : luka operasi, luka kecelakaan dan luka bakar
b) Luka kronik
Adalah luka yang sulit sembuh dan fase penyembuhan lukanya mengalami pemanjangan.
Contoh : luka tekan (dekubitus), luka karena diabetes, luka karena pembuluh darah vena maupun
arteri, luka kanker, luka dehiscene dan abses.
4) Berdasarkan Tingkat Kontaminasi
a) Luka bersih (clean wounds)
Yaitu luka bedah yang tidak terinfeksi dan tidak terjadi proses peradangan (inflamasi). Biasanya
menghasilkan luka yang tertutup. Luka tidak mengenai sistem gastrointestinal, pernapasan dan
genitourinaria.
b) Luka bersih terkontaminasi (clean-contamined wounds)
Yaitu luka pembedahan dimana sistem (sistem gastrointestinal, pernapasan dan genitourinaria)
sekitar luka terkontaminasi atau terinfeksi.
c) Luka kontaminasi (contamined wounds)
Contoh : luka traumatik, luka terbuka, luka bedah dengan asepsis yang buruk.
d) Luka infeksi (infected wounds)
Yaitu luka dimana area luka terdapat patogen dan disertai tanda-tanda infeksi.
5) Berdasarkan Kedalaman Jaringan
a) Superficial : hanya jaringan epidermis
b) Partial thickness : luka yang meluas sampai ke dermis
c) Full thickness : luka meluas hingga ke lapisan yang paling dalam dari jaringan subkutan hingga
ke pascia dan struktur di bawahnya seperti oto, tendon atau tulang.
6) Berdasarkan Stadium
a) Stadium I
Lapisan epidermis utuh, namun terdapat eritema atau perubahan warna.
b) Stadium II
Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan dermis. Eritema di jaringan
sekitar yang nyeri, paas dan oedema. Exudate (nanah) sedikit sampai sedang.
c) Stadium III
Kehilangan jaringan sampai dengan jaringan subkutan, dengan terbentuknya rongga
(cavity). Exudate sedang sampai banyak.
d) Stadium IV
Kehilangan jaringan subkutan dengan terbentuknya rongga (cavity) yang melibatkan otot, tendon
dan tulang. Exudate sedang sampai banyak.
7) Berdasarkan Penampilan Klinis
a) Nekrotik (hitam) : eschar (jaringan parut) yang mengeras dan mengering atau lembab.
b) Sloughy (kuning) : jaringan mati yang fibrous (tidak elastis)
c) Terinfeksi (kehijauan) : terdapat tanda-tanda klinis adanya infeksi seperti nyeri, panas, bengkak,
kemerahan dan peningkatan eksudat
d) Granulasi (merah) : jaringan granulasi yang sehat
e) Epitelisasi (merah muda) : terjadi epitelisasi.
c. Proses Penyembuhan Luka
Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang tindih
(overlap). Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab
luka tersebut. Fase penyembuhan luka meliputi :
1) Fase Inflamasi
Fase ini muncul segera setelah injury dan dapat berlanjut sampai 5 hari. Dimulai saat terjadinya
luka dan terjadi proses hemostatis yang ditandai dengan pelepasan histamindan mediator lain lebih
dari sel-sel yang rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel darah putih ke daerah yang
rusak. Tanda-tanda inflamasi disekitar luka antara lain : kemerahan (rubor), hangat (kalor),
bengkak (tumor), nyeri (dolor) dan hilangnya fungsi (fungsi laesa).
2) Fase Proliferasi / Epitelisasi
Fase ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast (sel jaringan penyambung)
memiliki peran yang besar dalam proses proliferasi. Pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringan
ikat dan menginfiltrasi luka. Penampilan klinisnya antara lain dasar luka merah cerah (granulasi
dengan vaskularisasi baik), kadang ditemukan bekuan darah, adanya kulit baru (epitelisasi)
bewarna merah muda pada tepi luka.
3) Fase maturasi / Remodelling
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung sampai berbulan-bulan dan
berakhir bila tanda radang sudah hilang. Pada fase ini terjadi repitelisasi, kontruksi luka, dan
organisasi jaringan ikat. Dimana luka sudah menutup sempurna pada hari ke-21 dan akan muncul
bekas luka (scar) atau keloid (scar yang menebal) selama proses maturasi berlangsung. Dalam
fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen,
pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka.

d. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka


Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
1) Vaskularisasi
Mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran darah yang baik utnuk
pertumbuhan atau perbaikan sel.
2) Anemia
Memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel membutuhkan kadar protein
yang cukup.
3) Usia
Kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau kematangan usia
seseorang. Namun selanjutnya proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga
dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
4) Penyakit lain
Mempengaruhi proses penyembuhan luka. Seperti diabetes dan ginjal dapat memperlambat proses
penyembuhan luka.
5) Nutrisi
Merupakan unsur pertama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena kandungan zat gizi
yang terdapat didalamnya, sebagai contoh vitamin A untuk membantu proses epitelisasi/penutupan
luka dan sintesis kolagen, vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur
metabolisme protein, karbohidrat dan lainnya.
6) Kegemukan, obat-obatan, merokok dan stres
7) Tehnik penanganan luka yang tidak tepat
8) Lokasi luka (mobilitas pasien)
9) Status imunologi
10) Kadar gula darah (impaired white cell function) dan Kadar albumin darah (‘building blocks’ for
repair, colloid osmotic pressure – oedema)
e. Tipe Penyembuhan Luka
1) Primary intention healing
Jaringan yang hilang minimal, tepi luka dapat kembali melalui jahitan, klip atau plester
2) Delayed primary intention healing
Terjadi ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing yang menghambat penyembuhan.
3) Secondary healing
Proses penyembuhan tertunda dan hanya bisa terjadi melalui proses granulasi, kontraksi dan
epitelisasi. Pada tipe ni menghasilkan scar.

Managemen perawatan luka :

T : Tissue management
I : Inflamation and infection control
M : Moisture balance
E : Epithelial advancement

Warna dasar Luka


1) Merah, dasar warna luka merah tua atau terang tampak lembab
Merupakan luka bersih bergranulasi, vaskularisasi baik dan mudah berdarah,
Warna dasar merah muda ataupun pucat merupakan lapisan epitelisasi
Warna ini sebagai fase akhir dari proses penyembuhan
2) Kuning, dasar warna kuning kecoklatan atau kuning kehijauan
atau kuning pucat.
Kondisi luka terinfeksi
Kondisi luka terkontaminasi
Avaskularisasi (SLOUGH)
3) Hitam, Warna dar hitam kecoklatan atau hitam kehijauan
Merupakan jaringan nekrosis
Avaskularisasi

2.4 Pengkajian pada Luka


Sebelum mengkaji kondisi lokal pada tempat luka, sangatlah penting untuk mengkaji
pasien secara menyeluruh untuk mengidentifikasi masalah yang lebih luas yang mungkin
mempunyai efek merugikan pada penyembuhan luka.
Pengkajian dapat dilakukan dalam 4 tahap, yaitu pengakajian terhadap :
1. Faktor-faktor umum pasien yang dapat memperlambat penyembuhan.
2. Sebab-sebab langsung dari luka dan segala patofisiologi yang mendasarinya.
3. Kondisi lokal pada tempat luka.
4. Kemungkinan konsekuensi luka bagi seseorang.

Tujuan pengkajian
1. Mendapatkan informasi yang relevan tentang pasien dan luka.
2. Memonitor proses penyembuhan luka.
3. Menentukan program perawatan luka pada pasien.
4. Mengevaluasi keberhasilan perawatan.

Pengkajian luka meliputi :


a) jenis luka
b) Lokasi
c) Warna Luka
d) Bentuk dan Ukuran Luka
e) Faktor-faktor umum pasien
f) Eksudat
g) Nyeri
h) Infeksi
i) Stadium Luka

2. Perawatan Luka
a. Pengertian Perawatan Luka
Perawatan luka merupakan tindakan untuk merawat luka dengan tujuan meningkatkan proses
penyembuhan jaringan dan mencegah infeksi. Perawatan luka operasi adalah Perawatan luka yang
dilakukan pada pasien operasi dengan tujuan mencegah infeksi dan merasa aman.
b. Tujuan Perawatan Luka
1) Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka.
2) Absorbsi drainase.
3) Menekan dan imobilisasi luka.
4) Mencegah jaringan epitel baru dari cedera mekanis.
5) Menghambat atau membunuh mikroorganisme.
6) Mencegah perdarahan.
7) Mencegah luka dari kontaminasi.
8) Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing.
9) Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien.
c. Indikasi Perawatan Luka
1) Balutan kotor dan basah akibat eksternal
2) Terdapat rembesan eksudat
3) Mengkaji keadaan luka
4) Untuk mempercepat debridement (pengangkatan) jaringan nekrotik

Penatalaksanaan atau Perawatan Luka


Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka,
tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian
antiboitik dan pengangkatan jahitan.
a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
2) Halogen dan senyawanya
a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2%
membunuh spora dalam 2-3 jam
b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium
dengan polyvinylpirrolidoneyang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan
stabil karena tidak menguap.
c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok.
d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid
dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan
baunya tidak menusuk hidung.
3) Oksidansia
a) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan sifat oksidator.
b) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan
membunuh kuman anaerob.
4) Logam berat dan garamnya
a) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
b) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat
keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts).
5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
6) Derivat fenol
a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia eksterna
sebelum operasi dan luka bakar.
b) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
7) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan
berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok
bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390). Dalam proses
pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik
pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan
jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan
cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan
antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan
yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan
yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai
komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+154
mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO Indonesia,2000:18).
c. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan
nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu:
1) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda
asing.
2) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3) Berikan antiseptik
4) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
5) Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
d. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh
dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya
dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
e. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses
penyembuhan berlangsung optimal.
f. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi
luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan
lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan
yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
g. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi
atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
h. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan
tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap
penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44)..
Tabel 1. Waktu Pengangkatan Jahitan
No. Lokasi Waktu
1. Kelopak mata 3 hari
2. Pipi 3-5 hari
3. Hidung, dahi, leher 5 hari
4. Telinga, kulit kepala 5-7 hari
5. Lengan, tungkai, tangan, kaki 7-10+ hari
6. Dada, punggung, abdomen 7-10+ hari
3. Masalah yang Terjadi pada Luka Bedah
a. Perdarahan
Ditandai dengan adanya perdarahan yang disertai perubahan tanda vital seperti adanya
peningkatan denyut nadi, kenaikan pernapasan, penurunan tekanan darah, melemahnya kondisi
tubuh, kehausan, serta keadaan kulit yang dingin dan lembap.
b. Infeksi
Dapat terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam atau panas, rasa nyeri dan
timbul bengkak, jaringan disekitar luka mengeras, serta adanya kenaikan leukosit.
c. Dehiscene
Merupakan pecahnya luka secara sebagian atau seluruhnya yang dapat dipengaruhi oleh faktor,
seperti kegemukan, kekurangan nutrisi, terjadinya trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan
kenaikan suhu tubuh (demam), dan rasa nyeri pada daerah luka.

Perawatan Luka Bersih

Perawatan luka bertujuan untuk meningkatkan proses penyembuhan jaringan juga


untuk mencegah infeksi. Luka yang sering ditemui oleh bidan di klinik atau rumah sakit
biasanya luka yang bersih tanpa kontaminasi misal luka secsio caesaria, dan atau luka
operasi lainnya. Perawatan luka harus memperhatikan teknik steril, karena luka menjadi
port de entre nya mikroorganisme yang dapat menginfeksi luka.

A. PERSIAPAN
1. Mencuci tangan
2. Menyiapkan alat-alat dalam baki/trolley

Alat Steril dalam bak instrumen ukuran sedang tertutup:


 Pinset anatomis (2 buah)
 Pinset chirurgis (2 buah)
 Handscoon steril
 Kom steril (2 buah)
 Kassa dan kapas steril secukupnya
 Gunting jaringan/ Gunting Up Hecting (jika diperlukan)

Alat Lain:
 Gunting Verband/plester
 Plester
 Nierbekken (Bengkok)
 Lidi kapas
 Was bensin
 Alas / Perlak
 Selimut Mandi
 Kapas Alkohol dalam tempatnya
 Betadine dalam tempatnya
 Larutan dalam botolnya (NaCL 0,9%)
 Lembar catatan klien
3. Setelah lengkap bawa peralatan ke dekat klien

B. MELAKUKAN PERAWATAN LUKA


1. Mencuci tangan
2. Lakukan inform consent lisan pada klien/keluarga dan intruksikan klien untuk tidak
menyentuh area luka atau peralatan steril.
3. Menjaga privacy dan kenyamanan klien dan mengatur kenyamanan klien
4. Atur posisi yang nyaman bagi klien dan tutupi bagian tubuh selain bagian luka dengan selimut
mandi.
5. Siapkan plester untuk fiksasi (bila perlu)
6. Pasang alas/perlak
7. Dekatkan nierbekken
8. Paket steril dibuka dengan benar
9. Kenakan sarung tangan sekali pakai
10. Membuka balutan lama :
o Basahi plester yang melekat dengan was bensin dengan lidi kapas.
o Lepaskan plester menggunakan pinset anatomis ke 1 dengan melepaskan ujungnya dan
menarik secara perlahan, sejajar dengan kulit ke arah balutan.
o Kemudian buang balutan ke nierbekken.
o Simpan pinset on steril ke nierbekken yang sudah terisi larutan chlorin 0,5%
11. Kaji Luka:
Jenis, tipe luka, luas/kedalaman luka, grade luka, warna dasar luka, fase proses
penyembuhan, tanda-tanda infeksi perhatikan kondisinya, letak drain, kondisi jahitan, bila
perlu palpasi luka denga tangan non dominan untuk mengkaji ada tidaknya puss.
12. Membersihkan luka:
 Larutan NaCl/normal salin (NS) di tuang ke kom kecil ke 1
 Ambil pinset, tangan kanan memegang pinset chirurgis dan tangan kiri memegang pinset
anatomis ke-2
 Membuat kassa lembab secukupnya untuk membersihkan luka (dengan cara memasukkan
kapas/kassa ke dalam kom berisi NaCL 0,9% dan memerasnya dengan menggunakan
pinset)
 Lalu mengambil kapas basah dengan pinset anatomis dan dipindahkan ke pinset chirurgis
 Luka dibersihkan menggunakan kasa lembab dengan kassa terpisah untuk sekali usapan.
Gunakan teknik dari area kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi.
13. Menutup Luka
 Bila sudah bersih, luka dikeringkan dengan kassa steril kering yang diambil dengan pinset
anatomis kemudian dipindahkan ke pinset chirurgis di tangan kanan.
 Beri topikal therapy bila diperlukan/sesuai indikasi
 Kompres dengan kasa lembab (bila kondisi luka basah) atau langsung ditutup dengan kassa
kering (kurang lebih 2 lapis)
 Kemudian pasang bantalan kasa yang lebih tebal
 Luka diberi plester secukupnya atau dibalut dengan pembalut dengan balutan yang tidak
terlalu ketat.
14. Alat-alat dibereskan
15. Lepaskan sarung tangan dan buang ke tong sampah
16. Bantu klien untuk berada dalam posisi yang nyaman
17. Buang seluruh perlengkapan dan cuci tangan
C. DOKUMENTASI
1. Hasil observasi luka
2. Balutan dan atau drainase
3. Waktu melakukan penggantian balutan
4. Respon klien

2.5. Perawatan Luka Basah


Balutan basah kering adalah tindakan pilihan untuk luka yang memerlukan
debridemen (pengangkatan benda asing atau jaringan yang mati atau berdekatan dengan lesi
akibat trauma atau infeksi sampai sekeliling jaringan yang sehat)
Indikasi : luka bersih yang terkontaminasi dan luka infeksi yang memerlukan
debridement
Tujuan :
1. Membersihkan luka terinfeksi dan nekrotik
2. Mengabsorbsi semua eksudat dan debris luka
3. Membantu menarik kelompok kelembapan ke dalam balutan

Persiapan alat :
1. Bak balutan steril :
 Kapas balut atau kasa persegi panjang
 Kom kecil 2 buah
 2 pasang pinset (4 buah) atau minimal 3 buah (2 cirurgis dan 1 anatomis)
 Aplikator atau spatel untuk salaep jika diperlukan
 Sarung tangan steril jika perlu
2. Perlak dan pengalas
3. Bengkok 2 buah
 Bengkok 1berisi desinfektan 0,5 % untuk merendam alat bekas
 Bengkok 2 untuk sampah
4. larutan Nacl 0,9 %
5. Gunting plester dan sarung tangan bersih
6. Kayu putih dan 2 buah kapas lidi

Prosedur :
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Dekatkan peralatan di meja yang mudah dijangkau perawat
3. Tutup ruangan sekitar tempat tidur dan pasang sampiran
4. Bantu klien pada posisi nyaman. Buka pakaian hanya pada bagian luka dan instruksikan pada
klien supaya tidak menyentuh daerah luka atau peralatan
5. Cuci tangan
6. Pasang perlak pengalas di bawah area luka
7. Pakai sarung tangan bersih, lepaskan plester dengan was bensin menggunakan lidi kapas,
ikatan atau balutan. Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan
perlahan sejajar kulit dan mengarah pada balutan. Jika masih terdapat bekas plester di kulit
bersihkan dengan kayu putih,aceton/bensin
8. Angkat balutan kotor perlahan-lahan dengan menggunakan pinset atau sarung tangan,
pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien. Bila terdapat drain angkat balutan
lapis demi lapis
9. Bila balutan lengket pada luka lepaskan dengan menggunakan normal salin ( NaCl 0,9 % )
10. Observasi karakter dari jumlah drainase pada balutan
11. Buang balutan kotor pada sampah, hindari kontaminasi permukaan luar kantung, lepaskan
sarung tangan dan simpan pinset dalam bengkok yang berisi larutan desinfektan
12. Buka bak steril, tuangkan larutan normal salin steril ke dalam mangkok kecil. Tambahkan
kassa ke dalam normal salin
13. Kenakan sarung tangan steril
14. Inspeksi keadaan luka, perhatikan kondisinya, letak drain, integritas jahitan atau penutup
kulit dan karakter drainase ( palpasi luka bila perlu dengan bagian tangan yang nondominan
yang tidak akan menyentuh bahan steril )
15. Bersihkan luka dengan kapas atau kassa lembab yang telah dibasahi normal salin. Pegang
kassa atau kapas yang telah dibasahi dengan pinset. Gunakan kassa atau kapas terpisah untuk
setiap usapan membersihkan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke area
terkontaminasi
16. Pasang kassa yang lembab tepat pada permukaan kulit yang luka. Bila luka dalam maka
dengan perlahan buat kemasan dengan menekuk tepi kasa dengan pinset. Secara perlahan
masukan kassa ke dalam luka sehingga semua permukaan luka kontak dengan kassa lembab
17. Luka ditutup dengan kassa kering. Usahakan serat kassa jangan melekat pada luka. Pasang
kassa lapisan kedua sebagai lapisan penerap dan tambahkan lapisan ketiga
18. Luka difiksasi dengan plester atau dibalut dengan rapi,
19. Lepaskan sarung tangan dan buang ke tempat yang telah disediakan, dan simpan pisnet yang
telah digunakan pada bengkok perendam
20. Bereskan semua peralatan dan bantu pasien merapikan pakaian, dan atur kembali posisi
yang nyaman
21. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
22. Dokumentasikan hasil, observasi luka, balutan dan drainase, termasuk respon klien
Perhatian :
- Pengangkatan balutan dan pemasangan kembali balutan basah kering dapat menimbulkan
rasa nyeri pada klien
- Perawat harus memberikan analgesi dan waktu penggantian balutan sesuai dengan puncak
efek obat
- Pelindung mata harus digunakan jika terdapat resiko adanya kontaminasi ocular seperti
percikan dari luka

Perbandingan Perawatan Luka Konvensional Dengan Perawatan Luka Modern

1. Pengantar
Menurut (Maryunani, 2013) dalam literature bukunya disebutkan, ‘Perawatan Luka Modern’ lebih
menekankan pada proses penyembuhan luka. Kendala dalam perawatan luka adalah adanya anggapan
bahwa material perawatan luka modern tidak cocok untuk masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, penting
bagi praktisi pemerhati perawatan luka untuk memahami tentang perawatan luka dengan metode
konvensional dan mengetahui keuntungan atau kerugian perawatan luka dengan menggunakan metode
modern dressing.

2. Perawatan luka konvensional


Perawatan luka konvensional/tradisional adalah metode perawatan luka yang dilakukan dengan
menggukan balutan luka berdaya serap kurang dan cairan antiseptik yang sama pada semua jenis luka.

Berikut ini diuraikan tentang kelebihan dan kekurangan dari ‘Perawatan Luka Konvensional’;

a. Prinsip-prinsip umum perawatan luka konvensional:


1) Dalam perawatan luka konvensional, perawatan luka sering menggunakan antiseptik pada luka
dengan tujuan untuk menjaga luka tersebut agar menjadi ‘steril’
2) Bahkan di setiap trolley perawatan luka/kotak obat/ kotak P3K biasa disediakan antiseptik seperti:
hydrogen peroxide, povidone iodine, rivanol, acetic acid, dan chlorhexidine.
3) Untuk kondisi saat ini berkaitan dengan penggunaan antiseptic pada luka:
a) Perlu diketahui bahwa antiseptik-antiseptik seperti ini dapat mengganggu proses penyembuhan
dari tubuh kita sendiri.
b) Masalah utama yang timbul adalah antiseptik tersebut tidak hanya membunuh kuman-kuman
yang ada, tetapi juga membunuh leukosit, yaitu sel darah yang dapat membunuh bakteri pathogen dan
jaringan fibroblast yang membentuk jaringan kulit baru.

4) Dalam metode perawatan luka konvensional, beberapa hal yang sering terjadi antara lain:
a) Perawatan luka dilakukan sering (sehari 2-3 kali, bahkan lebih)
b) Pasien merasakan nyeri yang sering
c) Perbaikan luka yang lama
d) Perasaan minder pada pasien karena bau

5) Tentang penggunaan balutan, dalam perawatan luka konvensional, terdapat beberapa pendapat,
antara lain:
a) Orang percaya bahwa membiarkan luka pada kondisi bersih dan kering akan mempercepat
proses penyembuhan
..b) Oleh karena itu, pada perawatan luka konvensional atau orang yang zaman dahulu lakukan,
biasanya luka dibalut dengan menggunakan kain pembalut/balutan yang tipis, yang memungkinkan udara
masuk dan membiarkan luka mongering berbentuk ‘scab/koreng’.
c) Dengan adanya luka yang mongering berbentuk ‘koreng’ ini dianggap bahwa luka telah sembuh.
i. Pengetahuan dahulu menyatakan bahwa ‘scab/koreng’ atau ‘luka yang mengering’ merupakan
penghalang alami untuk mencegah hilangnya kelembaban.
ii. ‘Scab’ atau ‘luka yang mengering’ juga mencegah sel-sel baru untuk berkolonisasi di area luka.
iii. Ketika ‘scab’ tersebut mulai berubah bentuk, sel epidermis harus masuk ke lapisan dermis yang
paling dalam sebelum melakukan proliferasi, karena di area tersebut merupakan daerah yang lembab sel
dapat hidup.
iv. Dari proses tersebut dapat diketahui bahwa dalam lingkungan kering, luka akan memulih dari
dalam keluar.

d) Beberapa fakta yang berkaitan dengan hal tersebut, antara lain:


i. Faktanya adalah memang luka yang berbentuk koreng tersebut telah mongering, tetapi
biasanya yang kering hanyalah pada bagian luarnya saja, sementara luka bagian dalam masih basah,
bahkan luka bisa meluas kedalam.
ii. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, pengetahuan terkini telah membuktikan bahwa luka
dalam kondisi kering dapat memperlambat proses penyembuhan dan akan menimbulkan bekas luka.
iii. Bila kita dapat mengoptimalkan lingkungan yang lembab pada luka, proses penyembuhan luka
akan berlangsung dari daerah pinggir/ sekitar dan dari dalam secara serempak.

b. Kelebihan ‘Perawatan Luka Konvensional dengan Balutan Konvensional’:


1) Mudah di dapat: apotik, took obat, dan lain-lain.
2) Murah

c. Kekurangan ‘Perawatan Luka Konvensional dengan Balutan Konvensional’:


1) Sering diganti balutanya
2) Balutan cepat kering
3) Kurang menyerap eksudat, karena absorbsi minimal
4) Beresiko menimbulkan luka baru pada saat penggantian balutan sehingga dapat merusak sel-sel
baru. (Dalam hal ini, dapat membuat trauma pada luka)
5) Menimbulkan nyeri saat ganti balutan (Dalam hal ini, balutan kuat melekat pada luka)
6) Tidak mendukung proses lembab
7) Menghambat proses penyembuhan karena sering diganti
8) Resiko terjadi infeksi sangat besar (tidak bisa menghambat kuman)

3. Perawatan luka modern


Perawatan luka dengan metode modern adalah metode penyembuhan luka dengan cara memperthatikan
kelembababan luka (moist wound healing) dengan menggunakan tehnik okulsif dan tertutup.

Berikut ini diuraikan tentang kelebihan dan kekurangan dari ‘Perawatan Luka Modern’:

a. Prinsip-prinsip umum perawatan luka modern:


1) Untuk meminimalisir penggunaan antibiotika/antiseptic, maka untuk membersihkan luka dalam
perawatan luka modern, cara yang terbaik dalam membersihannya adalah:
a) Dengan menggunakan cairan fisiologis seperti normal saline (NaCl 0.9%)
b) Untuk luka yang sangat kotor dapat menggunakan tehnik ‘irigasi/water pressure’
c) Untuk membersihkan luka dirumah (perawatan di rumah), apabila tidak ada cairan NaCl, dapat
menggunakan air mengalir atau menggunakan shower bertekanan rendah.

2) Mengenai penggunaan balutan dalam perawatan luka modern, maka criteria balutan, yang
digunakan antara lain:
a) Balutan dalam kondisi lembab merupakan cara yang paling efektif untuk penyembuhan luka.
b) Balutan dalam kondisi lembab tidak menghambat aliran oksigen, nitrogen dan zat-zat udara
lainya.
c) Kondisi lembab adalah lingkungan yang baik untuk sel-sel tubuh tetap hidup dan melakukan
replikasi secara optimum, karena pada dasarnya sel dapat hidup dilingkungan yang lembab atau basah.
(kecuali sel kuku dan rambut, sel-sel ini merupakan sel mati).
d) Mengenai penyembuhan dengan menggunakan lingkungan yang lembab sebagai
pemerhati perawatan luka, seharusnya memperkenalkan ke semua pihak tentang kondisi yang
mendukung penyembuhan luka ini.

Dengan pertimbangan, antara lain:


i. Penyembuhan dengan lingkungan yang lembab masih menjadi hal yang baru dan jarang diaplikasikan
di masyarakat.
ii. Masyarakat kebanyakan berpendapat bahwa lingkungan yang lembab akan menjadi tempat
berkembangbiaknya kuman penyakit.
iii. Namun pernyataan ini tidak disertai dengan kenyataan bahwa tubuh kita mempunyai sistem imun yang
efisien.
iv. Segala jenis luka dengan berbagai tingkat keseterilannya memang merupakan bentuk kolonisasi
bakteri, tetapi koloni bakteri tersebut selama masih dalam jumlah yang wajar tidak menimbulkan risiko
infeksi.
v. Masalah akan timbul jika bakteri tersebut mulai melipatgandakan koloninya.
vi. Jika tubuh kita dalam koloni yang normal, maka antibody dalam tubuh akan dapat mencegah bakteri
untuk tidak bermitosis.

e) Dengan menggunakan balutan yang lembab, maka klien dengan luka biasanya akan
jarang/kurang mengeluh rasa nyeri atau sakit yang dirasakan ketika luka dibiarkan dalam lingkungan
yang lembab.
f) Balutan yang mensupport lingkungan lembab pada luka ini, akan menjaga saraf dari lingkungan
luar dengan memberikan lingkungan yang lembab sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
g) (jika dengan balutan yang kerig, dikhawatirkan saraf akan mudah mengalami risiko kerusakan
selama berproliferasi).

3) Dalam metode perawatan luka modern, beberapa hal yang sering terjadi antara lain:
a) Perawatan luka bisa dilakukan 3-5 hari sekali/tergantung jenis luka dan kotornya balutan.
b) Pasien merasa nyaman.
c) Perbaikan luka lebih cepat.
d) Tidak bau.
e) Biaya perawatan lebih rendah.

b. Kelebihan ‘Perawatan Luka Modern dengan balutan modern’:


1) Mengurangi biaya pada pasien.
2) Mengefektifkan jam perawatan perawat di Rumah Sakit.
3) Bisa mempertahankan kelembaban luka lebih lama (5-7hari).
4) Mendukung penyembuhan luka.
5) Menyerap eksudat dengan baik.
6) Tidak menimbulkan nyeri pada saat ganti balutan.
7) Tidak bau.

c. Kekurangan ‘Perawatan Luka Modern dengan balutan modern’:


1) Hanya apotik-apotik tertentu menyediakan modern dressing.
2) Tidak masuk dalam anggaran BPJS.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau
pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses
penyembuhan dan lama penyembuhan. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk
perawatan luka dapat memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat.
Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang komprehensif
agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Manajemen
perawatan Luka yang Terpenting adalah TIME Manajemen. Balutan uka yang ideal adalah
apabila mampu menciptakan kondisi lingkungan yang optimal dan dapat melindungi diri dari
cedera.
Saran
sebaiknya dalam perawatan luka dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan
prosedur, peralatan yang steril dan kemampuan yang bisa dipertanggungjawabkan. Agar
luka tidak bertambah parah dan cepat disembuhkan. untuk dinas kesehatan setempat
sebaiknya mengadakan sosialisasi kepada masyarakat awam tentang pentingnya merawat
luka agar meminimalisasi terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh luka yang
tidak dirawat dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Maryunani, A (2013). Perawatan Luka Modern (Modern Woundcare) Terkini dan Terlengkap,
Sebagai Bentuk Tindakan Keperawatan Mandiri, Jakarta: Inmedia.
http://aryacare.blogspot.com/2017/01/perbandingan-perawatan-luka.html5. Pusat Diaabetes & Lipid
RSUPN CM (2007). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: BP FKUI.
1.
Aidia.2010.http://kuliahitukeren.blogspot.com/2010/12/merawat-luka-dekubitus.html
Ari.2008.http://www.slideshare.net/aripurwahyudi/perawatan-dekubitus-3617137
http://portaledukasi11.blogspot.com/2017/12/makalah-perawatan-pada-pasien-luka.html

http://nydy-999.blogspot.com/2014/06/tugas-kuliah-makalah-management.html

http://perawat-hebat.blogspot.com/2016/06/makalah-keperawatan-luka.html

http://diaryembunku.blogspot.com/2014/10/makalah-perawatan-luka.html

Anda mungkin juga menyukai