Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN ISTIRAHAT TIDUR


DI RUANG BOUGENVILLE RSUD KOTA
TANJUNGPINANG

Disusun oleh
Neni Septiani

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMUKESEHATAN HANGBTUAH
TANJUNGPINANG
TA. 2021/2021
A. Konsep Istirahat dan Tidur
1. Pengertian
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yangmutlak harus dipenuhi
oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup,tubuh baru dapat
berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang
berbeda pada setiap individu. Secara umum,istirahat berartisuatu keadaan
tenang,relaks,tanpa tekanan emosional,dan bebas dari perasaan gelisah.
Jadi,beristirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas sama sekali.
Terkadang,berjalan-jalan di taman juga bisa dikatakan sebagai suatu bentuk
istirahat.
Sedangkan tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan
reaksi individu terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan
aktifitas fisik yang minimal,tingkat kesadaran yang bervariasi,perubahan proses
fsiologis tubuh,dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal. Hamper
sepertiga dari waktu kita,kita gunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada
keyakinan bahwa tidur dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah
seharian beraktivitas,mengurangi stress dan kecemasan,serta dapat meningkatkan
kemampuan dan konsenterasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari.

2. Fisiologi tidur
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua system pada batang otak,yaitu
Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR).
RAS di bagian atas batang otak diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat
mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran; memberi stimulus
visual,pendengaran,nyeri,dan sensori raba;serta emosi dan proses berfikir. Pada
saat sadar, RAS melepaskan katekolamin,sedangkan pada saat tidur terjadi
pelepasan serum serotonin dari BSR (Tarwoto,Wartonah,2003).

Ritme sirkadian
Setiap makhluk hidup memiliki bioritme (jam biologis) yang berbeda. Pada
manusia,bioritme ini dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan dengan factor
lingkungan (mis; cahaya, kegelapan, gravitasi dan stimulus elektromagnetik).
Bentuk bioritme yang paling umum adalah ritme sirkadian-yamg melengkapi
siklus selama 24 jam. Dalam hal ini, fluktuasi denyut jantung,tekanan
darah,temperature,sekresi hormone,metabolism dan penampilan serta perasaan
individu bergantung pada ritme sirkadiannya. Tidur adalah salah satu irama
biologis tubuh yang sangat kompleks. Sinkronisasi sirkadian terjadi jika individu
memiliki pola tidur-bangun yang mengikuti jam biologisnya: individu akan
bangun pada saat ritme fisiologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur
pada saat ritme tersebut paling rendah (Lilis,Taylor,Lemone,1989).

Tahapan tidur
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan bantuan alat elektroensefalogram
(EEG), elektro-okulogram (EOG), dan elektrokiogram (EMG), diketahui ada
dua tahapan tidur, yaitu non-rapid eye movement (NREM) dan rapid eye
movement (REM).
1. Tidur NREM. tidur NREM disebut juga sebagai tidur gelombang-pendek
karena gelombang otak yang ditunjukkan oleh orang yang tidur lebih pendek
daripada gelombang alfa dan beta yang ditunjukkan orang yang sadar. Pada
tidur NREM terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologi tubuh. Di samping
itu,semua proses metabolic termasuk tanda-tanda vital, metabolism, dan
kerja otot melambat. Tidur NREM sendiri terbagi atas 4 tahap (I-IV). Tahap
I-II disebut sebagai tidur ringan (light sleep) dan tahap III-IV disebut sebagai
tidur dalam (deep sleep atau delta sleep).
2. Tidur REM. Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung
selama 5-30 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM, dan sebagian
besar mimpi terjadi pada tahap ini. Selama tidur REM,otak cenderung aktif
dan metabolismenya meninggkat hingga 20%. Pada tahap individu menjadi
sulit untuk dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba, tonus
otot terdepresi,sekresi lambung meningkat,dan frekuensi jantung dan
pernapasan sering kali tidak teratur.

Siklus tidur
Selama tidur , individu melewati tahap tidur NREM dan REM. Siklus tidur yang
komplet normalnya berlangsung selama 1,5 jam, dan setiap orang biasanya
melalui emapt hingga lima siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus tersebut
dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap NREM I-III
berlangsung selama 30 menit, kemudian diteruskan ke tahap IV selama ± 20
menit. Setelah itu, individu kembali melalui tahap III dan II selama 20 menit.
Tahap I REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit.

Faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur


Banyak factor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur,di antaranya
adalah penyakit, lingkungan,kelelahan,gaya hidup,stress emosional,stimulan
dan alcohol,diet, merokok,dan motivasi.
• Penyakit. Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat
menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur
yang lebih banyak daripada biasanya.di samping itu, siklus bangun-tidur
selama sakit juga dapat mengalami gangguan.
• Lingkungan. faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat
proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing
dapat menghambat upaya tidur. Sebagai contoh, temperatur yang tidak
nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang.
Akan tetapi, seiring waktu individu bisa beradaptasi dan tidak lagi
terpengaruh dengan kondisi trsebut.
• Kelelahan. Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur
seseorang. Semakin lelah seseorang,semakin pendek siklus tidur REM yang
dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali
memanjang.
• Gaya hidup. Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur
aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat.
• Stress emosional. Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur
seseorang. kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah
melalui stimulasi system saraf simapatis. Kondisi ini menyebabkan
berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya
terjaga saat tidur.
• Stimulant dan alcohol. Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman
dapat merangsang SSP sehingga dapat mengganggu pola tidur. Sedangkan
konsumsi alcohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM.
Ketika pengaruh alcohol telah hilang, individu sering kali mengalami mimpi
buruk.
• Diet. Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan
seringnyaterjaga di malam hari. Sebaliknya, penambahan berat badan
dikaitkan dengan peningkatan ttal tidur dan sedikitnya periode terjaga di
malam hari.
• Merokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi
pada tubuh. Akibatnya, perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah
terbangun di malam hari.
• Medikasi. Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur
seseorang. hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM,
metabloker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan
narkotik (mis; meperidin hidroklorida dan morfin) diketahui dapat menekan
tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
• Motivasi. Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan
lelah seseorang. sebaliknya, perasaan bosan atau tidak adanya motivasi
untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan kantuk.

Gangguan tidur yang umum terjadi


Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada individu
dewasa. Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena factor mental
seperti perasaan gundah atau gelisah. Ada tiga jenis insomnia:
1. Insomnia inisial. Kesulitan untukmemulai tidur.
2. Insomnia intermiten. Kesulitan untuk tetap tertidur karena seringnya terjaga.
3. Insomnia terminal. Bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi insomnia antara lin
dengan mengembangkan pola tidur-istirahat yang efektif melalui olahraga rutin,
menghindari ransangan tidur di sore hari, melakukan relaksasi sebelum tidur
(mis; membaca, mendengarkan music),dan tidur jika benar-benar mengantuk.

Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat
seseorang tidur. Gangguan ini umum terjadi pada anak-anak. Beberapa turunan
parasomnia antara lain sering terjaga (mis; tidur berjalan, night terror), gangguan
transisi bangun-tidur (mis; mengigau), parasomnia yang terkait dengan tidur
REM (mis; mimpi buruk),dan lainnya (mis; bruksisme).

Hipersomnia
Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berkelebihan
terutama pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi tertentu,
seperti kerusakan system saraf, gangguan pada hati atau ginjal, atau karena
gangguan metabolisme (mis; hipertiroidisme). Pada kondisi tertentu, hipersomnia
dapat digunakan sebagai mekanisme koping untuk menghindari tanggung jawab
pada siang hari.

Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara
tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga sebagai “serangan tidur” atau
sleep attack. Penyebab pastinya belum diketahui. Diduga karena kerusakan
genetik system saraf pusat yang menyebabkan tidak terkendali lainnya periode
tidur REM. Alternatife pencegahannya adalah dengan obat-obatan, seperti;
amfetamin atau metilpenidase, hidroklorida, atau dengan antidepresan seperti
imipramin hidroklorida.

Apnea saat tidur


Abnea saat tidur atau sleep abnea adalah kondisi terhentinya nafas secara
periodic pada saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang yang mengorok
dengan keras, sering terjaga di malam hari, insomnia, mengatup berlebihan pada
siang hari, sakit kepala disiang hari, iritabilitas, atau mengalami perubahan
psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung.
B. Asuhan Keperawatan Klien dengan Masalah Aktifitas
Pengkajian
pengkajian terkait aktifitas klien meliputi riwayat keperawatan dan pemeriksaan
fisik tentang kesejajaran tubuh, gaya berjalan, penampilan dan pergerakan sendi,
kemampuan dan keterbtasan gerak, kekuatan dan massa otot, toleransi aktifitas,
masalah terkait mobolitas, serta kebugaran fisik.
Riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan meliputi riwayat aktifitas olahraga yang mencakup
tingkat aktifitas, toleransi aktifitas, jenis dan frekuensi olahraga, factor yang
memengaruhi mobolitas serta pengaruh imobilitas.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik berfokus pada aktifitas dan olahraga yang menonjolkan
kesejajaran tubuh, cara berjalan, penampilan dan pergerakan sendi, kemampuan dan
keterbatasan, kekuatan dan massa otot, serta toleransi aktifitas.
1. Kesejajaran tubuh.
Tujuan pemeriksaan kesejajaran tubuh adalah untuk mengidentifikasi
perubahan postur akibat pertumbuhan dan perkembangan normal; hal-hal yang
perlu dipelajari untuk mempertahankan postur tubuh yang baik; factor yang
menyebabkan postur tubuh yang buruk (mis; kelelahan dan harga diri rendah),
serta kelemahan otot dan kerusakan motorik lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan menginspeksi pasien dari sisi lateral, anterior, posterior guna
mengamati apakah.
• Bahu dan pinggul sejajar.
• Jari-jari kaki menghadap kedepan.
• Tulang belakang lurus, tidak melengkung kesisi yang lain.
2. Cara berjalan.
Pengkajian cara berjalan dilakukan untuk mengidentifikasi mobolitas klien dan
resiko cedera akibat jatuh. Hal ini dilakukan dengan meminta klien berjalan
sejauh ±10 kaki di dalam ruangan, kemudin amati hal-hal berikut:
• kepala tegak, pandangan lurus, dan tulang belakang lurus.
• Tumit menyentuh tanah lebih dulu daripada jari kaki.
• Kaki dorsofleksi pada fase ayunan.
• Lengan mengayun kedepan bersamaan dengan ayunan kaki disisi yang
berlawanan.
• Gaya berjalan halus, terkoordinasi, dan berirama; ayunan tubuh dari sisi
kesisi minimal dan tubuh bergerak lurus kedepan; dan gerakan dimulai dan
diakhiri dengan santai.
Selain itu perawat perlu mengkaji kecepatan berjalan (normalnya 70-100
langkah per menit).
3. Penampilan dan pergerakan sendi. Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palfasi,
serta pengkajian rentang gerak aktif atau rentang gerak pasif. Hal-hal yang
dikaji antara lain:
• Adanya kemerahan atau pembengkakan sendi.
• Adanya depormitas.
• Perkembangan otot yang terkait dengan masing-masing sendi.
• Adanya nyeri tekan.
• Peningkatan temperature di sekitar sendi.
• Derajat gerak sendi.
4. Kemampuan dan keterbatasan gerak. Pengkajian ini bertujuan untuk
mendapatkan data tentang adanya indikasi rintangan dan keterbatasan pada
pergerakan klien dan kebutuhan untuk memperoleh bantuan. Hal-hal yang perlu
dikaji antara lain:
• Bagaimana penyakit klien memengaruhi kemampuan klien untuk bergerak.
• Adanya hambatan dalam bergerak (mis; terpasang selang infuse atau gips
yang berat).
• Kewaspadaan mental dan kemampuan klien untuk mengikuti petunjuk.
• Keseimbangan dan koordinasi klien.
• Adanya hipotensi ortostatik sebelum berpindah temapt.
• Derajat kenyamanan klien.
• Penglihatan.
5. Kekuatan dan massa otot. Sebelum membantu klien mengubah posisi atau
berpindah tempat , perawat harus mengkaji kekuatan dan kemampuan klien
untuk bergerak. Langkah ini diambil untuk menurunkan resiko tegang otot dan
cedera tubuh, baik pada klien maupun perawat.
6. Toleransi aktivitas. Penkajian ini bermanfaat untuk membantu meningkatkan
kemandirian klien yang mengalaimi (a) disabilitas kardiovaskular dan
respiratorik, (b) imobilisasi komplit dalam waktu yang lama, (c) penurunan
massa otot atau gangguan musculoskeletal, (d) tidur yang tidak mencukupi, (e)
nyeri, atau (f) depresi, cemas atau tidak termotifasi. Alat ukur yang paling
bermanfaat untuk memperkirakan toleransi klien terhadap aktifitas adalah
frekuensi, kekuatan, dan irama denyut jantung; frekuensi, kedalaman, dan irama
pernapasan; serta tekanan darah.
7. Masalah terkait mobilitas. Pengkajian ini dilakukan melalui metode inspeksi,
palpasi, auskultasi; pemeriksaan hasil tes laboratorium; serta pengukuran berat
badan, asupan cairan, dan haluaran cairan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan
segera setelah klien mengalami imobilisasi. Data yang diperoleh tersebut
kemudian menjadi standar (data dasar) yang akan dibandingkan dengan data
selama periode imobilisasi.
C. Asuhan keperawatan klien dengan masalah tidur
1. Pengkajian
Pengkajian tentang pola tidur klien meliputi riwayat tidur, catatan tidur,
pemeriksaan fisik, dan tinjauan pemeriksaan diagnostik.
2. Riwayat tidur
Penkajian riwayat tidur secara umum dilakukan segera setelah klien memasuki
faislitas perawatan. Ini memungkinkan perawat menggabungkan kebutuhan klien
dan hal-hal yang ia sukai ke dalam rencana perawatan. Riwayat tidur ini meliputi:
• Pola tidur yang biasa.
• Ritual sebelum tidur.
• Penggunaan obatbtidur atau obat-obatan lainnya.
• Lingkungan tidur.
• Perubahan terkini pada pola tidur.
Selain itu, riwayat ini juga harus mencakup berbagai masalah yang ditemui pada
pola tidur, penyebabnya, kapan pertama kali masalah tersebut muncul, frekuensinya,
pengaruh terahdap keseharian klien,dan bagaimana klien berkoping dengan masalah
tersebut.
Catatan tidur
Catatan tidur sangatlah bermanfaat khusus untuk klien yang memiliki masalah tidur
sebab catatan ini berisi berbagai informasi penting terkait pola tidur klien. Catatan
tidur dapat mencakup keseluruhan atau sebagian dari informasi berikut:
• Jumlah jam tidur total per hari.
• Aktivitas yang dilakukan 2-3 jam sebelum tidur (jenis, durasi, dan waktu).
• Ritual sebelum tidur (mis; minum air, obat tidur).
• Waktu (a) pergi tidur, (b) mencoba tidur, (c) tertidur, (d) terjaga di malam hari
dan durasinya, serta (e) bangun tidur di pagi hari.
• Adanya masalah yang klien yakini dapat memengaruhi tidurnya.
• Factor yang klien yakini member pengaruh positif atau negatif pada tidurnya.

Kemudian, perawat dapat mengembangkan data tersebut menjadi bagan atau grafik
yang berguna untuk mengidentifikasi masalah tidur yang klien alami.

3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi observasi penampilan, perilaku, dan tingkat energy
klien. Penampilan yang menandakan klien mengalami masalah tidur antara lain
adanya lingkaran hitam di sekitar mata, konjungtiva kemerahan, kelopak mata
bengkak, dll. Sedangkan indikasi perilaku dapat meliputi iritabilitas, gelisah, tidak
perhatian, bicara lambat, menguap, dll. Di samping itu, klien yang mengalami
masalah tidur juga dapat terlihat lemah, letargi, atau lelah akibat kekurangan energy.
4. Pemeriksaan diagnostic
Tidur dapat diukur secaran objektif dengan menggunakan alat yang disebut
polisomnografi. Alat ini dapat merekam elektroensefalogram (EEG),
elektromiogram (EMG), dan elektro-okulogram (EOG) sekaligus. Dengan alat ini
kita dapat mengkaji aktivitas klien selama tidur. Aktivitas yang klien lakukan tanpa
sadar tersebut bisa jadi merupakan penyebab seringnya klien terjaga di malam hari.
5. Penetapan diagnosis
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan untuk klien
dengan masalah tidur adalah gangguan pola tidur.eitologi untuk label diagnosis ini
dapat bervariasi dan spesifik untuk masing-masing individu.hal ini meliputi
ketidaknyamanan fisik atau nyeri, ansietas, perubahan waktu tidur yang sering, serta
perubahan lingkungan tidur atau ritual sebelum tidur.
Selain sebagai label diagnosis, gangguan pola tidur juga bisa menjadi etiologi untuk
diagnosis yang lain, seperti Risiko Cedera, kelelahan, Ketidakefektifan Koping,
Asietas, Intoleransi Aktivitas,dll.
6. Perencanaan dan inplementasi
Tujuan utama asuhan keperawatan untuk klien dengan gangguan tidur adalah untuk
mempertahankan (atau membentuk) pola tidur yang memberikan energi yang cukup
untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Sedangkan tujuan lainnya dapat terkait dengan
upaya miningkatkan perasaan sejahtera klien atau meningkatkan kualitas tidurnya.
1. Gangguan pola tidur.
Yang berhubungan dengan:
• Sering terjaga di malam hari, sekunder akibat (gangguan transport oksigen,
gangguan eliminasi, gangguan metabolisme).
• Tidur berlebihan di siang hari, sekunder akibat medikasi (mis; sedatif,
hipnotik, antidepresan, amfetamin, barbiturate, dll).
• Depresi.
• Nyeri.
• Aktivitas siang hari yang tidak adekuat.
• Perubahan lingkungan.
• Perubahan ritme sirkadian
• Takut.
2. Kriteri hasil
Individu akan melaporkan keseimbangan yang optimal antara istirahat dan
aktivitas.
3. Indikator
• Menjelaskan faktor yang mencegah atau menghambat tidur.
• Mengidentifikasi teknik untuk memudahkan tidur
4. Intervensi umum
• Identifikasi faktor yang menyebabkan gangguan tidur (nyeri, takut, stress,
ansietas, imobilitas, sering berkemih, lingkungan yang asing, temperature,
aktivitas yang tidak adekuat).
• Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungandan gangguan tidur.
Bising
 Tutup pintu kamar.
 Cabut kabel telepon.
 Nyalakan “bunyi-bunyi yang lembut” (mis; kipas angin, music yang tenang,
suara hujan, angin).
 Pasang lampu tidur.
 Turunkan volume alarm dan TV.
Gangguan
 Hindari prosedur yang tidak perlu selama periode tidur.
 Batasi pengunjung selama periode istirahat yang optimal (mis; setelah
makan).
 Apabila berkemih malam hari dapat mengganggu tidur, minta klien untuk
membatasi asupan cairan pada malam hari dan berkemih sebelum tidur.
• Tingkatkan aktivitas di siang hari, sesuai indikasi.
 Buat jadwal program aktivitas untuk siang hari bersama klien (jalan kaki,
terapi fisik).
 Jangan tidur siang lebih dari 90 menit
 Anjurkan klien untuk pagi hari
 Anjurkan orang lain untuk berkomunikasi dengan klien rangsang ia untuk
tetap terjaga.
• Bantu upaya tidur
 Kaji rutinitas tidur yang biasa dilakukan klien, keluarga atau orang tua-jam,
praktik hygiene, ritual (membaca, bermain)-dan patuhi semaksimal mungkin
 Anjurkan atau berikan perawatan pada petang hari (mis; hygiene personal,
linen dan baju tidur yang bersih).
 Gunakan alat bantu tidur (mis; air hangat untuk mandi, bahan bacaan, pijatan
di punggung,susu, music yang lembut, dll).
 Pastikan klien tidur tnpa gangguan selama sedikitnya 4 atau 5 periode,
masing-masing 90 menit, setiap 24 jam.
 Catat lamanya tidur tanpa gangguan untuk setiap sif
• Ajarkan rutinitas tidur di rumah (Miller, 1999):
 Pertahankan jadwal harian yang konsisten untuk bangun, tidur, dan istirahat
(hari biasa, akhir pekan).
 Bangunlah di waktu yang biasa, bahkan jika tidur anda tidak nyenyak, hindari
berada di tempat tidur setelah terjaga.
 Gunakan tempat tidur hanya untuk aktivitas yang terkait dengan tidur.
 Apabila anda terjaga dan tidak dapat tidur kembali, beranjaklah dari tempat
tidur dan membacalah di ruangan lain selama 30 menit.
 Hindari makanan dan minuman yang mengandung kafein (coklat, the, kopi)
saat siang dan petang hari.
 Hindari minuman yang beralkohol.
 Upayakan mengonsumsi kudapan yang kaya L-triptofan (mis; susu, kacang)
menjelang tidur.
• Jelaskan pentingnya olah raga secara teratur (jalan kaki,lari, senam aerobic
dan latihan) fisik selama sedikitnya satu setengah jam tiga kali seminggu (jika
tidak dikoordinasikan) untuk menurunkan stress dan memudahkan tidur.
• Jelaskan bahwa obat-obat hipnotik tidak boleh digunakan untuk waktu yang
lama karena berisiko menyebabkan toleransi dan mengganggu fungsi pada
siang hari.
• Jelaskan pada klien dan orang terdekat klien mengenai penyebab gangguan
tidur/istirahat berikut cara-cara yang mungkin dilakukan untuk menghindari
atau meminimalkan penyebab tersebut.
5. Rasional
• Tidur akan sulit dilakukan tanpa relaksasi. Lingkungan rumah sakit yang
asing dapat menghambat relaksasi.
• Agar merasa segar, individu biasanya harus menyelesaikan keseluruhan siklus
tidur (70-100 menit) sebanyak 4 atau 5 kali semalam (Cohen & Meritt, 1992;
Thelan et al, 1998).
• Keefektifan obat-obatan sdatif dan hipnotik mulai berkurang setelah satu
minggu penggunaan. Kondisi ini menuntut pemberian dosis yang tinggi dan
berisiko menyebabkan ketergantungan.
• Ritual/kebiasaan tidur yang biasa dilakukan dapat meningkatkan relaksasi dan
membantu tidur (Cohen & Meritt, 1992).
• Susu hangat yang mengandung L-triptofan merupakan penginduksi tidur
(hammer, 1991).
• Kafein dan nikotin adalah stimulan SSP yang dapat memperpanjang masa
laten dan meningkatkan frekuensi terjaga di malam hari (Miller, 1999).
• Alkohol dapat menginduksi kantuk, tetapi menekan tidur REM dan
meningkatkan frekuensi terjaga (Miller, 1999).
• Tidur saat dini hari menghasilkan lebih banyak tidur REM dibandingkan tidur
pada siang hari. Tidur siang lebih dari 90 menit mengurangi stimulus untuk
siklus tidur yang lebih panjang, yang di dalamnya terdapat tidur REM
(Thelan et al, 1998).
• Para peneliti menyebutkan, penghalang utama tidur pada klien yang
menjalani perawatan kritis adalah aktivitas, kebisingan, nyeri, kondisi fisik,
prosedur keperawatan, cahaya, dan hipotermia.
• Kebisingan lingkungan yang tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dapt
ditutupi dengan “bunyi-bunyi yang lembut” (mis; kipas angin, music yang
lembut, suara rekaman {hujan, ombak pantai}) (Miller, 1999).
• Pola tidur yang tidak teratur dapat mengganggu irama sirkardian normal;
kemungkinan menyebabkan sulit tidur.
Daftar Pustaka

Potter, Patricia A., Perry, Anne G. 2009. Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 3.
Jakarta: Salemba Medika

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC

Morhead, Sue, Johnson, Marion, Maas, Meriden L., Swanson, Elizabeth. 2006.
Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. Missouri: Mosby

Dochterman, Joanne Mccloskey, Bulechek, Gloria M. 2004. Nursing Interventions


Classification (NIC), Fourth Edition. Missouri: Mosby

Anda mungkin juga menyukai