Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Setiap manusia pasti membutuhkan perlindungan karena manusia butuh
rasa aman dan nyaman agar dapat menjalani hidupnya dengan baik. Negara
memberikan perlindungan untuk warga negaranya, di kasus hukum polisi
memberikan perlindungan untuk para saksinya, dan pengacara memberikan
perlindungan untuk kliennya. Semua perlindungan itu untuk apa??? Tentu saja
untuk menciptakan rasa aman dan nyaman sehingga klien mereka merasa tentram
dan dapat melakukan kegiatannya normal seperti biasanya.
Begitu pula dengan pasien di rumah sakit. Mereka membutuhkan rasa aman
dan nyaman agar dapat menjalani aktivitas mereka dengan normal tanpa ada rasa
takut dan khawatir yang membebani pikiran mereka. Untuk menciptakan rasa
aman dan nyaman itu merupakan bagian dari tugas seorang perawat seperti kita.
Rasa aman dan nyaman sangat dibutuhkan oleh klien agar mempercepat
proses penyembuhan mereka. Ini adalah semacam terapi untuk kejiwaan. Klien
membutuhkan rasa aman dan nyaman untuk dapat tidur nyenyak, rileks,
berkonsentrasi untuk kesembuhannya, dan masih banyak lagi. Jika klien kita tidak
merasa aman dan nyaman, tentu segudang obatpun tidak akan mempan untuk
menyembuhkan klien kita tersebut.
Bisa di bayangkan pentingnya rasa aman dan nyaman yang diberikan oleh
perawat kepada kliennya. Jika rasa aman dan nyaman itu tidak mampu diciptakan
oleh seorang perawat, maka dapat dikatakan perawat tersebut telah gagal untuk
melayani kliennya, dan upaya untuk penyembuhan klien tersebut akan sangat
susah untuk mencapai keberhasilannya.
Oleh karena itu, rasa aman dan nyaman tidak dapat disepelehkan sama
sekali. Karena semua kebutuhan klin tersebut seperti rantai yang berbentuk bulat.
Berikatan satu sama lain, tidak dapat di poisahkan satu dan lainnya, bila satu
mata  rantainya  rusak, terputus, atau tak terpenuhi, maka pasti akan
mempengaruhi mata rantai yang lainnya.
Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu.
Nyeri merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan.
Walaupun merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang
medis, nyeri merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang
merasakan nyeri merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya.
Perawat meggunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri
tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan
merasakan nyeri yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Tidak ada
dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang
sama menghasilkan respon yang identik pada seseorang. Nyeri dapat
diekspresikan melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku. Nyeri yang
bersifat subjektif membuat perawat harus mampu dalam memberikan asuhan
keperawatan secara holistic dan menanganinya.

B.     Rumusan Masalah


1.      Bagaimanakah ruang lingkup kebutuhan rasa aman dan nyaman?
2.      Bagaimanakah konsep dasar gangguan rasa aman dan nyaman (nyeri)?
3.     Bagaimanakah Konsep dasar asuhan keperawatan dengan gangguan rasa aman
dan nyaman?

C.    Tujuan Penulisan


1.      Memahami ruang lingkup kebutuhan rasa aman dan nyaman.
2.      Memahami konsep dasar gangguan rasa aman dan nyaman (nyeri).
3.      Memahami konsep dasar asuhan keperawatan dengan gangguan rasa aman
dan nyaman.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman


1.      Definisi
Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan psikologis (Potter &
Perry, 2006). Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang
terhindar dari ancaman bahaya/kecelakaan. Pemenuhan kebutuhan keamanan
dan keselamatan dilakukan untuk menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik
pada pasien, perawat, atau petugas lainnya yang bekerja untuk pemenuhan
kebutuhan tersebut.
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2006) megungkapkan
kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi),
dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri).
2.      Ruang Lingkup
a.       Keamanan
Kemanan dalam ruang lingkup praktik keperawatan difokuskan dalam
lingkungan rumah sakit. Keamanan dalam rumah sakit meliputi
keamanan  dari kecelakaan, keracunan, kebakaran, radiasi, polusi, suhu,
dan oksigenasi.
1)      Kecelakaan
Kecelakaan yang terjadi di rumah sakit dapat berupa : kesalahan
peletakkan karpet, tidak adanya pegangan yang ada di kamar mandi
dan di tangga, resiko luka bakar karena termostat yang terpasang
pada pemanas air terlalu panas.
2)      Nutrisi
Nutrisi dapat juga terjadi di rumah sakit. Misalnya mengontrol
persediaan air bersih dan adequat untuk mencuci bahan makanan
yang segar dan alat-alat makan, keracunan makanan yang
disebabkan ingesti toksin bakteri yang dihasilkan dalam makanan,
penyakit yang disebabkan oleh kontaminasi bakteri
3)      Kebakaran
Kebakaran biasanya terjadi karena kelalaian manusia dalam
penggunaan gas dan cairan yang mudah terbakar dan gangguan
hubungan arus pendek. 
4)      Radiasi
Untuk mengurangi bahaya radiasi maka harus dibatasi lamanya
waktu di dekat sumber radiasi, jarak dari sumber radiasi harus sejauh
mungkin dan penggunaan alat pelindung seperti pakaian pelindung
bahaya. Pengontrolan pembuangan sampah radioaktif dan
pengontrolan kebocoran radioaktif.
5)      Polusi
Polusi meliputi polusi udara, polusi tanah, dan polusi air. Polusi
udara misalnya meminimalisir resiko terjadinya penyakit paru-paru
akibat kontaminasi asap rokok terhadap atmosfir. Polusi tanah
meliputi karena pembuangan radio aktif dan sampah bioaktif yang
tidak tepat misalnya bioksin. Polusi air meliputi kontaminasi air
terhadap zat kimia. Polusi suara misalnya terjadi bila tingkat bunyi
dalam rumah sakit menyebabkan ketidaknyamanan bagi penghuni di
rumah sakit tersebut.
6)      Suhu
Bahya suhu dapat disebabkan karena dua macam suhu yaitu suhu
terlalu dingin dan suhun terlalu panas.
7)      Oksigenasi
Kasus oksigenasi misalnya sistem pemanas yang tidak berfungsi
dengan baik menyebabkan pembakaran yang tidak mempunyai
tempat pembuangan yang tepat sehingga menyebabkan
penumpukkan karbon monoksida.
b.      Kenyamanan
Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat
aspek yaitu:
1)      Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2)      Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan
sosial.
3)      Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam
diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna
kehidupan).
4)      Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman
eksternal manusia  seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan
unsur alamiah lainnya.

3.      Faktor – faktor yang Mempengaruhi


a.       Emosi
Kecemasan, depresi, dan marah akan mudah terjadi dan mempengaruhi
keamanan dan kenyamanan
b.      Status Mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun
memudahkan terjadinya resiko injury
c.       Gangguan Persepsi Sensory
Mempengaruhi adaptasi terhadaprangsangan yang berbahayaseperti
gangguan penciuman dan penglihatan
d.      Keadaan Imunits
Gangguan ini akan menimbulkan daya tahan tubuh kurang sehingga
mudah terserang penyakit
e.       Tingkat Kesadaran
Pada pasien koma, respon akan enurun terhadap rangsangan, paralisis,
disorientasi, dan kurang tidur.
f.       Informasi atau Komunikasi
Gangguan komunikasi seperti aphasia atau tidak dapat membaca dapat
menimbulkan kecelakaan.
g.      Gangguan Tingkat Pengetahuan
Kesadaran akan terjadi gangguan keselamatan dan keamanan dapat
diprediksi sebelumnya.
h.      Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan anafilaktik syok
i.        Status nutrisi
Keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan mudah
menimbulkan penyakit, demikian sebaliknya dapat beresiko terhadap
penyakit tertentu.    
j.        Usia
Pembedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia anak-
anak dan lansia mempengaruhi reaksi terhadap nyeri
k.      Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam
merespon nyeri dan tingkat kenyamanannya.
l.        Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri dan tingkat kenyaman yang mereka punyai.

B.     Gangguan Rasa Aman dan Nyaman (Nyeri)


1.      Definisi Nyeri
a.       Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial (Smatzler & Bare, 2002).
b.      Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana
terjadi kerusakan IASP (Potter & Perry, 2006).
c.       Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal dan bersifat
individual. Dikatakan bersifat individu karena respon indivdu terhadap
sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan yang
lainnya. Hal tersebut menjadi dasar bagi perawat dalam mengatasi
nyeri pada klien. (Asmadi, 2008)
d.      Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan
potensial, disamping itu nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh
yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun
individu mengatakannya potensial. (Hidayat, 2006),

2.      Fisiologi Nyeri


Menurut Perry & Potter (2006), ada tiga jenis sel saraf dalam
proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori,
serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik.
Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan
impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-
reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan
fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus
nyeri disebut nosiseptor.
Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan
zat-zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin,
leukotrien, substansi p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan
mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls ke otak
Kornu dorsalis dari medula spinalis dapat dianggap sebagai
tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut
traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara
sistem neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden
berakhir pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls
dipancarkan ke korteks serebri. Agar nyeri dapat diserap secara sadar,
neuron pada sistem asenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai
akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ
internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika
diaktifkan, menghambat atau memutuskan taransmisi informasi yang
menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali
area ini disebut “gerbang”. Kecendrungan alamiah gerbang adalah
membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk
mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian,
jika kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada
akan menutup gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem assenden
menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri
(Mubarak, 2007).

3.      Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)


Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan
bagaimana nocireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat
ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri
dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan
(Asmadi, 2008).
Teori gate control mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur
atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf
pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah
pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup.
Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut
kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A
dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk
mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat
mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang
melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme
pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat
seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang
dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang
dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka
pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika
impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi
di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat
endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan
dengan menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling
dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin
(Perry & Potter, 2006).

4.      Klasifikasi Nyeri


Menurut  Hidayat (2008), nyeri diklasifikasikan berdasarkan durasinya
yaitu
a.       Berdasarkan Lokasi / Letak
1)      Cutaneus / superfisial
yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya
terasa sebagai sensasi yang tajam. Contoh : Terkena ujung pisau
atau gunting, jarum suntik.
2)      Deep somatic / nyeri dalam
yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh darah, tendon
dan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama daripada cutaneus.
Contoh : Sensasi pukul, sensasi terbakar misalnya ulkus lambung.
3)      Nyeri Alih
merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karena banyak
organ tidak memiliki reseptor, biasanya nyeri terasa di bagian
tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan
berbagai karakteristik. Contoh : Infark miokard yang
menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, dan bahu kiri,
batu empedu yang dapat mengalihkan nyeri ke selangkangan.
4)      Radiasi
Sensasi nyeri meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh
yang lain. Biasanya nyeri terasa seakan menyebatr ke bagian
tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh. Nyeri dapat menjadi
intermitten atau konstan.Contoh : Nyeri punggung bagian bawah
akibat diskus intravetebral yang ruptur disertai nyeri yang
meradiasi sepanjag tungkai dari iritasi saraf skiatik

b.      Berdasarkan penyebabnya


1)      Fisik : Bisa terjadi karena stimulus fisik (contoh: fraktur femur).
2)      Psycogenic
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi,
bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (contoh:
orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya),
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut.

c.       Berdasarkan lama/durasinya


1)      Nyeri akut
Nyeri akut merupakan kumpulan pengalaman yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan sensori, persepsi dan emosi
serta berkaitan dengan respon autonomi psikologi dan perilaku.
2)      Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah situasi atau keadaan pengalaman nyeri yag
menetap atau kontinyu selama beberapa bulan atau tahu setelah
fase penyembuhan dari suatu penyakit atau injuri.
karakteristiknya adalah nyeri dalam skala berat, dan intensitas
nyeri sukar diturunkan.
5.      Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
a.     Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan
fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus
dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau
meninggal jika nyeri diperiksakan.
b.      Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor
budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh
mengeluh nyeri).
c.       Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka
berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut
kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena
mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada
nyeri.
d.      Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap
nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
e.       Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi
nyeri.
f.       Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas.
g.      Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan
saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah
mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri
tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
h.      Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri
dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan
seseorang mengatasi nyeri.
i.        Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada
anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan
perlindungan.
j.        Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat
keparahan pada masing-masing individu. Nyeri yang dirasakan
mungkin terasa rinagn, sedang atau bisa jadi merupakn nyeri yang
hebat. Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri, masing-masing
individu juga bervariasi, ada yang melaporkan nyeri seperti ditusuk-
tusk, nyeri tumpul, berdenyut, terbaka dan lain-lain, sebagai contoh
individu yang tersuk jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda
dengan individu yang terkena luka bakar. (Sigit Nian, 2010)

6.      Penilaian dan Pengukuran Nyeri


Kualitas nyeri dapat dinilai sederhana yang meminta pasien menjelaskan
nyeri dengan kata-kata mereka sendiri (misalnya tumpul, berdenyut,
seperti terbakar). Evaluasi ini juga dapat didekati dengan menggunakan
penelitian yang lebih formal, seperti kuesioner  nyeri MC bill, yang
merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menilai nyeri. Alat
bantu lain yang digunakan untuk menilai intensitas atau keparahan nyeri
klien (Asmadi, 2008) :
a.       Face Pain Rating Scale
b.      Skala intensitas nyeri deskritif
c.       Skala identitas nyeri numerik
d.      Skala analog visual
e.       Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 :  Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,
dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 :  Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya,
tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi.
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.

7.      Penanganan Nyeri


a.       Farmakologi
1)      Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti
morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan
nyeri dan kegembiraan karena obat ini mengadakan ikatan dengan
reseptor opiat dan mengaktifkan penekan nyeri endogen pada
susunan saraf pusat (Tamsuri, 2007).
Namun, penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat
pernafasan di medulla batang otak sehingga perlu pengkajian
secara teratur terhadap perubahan dalam status pernafasan jika
menggunakan analgesik jenis ini (Smeltzer & Bare, 2001).
2)      Analgesik Non Narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan
ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti
inflamasi dan anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan
penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostalglandin
dari jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi (Smeltzer &
Bare, 2001). Efek samping yang paling umum terjadi adalah
gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan
gaster.
b.      Non Farmakologi
1)      Relaksasi progresif
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan
stres. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika
terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik, dan emosi pada
nyeri (Potter & Perry, 2006).
2)      Stimulasi Kutaneus Plasebo
Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam
bentuk yang dikenal oleh klien sebagai obat seperti kapsul, cairan
injeksi, dan sebagainya. Placebo umumnya terdiri dari larutan
gula, larutan salin normal, atau air biasa (Tamsuri, 2007).
3)      Teknik Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan
cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal yang lain
sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialami ( Priharjo,
1996 ).

Anda mungkin juga menyukai