Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KUSTA, FRAMBUSIA DAN SCHISTOSOMIASIS


MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
Dosen : Siti Maemunah, SKM, M. Epid

Di Susun oleh :
1. Farid Wajdi (185059062)
2.

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA (URINDO)
TAHUN 2019

DAFTAR ISI

I. Kusta.......................................................................................................... 1
a. Definisi....................................................................................................... 1
b. Etiologi....................................................................................................... 1
c. Diagnosis.................................................................................................... 1
d. Riwayat Alamiah Penyakit......................................................................... 2
e. Epidemiologi Deskriptif............................................................................. 2
f. Pencegahan................................................................................................ 3
g. Pengobatan................................................................................................. 3
h. Program nasional....................................................................................... 3
II. Frambusia................................................................................................ 4
a. Definisi....................................................................................................... 4
b. Etiologi....................................................................................................... 4
c. Diagnosis.................................................................................................... 5
d. Epidemiologi Deskriptif............................................................................. 5
e. Pencegahan................................................................................................ 5
f. Pengobatan................................................................................................. 5
III. Schistosomiasis...................................................................................... 6
a. Definisi....................................................................................................... 6
b. Etiologi....................................................................................................... 6
c. Diagnosis.................................................................................................... 7
d. Tanda dan gejala ....................................................................................... 7
e. Pencegahan................................................................................................ 8
f. Pengobatan................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 10

I. Kusta
a. Definisi
Istilah kusta berasal dari bahasa Sansekerta , yakni Kustha berarti kumpulan gjala-
gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen,
sesuai dengan nama yang menemukan kuman. Kusta adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae. Kusta menyerang berbagai
bagian tubuh diantaranya saraf dan kulit. Penyakit ini adalah tipe penyakit
granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas dan lesi
pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta
dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota
gerak dan mata, (Pusdatin, 2018).

b. Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri yang bernama Mycobacterium Leprae.
Jenis Mycrobacterium ini termasuk kuman aerob, tidak membentuk spora,
berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari
spesies Mycobacterium, hidup dalam sel yang bersifat tahan asam (BTA) atau
gram positif, tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap
dekolorisasi oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai
basil "tahan asam".

c. Diagnois
 Pemeriksaan bakterioskopik dibuat dari kerokan jaringan kulit di
beberapa tempat, diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat adanya bakteri
M. Lepra.
 Pemeriksaan histopatologis bertujuan untuk melihat perubahan jaringan
dikarenakan infeksi.
 Pemeriksaan serologis didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh
seseorang akibat infeksi.
Untuk dapat menegakkan diagnosis, dokter biasanya mencari 3 tanda utama
(cardinal signs) dari lepra: kelainan kulit yang mati rasa, penebalan saraf tepi, dan
hasil pemeriksaan bakterioskopik yang hasilnya positif.
d. Riwayat Alamiah Penyakit
Kuman ini menular kepada manusia melalui kontak langsung dengan penderita
(keduanya harus ada lesi baik mikroskopis maupun makroskopis, dan adanya
kontak yang lama dan berulang-ulang) dan melalui pernapasan, bakteri kusta ini
mengalami proses perkembangbiakan dalam waktu 2-3 minggu, pertahanan
bakteri ini dalam tubuh manusia mampu bertahan 9 hari di luar tubuh manusia
kemudian kuman membelah dalam jangka 14-21 hari dengan masa inkubasi rata-
rata dua hingga lima tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari lima
tahun. Setelah 5 tahun, tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta mulai
muncul antara lain kulit mengalami bercak putih, merah, rasa kesemutan bagian
anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Penatalaksanaan
kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan
kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak dan mata.

e. Epidemiologi Deskriptif
Indonesia telah mencapai status eliminasi kusta, yaitu prevalensi kusta <1 per
10.000 penduduk (<10 per 100.000 penduduk). Angka prevalensi kusta di
indonesia pada tahun 2017 sebesar 0,70 kasus/10.000 penduduk dan angka
penemuan kasus baru sebesar 6,08 kasus per 100.000 penduduk. Sedangkan pada
anak, selama periode 2013-2017, angka penemuan kasus baru pada tahun 2013
merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 11,88 per 100.000 penduduk, sedangkan
tahun 2014 sebesar 11,12 per 100.000 penduduk dan tahun 2017 menurun menjadi
11,05 per 100.000 penduduk. (Profil Kesehatan Indonesia 2013-2017)

Berdasarkan data Kemenkes RI Ditjen P2P tahun 2018 diketahui bahwa antara
tahun 2015-2016 sebanyak 11 provinsi (32,35%) termasuk dalam beban kusta
tinggi sedangkan 23 provinsi lainnya (67,65%) termasuk dalam beban kusta
rendah. Hampir seluruh provinsi di bagian timur indonesia merupakan daerah
dengan beban kusta tinggi. Selama periode 2015-2016 jawa timur merupakan
satu-satunya provinsi di bagian barat indonesia dengan angka beban kusta tinggi.
Kemudian pada tahun 2017 jawa timur mengalami penurunan menjadi kategori
angka beban kusta rendah sehingga hanya 10 provinsi yang memiliki kategori
beban kusta tinggi.

f. Pencegahan
Pencegahan kusta dapat dilakukan dengan pemberian vaksin BCG tetapi
efektivitasnya bervariasi pada masing-masing individu, yaitu antara tidak efektif
sampai 80% efektif. Pencegahan dengan obat dapat dilakukan dengan pemberian
Dapsone, tetapi hanya efektif untuk Tuberculoid Leprosy.

g. Pengobatan
Tujuan utama pengobatan kusta adalah untuk memutuskan mata rantai penularan,
menurunkan angka kejadian penyakit, mengobati dan menyembuhkan pasien,
serta mencegah kecacatan. Untuk mencapai kesembuhan dan mencegah resistensi,
obat kusta akan menggunakan kombinasi beberapa antibiotik yang disebut dengan
multi drug treatment (MDT).
Kombinasi obat kusta yang biasanya digunakan dalam terapi MDT terdiri dari
dapsone,rifampicin, clofazamine, lamprene, ofloxacin, dan/ atau minocycline.
Variasi antibiotik ini bekerja menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri
M. Leprae. Selain itu, kebanyakan obat kusta juga bersifat antiradang.
Menggunakan antibiotik secara bersamaan dalam satu waktu juga ditujukan agar
bakteri tidak kebal terhadap obat-obat yang diberikan sehingga penyakit ini juga
akan cepat disembuhkan.

h. Program Nasional
Obat gratis untuk pengidap kusta tersedia di puskesmas (MDT). Dan juga
pemerintah menyusun strategi percepatan eliminasi kusta di Indonesia, melalui:
a) Peningkatan penemuan kasus secara dini di masyarakat;
b) Pelayanan kusta berkualitas, termasuk layanan rehabilitasi yang
diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan;
c) Penyebarluasan informai tentang kusta di masyarakat;
d) Eliminasi stigma terhadap Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OPYMK)
dan keluarganya;
e) Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta dalam berbagai aspek
kehidupan dan penguatan partisipasi mereka dalam upaya pengendalian
kusta;
f) Kemitraan dengan bebagai pemangku kepentingan;
g) Peningkatan dukungan kepada program kusta melalui penguatan advokasi
kepada pengambil kebijakan dan penyedia layanan lain; serta
h) Penerapan pendekatan berbeda berdasarkan endemisitas kusta.
Peringatan hari kusta setiap 25 Januari juga menjadi salah satu metode promosi
tentang pencegahan kusta

II. Frambusia
a. Definisi
Frambusia, patek atau puru (bahasa Inggris: yaws) adalah infeksi tropis pada kulit,
tulang dan sendi yang disebabkan oleh bakteri spiroket Treponema pallidum
pertenue. Penyakit ini berawal dengan pembengkakan keras dan bundar pada
kulit, dengan diameter 2 sampai 5 cm.
Bagian tengah dari pembengkakan bisa pecah dan membentuk ulkus. Luka kulit
awal ini biasanya sembuh setelah tiga sampai enam bulan. Setelah beberapa
minggu sampai beberapa tahun, sendi dan tulang dapat terasa sakit, kelelahan
dapat berkembang, dan luka kulit baru mungkin muncul. Kulit telapak tangan dan
telapak kaki dapat menjadi tebal dan membuka. Tulang (terutama pada hidung)
dapat berubah bentuk. Setelah lima tahun atau lebih daerah yang luas dari kulit
bisa mati, meninggalkan bekas luka.

b. Etiologi
Frambusia disebabkan oleh subspecies Treponema pallidum, bakteri yang
menyebabkan sifilis, penyakit menular seksual. Namun, penyakit ini tidak
ditularkan secara seksual. Selain itu, tidak seperti sifilis, frambusia tidak
berpotensi menyebabkan kerusakan jangka panjang pada jantung dan sistem
kardiovaskular. Penyakit ini hampir selalu ditularkan melalui kontak langsung
dengan kulit yang terinfeksi.
Yaws paling banyak mengenai anak-anak di daerah pedesaan tropis yang hangat,
seperti Afrika, kepulauan Pasifik Barat, dan Asia Tenggara. Biasanya, penyakit ini
menyerang anak-anak di antara usia 2 dan 5 tahun, terutama mereka yang sering
mengenakan pakaian terbuka, sering mengalami cedera kulit, dan tinggal di
daerah dengan kebersihan yang buruk.

c. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis, dokter mungkin akan meminta Anda melakukan tes
darah untuk memeriksa bukti infeksi bakteri yang menyebabkan penyakit
frambusia. Dokter juga bisa mengambil sampel jaringan dari kutil kulit. Sampel
ini akan diperiksa di laboratorium untuk bakteri T. pallidum.
Tidak ada tes darah khusus untuk penyakit ini. Namun, tes darah untuk sifilis
sering kali positif pada orang dengan penyakit kulit ini karena bakteri yang
menyebabkan kedua kondisi ini berkaitan dekat.

d. Epidemiologi Deskriptif
Person adalah karakteristik dari individu yang mempengaruhi keterpaparan
terhadap penyakit. Karakteristik dari person berupa umur, jenis kelamin,
pekerjaan, pendidikan, kebiasaan, faktor sosial dan ekonomi.
Seseorang yang terkena penyakit frambusia umumnya berusia ≤ 15 tahun, paling
banyak terserang pada anak laki-laki, keadaan sanitasi serta kebersihan
perorangan dan lingkungan yang buruk, rendahnya pengetahuan tentang penyakit
frambusia, penyakit ini juga banyak terjadi pada penduduk yang status
ekonominya sangat rendah.

Frambusia merupakan penyakit yang tumbuh subur didaerah beriklim tropis


dengan karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan
banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya
fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas
kesehatan umum yang memadai. Penyakit ini biasanya banyak ditemui pada
penduduk pedesaan terutama didaerah yang padat penduduknya miskin dan status
gizi yang kurang.

Penyakit Frambusia terjadi pertama kali terjadi di indonesia pada tahun 1949
dimana kasusnya terdapat di NAD, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa
(Jawa Timur) dan sebagian besar Wilayah Timur Indonesia yang meliputi Nusa
Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.

III. Schistosomiasis
a. Definisi
Schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan cacing parasit yang hidup di air
di daerah subtropis dan tropis. Schistosomiasis juga dikenal sebagai bilharzia atau
“demam siput”. Penyakit ini menyerang usus dan sistem urinasi terlebih dahulu,
namun karena cacing tinggal di dalam darah, schistosomiasis dapat menyerang
sistem lainnya.
Bagian tubuh yang terpengaruh penyakit ini akan tergantung dari spesies parasit.
Beberapa spesies dapat mempengaruhi paru-paru dan saraf tulang belakang, otak
dan sistem pusat saraf. Parasit ini paling umum ditemukan di Afrika, namun juga
terdapat di bagian Amerika Selatan, Karibia, Timur Tengah dan Asia.

b. Etiologi
Cacing penyebab schistosomiasis hidup di air tawar, seperti:
 Kolam
 Danau
 Sungai
 Waduk
 Kanal
Air untuk mandi yang berasal dari sumber yang tidak disaring langsung dari
danau atau sungai juga dapat menyebarkan infeksi, namun cacing tidak tinggal di
air laut, kolam yang mengandung klorin atau sumber air yang dikelola dengan
baik.
Anda dapat terinfeksi jika memiliki kontak dengan air yang terkontaminasi, saat
mengayuh kapal, berenang atau mencuci, dan cacing kecil memasuki kulit Anda.
Begitu di dalam tubuh, cacing bergerak melalui darah ke area seperti hati dan
usus. Setelah beberapa minggu, cacing mulai menetaskan telur. Beberapa telur
tinggal di dalam tubuh dan diserang oleh sistem imun, dan beberapa keluar
melalui urin atau feses. Tanpa pengobatan, cacing dapat tetap menetaskan telur
selama bertahun-tahun. Apabila telur keluar dari tubuh ke air, telur menghasilkan
larva-larva kecil yang perlu tumbuh di dalam siput air tawar selama beberapa
minggu sebelum dapat menginfeksi orang lain. Hal ini berarti tidak mungkin
untuk terinfeksi dari orang lain yang memiliki kondisi ini.
c. Diagnosis
pemeriksaan dan melakukan berbagai tes:
 Tes antibodi untuk melihat tanda-tanda infeksi
 Biopsi jaringan
 Penghitungan jumlah darah komplit untuk melihat tanda-tanda anemia
 Penghitungan eosinophil untuk mengukur jumlah sel darah putih
 Tes fungsi ginjal
 Tes fungsi hati
 Pemeriksaan feses untuk melihat telur parasit
 Urinanalisis untuk melihat telur parasit
Anda dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan 3 minggu setelah kembali walau
tidak ada gejala, karena ada kemungkinan gejala tidak muncul hingga beberapa
waktu kemudian.

d. Tanda dan Gejala


Gejala bervariasi terhadap spesies cacing dan fase infeksi. Ciri dan gejala
schistosomiasis adalah:
a) Banyak parasit dapat menyebabkan demam, menggigil, pembengkakan
kelenjar limfa dan pembengkakan hati dan limfa.
b) Saat cacing pertama kali masuk ke dalam kulit, dapat menyebabkan gatal dan
ruam (swimmer’s itch). Pada kondisi ini, schistosome hancur di dalam kulit.
c) Gejala usus meliputi sakit perut dan diare (mungkin terdapat darah).
d) Gejala urinasi dapat meliputi urinasi yang sering, sakit dan terdapat darah.
e) Gejala-gejala ini, dikenal dengan schistosomiasis akut, sering kali membaik
dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Namun tetap penting untuk
mendapatkan perawatan karena parasit dapat tinggal di dalam tubuh dan
menyebabkan gangguan jangka panjang.
f) Beberapa orang dengan schistosomiasis, baik apakah pernah memiliki gejala
awal atau tidak, akan mengalami masalah lebih serius di bagian tubuh di
mana telur telah berpergian. Kondisi ini disebut schistosomiasis kronis.
Schistosomiasis kronis dapat meliputi berbagai gejala dan masalah,
tergantung pada area persis yang terinfeksi. Sebagai contoh, infeksi pada:
g) Sistem pencernaan dapat menyebabkan anemia, sakit dan bengkak pada perut,
diare dan darah pada feses
h) Sistem urinasi dapat menyebabkan infeksi pada kandung kemih (cystitis),
sakit saat buang air kecil, sering merasa ingin buang air kecil dan darah pada
urin
i) Jantung dan paru-paru dapat menyebabkan batuk yang tidak kunjung hilang,
napas berbunyi, sesak napas, dan batuk darah
j) Sistem saraf atau otak dapat menyebabkan kejang, sakit kepala, kelemahan
dan mati rasa pada kaki dan pusing.

e. Pencegahan
a) Hindari mendayung, berenang atau mencuci di air tawar – berenang hanya di
lautan atau kolam renang dengan klorin
b) Bawa celana dan sepatu boot anti air apabila ada kemungkinan Anda harus
melewati aliran atau sungai
c) Rebus atau saring air sebelum meminum – parasit dapat masuk ke dalam bibir
atau mulut jika Anda meminum air yang terkontaminasi
d) Oleskan penangkal serangga di kulit Anda atau segera keringkan kulit Anda
dengan handuk setelah keluar dari air yang kemungkinan terkontaminasi
e) Gunakan dosis tunggal Praziquantel oral setiap tahun, untuk mengurangi
kemungkinan infeksi dan komplikasi.

f. Pengobatan
Praziquantel adalah obat-obatan yang dapat diberikan dalam jangka pendek untuk
mengatasi infeksi. Obat ini dapat membantu walau pasien telah mencapai tahap
lanjut dari penyakit. Obat ini biasanya efektif, selama kerusakan atau komplikasi
signifikan belum terjadi. Namun, obat ini tidak mencegah kembalinya infeksi.
Obat-obatan steroid juga dapat digunakan untuk meringankan gejala
schistosomiasis akut, atau gejala yang disebabkan oleh kerusakan pada otak atau
sistem saraf.
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI, 2018. Pusat data dan informasi Kementrian Keehatan RI


Kemenkes RI, 2018. Profil Keehatan indonesia 2015-2017 Pusat data dan
Informasi Ditjen P2P

Anda mungkin juga menyukai