HIRSCHSPRUNG
DISUSUN OLEH:
HERI IRAWAN :
SHYLA SALSABILA :
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya. Sholawat serta salam taklupa pula kita haturkan kepada junjungan alam
Nabi besar Muhammad SAW, seorang Nabi yang telah membawa kita dari jaman
kegelapan menuju jaman yang terang benerang seperti yang kita rasakan sekarang
ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar belakang...............................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................4
A. Definisi..........................................................................................................4
B. Etiologi..........................................................................................................4
C. Manifestasi klinis..........................................................................................5
D. Patofisiologi..................................................................................................6
E. Klasifikasi.....................................................................................................7
F. Komplikasi....................................................................................................8
G. Pemeriksaan penunjang.................................................................................8
H. Penatalaksanaan..........................................................................................15
BAB III..................................................................................................................19
ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................19
A. Pengkajian...................................................................................................19
B. Diagnosa Keperawatan...............................................................................20
C. Intervensi Keperawatan...............................................................................20
D. Implementasi Keperawatan.........................................................................27
E. Evaluasi.......................................................................................................28
BAB IV..................................................................................................................29
PENUTUP.............................................................................................................29
A. Kesimpulan.................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................30
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bayi merupakan makhluk yang sangat peka dan halus, bayi akan
memiliki pertumbuhan dan perkembangan dengan sehat bergantung pada
proses kelahiran, perawatan dan pola makan yang diberikan pada bayi. Bayi
baru lahir normal merupakan bayi yang lahir dengan usia kehamilan 37 minggu
hingga 42 minggu dengan berat lahir 2.500 gram hingga 4.000 gram, bayi yang
cukup bulan, langsung menangis, tidak cacat bawaan kemudian ditandai
dengan adanya pertumbuhan dan perkembangan yang cepat (Noviyanti, 2017).
Populasi umum kejadian Hirschsprung's Disease diperkirakan 1 per
5000 kelahiran hidup dan bervariasi antar etnis di seluruh dunia. Pupulasi
Asia memiliki angka kejadian paling tinggi yaitu 2.8 per 10.000 kelahiran
hidup (Iro, 2015). Kejadian Hirschsprung's Disease secara internasional yaitu
1:1.500 hingga 1:7.000 kelahiran hidup bayi. Penyakit Hirschsprung
diperkirakan terjadi 1 kasus diantara 5.400 – 7.200 bayi yang baru lahir hidup
di Amerika, sementara frekuensi yang tepat untuk seluruh dunia tidak diketahui
secara pasti. Hirschsprung's Disease ini dapat disertai enterocolitis sebesar
29%-50% jika tidak mendapatkan penanganan dengan baik sejak dini.
Enterocolitis ini dapat terjadi pada pasien yang telah dilakukan operasi
definitif dengan angka kejadian 22% (Kemenkes RI, 2017).
Hirschsprung's Disease cenderung dipengaruhi oleh riwayat atau latar
belakang keluarga dari ibu dengan angka kajadian penyakit sekitar 1
diantara
4.400 hingga 7.000 kelahiran hidup, dengan mayoritas penderita adalah laki-
laki dibandingkan wanita dengan perbandingan 4:1 (Ayu, 2020).
Menurut Warner B.W (2004) diagnosis Hirschsprung's Disease harus
ditegakkan sedini mungkin karena komplikasi dari penyakit ini dapat
mengancam jiwa pasien seperti enterocolitis, pneumatosis usus, abses
perikolon, perforasi dan septikimia yang dapat menyebabkan kematian.
1
Enterocolitis ini merupakan suatu komplikasi yang sangat berbahaya dengan
mortalitasnya mencapai 30% jika tidak ditangani dengan sempurna (Alissa
Rifa, 2018). Menurut Browne tahun 2008 diagnosis Hirschsprung dapat
ditegakkan dengan berbagai macam pemeriksaan, antara lain pemeriksaan foto
polos abdomen, pemeriksaan rektum, barium enema, biopsi rektal (Nadya,
2019).
Warner B.W (2004) mengemukakan bahwa penatalaksanaan
Hirschsprung's Disease meliputi tindakan non bedah dan tindakan bedah.
Tindakan non bedah untuk mengobati komplikasi yang mungkin terjadi atau
untuk memperbaiki keadaan umum pasien, menghilangkan konstipasi kronik
dengan pelunakan feses dan irigasi rektal. Sedangkan tindakan bedah untuk
Hirschsprung sedang hingga berat meliputi tindakan bedah sementara yang
memiliki tujuan untuk dekompresi abdomen, menghilangkan distensi abdomen
dan memperbaiki kondisi pasien dengan cara membuat kolostomi pada kolon
yang memiliki sel saraf ganglion normal dibagian distal, tindakan bedah
definitive yang dilakukan menggunakan prosedur Duhamel, Swenson, Soave,
dan Rehbein (Alissa Rifa, 2018).
Menurut Hidayat tahun 2008 menjelaskan masalah keperawatan yang
muncul pada penderita Hirschsprung's Disease dibagi menjadi dua yaitu pre
operatif dan post operatif. Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada
pre operasi yaitu gangguan eliminasi fekal (konstipasi, diare, inkontinensia
fekal), kurang volume cairan dan elektrolit, gangguan kebutuhan nutrisi, risiko
cedera (injury), sedangkan untuk post operasi yaitu nyeri, risiko infeksi, dan
cemas pada keluarga (Nadya, 2019). Sedangkan untuk post operasi yaitu nyeri,
risiko infeksi, dan cemas pada keluarga (Kasiati, 2016).
Proses penyembuhan penyakit tergantung dengan proses pemecahan
protein menjadi glukosa, karena lemak hanya bisa memetabolisme apabila ada
oksigen, sedangkan cadangan glukosa terlalu sedikit yang diperlukan dalam
penyembuhan jaringan. Respon metabolisme ini mempengaruhi morfologi dan
fungsi saluran gastrointestinal (Nadya, 2019).
Menurut Potter & Perry tahun 2010 menjelaskan peran perawat dalam
menangani kasus Hirschsprung's Disease ini harus secara komprehensif yang
2
dilakukan berdasarkan standar praktek keperawatan. Peran perawat disini
meliputi peran sebagai pelaksana, pendidik, peneliti dan pengelola pelayanan
kesehatan (Nadya, 2019).
Oleh karena itu, bagi seorang perawat harus mengetahui tentang
bagaimana perjalanan dan dampak lebih lanjut dari Hirschsprung's
Disease. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
membahas mengenai Total Colonic Aganglionosis (TCA) Hirschsprung's
Disease yang dituangkan dalam bentuk Karya Ilmiah Akhir dengan judul
“Asuhan Keperawatan Keperawatan Pada Bayi Ny. R dengan Diagnosa Medis
Total Colonic Aganglionosis (TCA) Hirschsprung’s Disease di Ruang NICU
Central Rumkital Dr. Ramelan Surabaya”.
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi dan menambah
pengetahuan kepada para pembaca khususnya kepada mahasiswa ilmu
keperawatan mengenai penyakit hisprung. Makalah ini juga dibuat untuk
memenuhi syarat dalam proses pembelajaran pada mata kuliah keperawatan
anak.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa tidak
adanya ganglion pada usus besar, mulai dari sfingter ani interna ke arah
proksimal, termasuk rektum, dengan gejala klinis berupa gangguan pasase
usus (Kemenkes RI, 2017).
Penyakit Hirshcprung merupakan kelainan yang ditandai dengan
tidak terdapat ganglion saraf pada sebagian segemen usus. Penyakit ini
sering disebut penyakit megacolon (Saidah, 2019).
Hirschsprung’s Disease akan tampak seperti kondisi spektrum yang
menghasilkan obstruksi usus fungsional dan memiliki aganglionosis plexus
intermienterik dalam suatu segmen usus sebagai kondisi umum. Meskipun
lebih dari 75% yang terlibat hanya rectum dan kolon sigmoid, namun
panjang segmen aganglionik dan segmen panjang dari hirschsprung (L-
HCR) juga terlibat. Segmen panjang atau long segment Hirschsprung (L-
HCR) diklasifikasikan menjadi colonic aganglionosis, total colonic
aganglionosis (TCA) dan hirschsprung jangka panjang (Zuelzer’s Syndrome).
Total colonic aganglionosis (TCA) merupakan bentuk dari Hirschsprung yang
jarang terjadi. TCA merupakan aganglionosis yang memanjang dari anus setidaknya
ke katup ileocecal dengan panjang tidak melebihi 50cm proksimal ke katup
ileocecal (William, 2019).
B. Etiologi
Penyakit Hirschsprung disebabkan oleh kegagalan migrasi sel ganglion
saraf ke segmen usus (Saidah, 2019).
4
Secara umum hirschsprung’s disease merupakan kondisi genetik yang
dihasilkan dari penyimpangan kolonisasi dari sistem saraf enterik atau enteric
nervous system (ENS) selama perkembangan di neuroblast (William, 2019).
C. Manifestasi klinis
Tanda klinis dari TCA tidak jauh berbeda dengan HCR, meskipun
TCA merupakan bentuk panjang dari HCR, namun masih terdapat perbedaan
klinis dari TCA dan HCR. Perbedaan tanda klinis dari TCA dan juga HCR
yaitu pertama, TCA memiliki waktu yang lebih lambat dari HCR untuk
menampilkan perpanjangan dari segmen aganglionik. Kedua, gangguan
sistem saraf enterik atau Enteric Nervous System (ENS) memiliki perbedaan
yang signifikan pada TCA dengan mengalami perpendekan segment
Hirschsprung atau Short segments Hirschsprung (S-HCR) (William, 2019).
Bayi dengan TCA biasanya mulai mengalami gejala selama 24-48
jam pertama kehidupan, gejala tersebut meliputi (William, 2019) :
1. Keterlambatan pengeluaran buang air besar (BAB) dalam 48 jam
pertama kehidupan
2. Pembesaran perut secara bertahap
3. Bayi mengalami muntah berwarna hijau
4. Feses berukuran kecil dengan konsistensi berair
5. Kemungkinan muncul tanda demam dan sepsis atau dalam kondisi
infeksi yang luar biasa
6. Konstipasi atau sembelit yang meningkat setiap waktu
7. Zona transisi mungkin atau tidak mungkin terlihat saat tindakan operasi
5
Muntah berwarna hijau sering terjadi pada total colon aganglionosis
hirshcsprung’s disease (TCA) dengan komplikasi enterocolitis yang
ditandai dengan adanya distensi abdomen, demam disertai diare berupa
feses cair bercampur mucus dan berbau busuk, dengan atau tanpa darah
dimana feses pada umumnya berwarna kecoklatan atau
tengguli(Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan usia penderitaan tanda dan gejala penyakit
Hirschsprung dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Periode Neonatus
a. Gagal mengeluarkan meconium dalam 48 jam setelah lahir.
b. Muntah berisi empedu.
c. Enggan minum.
d. Distensi abdomen.
e. Obstruksi usus.
2. Periode Anak-anak
Walaupun kebanyakan gejala akan muncul pada bayi, namun ada
beberapa kasus dimana gejala-gejala tersebut tidak muncul hingga usia
kanak-kanak (Lakhsmi, 2008). Gejala yang biasanya timbul pada anak-
anak yaitu :
a. Konstipasi kronis.
b. Malnutrisi.
c. Anemia.
d. Perut membuncit (abdomen distention).
e. Pemeriksaan rectal touche (colok dubur) menunjukkan sfingter
anal yang padat/ketat, dan biasanya feses akan langsung
menyemprot keluar dengan bau feses dan gas yang busuk,
f. Terdapat tanda-tanda edema, bercak-bercak kemerahan
khususnya di sekitar umbilicus, punggung dan di sekitar
genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi peritonitis.
Infeksi serius dengan diare, demam dan muntah dan kadang-kadang dilatasi
kolon yang berbahaya.
6
D. Patofisiologi
Tidak adanya ganglion meliputi pleksus auerbach yang terletak pada
lapisan otot dan pleksus meissner pada submukosa, mengakibatkan hipertrofi
pada serabut saraf dan terjadinya kenaikan kadar asetilkolinesterase. Enzim
ini merupakan produksi serabut saraf secara spontan dari saraf parasimpatik
ganglia otonom dalam mencegah akumulasi neurotransmiter asetilkolin pada
neuromuskular junction. Ganguan inervasi parasimpatis ini akan
menyebabkan incoordinate peristalsis, sehingga mengganggu propulsi isi
usus. Obstruksi yang terjadi secara kronik akan menyebabkan distensi
abdomen yang dapat beresiko terjadinya enterocolitis (Kemenkes RI, 2017).
Penyebab terjadinya Total Colonic Aganglionosis (TCA) dalam
Hirschsprung's Disease sebenarnya dimulai saat masa kehamilan dimana sel-
sel krista neuralis berasal dari bagian dorsal neural tube yang kemudian akan
melakukan migrasi keseluruh tubuh embrio untuk membentuk berbagai macam
salah satunya membentuk sistem saraf perifer. Menurut Fonkalsrud (2012) Sel-
sel yang sudah terbentuk menjadi sistem saraf intestinal berasal dari bagian
vagal krista neuralis yang kemudian melakukan migrasi ke saluran pencernaan
kemudian sebagian sel ini akan membentuk sel saraf dan sel glial pada kolon.
Saat proses migrasi disepanjang usus, sel-sel krista neuralis ini akan melakukan
pelforasi untuk mencukupi kebutuhan sel diseluruh saluran pencernaan
(gastro). Kemudian sel tersebut akan berkelompok membentuk agregasi badan
sel, dan kelompok ini disebut ganglia yang tersusun atas sel-sel ganglion dan
terhubung dengan tubuh sel saraf serta sel glial. Lalu ganglia akan membentuk
dua lingkaran cincin pada stratum sirkularis otot polos di dinding usus, bagian
dalam disebut plexsus submucosa Meissnerr dan bagian luar disebut plexsus
Mienterikus Auerbach (Suryandari, 2017).
E. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, penyakit
Hirschsprung dapat di klasifikasikan dalam 4 kategori (Cincinnati, 2020) :
1. Segmen ultrashort : Sel-sel ganglion yang hilang dalam satu hingga
dua sentimeter terakhir dari dubur.
7
2. Segmen pendek : Sel-sel ganglion yang hilang di usus besar dubur
dan sigmoid (segmen terakhir dari usus besar).
3. Segmen panjang : Sel-sel ganglion juga hilang di sepertiga pertama
usus besar.
4. Aganglionosis kolon total : Kurangnya sel ganglion di seluruh usus besar.
Level ini adalah yang paling umum. Ini menyebabkan gejala yang
lebih parah daripada bentuk penyakit lainnya.
F. Komplikasi
Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi
penderita hisrchsprung yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun
paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1
minggu. Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feses berbau busuk, dan
disertai dengan demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus hirschsprung
datang dengan manifestasi klinis enterocolitis, bahkan dapat pula terjadi meski
telah dilakukan kolostomi (Setiadi, Haikal, & Sunanto, 2021).
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penyakit hisprung atau megakolon
aganglionik, meliputi :
1. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto polos abdomen (BOF) dan khususnya
pemeriksaan enema barium merupakan pemeriksaan diagnostic terpenting
dalam mendeteksi perbedaan antara hirschsprung’s disease (HCR) dengan
total colonic aganglionosis (TCA).
8
yang berisi gas dengan cairan serta adanya obstruksi usus kecil tanpa
distensi kolon (William, 2019). Hal ini sejalan dengan penjelasan dari
Hayakawa,et all (2003) yang menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan foto
polos abdomen (BOF) tegak lurus AP pada total colonic aganglionosis
(TCA) menampilkan pelebaran lingkaran usus (segmen usus) dengan
banyaknya tingkat cairan udara (Gabar 2.5).
9
b. Foto Enema Barium
Pemeriksaan foto enema barium pada hirschsprung’s disease
(HCR) akan menampilkan (Gambar 2.6) (Kemenkes RI, 2017) :
1) segmen sempit dari sfingter anal dengan panjang tertentu
2) Zona transisi, daerah perubahan dari segmen sempit ke segmen
dilatasi
3) Segmen dilatasi
Pemeriksaan foto barium enema pada total colonic
aganglionosis (TCA) menampilkan tidak adanya zona transisi, indeks
rasio usus rekto-sigmoid normal, adanya kemungkinan kontras refluks
menjadi ileum yang membesar (adanya pembesaran ileum), dan adanya
mikrokolon (Gambar 2.7) tanpa sifat dapat juga ditemukan pada
pemeriksaan foto barium enema ini mungkin dengan kondisi sebuah
kolon yang berukuran normal dengan kontraksi yang tidak teratur atau
abnormalitas yang dapat dilihat yang mungkin berhubungan dengan
pemendekan kolon dan kurangnya redundasi. Namun kolon pada total
colonic aganglionosis (TCA) tidak mungkin tampak normal pada studi
kontras dan pemeriksaan lebih lanjut harus di lakukan jika ditemukan
adanya gejala klinis obstruksi bertahan tanpa diketahui sebab yang pasti
(William, 2019). Hal ini sejalan dengan penjelasan dari Hayakawa,et all
(2003) yang menjelaskan bahwa kolon sigmoid dan descending
menunjukan tampilan lekukan bergigi dalam kontras, dan juga adanya
pembesaran refluks usu kecil (Gambar 2.8).
H. Penatalaksanaan
Tatalaksana penyakit hirschsprung (Kemenkes RI, 2017):
1. Dekompresi
Dekompresi dilakukan bila terdapat perut kembung dan muntah
berwarna hijau dengan pemasangan pipa orogaster/nasogaster dan pipa
rektum serta dilakukan irigasi feces dengan menggunakan NaCl 0.9% 10-
20 cc/kgBB, bila irigasi efektif dapat dilanjutkan sampai cairan yang
keluar relatif bersih.
2. Perbaikan keadaan umum
a. Resusitasi cairan dan koreksi elektrolit
Resusitasi cairan melalui melalui rehidrasi dilakukan dengan
menggunakan cairan isotonik. Koreksi terhadap gangguan elektrolit
diberikan setelah dipastikan fungsi ginjal baik.
b. Antibiotik spektrum luas untuk mencegah sepsis.
Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah episode
berulang penyakit hirschsprung tidak terbukti mempunyai dampak yang
baik dan dapat meningkatkan risiko terjadinya resistensi. Antibiotik
digunakan untuk menekan overgrowth dan translokasi bakteri-bakteri di
usus ke pembuluh darah melalui dinding usus. Adanya demam dan
lekositosis dapat menjadi dasar untuk memulai pemberian antibiotik.
Pasien dengan Penyakit hirschsprung berat yang dihubungkan dengan
enterokolitis atau HAEC dan sepsis ini membutuhkan penanganan di unit
perawatan intensif untuk mengontrol kondisi hemodinamik, perlu
mendapat antibiotik spektrum luas yang dimulai dengan ampisilin,
gentamisin dan metronidazole.
c. Rehabilitasi nutrisi
Setelah dekompresi berhasil pasien tidak perlu dipuasakan dan
dapat segera mendapat diet per oral sesuai dengan umur pasien
3. Tindakan Bedah
Pada dasarnya penyembuhan penyakit hisprung hanya dapat
dicapai dengan pembedahan (rekomendasi A), berupa pengangkatan
segmen usus aganglion, diikuti dengan pengambilan kontinuitas usus.
Terapi medis hanya dilakukan untuk persiapan bedah. Prosedur bedah
pada penyakit hisprung merupakan bedah sementara dan bedah definitif.
Sejak ditemukannya protokol awal oleh Swenson pada tahun 1948 mulai
berkembang teknik pendekatan operasi terbaru seperti Soave, Duhamel
dan lain-lain. Prosedur operasi 1 tahap memungkinkan jika diagnosis
dapat ditegakkan lebih awal sebelum terjadi dilatasi kolon pada hirsc
hsprung’s disease short segment, sedangkan untuk penyakit
hirschsprung long segment dan total kolon aganglionosis sebaiknya
dilakukan dalam 2 tahap.
a. Tindakan Bedah Sementara (pembuatan stoma)
3) Prosedur Reihbein
A. Pengkajian
a. Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin,
agama, alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi.
b. Keluhan utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat
dilakukan pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB,
distensi abdomen, kembung, muntah.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam
setelah lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.Tanyakan
sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana
upaya klien mengatasi masalah tersebut.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat
kehamilan, persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
e. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.
f. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah
ada perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien
mengekspresikannya.
g. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain
yang menderita Hirschsprung.
h. Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
i. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
j. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.
k. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi
dapat dilihat capilary refil, warna kulit, edema kulit.
2) Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
3) Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama
denyut nadi apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
4) Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
5) Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah
(frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
1) Defisit nutrisi berhubungan dengan intake yang inadekuat.
2) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi
abdomen.
b. Post operasi
1) Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan
pembedahan
2) Nyeri b/d insisi pembedahan
C. Intervensi Keperawatan
a. Pre operasi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
keperawatan …x 24 jam Observasi
diharapkan masalah - Identifikasi status
keperawatan status nutrisi
membaik, dengan kriteria nutrisi
hasil : - Identifikasi alergi
1. Porsi makan yang dan intoleransi
dihabiskan meningkat makanan
2. Kekuatan otot - Identifikasi
pengunyah meningkat makanan disukai
3. Kekuatan otot menelan - Identifikasi
meningkat kebutuhan kalori
4. Serum albumin dan jenis nutrien
meningkat - Identifikasi
5. Verbalisasi keinginan perlunya
untuk meningkatkan penggunaan selang
nutrisi meningkat nasogastrik
6. Pengetahuan tentang - Monitor asupan
pilihan makanan yang makanan
sehat meningkat - Monitor berat
7. Pengetahuan tentang badan
standar asupan nutrisi - Monitor hasil
yang tepat meningkat pemeriksaan
8. Penyiapan dan laboratorium
penyimpanan makanan
yang aman meningkat Terapeutik
9. Penyiapan dan - Lakukan oral
penyimpanan minuman hygne sebelum
yang aman meningkat makan, jika perlu
10. Sikap terhadap - Fasilitasi
makanan/minuman menentukan
sesuai dengan tujuan pedoman diet
kesehatan meningkat (mis. Piramida
11. Perasaan cepat kenyang makanan)
menurun - Sajikan makanan
12. Nyeri abdomen secara menarik
menurun dan suhu yang
13. Sariawan menurun sesuai
14. Rambut rontok - Berikan makanan
menurun tinggi serat untuk
15. Diare menurun mencegah
16. Berat badan membaik konstipasi
17. Indeks masa tubuh - Berikan makanan
membaik tinggi kalori dan
18. Nafsu makan membaik tinggi protein
19. Bising usus membaik - Berikan suplemen
20. Tebal lipatan kulit makanan, jika
Trisep membaik perlu
- Hentikan
pemberian
makanan melalui
selang nasogastrik
jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi
duduk, jika
mampu
- Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan ( mis.
Pereda nyeri,
antlematik), jika
perlu
- Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu
2 Ganguan Rasa Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi
Nyaman keperawatan …x 24 jam I.09326
diharapkan masalah
keperawatan tingkat nyeri Tindakan :
menurun, dengan kriteria
hasil : Observasi
1. Keluhan susah tidur - Identifikasi
menurun penurunan
2. Keluhan kepanasan tingkat energy,
menurun ketidkmampuan
3. Gatal menurun berkonsentrasi,
4. Memori masa lalu atau gejala lain
membaik yang
5. Pola hidup membaik mengganggu
6. Pola tidur membaik kemampuan
kognitif
- Identifikasi
teknik relaksasi
yang pernah
epektif dilakuakn
- Identifikasi
kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan
teknik
ssbelumnya
- Periksa
ketegangan otot,
frekuensi nadi,
tekanan darah
dan suhu sebelum
sesudah latihan
-
Monitor respon
terhadap terapi
relaksasi
Trapeutik
- Ciptakan
lingkunngan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan
suhu ruang
nyaman, jika
memungkinkan
- Gunakan pakaian
longgar
Edukasi
- Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan
dan jenis
relaksasi yang
tersedia
- Jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipiih
- Anjurkan
mengambil posisi
nyaman
- Anjurkan rileks
dan merasakan
sensasi relaksasi
- Anjurkan sering
mengulangi dan
melatih tekni
yang dipilih
- Demonstrasi dan
latih teknik yang
dipilih
b. Post operasi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Gangguan Setelah dilakukan Tindakan Perawatan integritas
Integrits Kulit keperawatan selama 3x24 kulit
jam diharapkan masalah
keperawatan menurun Observasi
dengan kriteria hasil:
1. Elasistitas meningkat - Identifikasi
2. Hidrasi meningkat penyebab
3. Perfusi jaringan gangguan
meningkat integritas kulit
4. Kerusakan jaringan (mis: perubahan
menurun sirkulasi,
5. Kerusakan lapisan kulit perubahan status
menurun nutrisi, penurunan
6. Nyeri menurun kelembaban, suhu
7. Perdarahan menurun lingkungan
8. Kemerahan menurun ekstrim,
9. Hematoma menurun penurunan
10. Pigmentasi abnormal mobilitas)
menrun
11. Jaringan parut menurun Terapeutik
12. Nekrosis menurun
13. Abrasi kornea - Ubah posisi setiap
14. Suhu kulit membaik 2 jam jika tirah
15. Sensasi membaik baring
16. Tekstur membaik - Lakukan
17. Pertumbuhan rambut pemijatan pada
membaik area penonjolan
tulang, jika perlu
- Bersihkan perineal
dengan air hangat,
terutama selama
periode diare
- Gunakan produk
berbahan
petroleum atau
minyak pada kulit
kering
- Gunakan produk
berbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pada
kulit sensitive
- Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering
Edukasi
- Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis:
lotion, serum)
- Anjurkan minum
air yang cukup
- Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayur
- Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstrim
- Anjurkan
menggunakan
tabir surya SPF
minimal 30 saat
berada diluar
rumah
- Anjurkan mandi
dan menggunakan
sabun secukupnya
2 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan I.08238
keperawatan …x 24 jam
diharapkan masalah Manajemen Nyeri
keperawatan tingkat nyeri
menurun, dengan kriteria Tindakan :
hasil :
1. Keluhan nyeri Observasi
menurun - Identifikasi lokasi,
2. Meringis menurun karakteristik,
3. Sikap protektif durasi, frekuensi,
menurun kualitas, intensitas
4. Gelisah menurun nyeri
5. Kesulitan tidur - Identifikasi skala
menurun nyeri
6. Frekuensi nadi - Idenfitikasi respon
membaik nyeri non verbal
- Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
- Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
- Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
- Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
- Monitor
keberhasilan terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
- Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
- Berikan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri (mis: TENS,
hypnosis,
akupresur, terapi
music,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis:
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
- Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgesik secara
tepat
- Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
I.08243
Pemberian Analgesik
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi
karakter nyeri
- (mis, pencetus,
pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
- Identifikasi riwayat
alergi obat
- Identifikasi
kesesuaian jenis
analgesik (mis,
narkotika, non-
narkotik, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
- Monitor tanda-
tanda vital sebelum
dan sesudah
pemberian
analgetik
- Monitor epektifitas
analgesic
Terapeutik
- Diskusikan jenis
analgesik yang
disukai untuk
mencapai jenis
analgesik yang
optimal, jika perlu
- Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu atau bolus
oplold untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
- Tetapkan target
epektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan
respon pasien
Dokumentasikan
respon terhadap
epek analgesik dan
efek yang tidak di
inginkan
Edukasi
- Jelaskan efek
terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian dosis
dan jenis analgesik,
jika perlu
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dan masalsh status
kesehatan yang dihadapi ke status yang lebih baik yang menggambarkan
kriterial hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus
berpusat pada kebutuhan pasien, factor-faktor lain yang mepengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegitan
komunikasi.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawan adalah suatu proses menilai diagnose
keperawatan yang teratasi, teratasi Sebagian, atau timbul masalah baru.
Melalui kegiatan evaluasi, perawat dapat menilai pencapaian tujuan yang
diharapkan dan tujuan yang telah di capai. Bila tercapai sebagian atau
timbul masalah keperawatan baru, perawat perlu melakukan pengkajian
lebih lanjut, memodifikasi rencana, atau menggati dengan rencana yang
lebih tepat.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit hisprung merupakan penyakit yang sering menimbulkan
masalah. Baik masalah fisik, psikologis maupun psikososial. Masalah
pertumbuhan dan perkembangan anak dengan penyakit hisprung yaitu
terletak pada kebiasaan buang air besar. Orang tua yang mengusahakan
agar anaknya bisa buang air besar dengan cara yang awam akan
menimbulkan masalah baru bagi bayi/anak. Penatalaksanaan yang benar
mengenai penyakit hisprung harus difahami dengan benar oleh seluruh
pihak. Baik tenaga medis maupun keluarga. Untuk tecapainya tujuan yang
diharapkan perlu terjalin hubungan kerja sama yang baik antara pasien,
keluarga, dokter, perawat maupun tenaga medis lainnya dalam
mengantisipasi kemungkinan yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, A., Nurdin, N., & Labeda, I. (2018). Keterampilan dan Prosedur
Laboratorium Keperawataan Dasar. Jakarta: EGC.
Artha, R. A., Indra, R. L., & Rasyid, A. (2018). Faktor-faktor Yang Berhubungan
Dengan Eliminasi Fekal Pada Pasien Yang Dirawat DI Intensive Care
Unit (ICU). Jurnal Riset Kesehatan, 97-105.
Udayana.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/8099/6103/ Cincinnati, C.
(n. d. . (2020). Hirschsprung Disease. 17
Juli.
https://www.cincinnatichildrens.org/health/h/hirschsprung
Devi, S. H. M. (2017). GAMBARAN PASIEN PENYAKIT HIRSCHSPRUNG
PADA BAYI USIA 0-12 BULAN DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2012-2016. Universitas Sumatra Utara Medan.
Fonkalsrud. (2012). Hirschsprung ‘s Disease. In: Zinner M.J., Schwartz S.I., Ellis
H (Maingot’s Abdominal Operation (ed.); 10th ed., pp. 2097–2105). Prentice
Hall Intl.inc.
Ghadira, S. (2018). Satuan Operasioanl Prosedur Perawatan Stoma (Stoma
Care). Seputar Kuliah
Kesehatan.
https://seputarkuliahkesehatan.blogspot.com/2018/03/satuan-operasioanl-
prosedur-perawatan.html
Gondal, B. M. M. A. A. M. (2016). A Systematic Approach to Patients with
Jaundice. Thieme Medical Publishers, 33 no 4(Theme
Biliary Interventions). Granstrom, A. L. W. (2019).
Hirschsprung’s Disease and Inflammatory Bowel
Disease. In Prem Puri (Ed.), Springer Link National
Children’s Research Centre (4th ed., pp. 421–424).
Hippokrates Verlag GmbH, Thieme-Stratton Inc.
https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-030-
15647-3_18