Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH HISPRUNG / HIRCHPRUNG

DISUSUN OLEH :
1. Islami rantika sari ( 152221057 )
2. Husnul hotimah ( 152221058 )
3. Heldina Hutahaean ( 152221059 )
4. Sri suarni ( 155521060 )

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO FAKULTAS KESEHATAN


PRODI S1 KEBIDANAN TRANSFER SEMARANG
TAHUN AJARAN 2022/2023

1|SISTEM PENCERNAAN “ HIRSCHPRUNG”


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan


pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang
bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hirschsprung adalah penyebab obstruksi
usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada
neonatus.

Penyakit hirschsprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal
tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan,
spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan,
kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan
akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus
proksimal.

Pasien dengan penyakit hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada
tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang
mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan
menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan
peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.

Penyakit hirschsprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi hirschsprung di


Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap
tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hirschsprung.

2|SISTEM PENCERNAAN “ HIRSCHPRUNG”


Insidens keseluruhan dari penyakit hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih
banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit hirschsprung terjadi pada
bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan
gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir,
muntah berwarna hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit hirschsprung diduga dapat
terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan.

Oleh karena itu, penyakit hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang
dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri
anorektal dan melalui penatalaksanaan dan terapeutik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaiamana konsep dasar Hirschsprung ?


1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Hirschsprung ?

1.3 Tujuan

Tujuan Umum :

Setelah membaca dan mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengerti
tentang sistem pencernaan berhubungan dengan Hirschsprung.
Tujuan Khusus :

1. Untuk memahami Konsep dasar Hirschsprung ?


2. Untuk membuat asuhan keperawatan Hirschsprung ?

1.4 Manfaat

Manfaat dari pembuatan tugas ini adalah :


1. Menambah pengetahuan kita sebagai mahasiswa perawat tentang Asuhan Keperawatan
gangguan Sistem Pencernaan pada kasus Hirschsprung.
2. Dapat menjadi inspirasi kita dalam Praktik Keperawatan.

3|SISTEM PENCERNAAN “ HIRSCHPRUNG”


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR

1. Definisi Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini


merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi,
karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai
persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya
sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda
untuk setiap individu.

Penyakit hirschsprung atau megakolon kongenital adalah tidak adanya sel-sel ganglion dalam
rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan. (Betz & Sowden, 1987 : 196).

Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada
usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 2005 : 220)

Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase
usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir < 3 Kg,
lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000).

Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik


karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).

2. Pembagian Penyakit Hirschprung

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :

1. Penyakit Hirschprung segmen pendek

4|SISTEM PENCERNAAN “ HIRSCHPRUNG”


Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, ini merupakan 70% dari
kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding
anak perempuan.

2. Penyakit Hirschprung segmen panjang

Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus
halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan. (Ngastiyah, 2005 :
219).

3. Etiologi Hirschsprung
1. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang berimigrasi ke
dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk
berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
2. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.
3. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon
sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.

(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985 )

1. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”.


2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi
kraniokaudal pada myenterik dan submukosa dinding pleksus.

(Suriadi, 2001 : 242)

5|SISTEM PENCERNAAN “ HIRSCHPRUNG”


4. Patofisiologi / pathway

Absensi ganglion Meissner dan Auerbach

Mual, muntah, Usus spastis dan Obstipasi, tidak


diare daya dorong tidak ada mekonium
ada

Distensi Gangguan
Nutrisi kurang Volume
abdomen hebat pola BAB
dari kebutuhan cairan tubuh
tubuh menurun

Perubahan status Gangguan rasa nyaman


kesehatan anak nyeri
Pembedahan

Koping keluarga
Resti gangguan Resiko injuri tidak efektif
integritas kulit

6|SISTEM PENCERNAAN “ HIRSCHPRUNG”


Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan
tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir
selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya
evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada
saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily
& Sowden).

5. Manifestasi Klinis

1. Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.


2. Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti pita.
3. Obstruksi usus dalam periode neonatal.
4. Nyeri abdomen dan distensi.
5. Gangguan pertumbuhan.

(Suriadi, 2001 : 242)

1. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluasi
mekonium.
2. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara
spontan maupun dengan edema.
3. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut.
4. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare
berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
5. Gejala hanya konstipasi ringan.

(Mansjoer, 2000 : 380)

7|SISTEM PENCERNAAN “ HIRSCHPRUNG”


 Masa Neonatal :

1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.


2. Muntah berisi-empedu.
3. Enggan minum.
4. Distensi abdomen.

 Masa bayi dan anak-anak :

1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh

(Betz, Sowden 2002 : 197)

6. Komplikasi
1. Gawat pernapasan (akut)
2. Enterokolitis (akut)
3. Striktura ani (pasca bedah)
4. Inkontinensia (jangka panjang)

(Betz, 2002 : 197)

1. Obstruksi usus
2. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
3. Konstipasi

(Suriadi, 2001 : 241)

8|SISTEM PENCERNAAN “ HIRSCHPRUNG”


7. Pemeriksaan Diagnostik

1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and
mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsi otot rektum, yakni pengambilan lapisan otot rektum, dilakukan dibawah narkose.
Pemeriksaan ini bersifat traumatik.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap. Pada penyakit ini
khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus.

(Ngatsiyah, 2005 : 220)

1. Foto abdomen ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.


2. Enema barium ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
3. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
4. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refleks sfingter interna dan eksterna.

(Betz, 2002 : 197).

8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan bedah

Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop atau double-
barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal
(memerlukan waktu 3-4 bulan), bila umur bayi itu antara 6-12 bulan, 1 dari 3 prosedur berikut
harus dilakukan :

 Prosedur Duhamel : penarikan kolon normal kearah bawah dan


menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik, menciptakan dinding
ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon normal
yang ditarik tersebut.

9|SISTEM PENCERNAAN “ HIRSCHPRUNG”


 Prosedur Swenson : Bagian kolon aganglionik dibuang kemudian dilakukan
anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran anal yang dilatasi.
 Prosedur soave      : Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon
yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis
antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa. (Betz. Sowden
2002 : 197)
2. Penatalaksanaan keperawatan

Masalah utama adalah terjadinya gangguan defekasi (obstipasi). Perawatan yang dilakukan
adalah melakukan spuling dengan air garam fisiologis hangat setiap hari (bila ada persetujuan
dokter) dan mempertahankan kesehatan pasien dengan memberi makanan yang cukup bergizi
serta mencegah terjadinya infeksi. (Ngastiyah 2005 : 220).

10 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN HISPRUNG

A. PENGKAJIAN

 Identitas pasien
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Suku/bangsa :
5. Agama :
6. Status perkawinan :
7. Pendidikan/pekerjaan :
8. Alamat :
9. Tanggal MRS :
10. No.Register :

 Keluhan utama

Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian, pada
klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah.

 Riwayat kesehatan dahulu

Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan dan
kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.

 Riwayat kesehatan sekarang

11 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir, distensi
abdomen dan muntah hijau atau fekal.

Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien
mengatasi masalah tersebut.

 Riwayat kesehatan keluarga

Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita Hirschsprung.

 Riwayat Nutrisi

meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.

 Riwayat psikologis

Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah diri.

 Riwayat tumbuh kembang

Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.

 Riwayat kebiasaan sehari-hari

Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

 Pemeriksaan Fisik

1. Sistem integument

Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary refil, warna
kulit, edema kulit.

2. Sistem respirasi

12 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan

3. Sistem kardiovaskuler

Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi
denyut nadi / apikal.

4. Sistem penglihatan

Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata

5. Sistem Gastrointestinal

Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung pada
abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram,
tendernes.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya
dorong.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah dan pembatasan diit.

3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

4. Kecemasan orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak dan rencana
pembedahan.

5. Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal
sekunder dari kondisi obstruksi usus.

6. Risiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.

C. Intervensi
13 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Dx 1 : Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya
daya dorong.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak mengalami ganggguan eliminasi
Kriteria hasil : defekasi normal, tidak distensi abdomen.

Intervensi Rasional
Monitor cairan yang keluar dari kolostomi Mengetahui warna dan konsistensi feses dan
menentukan rencana selanjutnya
Pantau jumlah cairan kolostomi Jumlah cairan yang keluar dapat
dipertimbangkan untuk penggantian cairan
Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi
pola defekasi terganggu.

Dx 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan pembatasan
diit.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien dapat menunjukan Berat Badan stabil

Intervensi Rasional
Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada Kekurangan kortisol dapat menyebabkan
nyeri perut,mual dan muntah. gejala gastrointestinal berat yang
mempengaruhi pencernaan dan absorbsi dari
makanan.
Pantau masukan makanan dan timbang BB Untuk mengetahui asupan makanan yang
tiap hari. diberikan dan kestabilan BB.
Berikan diit cair,lebih lembut,tinggi protein Dapat memberikan nutrisi tanpa menambah
dan serat serta rendah lemak. kalori.
Tekankan pentingnya tentang menghentikan Makan yang berlebihan dapat menyebabkan
masukan. mual atau muntah.

Dx 3 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.


Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.
Kriteria hasil : tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

14 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Intervensi Rasional
Kaji terhadap tanda nyeri Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan
langkah selanjutnya.
Berikan tindakan kenyamanan : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi
menggendong, suara halus, ketenangan rasa nyeri
Kolaborasi berikan obat analgesik Mengurangi persepsi terhadap nyeri yang
kerjanya pada sistem saraf pusat

Dx 4 : Kecemasan orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak dan rencana
pembedahan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kecemasan orang tua berkurang.


Kriteria hasil : orang tua dapat memahami prognosis penyakit dan tindakan yang akan di
lakukan.

Intervensi Rasional
Evaluasi tingkat ansietas. Ketakutan pada prosedur diagnostik dan
kemungkinan pembedahan.
Jadwalkan istirahat adekuat. Membatasi kelemahan, menghemat energi
dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan Mengurangi rangsang eksternal yang dapat
sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu memicu peningkatan kecemasan
klien.
Berikan pengetahuan tindakan pembedahan Untuk mengurangi kecemasan orang tua
kepada orang tua. terhadap tindakan pembedahan.

Dx 5 : Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding
intestinal sekunder dari kondisi obstruksi usus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, reseksi kolon pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, Kardiorespirasi optimal, Tidak terjadi infeksi pada
insisi

Intervensi Rasional
Observasi faktor-faktor yang meningkatkan Pascabedah terdapat resiko rekuren dari
resiko injuri

15 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
hernia umbilikalis akibat peningkatan tekanan
intra abdomen
Monitor tanda dan gejala perforasi atau Perawat yang mengantisipasi resiko terjadinya
peritonitis
perforasi atau peritonitis. Tanda gejala yang
penting adalah anak rewel tiba-tiba dan tidak
bisa dibujuk atau diam oleh orangtua atau
perawat, muntah-muntah, peningkatan suhu
tubuh dan hilangnya bising usus. Adanya
pengeluaran pada anus yang berupa cairan
feses yang bercampur darah merupakan tanda
klinik penting bahwa telah terjadi perforasi.
semua perubahan yang terjadi
didokumentasikan oleh perawat dan laporkan
pada dokter yang merawat.
Lakukan pemasangan selang nasogastrik Tujuan memasang selang nasogastrik adalah
intervensi dekompresi akibat respon dilatasi
dan kolon obstruksi dari kolon aganglionik.
Apabila tindakan dekompresiini optimal,
maka akan menurunkan distensi abdominal
yang menjadi penyebab utama nyeri
abdominal pada pasien hirschsprung.
Monitor adanya komplikasi pascabedah Perawat memonitor adanya komplikasi
pascabedah seperti mencret atau ikontinensia
fekal, kebocoran anastomosis, formasi
striktur, obstruksi usus, dan enterokolitis
Pertahankan status hemodinamik yang Pasien akan mendapatkan cairan intravena
optimal sebagai pemeliharaan status hemodinamik
Bantu ambulasi dini Pasien dibantu turun dari tempat tidur pada
hari pertama pascaoperatif dan didorong
untuk mulai berpartisipasi dalam ambulasi
dini.

16 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Hadirkan orang terdekat Pada anak menghadirkan orang terdekat dapat
menpengaruhi penurunan respon nyeri.
Kolaborasi pemberian antibiotik pascabedah Antibiotik menurunkan resiko infeksi yang
akan menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan
dapat memperlama proses penyembuhan
pasca funduplikasi lambung

Dx 6 : Risiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.


Tujuan : suhu dalam keadaan normal
Kriteria hasil : suhu dalam rentang normal, tidak ada pathogen yang terlihat dalam kultur, luka
dan insisi terlihat bersih, merah muda, dan bebas dari drainase purulen.

Intervensi Rasional
Minimalkan risiko infeksi pasien dengan :
o Mencuci tangan sebelum dan o mencuci tangan adalah satu-satunya cara
setelah memberikan perawatan terbaik untuk mencegah penularan
o menggunakan sarung tangan untuk pathogen.
mempertahankan asepsis pada saat o sarung tangan dapat melindungi tangan
memberikan perawatan langsung pada saat memegang luka yang dibalut
atau melakukan berbagai tindakan.
Observasi suhu minimal setiap 4 jam dan Suhu yang terus meningkat setelah
catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi pembedahan dapat merupakan tanda awitan
kerja. komplikasi pulmonal, infeksi luka.

D. Implementasi

Dx 1 : Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya
daya dorong.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak mengalami ganggguan eliminasi
Kriteria hasil : defekasi normal, tidak distensi abdomen.

Intervensi Implementasi
Monitor cairan yang keluar dari kolostomi Memonitor cairan yang keluar dari kolostomi.
Pantau jumlah cairan kolostomi Memantau jumlah cairan kolostomi,Jumlah
cairan yang keluar dapat dipertimbangkan
untuk penggantian cairan.

17 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi Memantau pengaruh diet terhadap pola
defekasi.

Dx 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah dan pembatasan
diit.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien dapat menunjukan Berat Badan stabil

Intervensi Implementasi
Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada Mendengarkan bising usus dan mengkaji
nyeri perut,mual dan muntah. adanya nyeri perut, mual dan muntah.
Pantau masukan makanan dan timbang BB Memantau masukan makanan dan
tiap hari. menimbang BB setiap hari.
Berikan diit cair,lebih lembut,tinggi protein Memberikan diit cair, lebih lembut, tinggi
dan serat serta rendah lemak. protein dan serat serta rendah lemak.
Tekankan pentingnya tentang menghentikan Menekankan pentingnya tentang
masukan. menghentikan masukan karena makan yang
berlebihan dapat menyebabkan mual atau
muntah.

Dx 3 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.


Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.
Kriteria hasil : tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

Intervensi Implementasi
Kaji terhadap tanda nyeri Mengkaji terhadap tanda nyeri untuk
mengetahui tingkat nyeri.
Berikan tindakan kenyamanan : Memberikan tindakan kenyamanan :
menggendong, suara halus, ketenangan menggendong, suara halus dan memberikan
ketenangan.
Kolaborasi berikan obat analgesik Berkolaborasi dengan tim medis memberikan
obat analgesik untuk mengurangi persepsi
terhadap nyeri.

Dx 4 : Kecemasan orang tua berhubungan dengan keadaan anak dan rencana pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kecemasan orang tua berkurang.

18 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Kriteria hasil : orang tua dapat memahami prognosis penyakit dan tindakan yang akan di
lakukan.

Intervensi Implementasi
Evaluasi tingkat ansietas. Mengevaluasi tingkat kecemasan orang tua.
Jadwalkan istirahat adekuat Menjadwalkan istirahat adekuat untuk
meningkatkan kemampuan koping.
Berikan pengetahuan tindakan pembedahan Memberikan pengetahuan tindakan
kepada orang tua. pembedahan kepada orang tua untuk
mengurangi kecemasan orang tua.

Dx 5 : Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding
intestinal sekunder dari kondisi obstruksi usus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, reseksi kolon pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, Kardiorespirasi optimal, Tidak terjadi infeksi pada
insisi.

Intervensi Implementasi
Observasi faktor-faktor yang meningkatkan Mengobservasi faktor-faktor yang
resiko injuri
meningkatkan resiko injuri.
Monitor tanda dan gejala perforasi atau Memonitor tanda gan gejala perforasi atau
peritonitis
peritonitis.
Lakukan pemasangan selang nasogastrik Lakukan pemasangan selang nasogastrik.
Monitor adanya komplikasi pascabedah Memonitor adanya komplikasi pascabedah.
Pertahankan status hemodinamik yang Mempertahankan status hemodinamik yang
optimal optimal.
Bantu ambulasi dini Membantu ambulasi dini.
Hadirkan orang terdekat Menghadirkan orang terdekat untuk
mempengaruhi penurunan respon nyeri.
Kolaborasi pemberian antibiotik pascabedah Berkolaborasi dengan tim medis untuk
memberikan antibiotik pasca bedah.

19 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Dx 6 : Risiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.
Tujuan : suhu dalam keadaan normal
Kriteria hasil : suhu dalam rentang normal, tidak ada pathogen yang terlihat dalam kultur, luka
dan insisi terlihat bersih, merah muda, dan bebas dari drainase purulen.

Intervensi Implementasi
Minimalkan risiko infeksi pasien dengan :
o Mencuci tangan sebelum dan o mencuci tangan sebelum dan setelah
setelah memberikan perawatan. memberikan perawatan.
o menggunakan sarung tangan untuk o Menggunakan sarung tangan untuk
mempertahankan asepsis pada saat mempertahankan asepsis pada saat
memberikan perawatan langsung. memberikan perawatan langsung.
Observasi suhu minimal setiap 4 jam dan Mengobservasi suhu minimal setiap 4 jam
catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi dan mencatat pada kertas grafik dan
kerja. melaporkan evaluasi kerja.

E. Evaluasi

1. Pola eliminasi berfungsi normal.


2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3. Nyeri pada abdomen berkurang atau hilang.
4. Kecemasan orang tua berkurang.
5. Rewel pasien berkurang dan mulai nyaman dengan terpasangnnya kolostomi.
6. Suhu pasien normal.

20 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
BAB IV
TANDA DAN GEJALA

a. Tanda-tanda yang di temui pada penderita Hirschsprung

Tanda dan gejala setelah bayi lahir

1. Tidak ada pengeluaran mekonium (keterlambatan > 24 jam)


2. Muntah berwarna hijau
3. Distensi abdomen, konstipasi.
4. Diare yang berlebihan yang paling menonjol dengan pengeluaran tinja / pengeluaran gas
yang banyak.

Gejala pada anak yang lebih besar karena gejala tidak jelas pada waktu lahir.

1. Riwayat adanya obstipasi pada waktu lahir


2. Distensi abdomen bertambah
3. Serangan konstipasi dan diare terjadi selang-seling
4. Terganggu tumbuh kembang karena sering diare.
5. Feses bentuk cair, butir-butir dan seperti pita.
6. Perut besar dan membuncit.

b. Komplikasi Hirschsprung

Komplikasi pada pasien hirschsprung ada dua, yaitu komplikasi prabedah dan komplikasi
pascabedah. Komplikasi prabedah terdiri dari sepsis hingga perforasi. Perforasi terjadi
berawal dari adanya usus yang mengalami distensi pada hirschsprung yang mengakibatkan

21 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
gangguan sirkulasi pada dinding usus, mulanya aliran vena yang terganggu akibatnya terjadi
perpindahan cairan dari vena ke jaringan, terjadilah edema. Edema menyebabkan aliran arteri
terganggu sehingga usus mengalami iskemik dan akhirnya nekrotik. Akibat dari ini terjadi
gangguan absorpsi dan gangguan barier. Kuman-kuman yang ada di lumen usus mengadakan
multiplikasi dan translokasi menembus mukosa, submukosa dan otot usus. Jika kuman
menyebar ke dalam aliran darah terjadi viremia jika meluas terjadi sepsis, jika kuman
menyebar ke cavum peritoneum akan terjadi peritonitis.

Faktor predisposisi komplikasi pasca bedah antara lain :

1. Usia pasien saat dilakukan bedah definitif, makin muda usia pasien makin sering
komplikasi yang dijumpai.
2. Kondisi pasien pra bedah, keadaan umum pra bedah yang kurang baik (misalnya,
enterokolitis) cenderung menimbulkan komplikasi bedah.
3. Prosedur bedah yang digunakan.
4. Keterampilan spesialis bedah.
5. Perawatan pasca bedah.

Komplikasi pasca bedah, antara lain :


1. Kebocoran anastomosis
Kebocoran dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis
anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung
usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi
pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Terjadi
peningkatan suhu tubuh terdapat infiltrat atau abses rongga pelvis.
2. Stenosis
Stenosis dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah
anastomose, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis, serta
prosedur bedah yang dipergunakan.
3. Enterokolitis
Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat berakibat
kematian. Mekanisme timbulnya enterokolitis karena adanya obstruksi parsial.

22 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Obstruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani
dan kolon aganglionik yang tersisa masih spastic. Manifestasi klinik dari
enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda obstruksi seperti; muntah
hijau, feses keluar secara eksplosif cair dan berbau busuk. Enterokolitis
nekrotikan merupakan komplikasi parah yang dapat menyebabkan nekrosis dan
perforasi.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini


merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik).
Pembagian Penyakit Hirschprung : Penyakit Hirschprung segmen pendek dan Penyakit
Hirschprung segmen panjang. Penyebab penyakit Hirschsprung karena ada kegagalan sel neural
pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kraniokaudal pada myenterik dan
submukosa dinding pleksus.

Manifestasi Klinis Hirschsprung: Konstipasi, Diare berulang, Tinja seperti pita, berbau
busuk, Distensi abdomen dan Gagal tumbuh. Komplikasi : Gawat pernapasan, Enterokolitis,
Striktura ani (pasca bedah), Inkontinensia (jangka panjang). Pemeriksaan Diagnostik dapat
berupa Foto abdomen, Enema barium, Biopsi rectal dan Manometri anorektal.

23 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Daftar Pustaka

Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianingsih (Fd), Monica
Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta :
EGC.

Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1985. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-1 . Jakarta : FKUI .

Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media Aesulapius
FKUI

http://munahasrini.wordpress.com/2012/04/13/askep-anak-dengan-hisprung/

http://princerudias.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan_27.html

24 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”

Anda mungkin juga menyukai