DISUSUN OLEH :
1. Islami rantika sari ( 152221057 )
2. Husnul hotimah ( 152221058 )
3. Heldina Hutahaean ( 152221059 )
4. Sri suarni ( 155521060 )
PENDAHULUAN
Penyakit hirschsprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal
tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan,
spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan,
kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan
akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus
proksimal.
Pasien dengan penyakit hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada
tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang
mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan
menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan
peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion.
Oleh karena itu, penyakit hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang
dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri
anorektal dan melalui penatalaksanaan dan terapeutik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.
1.3 Tujuan
Tujuan Umum :
Setelah membaca dan mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengerti
tentang sistem pencernaan berhubungan dengan Hirschsprung.
Tujuan Khusus :
1.4 Manfaat
A. KONSEP DASAR
1. Definisi Hirschsprung
Penyakit hirschsprung atau megakolon kongenital adalah tidak adanya sel-sel ganglion dalam
rektum atau bagian rektosigmoid kolon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan. (Betz & Sowden, 1987 : 196).
Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada
usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 2005 : 220)
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase
usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir < 3 Kg,
lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer, 2000).
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus
halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki maupun prempuan. (Ngastiyah, 2005 :
219).
3. Etiologi Hirschsprung
1. Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang berimigrasi ke
dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk
berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus.
2. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon.
3. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon
sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon.
Distensi Gangguan
Nutrisi kurang Volume
abdomen hebat pola BAB
dari kebutuhan cairan tubuh
tubuh menurun
Koping keluarga
Resti gangguan Resiko injuri tidak efektif
integritas kulit
5. Manifestasi Klinis
1. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluasi
mekonium.
2. Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara
spontan maupun dengan edema.
3. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut.
4. Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare
berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
5. Gejala hanya konstipasi ringan.
1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh
6. Komplikasi
1. Gawat pernapasan (akut)
2. Enterokolitis (akut)
3. Striktura ani (pasca bedah)
4. Inkontinensia (jangka panjang)
1. Obstruksi usus
2. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
3. Konstipasi
1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and
mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsi otot rektum, yakni pengambilan lapisan otot rektum, dilakukan dibawah narkose.
Pemeriksaan ini bersifat traumatik.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap. Pada penyakit ini
khas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus.
8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan bedah
Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop atau double-
barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal
(memerlukan waktu 3-4 bulan), bila umur bayi itu antara 6-12 bulan, 1 dari 3 prosedur berikut
harus dilakukan :
Masalah utama adalah terjadinya gangguan defekasi (obstipasi). Perawatan yang dilakukan
adalah melakukan spuling dengan air garam fisiologis hangat setiap hari (bila ada persetujuan
dokter) dan mempertahankan kesehatan pasien dengan memberi makanan yang cukup bergizi
serta mencegah terjadinya infeksi. (Ngastiyah 2005 : 220).
10 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
BAB III
A. PENGKAJIAN
Identitas pasien
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis kelamin :
4. Suku/bangsa :
5. Agama :
6. Status perkawinan :
7. Pendidikan/pekerjaan :
8. Alamat :
9. Tanggal MRS :
10. No.Register :
Keluhan utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan pengkajian, pada
klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen, kembung, muntah.
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan, persalinan dan
kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
11 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah lahir, distensi
abdomen dan muntah hijau atau fekal.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana upaya klien
mengatasi masalah tersebut.
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang menderita Hirschsprung.
Riwayat Nutrisi
Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada perasaan rendah diri.
Pemeriksaan Fisik
1. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat capilary refil, warna
kulit, edema kulit.
2. Sistem respirasi
12 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
3. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi apikal, frekuensi
denyut nadi / apikal.
4. Sistem penglihatan
5. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus, adanya kembung pada
abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi dan karakteristik muntah) adanya keram,
tendernes.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya
dorong.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah dan pembatasan diit.
4. Kecemasan orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak dan rencana
pembedahan.
5. Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal
sekunder dari kondisi obstruksi usus.
C. Intervensi
13 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Dx 1 : Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya
daya dorong.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak mengalami ganggguan eliminasi
Kriteria hasil : defekasi normal, tidak distensi abdomen.
Intervensi Rasional
Monitor cairan yang keluar dari kolostomi Mengetahui warna dan konsistensi feses dan
menentukan rencana selanjutnya
Pantau jumlah cairan kolostomi Jumlah cairan yang keluar dapat
dipertimbangkan untuk penggantian cairan
Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi
pola defekasi terganggu.
Dx 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan pembatasan
diit.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien dapat menunjukan Berat Badan stabil
Intervensi Rasional
Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada Kekurangan kortisol dapat menyebabkan
nyeri perut,mual dan muntah. gejala gastrointestinal berat yang
mempengaruhi pencernaan dan absorbsi dari
makanan.
Pantau masukan makanan dan timbang BB Untuk mengetahui asupan makanan yang
tiap hari. diberikan dan kestabilan BB.
Berikan diit cair,lebih lembut,tinggi protein Dapat memberikan nutrisi tanpa menambah
dan serat serta rendah lemak. kalori.
Tekankan pentingnya tentang menghentikan Makan yang berlebihan dapat menyebabkan
masukan. mual atau muntah.
14 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Intervensi Rasional
Kaji terhadap tanda nyeri Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan
langkah selanjutnya.
Berikan tindakan kenyamanan : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi
menggendong, suara halus, ketenangan rasa nyeri
Kolaborasi berikan obat analgesik Mengurangi persepsi terhadap nyeri yang
kerjanya pada sistem saraf pusat
Dx 4 : Kecemasan orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan anak dan rencana
pembedahan.
Intervensi Rasional
Evaluasi tingkat ansietas. Ketakutan pada prosedur diagnostik dan
kemungkinan pembedahan.
Jadwalkan istirahat adekuat. Membatasi kelemahan, menghemat energi
dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan Mengurangi rangsang eksternal yang dapat
sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu memicu peningkatan kecemasan
klien.
Berikan pengetahuan tindakan pembedahan Untuk mengurangi kecemasan orang tua
kepada orang tua. terhadap tindakan pembedahan.
Dx 5 : Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding
intestinal sekunder dari kondisi obstruksi usus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, reseksi kolon pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, Kardiorespirasi optimal, Tidak terjadi infeksi pada
insisi
Intervensi Rasional
Observasi faktor-faktor yang meningkatkan Pascabedah terdapat resiko rekuren dari
resiko injuri
15 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
hernia umbilikalis akibat peningkatan tekanan
intra abdomen
Monitor tanda dan gejala perforasi atau Perawat yang mengantisipasi resiko terjadinya
peritonitis
perforasi atau peritonitis. Tanda gejala yang
penting adalah anak rewel tiba-tiba dan tidak
bisa dibujuk atau diam oleh orangtua atau
perawat, muntah-muntah, peningkatan suhu
tubuh dan hilangnya bising usus. Adanya
pengeluaran pada anus yang berupa cairan
feses yang bercampur darah merupakan tanda
klinik penting bahwa telah terjadi perforasi.
semua perubahan yang terjadi
didokumentasikan oleh perawat dan laporkan
pada dokter yang merawat.
Lakukan pemasangan selang nasogastrik Tujuan memasang selang nasogastrik adalah
intervensi dekompresi akibat respon dilatasi
dan kolon obstruksi dari kolon aganglionik.
Apabila tindakan dekompresiini optimal,
maka akan menurunkan distensi abdominal
yang menjadi penyebab utama nyeri
abdominal pada pasien hirschsprung.
Monitor adanya komplikasi pascabedah Perawat memonitor adanya komplikasi
pascabedah seperti mencret atau ikontinensia
fekal, kebocoran anastomosis, formasi
striktur, obstruksi usus, dan enterokolitis
Pertahankan status hemodinamik yang Pasien akan mendapatkan cairan intravena
optimal sebagai pemeliharaan status hemodinamik
Bantu ambulasi dini Pasien dibantu turun dari tempat tidur pada
hari pertama pascaoperatif dan didorong
untuk mulai berpartisipasi dalam ambulasi
dini.
16 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Hadirkan orang terdekat Pada anak menghadirkan orang terdekat dapat
menpengaruhi penurunan respon nyeri.
Kolaborasi pemberian antibiotik pascabedah Antibiotik menurunkan resiko infeksi yang
akan menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan
dapat memperlama proses penyembuhan
pasca funduplikasi lambung
Intervensi Rasional
Minimalkan risiko infeksi pasien dengan :
o Mencuci tangan sebelum dan o mencuci tangan adalah satu-satunya cara
setelah memberikan perawatan terbaik untuk mencegah penularan
o menggunakan sarung tangan untuk pathogen.
mempertahankan asepsis pada saat o sarung tangan dapat melindungi tangan
memberikan perawatan langsung pada saat memegang luka yang dibalut
atau melakukan berbagai tindakan.
Observasi suhu minimal setiap 4 jam dan Suhu yang terus meningkat setelah
catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi pembedahan dapat merupakan tanda awitan
kerja. komplikasi pulmonal, infeksi luka.
D. Implementasi
Dx 1 : Gangguan eliminasi BAB: obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya
daya dorong.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak mengalami ganggguan eliminasi
Kriteria hasil : defekasi normal, tidak distensi abdomen.
Intervensi Implementasi
Monitor cairan yang keluar dari kolostomi Memonitor cairan yang keluar dari kolostomi.
Pantau jumlah cairan kolostomi Memantau jumlah cairan kolostomi,Jumlah
cairan yang keluar dapat dipertimbangkan
untuk penggantian cairan.
17 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi Memantau pengaruh diet terhadap pola
defekasi.
Dx 2 : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,muntah dan pembatasan
diit.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan, kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi.
Kriteria hasil : Klien dapat menunjukan Berat Badan stabil
Intervensi Implementasi
Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada Mendengarkan bising usus dan mengkaji
nyeri perut,mual dan muntah. adanya nyeri perut, mual dan muntah.
Pantau masukan makanan dan timbang BB Memantau masukan makanan dan
tiap hari. menimbang BB setiap hari.
Berikan diit cair,lebih lembut,tinggi protein Memberikan diit cair, lebih lembut, tinggi
dan serat serta rendah lemak. protein dan serat serta rendah lemak.
Tekankan pentingnya tentang menghentikan Menekankan pentingnya tentang
masukan. menghentikan masukan karena makan yang
berlebihan dapat menyebabkan mual atau
muntah.
Intervensi Implementasi
Kaji terhadap tanda nyeri Mengkaji terhadap tanda nyeri untuk
mengetahui tingkat nyeri.
Berikan tindakan kenyamanan : Memberikan tindakan kenyamanan :
menggendong, suara halus, ketenangan menggendong, suara halus dan memberikan
ketenangan.
Kolaborasi berikan obat analgesik Berkolaborasi dengan tim medis memberikan
obat analgesik untuk mengurangi persepsi
terhadap nyeri.
Dx 4 : Kecemasan orang tua berhubungan dengan keadaan anak dan rencana pembedahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, kecemasan orang tua berkurang.
18 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Kriteria hasil : orang tua dapat memahami prognosis penyakit dan tindakan yang akan di
lakukan.
Intervensi Implementasi
Evaluasi tingkat ansietas. Mengevaluasi tingkat kecemasan orang tua.
Jadwalkan istirahat adekuat Menjadwalkan istirahat adekuat untuk
meningkatkan kemampuan koping.
Berikan pengetahuan tindakan pembedahan Memberikan pengetahuan tindakan
kepada orang tua. pembedahan kepada orang tua untuk
mengurangi kecemasan orang tua.
Dx 5 : Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding
intestinal sekunder dari kondisi obstruksi usus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, reseksi kolon pasien tidak mengalami injuri.
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, Kardiorespirasi optimal, Tidak terjadi infeksi pada
insisi.
Intervensi Implementasi
Observasi faktor-faktor yang meningkatkan Mengobservasi faktor-faktor yang
resiko injuri
meningkatkan resiko injuri.
Monitor tanda dan gejala perforasi atau Memonitor tanda gan gejala perforasi atau
peritonitis
peritonitis.
Lakukan pemasangan selang nasogastrik Lakukan pemasangan selang nasogastrik.
Monitor adanya komplikasi pascabedah Memonitor adanya komplikasi pascabedah.
Pertahankan status hemodinamik yang Mempertahankan status hemodinamik yang
optimal optimal.
Bantu ambulasi dini Membantu ambulasi dini.
Hadirkan orang terdekat Menghadirkan orang terdekat untuk
mempengaruhi penurunan respon nyeri.
Kolaborasi pemberian antibiotik pascabedah Berkolaborasi dengan tim medis untuk
memberikan antibiotik pasca bedah.
19 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Dx 6 : Risiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.
Tujuan : suhu dalam keadaan normal
Kriteria hasil : suhu dalam rentang normal, tidak ada pathogen yang terlihat dalam kultur, luka
dan insisi terlihat bersih, merah muda, dan bebas dari drainase purulen.
Intervensi Implementasi
Minimalkan risiko infeksi pasien dengan :
o Mencuci tangan sebelum dan o mencuci tangan sebelum dan setelah
setelah memberikan perawatan. memberikan perawatan.
o menggunakan sarung tangan untuk o Menggunakan sarung tangan untuk
mempertahankan asepsis pada saat mempertahankan asepsis pada saat
memberikan perawatan langsung. memberikan perawatan langsung.
Observasi suhu minimal setiap 4 jam dan Mengobservasi suhu minimal setiap 4 jam
catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi dan mencatat pada kertas grafik dan
kerja. melaporkan evaluasi kerja.
E. Evaluasi
20 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
BAB IV
TANDA DAN GEJALA
Gejala pada anak yang lebih besar karena gejala tidak jelas pada waktu lahir.
b. Komplikasi Hirschsprung
Komplikasi pada pasien hirschsprung ada dua, yaitu komplikasi prabedah dan komplikasi
pascabedah. Komplikasi prabedah terdiri dari sepsis hingga perforasi. Perforasi terjadi
berawal dari adanya usus yang mengalami distensi pada hirschsprung yang mengakibatkan
21 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
gangguan sirkulasi pada dinding usus, mulanya aliran vena yang terganggu akibatnya terjadi
perpindahan cairan dari vena ke jaringan, terjadilah edema. Edema menyebabkan aliran arteri
terganggu sehingga usus mengalami iskemik dan akhirnya nekrotik. Akibat dari ini terjadi
gangguan absorpsi dan gangguan barier. Kuman-kuman yang ada di lumen usus mengadakan
multiplikasi dan translokasi menembus mukosa, submukosa dan otot usus. Jika kuman
menyebar ke dalam aliran darah terjadi viremia jika meluas terjadi sepsis, jika kuman
menyebar ke cavum peritoneum akan terjadi peritonitis.
1. Usia pasien saat dilakukan bedah definitif, makin muda usia pasien makin sering
komplikasi yang dijumpai.
2. Kondisi pasien pra bedah, keadaan umum pra bedah yang kurang baik (misalnya,
enterokolitis) cenderung menimbulkan komplikasi bedah.
3. Prosedur bedah yang digunakan.
4. Keterampilan spesialis bedah.
5. Perawatan pasca bedah.
22 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Obstruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani
dan kolon aganglionik yang tersisa masih spastic. Manifestasi klinik dari
enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda obstruksi seperti; muntah
hijau, feses keluar secara eksplosif cair dan berbau busuk. Enterokolitis
nekrotikan merupakan komplikasi parah yang dapat menyebabkan nekrosis dan
perforasi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Manifestasi Klinis Hirschsprung: Konstipasi, Diare berulang, Tinja seperti pita, berbau
busuk, Distensi abdomen dan Gagal tumbuh. Komplikasi : Gawat pernapasan, Enterokolitis,
Striktura ani (pasca bedah), Inkontinensia (jangka panjang). Pemeriksaan Diagnostik dapat
berupa Foto abdomen, Enema barium, Biopsi rectal dan Manometri anorektal.
23 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”
Daftar Pustaka
Betz, Cecily, L. Dan Linda A. Sowden 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianingsih (Fd), Monica
Ester (Alih bahasa) edisi – 4 Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa : Brahm U Pendit. Jakarta :
EGC.
Staf Pengajar Ilmu kesehatan Anak . 1985. Ilmu Kesehatan Anak . Edisi Ke-1 . Jakarta : FKUI .
Mansjoer , Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran .Edisi Ke-3 . Jakarta : Media Aesulapius
FKUI
http://munahasrini.wordpress.com/2012/04/13/askep-anak-dengan-hisprung/
http://princerudias.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan_27.html
24 | S I S T E M P E N C E R N A A N “ H I R S C H P R U N G ”