Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN MENOMETRORAGIA

DI RUANG MATERNAL RSUD GENTENG

BANYUWANGI

Di Susun Oleh:

SITI FATIMAH DWI WULAN SARI A.

(2019.04.071)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

APRIL

2020
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN

DI RUANG MATERNAL RSUD GENTENG BANYUWANGI

Tanggal :

Mahasiswa

(Siti Fatimah Dwi Wulan Sari A, S.Kep)

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(Dian Wahyuni, S.Kep, Ns) (Dian Wahyuni, S.Kep, Ns)

Kepala Ruangan

(Dian Wahyuni, S.Kep, Ns)


LEMBAR PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN

DI RUANG MATERNAL RSUD GENTENG BANYUWANGI

Tanggal :

Mahasiswa

(Siti Fatimah Dwi Wulan Sari A, S.Kep)

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(Dian Wahyuni, S.Kep, Ns) (Dian Wahyuni, S.Kep, Ns)

Kepala Ruangan

(Dian Wahyuni, S.Kep, Ns)


LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP MENOMETRORAGIA

1. Menometroragia

a. DEFINISI

Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang

tidak teratur. Biasanya jumlah dan lama perdarahan bervariasi. Penyebab

menometroragia sama dengan penyebab metroragi Benson (2011).

Menurut Cunningham (2010) menometroragia adalah perdarahan yang

berlebihan dan lama dengan interval irregular dan sering. Sedangkan

menurut Manuaba (2011) menometroragia adalah perdarahan uterus yang

sesuai waktu, tetapi dengan jumlah yang banyak.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

menometroragia merupakan perdarahan menstruasi yang di luar siklus

menstruasi dengan durasi yang lama serta jumlah perdarahannya banyak.

b. ETIOLOGI

Penyebab menometroragia adalah berasal dari luar uterus (gangguan

pembekuan darah, terjadi akibat infeksi pada uterus) atau berasal dari

uterus sendiri yaitu gangguan hormonal, artinya semata – mata akibat

ketidakseimbangan hormonal dalam siklus menstruasi yang mengaturnya

(Manuaba, 2011).

Menurut Wiknjosastro (2012) menometroragia dapat disebabkan oleh

kelainan organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.


1) Sebab-sebab organik

Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan

pada:

a) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri,

ulkus pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri;

b) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus imminens, abortus

sedang berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa,

koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri,

sarkoma uteri, mioma uteri;

c) Tuba falopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba,

tumor tuba;

d) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.

2) Sebab – sebab fungsional

Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan

sebab organik dinamakan perdarahan disfungsional. Penelitian

menunjukkan bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan

bersamaan dengan berbagai jenis endometrium diantaranya

endometrium jenis sekresi dan nonsekresi yang keduanya memiliki arti

penting dalam membedakan perdarahan yang anovulatoar dari yang

ovulatoar.

a) Perdarahan ovulatoar

Untuk menegakkan diagnosa perdarahan ovulatoar, perlu

dilakukan kerokan pada masa mendekati menstruasi. Jika karena

perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus menstruasi tidak


dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu basal dapat

menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari

endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus

dipikirkan sebagai etiologinya:

(1) Korpus luteum persistens; dijumpai perdarahan yang

kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar.

(2) Insufisiensi korpus luteum karena kurangnya produksi

progesteron disebablan gangguan LH releasing factor.

(3) Apopleksia uteri; wanita dengan hipertensi dapat terjadi

pecahnya pembuluh darah dalam uterus.

(4) Kelainan darah; anemia, purpura trombositopenik, dan

gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.

b) Perdarahan anovulatoar

Perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada

gangguan endokrin. Sedangkan pada masa pubertas sesudah

menarche, perdarahan yang tidak normal disebabkan oleh

gangguan atau lambatnya proses maturasi pada hipotalamus,

dengan akibat bahwa pembuatan Releasing factor dan hormon

gonadotropin tidak sempurna.

c. PATOFISIOLOGI

Pada perdarahan anovulatoar, estradiol-17β diproduksi secara

terus-menerus tanpa pembentukan korpus luteum dan pelepasan

progesterone. Akibatnya tidak terjadi ovulasi dan menyebabkan stimulasi /


rangsangan estrogen berlebihan (unopposed estrogen) pada endometrium.

Endometrium mengalami proliferasi berlebih tetapi tidak diikuti dengan

pembentukan jaringan penyangga yang baik karena kadar progesterone

rendah. Endometrium menjadi tebal tapi rapuh, jaringan endometrium

lepas tidak bersamaan dan tidak ada kolaps jaringan sehingga terjadi

perdarahan yang tidak teratur (Prabowo, 2011).


Dari penjelasan di atas, patofisiologi menometroragia dapat dijelaskan

dalam bagan berikut:

Gangguan fungsional hipotalamus - hipofisis

Peningkatan estradiol-17β
Estradiol-17β diproduksi terus-menerus

Korpus luteum tidak terbentuk Progesteron tidak terbentuk

Penurunan sekresi estrogen

Proliferasi endometrium berlebihan

Endometrium tebal namun rapuh

Menometroragia
Kurang
pengetahuan

Pengeluaran darah Suplai O2 dan nutrisi ke jaringan berkurang


secara terus menerus
Ansietas
Hipoksia
Hipovolemia
Gastro intestinal ATP berkurang Pola nafas
Sesak tidak efektif

Penurunan kerja GI Mekanisme an aerob

Kelelahan Energi untuk


Kerja lambung
menurun membentuk antibodi
berkurang
Intoleransi
aktivitas
Asam Lambung
meningkat Resiko infeksi

Anoreksia mual

Defisit Nutrisi
d. FAKTOR RISIKO

Menurut Wiknjosastro (2012) menometroragia karena sebab

fungsional paling sering dialami pada masa pubertas dan pada masa pra

menopause. Selain itu, stress yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari,

baik di dalam maupun di luar pekerjaan, kejadian – kejadian yang

mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian dalam

keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain, dapat

menyebabkan menometroragia.

e. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan gangguaan menstruasi bervariasi dari ringan sampai berat dan

tidak jarang menyebabkan rasa frustasi bagi penderita (Prabowo, 2011).

Pada kasus menometroragia, pasien datang dengan keluhan perdarahan

saat menstruasi yang berlangsung terus/panjang dan berdarah banyak

(Manuaba, 2011).

1) Nyeri panggul

2) Mual

3) Berat badan bertambah atau menurun

4) Sering buang air kecil

5) Lesu

6) Banyak berkeringat

7) Palpitasi

8) Nyeri kepala

9) Takikardia

10) Gangguan visual


11) Perdarahan pasca sanggama, uterus tegang, dan gerakan servik

terbatas

f. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menometroragia menggambarkan pola perdarahan uterus

abnormal yang dapat terjadi setiap saat dan tidak terduga (Prabowo, 2011).

Pada wanita perimenopause yaitu usia antara masa pramenopause dan

pascamenopause sekitar usia 40-50 tahun dilakukan analisis hormonal,

yaitu pemeriksaan hormon FSH, LH, dan estradiol. Kadar FSH >

35mIU/ml menunjukkan pasien telah memasuki usia perimenopause,

sedangkan kadar estradiol yang tinggi menyebabkan terjadinya penebalan

endometrium (Prabowo, 2011).

g. DIAGNOSIS

Sebagai langkah awal dalam menegakkan diagnosis, perlu

dilakukan anamnesa yang cermat meliputi:

1) Riwayat menstruasi : bagaimana mulainya perdarahan, apakah

didahului oleh siklus memanjang, oligomenorea / amenorea, sifat

perdarahan (banyak atau sedikit), lama perdarahan, ciri khas darah

yang hilang (misalnya warna, konsistensi, gumpalan), periode

menstruasi terakhir, periode menstruasi normal terakhir, menarke

(Prabowo, 2011).

2) Riwayat kesehatan: perlu diperhatikan adanya penyakit metabolik,

penyakit endokrin, dan penyakit menahun yang dicurigai sebagai

penyebab dari perdarahan (Wiknjosastro, 2012).

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cermat, perhatikan kesehatan


sistemik dan lakukan pemeriksaan panggul untuk menyingkirkan kausa

perdarahan yang jelas, seperti abortus inkomplet, polip endometrium,

leiomioma, kanker uterus atau serviks, benda asing, atau vaginitis

(Cunningham, 2010).

Pemeriksaan laoratorium yang perlu dilakukan meliputi uji

kehamilan yang sensitif jika diindikasikan, hitung darah lengkap untuk

mengevaluasi anemia, dan biopsi endometrium untuk menyingkirkan

kemungkinan karsinoma atau hiperplasia endometrium. Untuk

mengetahui ada tidaknya ovulasi dapat dilakukan dengan

pemeriksaan suhu basal badan (SBB), sitologi vagina, atau analisa

hormonal (FSH, LH, Estradiol, prolaktin, dan progesteron). Cara pasti

untuk menegakkan diagnosis tergantung pada usia, paritas, dan anatomi

pasien (Cunningham, 2010).

h. PROGNOSIS

Pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan

ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus

menstruasi menjadi ovulatoar. Namun pada wanita dewasa terutama dalam

masa pramenopause dengan menometroragia, mutlak diperlukan

pengambilan sample untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas

(Wiknjosastro, 2012).

i. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pertama menometroragia ditentukan pada

keadaan umum. Jika keadaannya tidak stabil maka klien perlu dirawat di

rumah sakit untuk perbaikan keadaan umum. Pada keadaan akut, dimana
Hb sampai < 8 gr % maka klien harus dirawat dan diberikan tranfusi darah.

Jika telah stabil, segera dilakukan penanganan untuk menghentikan

perdarahan (Prabowo, 2011). Penatalaksanaan penghentian perdarahan

dapat dengan terapi hormon ataupun nonhormon. Medikamentosa

nonhormon yang dapat digunakan untuk perdarahan uterus abnormal

adalah sebagai beriku:

1) Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)

NSAID dapat memperbaiki hemostasis endometrium dan mampu

menurunkan jumlah darah menstruasi 20% hingga 50%. Efek samping

secara umumnya dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal dan

merupakan kontraindikasi pada perempuan dengan ulkus peptikum.

Terdapat 5 kelompok NSAID berdasarkan susunan kimianya, yakni:

a) Salisilat (aspirin)

b) Analog asam indoleasetik (indometasin)

c) Derivat asam proponik (ibuprofen) yang diberikan dengan dosis

600-1200 mg sehari.

d) Fenamat (asam mefenamat) yang diberikan dengan dosis 250- 500

mg, 2 hingga 4 kali sehari.

e) Coxibs (celecoxib)

2) Antifibrinolisis

Endometrium memiliki sistem fibrinolitik. Pada perempuan

dengan keluhan perdarahan uterus abnormal ditemukan kadar aktivator

plasminogen pada endometrium lebih tinggi dari normal. Penghambat

aktivator plasminogen atau obat antifibrinolisis dapat digunakan untuk


pengobatan perdarahan uterus abnormal. Asam traneksamat merupakan

penghambat plasminogen yang bekerja secara reversibel dan bila

diberikan ketika perdarahan terjadi, mampu menurunkan jumlah

perdarahan 40-50%. Efek sampingnya yakni keluhan gastrointestinal

dan tromboemboli yang ternyata kejadiannya tidak berbeda bermakna

dibandingkan kejadian pada populasi normal. Sedangkan terapi hormon

untuk menghentikan perdarahan terlebih dahulu mempertimbangkan

faktor aktivitas seksual yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok usia:

1) Usia pubertas

Pada usia pubertas, umumnya terjadi siklus anovulasi. Sehingga

tanpa pengobatan, siklus menstruasi dapat menjadi ovulasi selama

perdarahan tidak berbahaya atau tidak mengganggu pasien.

Pengobatan dapat diberikan bila gangguan telah terjadi 6 bulan atau 2

tahun setelah menarche siklus ovulasi belum dijumpai. Pada keadaan

tidak akut dapat diberikan antiprostaglandin, antiinflamasi nonsteroid,

atau asam traneksamat. Pada keadaan akut, diberikan estrogen-

progesteron kombinasi, pil kontrasepsi kombinasi atau estrogen dosis

tinggi. Yang paling mudah adalah pemberian pil kontrasepsi

kombinasi selama 3 hari. Setelah perdarahan dapat diatasi yakni

dengan tanda terjadinya perdarahan hebat 3-4 hari maka selanjutnya

dilakukan pengaturan siklus dengan pemberian tablet progesteron

misalnya MPA dosis 10 mg per hari selama 14 hari kemudian

pengobatan dihentikan 14 hari berikutnya, diulang selama 3 bulan.

2) Usia reproduksi
Pada usia reproduksi, setelah dipastikan bahwa perdarahan dari

uterus dan bukan karena gangguan kehamilan maka dapat dilakukan

dilatasi dan kuretase yang kemudian diperiksakan patologi-

anatominya. Jika hasilnya perdarahan yang dialami karena penyebab

hormonal maka dapat diberikan terapi hormonal estrogen-progesteron

kombinasi atau pil kontrasepsi kombinasi yang diberikan sepanjang

siklus menstruasi dapat juga diberikan tablet progesteron MPA dosis

10 mg / hari selama 14 hari kemudian pengobatan dihentikan 14 hari

berikutnya, diulang selama 3 bulan (Prabowo, 2011).

3) Usia perimenopause

Pada keadaan klien yang tidak akut, dapat segera dilakukan dilatasi

dan kuretase untuk mengetahui ada tidaknya keganasan. Jika hasil

pemeriksaaan patologi-anatomi menggambarkan endometrium bentuk

hiperplasia adenomatosa atau kistik maka pertama kali dapat

diberikan MPA 3x10 mg / hari selama 6 bulan atau DMPA 150 mg /

bulan selama 6 bulan. Kemudian dilakukan dilatasi dan kuretase ulang

setelah klien mendapat menstruasi normal atau setelah pengobatan

selesai terjadi perdarahan abnormal. Hasil dilatasi dan kuretase ulang

ada 2, antara lain:

a. Tidak ditemukan gambaran hiperplasia, maka klien yang

mendapat MPA dapat melanjutkan terapinya dengan dosis 3x10

mg, 2 kali / minggu selama 6 bulan. Sedangkan yang mendapat

DMPA, tidak dilanjutkan. Setelah selesai pengobatan dilanjutkan

dengan pengaturan siklus menstruasi sama seperti pada usia


pubertas.

b. Masih terdapat gambaran hiperplasia atau tidak menunjukkan

perubahan terhadap pengobatan yang diberikan, maka pengobatan

pilihan terakhir adalah histerektomi walaupun telah dilakukan

kuretase berkali-kali dan telah mempunyai cukup anak.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Data atau fakta yang dikumpulkan terdiri dari data subjektif dan data objektif,

yang meliputi:

1. Anamnesa
a. Identitas
1) Umur

Umur sangat dibutuhkan untuk menentukan klien termasuk dalam

faktor resiko dari kasus menometroragia dan kasus hipertensi atau

tidak yakni usia pubertas dan usia pramenopause (Wiknjosastro,

2012).

a. Keluhan utama

Pada kasus menometroragia, pasien datang dengan keluhan

perdarahan saat menstruasi yang berlangsung terus/panjang dan

berdarah banyak (Manuaba, 2011).

b. Riwayat menstruasi

Bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh

siklus memanjang, oligomenorea / amenorea, sifat perdarahan


(banyak atau sedikit), lama perdarahan, ciri khas darah yang

hilang (misalnya warna, konsistensi, gumpalan), periode

menstruasi terakhir, periode menstruasi normal terakhir, menarke

(Prabowo, 2011).

c. Riwayat obstetri

Kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu perlu untuk

ditanyakan guna mengetahui apakah pasien seksual aktif atau

masih virgin sehingga dapat dibedakan dalam penatalaksanaannya

(Manuaba, 2011).

d. Riwayat kesehatan

Perlu diperhatikan adanya penyakit metabolik, penyakit

endokrin, dan penyakit menahun yang dicurigai sebagai penyebab

dari perdarahan (Wiknjosastro, 2012).

e. Riwayat sosial

Stress yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik di

dalam maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian yang kematian

dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-

lain, dapat menyebabkan menometroragia (Wiknjosastro, 2012).

2. Data Objektif

Data yang dikaji pada klien dengan menometroragia disertai hipertensi

ringan yakni:

a. Keadaan umum

Pengkajian pada menometroragia disertai hipertensi

ringan ini terdiri dari pemeriksaan umum seperti pemeriksaan


status kesadaran dan keadaan umum klien untuk mengetahui

apakah klien dalam keadaan tabil atau tidak (Prabowo, 2011).

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada kasus menometroragia, data yang

menjadi fokus utama yakni:

i. Tekanan darah : pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih

dengan jarak 2 menit.

ii. Inspeksi: dilakukan pemeriksaan pada mata untuk melihat

apakah konjungtiva terlihat pucat yang menunjukkan adanya

komplikasi anemia pada kasus menometroragia. Inspeksi

genetalia bagian luar juga diperlukan untuk memastikan

sumber perdarahannya (Manuaba, 2011).

iii. Pemeriksaan dalam (vagina toucher): untuk mengetahui

bagaimana vaginanya, serviknya, uterusnya dan ada/tidaknya

kelainan pada adneksanya (Manuaba, 2011).

iv. Pemeriksaan inspekulo: mencari sumber perdarahannya dan

menetapkan terdapatnya / tidak kelainan pada serviks

(Manuaba, 2011).

c. Pemeriksaan penunjang

Pada kasus menometroragia pemeriksaan penunjang yang perlu

dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah

lengkap) dan USG. Selain itu, untuk mengkaji masalah struktur

dan keganasan, dapat dilaksanakan pap smear-biopsi, pemeriksaan

patologi-anatomi, histeroskopi serta pemeriksaan hormonal. Pada


wanita usia reproduksi juga diperlukan pemeriksaan suhu basal

badan (SBB) untuk mengetahui ada tidaknya ovulasi.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
2) Hipovolemia berhubungan dengan
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan mual muntah
4) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
5) Ansietas berhubungan dengan

C. INTERVENSI

INTERVENSI KEPERAWATAN
DIANGOSA
NO SLKI SIKI
KEPERAWATAN
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan intervensi 4 x 24 - Monitor pola napas (frekuensi,
efektif berhubungan jam maka pola napas membaik, kedalaman, usaha napas)
dengan dengan kriteria hasil: - Monitor bunyi napas tambahan
ketidakseimbangan - Dipsnea sedang - Monitor sputum
antara suplai dan - Penggunaan otot bantu napas - Posisikan semifowler atau
kebutuhan oksigen sedang fowler
- Pernapasan cuping hidung - Berikan minum air hangat
sedang - Beri oksigen, jika perlu
- Ortopnea sedang - Ajarkan batuk efektif
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi 4 x 24 - Identifikasi status nutrisi
jam maka status nutrisi membaik, - Identifikasi alergi terhadap
berhubungan dengan
dengan kriteria hasil: makanan
mual muntah - Porsi makan yang dihabiskan - Identifikasi makanan yang
cukup meningkat disukai
- Frekuensi makan membaik - Monitor asupan makanan
- Nafsu makan membaik - Berikan makanan rendah
- Bising usus membaik protein dan rendah garam
- Membrane mukosa membaik - Anjurkan posisi duduk, jika
- Pengetahuan tentang standard mampu
asupan nutrisi yang tepat - Kolaborasi dengan ahli gizi
meningkat untuk menentuka jumlah
kalori da jenis nutrient yang
dibutuhka jika perlu
1. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan - Identifikasi defisit tingkat
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam aktivitas
ketidakseimbangan diharapkan aktivitas pasien membaik, - Identifikasi kemampuan
antara suplai dan dengan kriteria hasil: berpartisipasi dalam aktivitas
kebutuhan oksigen - Frekuensi nadi meningkat tertentu
- Kemudahan dalam melakukan - Identifikasi sumber daya untuk
aktivitas seharihari meningkat aktivitas yang diinginkan
- Keluhan lelah menurun - Fasilitasi fokus pada
- Sianosis menurun kemampuan, buka defisit yang
- Warna kulit membaik dialami
- Tekanan darah membaik - Sepakati komitmen untuk
- Frekuensi napas membaik meningkatkan frekuensi dan
rentang aktivitas
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukkan aktivitas
secara bertahap
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Benson. (2008). Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC.

Chuningham. 2010.Obstetri william. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB.Jakarta:EGC.

Prabowo, R. P., 2011, Ilmu Kandungan, Jakarta, Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 544-546

Wiknjosastro, H. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.
LEMBAR KONSULTASI

No. Tanggal Pembimbing Keterangan Paraf


1. 19 – 04 – 2020 ACC

Anda mungkin juga menyukai