Anda di halaman 1dari 27

1

ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS

POPULASI DIFABEL

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunitas 2

KELOMPOK 3B

Hasna Veranita Dwi Pawestri (A11801762)

Heddiyanty Roffiqoh Saadah (A11801763)

Hollin Sulistyorini (A11801764)

Ida Ayu Warnilah (A11801765)

Iis Nunu Latifah (A11801766)

Iis Purnamasari (A11801767)

Ilham Bachtiar (A11801768)

Ilham Sudrajat (A11801769)

Iman Arif Aji Widodo (A11801770)

PROGAMSTUDIKEPERAWATANPROGAMSARJANA

SEKOLAHTINGGIILMUKESEHATAN

MUHAMMADIYAHGOMBONG

TAHUN 2021

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini sebatas pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki.
1
2

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai “ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS

POPULASI DIFABEL”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam tugas ini terdapat
kekurangan dan jauh dari yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa depan.

Kebumen, 16 Juni 2021

Penyusun

DAFTARISI

HALAMAN JUDUL------------------------------------------------------------------i

KATA PENGANTAR---------------------------------------------------------------- 2

DAFTAR ISI--------------------------------------------------------------------------- 3

BAB I. PENDAHULUAN

A. LatarBelakang----------------------------------------------------------------- 4
B. RumusanMasalah------------------------------------------------------------- 4
2
3

C. Tujuan-------------------------------------------------------------------------- 5

BAB II. TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Difabel------------------------------------------------------------6
B. Jenis Difabel-------------------------------------------------------------------7
C. Kebijakan Publik Terkait Difabel------------------------------------------8
D. Penangan Difabel-------------------------------------------------------------9
E. Konsep Askep Populasi Difabel--------------------------------------------10
BAB III TINJAUAN KASUS-------------------------------------------------------18
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan -------------------------------------------------------------------26
B. Saran----------------------------------------------------------------------------26

DAFTAR PUSTAKA-----------------------------------------------------------------27

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Populasi berasal dari bahasa latin yaitu populous (rakyat, berarti penduduk). Didalam
Pelajaran
ekologi, populasi adalah sekelompok individu yang sejenis. Apabila kita membicarakan
populasi, haruslah disebut jenis individu yang dibicarakan dengan menentukan batas —batas
waktunya serta tempatnya. Jadi, populasi adalah Kumpulan individu sejenis yang hidup pada
suatu daerah dan waktu tertentu. Populasi rentan atau populasi beresiko adalah kondisi yang
mempengaruhi kondisi seseorang atau populasi untuk menjadi sakit atau sehat (Kaakinen,
Hanson,Birenbaum dalam Stanhope & Lancaster, 2004).

3
4

Difabel atau kecacatan banyak dialami oleh sebagian masyarakat, baik kecacatan yang
dialami dari lahir maupun karena kecelakaan yang mengakibatkan seseorang menjadi cacat.
Kondisi yang tidak sempurna membuat penyandang difabel memiliki keterbatasan dan
hambatan dalam menjalani kehidupan dan memenuhi kebutuhannya.Penyandang difabel
akan mengalami kesulitan dalam mobilitasnya. Untuk mengenal lingkungan dan
berkomunikasi bagi penyandang difabel yang memiliki kelainan pada penglihatan,
penyandang difabel memerlukan sarana khusus, seperti tongkat, buku-buku Braille, kaca
mata bantu, dan sebagainya. Penyandang difabel yang memiliki kelainan lain seperti cacat
kaki membutuhkan bantuan kruk dan kursi roda untuk dapat berjalan melakukan
aktivitasnya dan masih banyak lagi. Penyandang cacat merupakan bagian dari masyarakat
Indonesia yang mempunyai kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dengan
masyarakat Indonesia lainnya di segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pengertian
penyandang cacat menurut PP no. 36 tahun 2009 adalah seseorang yang menurut ilmu
kesehatan dinyatakan mempunyai kelainan tubuh, dan atau mental yang oleh karenanya
dapat merupakan rintangan atau hambatan baginya untuk melakukan kegiatan selayaknya.
Kriteria cacat tubuh antara lain: anggota tubuh tidak lengkap putus/amputasi tungkai, lengan
atau kaki, cacat tulang/persendian, cacat sendi otot dan tungkai, lengan atau kaki, dan
lumpuh.
Kaum difabel di Indonesia sering kali diposisikan sebagai kaum minoritas, baik
secara struktural maupun kultur. Lebih dari itu, mereka juga merupakan kelompok yang
selama ini terpinggirkan di tengah kehidupan bermasyarakat. Mereka 2 terpinggirkan dalam
berbagai dimensi mulaidari ekonomi, pendidikan, akses publik, akses pekerjaan, akses
politik dan lainnya. Difabel (different abilility) lebih familier di masyarakat umum disebut
penderita cacat fisik atau penyandang cacat. Istilah ini diberikan oleh almarhum Mansoer
Fakih, seorang tokoh Indonesia yang berjasa memperjuangkan kaum difabel dengan
melakukan perlawanan atas kuasa normalitas (republika.co.id). Kondisi sosial penyandang
cacat pada umumnya dinilai dalam keadaan rentan. Secara ekstern, bahkan masih ada
keluarga yang menyembunyikan anggota keluarganya yang cacat terutama dipedesaan, dan
masih masyarakat yang memandang dengan sebelah mata terhadap keberadaan dan
kemampuan para penyandang cacat. (Gemari, 2009).

B. Rumusan Masalah
1) Pengertian Difabel ?
2) Jenis Difabel ?
3) Kebijakan Publik Terkait Difabel ?
4) Penangan Difabel ?
4
5

5) Konsep Askep Populasi Difabel ?

C. Tujuan
1) Mengatahui Pengertian Difabel ?
2) Mengatahui Jenis Difabel ?
3) Mengatahui Kebijakan Publik Terkait Difabel ?
4) Mengatahui Penangan Difabel ?
5) Mengatahui Konsep Askep Populasi Difabel ?

BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Difabel
Difabel atau kata yang memiliki definisi “Different AbledPeople” ini adalah sebutan bagi
orang cacat. Kata ini sengaja dibuat oleh lembaga yang mengurus orang — orang cacat
dengan tujuan untuk memperhalus kata — kata atau sebutan bagi seluruh penyandang cacat
yang kemudian mulai ditetapkan pada masyarakat luas pada tahun 1999 untuk menggunakan
kata ini sebagai pengganti dari kata cacat.
Ada beberapa definisi dari kata difabel ini. Berikut merupakan beberapa tanggapan dan
pengertian tentang definisi difabel:
a) Menurut John C. Maxwell, difabel adalah mempunyai kelainan fisik dan atau mental
yang dapat mengganggu atau merupakan suatu rintangan dan hambatan baginya untuk
melakukan aktifitas secara layak atau normal. 1
b) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), difabel adalah suatu kekurangan yang
menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna / tidak sempurnanya
akibat kecelakaan atau lainnya yang menyebabkan keterbatasan pada dirinya secara fisik.
(sumber:kamus besar bahasa Indonesia /KBBI).

1
Sugiono, Ilhamuddin, dan Arief Rahmawan, Klasterisasi Mahasiswa DifabelIndonesia Berdasarkan Background Histories
dan Studying Performance‟ (2014) 1 Indonesia Journal of Disability Studies 20, 21
5
6

c) Menurut WHO, difabel adalah suatu kehilangan atau ketidaknormalan baik psikologis,
fisiologis maupun kelainan struktur atau fungsi anatomis. (sumber;WHO.int / World
Health Organization).
B. Jenis Difabel
Terdapat beberapa jenis orang dengan difabel. Ini berarti bahwa setiap penyandang difabel
memiliki defenisi masing-masing yang mana ke semuanya memerlukan bantuan untuk
tumbuh dan berkembang secara baik. Jenis-jenis penyandang difabel:
a) Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari:
1. Mental Tinggi : Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, dimana selain
memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata individu juga memiliki kreativitas
dan tanggung jawab terhadap tugas (Reefani, 2013).
2. Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ
(Intelligence
Quotient) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban
belajar (slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara 70-
90. Sedangkan anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) di bawah 70 dikenal
dengan anak berkebutuhan khusus.
3. Berkesulitan Belajar Spesifik. Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar
(achievment) yang diperoleh (Reefani, 2013).
Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan disabilitas mental : - Ada tiga jenis anak
dengan disabilitas intelektual yaitu ringan (mampu didik), sedang (mampu latih), dan
berat (mampu rawat). - Wajah ceper, jarak kedua mata jauh, hidung pesek, mulut
terbuka, lidah besar. - Kepala kecil/besar/datar. - Tidak dapat mengurus diri sendiri
sesuai usianya atau semua harus dibantu orang lain. - Perkembangan bicara/bahasa
terlambat atau tidak dapat bicara. - Kurang atau tidak dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungan. - Sering keluar ludah (cairan) dari mulut.
b) Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu:
1. Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tunadaksa adalah individu yang mengalami
kerusakan di jaringan otak, jaringan sumsum tulang belakang, dan pada sistem
musculus skeletal
(Fitriana, 2013).
2. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah orang yang memiliki
ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada mata yang baik, walaupun dengan
memakaikacamata, atau yang daerah penglihatannya sempit sedemikian kecil
sehingga terbesar jarak sudutnya tidak lebih dari 20 derajat (Geniofam, 2010).

6
7

3. Kelainan Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah istilah umum yang


digunakan
untuk menyebut kondisi seseorang yang mengalami gangguan dalam indera
pendengaran (Smart, 2010).
4. Kelainan Bicara (Tunawicara), adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat di
mengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat di mengerti oleh orang lain.
Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional dimana kemungkinan disebabkan
karena ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya
ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motorik yang
berkaitan dengan bicara (Reefani, 2013).
c) Tunaganda (disabilitas ganda).Penderita cacat lebih dari satu kecacatan (yaitu cacat fisik
dan mental).

C. Kebijakan Publik Difabel


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik,
intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi
dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara
penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
2. Kesamaan Kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan
akses kepada Penyandang Disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek
penyelenggaraan negara dan masyarakat.
3. Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian pembatasan, pelecehan, atau
pengucilan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak pada pembatasan atau
peniadaan pengakuan, penikmatan, atau pelaksanaan hak Penyandang Disabilitas.
4. Penghormatan adalah sikap menghargai atau menerima keberadaan Penyandang
Disabilitas dengan segala hak yang melekat tanpa berkurang.
5. Pelindungan adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk melindungi, mengayomi,
dan memperkuat hak Penyandang Disabilitas.
6. Pemenuhan adalah upaya yang dilakukan untuk memenuhi, melaksanakan, dan
mewujudkan hak Penyandang Disabilitas.
7. Pemberdayaan adalah upaya untuk menguatkan keberadaan Penyandang Disabilitas
dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan potensi sehingga mampu tumbuh
dan berkembang menjadi individu atau kelompok Penyandang Disabilitas yang tangguh
dan mandiri.
7
8

8. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk Penyandang Disabilitas guna


mewujudkan Kesamaan Kesempatan.
9. Akomodasi yang Layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat.

Penyandang Disabilitas memiliki hak:


1. Hidup
2. Bebas Dari Stigma
3. Privasi
4. Keadilan Dan Perlindungan Hokum
5. Pendidikan
6. Pekerjaan, Kewirausahaan, Dan Koperasi
7. Kesehatan
8. Politik
9. Keagamaan
10. Kesejahteraan Social
11. Pelayanan Publik,Habilitasi Dan Rehabilitasi
D. Penangan Difabel
Untuk penanganan biasanya tergantung pada cacat yang di terima, jika cacat yang diterima
masih dalam kadar yang masih bisa disembuhkan, biasanya diberikan suatu pelatihan atau
penyembuhan berupa terapi seperti pada cacat tidak total, contohnya susah berbicara,
sedangkan untuk cacat fisik tidak ada penanganan atau penyembuhan yang dapat dilakukan
pada cacat jenis ini. Biasanya penanganan yang dilakukan hanya berupa bimbingan atau
pengarahan dan pelatihan mental kepada orang yang mengalami cacat jenis ini, dengan
tujuan agar orang yang menderita cacat jenis ini dapat menerima dan memiliki semangat
hidup untuk berjuang kedepannya adapun pengurangannya hanya berupa pemakaian alat
atau organ palsu. Pada bangunan Pusat Pelayanan Difabel yang akan dirancang ini akan
lebih dikhususkan kepada kaum difabel yang mengalami keterbatasan fisik dengan
pembatasan oleh umur minimum 17 tahun dan maksimum 45 tahun. Pembatasan oleh umur
ini ditentukan dengan beberapa pertimbangan siantara lainnya, tidak menerima kaum difabel
dengan keterbatasan fisik dengan yang masih dibawah umu 17 tahun dikarena oleh
pemikiran bahwa anak dibawah umur 17 tahun masih memerlukan bimbingan oleh orang
tersekatnya khususnya keluarga inti.

E. Konsep Asuhan Keperawatan Populasi Difabel

a) Pengkajian
8
9

A. Data inti komunitas (core inti)


1. Demografi : jumlah kelompok dewasa, golongan umur, pengalaman sebelumnya.
Etnis terdiri dari suku bangsa dan ras.
2. Tipe keluarga : keluarga / bukan keluarga, kelompok
3. Status perkawinan : kawin, janda/duda, single
4. Statistik vital : kelahiran, kematian kelompok usia dewasa dan penyebab
kematian.
5. Nilai-nilai kenyakinan dan agama : nilai agama dan keyakinan yang dianut oleh
kelompok dewasa berkaitan dengan nilai dan norma yang dianut.

B. Data subsistem komunitas delapan data subsistem Yang perlu dikumpulkan dalam
pengajian komunitas meliputi :
1. Lingkungan fisik dilihat di lingkungan kelompok usia dewasa, kebersihan
lingkungan kualitas air, pembuangan limbah, kualitas udara, kualitas makanan,
akses dan aktivitas kelompok dawasa dalam pemenuhan kebutuhan. Data dapat
dikumpulkan dengan winshield survey dan observasi
2. Pelayanan kesehatan dan social ketersediaan pelayanan kesehatan khusus
kelompok dewasa melalui puskesmas, pengobatan tradisional atau fasilitas
pelayanan kesehatan
3. Ekonomi dilihat dari jumlah pendapatan keluarga, jenis perkerjaan
penganggungjawab, jumlah penghasilan dan pengeluarannya
4. Transportasi dan keamanan di lihat dari jenis transportasi yang digunakan
kelompok dewasa untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan adanya rasa
aman dan dukungan dari anggota keluarga untuk kelompok usia dewasa.
5. Politik dan pemerintah-pemerintah : kelompok pelayanan masyarakat seperti
pkk, tahlil, kumpulan bapak-bapak. Terdapat kebijakan yang mendukung
optimalnya peran ibu dalam memberikan ASI. Politik :kegiatan politik yang ada
diwilayah tersebut dan peran peserta partai politik dalam pelayanan kesehatan.
6. Komunikasi :
a) Komunikasi formal : media komunikasi yang digunakan oleh kelompok
dewasa untuk memperoleh informasi pengetahuan tentang kesehatan melalui
buku dan sosialisasi dari tenaga kesehatan.
b) Komunikasi informasi komunikasi/diskusi yang dilakukan kelompok dewasa
dengan tenaga kesehatan, orang yang berpengalaman dan lingkungan dalam
masyarakat dalam menyelesaikan masalah kelompok dewasa.

9
10

7. Pendidikan tingkat pendidikan yang mempengaruhi pengetahuan dan sikap dalam


meningkatkan derajat kesehatan.
8. Rekreasi tempat rekreasi yang di gunakan oleh kelompok dewasa.
b) Pemeriksaan Fisik
1. Riwayat keluarga :
 Gangguan genetik yang berhubungan dengan kerusakan pendengaran atau
berbicara.
 Anggota keluarga, khususnnya saudara ataupun orang tua dengan gangguan
pendengaran atau bicara.
2. Riwayat prenatal :
 Keguguran/abortus
 Penyakit yang menyertai kehamilan(rubella, sifilis, diabetes)
 Pengobatan yang diperoleh selama kehamilan
 Eklamsia
3. Riwayat persalinan
 Durasi persalinan, tipe persalinan
 Gawat janin
 Presentasi (terutama letak sungsang)
 Pengobatan yang di gunakan
 Ketidakcocokan darah
4. Riwayat kelahiran :
 Berat badan lahir < 1500 g
 Hiperbilirubinemia yang berlebihan merupakan indikasi untuk exchange
transfusi
 Asfiksia berat
 Prematuritas
 Infeksi virus perinatal kongenital (sitomegalivirus, rubela, herpes, sifilis,
toksoplasmosis)
 Anomali kongenital yang mengenai kepala dan leher
5. Riwayat kesehatan masa lalu
 Immunisasi
 Penyakit sistem syaraf seperti menginitis bakterial
 Kejang
 Demam tinggi yang tidak di ketahui penyebabnya
10
11

 Obat ototoksik
 Pilek, infeksi telinga dan alergi
 Kesulitan penglihatan
 Terpapar bising yang berlebihan
6. Perkembangan Pendengaran
 Kekhawatiran orang tua mengenai kerusakan pendengaran ( apa petunjuknya
serta usia berapa)
 Respon terhadap suara, bising yang keras, bunyi dengan frekuensi yang
berbeda.
 Akibat pengujian audiometrik sebelumny.
7. Perkembangan Bicara
 Usia berguman, kata pertama yang bermakna dan frase
 Kejelasan bicara
 Perbendaharaan kata terakhir
8. Perkembangan Metorik
 Usia duduk, berdiri dan berjalan
 Tingkat kemandirian dalam perawatan diri, makan, toileting, dan berdandan
9. Perilaku Adaptif
 Aktivitas bermain
 Sosialisasi dengan anak lain
 Perilaku, tempertranum, menyerang, self vexation, stimulus fibrasi
 Pencapaian pendidikan
 Perilaku terbaru/atau perubahan kepribadian
c) Diagnose Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada populasi difabel:
Masalah Potensial:
1. Defisit perawatan diri
2. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik
3. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
4. Kesiapan peningkatan koping keluarga
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif
6. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan
7. Isolasi sosial berhubungan dengan keterlambatan perkembangan

11
12

8. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan individu dalam


hubungan sosial
9. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penurunan fungsi intelektual
Masalah Risiko:
1. Risiko cidera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif

d) Intervensi dan Implementasi Keperawatan


1. Defisit perawatan diri
Analisis data:
Gejala dan Tanda Mayor Objektif
a) Tidak mampu mandi/ mengenakan pakaian/ makan/ ke toilet/ berhias secara
mandiri
b) Minat melakukan perawatan diri kurang
Intervensi :
a) Bantuan perawatan diri: Kebersihan
 Tentukan jumlah dan tipe terkait dengan bantuan yang diperlukan
 Monitor kebersihan kuku, sesuai dengan kemampuan merawat diri
 Jaga ritual kebersihan
 Dukung keluarga berpartisipasi dalam ritual menjelang tidur yang biasa
dilakukan dengan tepat.
b) Bantuan perawatan diri: pemberian makan
 Posisikan klien dalam posisi makan yang nyaman
 Berikan alat - alat yang bisa memfasilitasi klien untuk makan sendiri
 Gunakan alat makan dan gelas yang tidak mudah pecah dan tidak berat,
sesuai kebutuhan
 Berikan penanda sesering mungkin dengan pengawasan ketat, dengan
tepat.
2. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri
Intervensi :
a) Bimbingan antisipatif
 Bina hubungan saling percaya
 Instruksikan klien mengenal perilaku dan perkembangan dengan cara
yang tepat
 Bantu klien memutuskan bagaimana masalah dipecahkan
 Bantu klien beradaptasi dengan adanya perubahan peran
12
13

 Jadwalkan kunjungan terkait dengan perkembangan situasi dan strategi


yang tepat
 Jadwalkan peninjauan kembali untuk mengevaluasi keberhasilanatau
kebutuhan penguatan
 Libatkan keluarga maupun orang orang terdekat klien jika
memungkinkan.
b) Konseling
 Bangun hubungan terapeutik yang didasarkan pada [rasa] saling percaya
dan saling menghormati
 Tunjukkan empati, kehangatan, dan ketulusan
 Tetapkan lama hubungan konseling
 Tetapkan tujuan-tujuan
 Gunakan teknik refleksi dan klarifikasi untuk memfasilitasi ekspresi
yang menjadi perhatian
 Minta anak untuk mengidentifikasi apa yang mereka bisa/tidak bisa
lakukan terkait dengan peristiwa yang terjadi.

3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan hambatan perkembangan


Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
Sulit mengungkapkan kasih sayang
Objektif :
 Gejala cemas berat
 Kontak mata kurang
 Ekspresi wajah tidak responsive
 Tidak kooperatif dalam bermain dan berteman dengan sebaya
 Perilaku tidak sesuai usia
Intervensi :
a) Modifikasi perilaku: keterampilan keterampilan sosial
 Bantu klien mengidentifikasi masalah dari kurangnya keterampilan
sosial
 Dukung klien untuk verbalisasi perasaannya berkaitan dengan masalah
interpersonal
13
14

 Bantu klien untuk mengidentifikasi hasil yang diinginkan dalam suatu


hubungan interpersonal
 Bantu klien untuk mengidentifikasi kemungkinan tindakan dan
konsekuensi dari hubungan interpersonal/ sosialnya
 Identifikasi keterampilan sosial yang spesifik yang akan menjadi fokus
latihan
b) Peningkatan Sosialisasi
 Anjurkan peningkatan keterlibatan dalam hubungan yang sudah mapan
 Anjurkan kesabaran dalam pengembangan hubungan
 Tingkatkan hubungan dengan orang-orang yang memiliki minat dan
tujuan yang sama
 Anjurkan kejujuran dalam mempresentasikan diri sendiri kepada orang
lain
 Tingkatkan keterlibatan dalam minat yang sama sekali baru
4. Ketidakberdayaan
Tanda Minor Subjektif
 Merasa diasingkan
 Menyatakan keraguan tentang kinerja peran
 Menyatakan kurang control
 Menyatakan rasa malu
 Merasa tertekan (depresi)
Objektif
 Tidak berpartisipasi dalam perawatan
 Pengasingan
Intervensi :
a) Dukungan pengambilan keputusan
 Bangun komunikasi dengan klien dan keluarga sedini mungkin
 Fasilitasi percakapan klien dan keluarga mengenai tujuan perawatan
 Dapatkan informed consent/ persetujuan tertulis, ketika diperlukan
 Fasilitasi pengambilan keputusan kolaboratif
 Hormati hak- hak anak untuk menerima atau tidak menerima informasi.
b) Peningkatan Harga Diri
 Tentukan kepercayaan diri klien dalam hal penilaian diri
 Dukung klien untuk bisa mengidentifikasi kekuatan
14
15

 Bantu klien untuk menemukan penerimaan diri


 Dukung kontak mata pada saat berkomunikasi dengan orang lain
 Kuatkan kekuatan pribadi yang diidentifikasi klien.
d) Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai
setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Tindakan dilakukan sesuai dengan
yang telah direncanakan kepada klien. Dengan rencana keperawatan yang dibuat
berdasarkan diagnosis yang tepat,dengan harapan dapat mencapai tujuan dan hasil
yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien (Padila,
2012).
e) Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yaitu proses yang terjadi saat anda melakukan kontak dengan klien. Setelah
melaksanakan intervensi, kumpulkan data subjektif dan objektif dari klien, keluarga.
Selain itu juga meninjau ulang pengetahuan tentang status terbaru dari kondisi,
terapi, sumber daya, pemulihan, dan hasil yang diharapkan. Jika hasil telah
terpenuhi, berarti tujuan untuk klien juga telah terpenuhi. Bandingkan perilaku dan
respon klien sebelum dan setelah dilakukan asuhan keperawatan (Perry dan Potter,
2009)

15
16

BAB 3
TINJAUAN KASUS

Kasus :

Disebuah SLB kecamatan Gombong terdapat 15anak berkebutuhan khusus yang terbagi
menjadi jenis kelamin laki-laki 5 dan perempuan 10, dengan rentang umur 9-12 tahun.
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan oleh kelompok, diketahui bahwa 8 orang
tunanetra, 4 orang downsindrom, dan 3 orang tuna rungu. Selain itu lantai di lingkungan
terlihat basah, licin, dan banyak barang yang disimpan tidak pada tempatnya. lingkungan
terlihat kotor, saat ditanya mereka jarang mencuci tangan sebelum makan saat selesai
beraktivitas disekolah.

Asuhan keperawatan yang dilakukan di Kecamatan Gombong menggunakan pendekatan proses


keperawatan community as partner yang meliputi pengkajian status kesehatan masyarakat,
perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pemberian asuhan
keperawatan melibatkan kader kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama, pimpinan wilayah
tersebut.

A. Inti/core
a. Demografi

16
17

- Lokasi
Provinsi :Jawa Tengah
Kabupaten :Kebumen
Kecamatan : Gombong
Jumlah anggota : 15 orang

1. Berdasarkan jenis kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Presentase


1. P 10 66 %
2. L 5 34%
Jumlah 15 100
Intepretasi data:
Berdasarkan tabel 2.1 diketahui bahwa dari 15 orang siswa SLB sebanyak 10 orang berjenis
kelamin perempuan dengan persentase 66% dan 5 orang adalah lakilaki dengan persentase
34%.

2. Distribusi Menurut Umur


No. Rentang Umur Jumlah Presentase
(WHO)
1. Masa Kanak-kanak 7 46,6 %
(5-11tahun)
2. Masa Remaja Awal 8 53,3%
(12-16 tahun)
Jumlah 15 100%

Interpretasi data:

Berdasarkan tabel 2.2 diketahui bahwa dari 15 orang, sebanyak 7 orang berada pada rentang
umur kanak-kanak dengan persentase 46,6% dan sebanyak 8 orang berada dalammasa remaja
awal dengan persentase 53,3%.

3. Distribusi Menurut Agama


No. Agama Jumlah Presentase
17
18

1. Islam 15 100%
2. Kristen 0
3. Katolik 0
Jumlah 15 100%
Interpretasi data:

Berdasarkan tabel 2.4 diketahui agama yang dianut oleh siswa SLB adalah semua
beragama islam (100%).

b. Vital Statistik
Data Status Kesehatan:
1) Masalah Kesehatan Saat ini :
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan oleh kelompok, masalah kesehatan yang
lebih banyak di derita di SLB adalah :

4. Distribusi Masalah Kesehatan yang paling sering dialami


No. Jenis Penyakit Jumlah Presentase
1. Diare 7 46,6%
2. ISPA 5 33,3%
4. Dermatitis 3 20%
Jumlah 15 100%
Interpretasi data:

Berdasarkan tabel 1.7 diketahui bahwa dari 15 anggota panti sebanyak (36,84%).

c. Nilai/keyakinan
1) Nilai
Siswa SLB sangat menghormati dan patuh terhadap guru mereka disekolah, mereka
menganggap guru adalah pengganti orangtua disekolah.
2) Keyakinan
Seluruh siswa SLB beragama islam.
d. Sejarah Timbulnya Komunitas

18
19

SLB bahagia didirikan pada tahun 2009 oleh pemerintah dan masih beroperasi sampai
sekarang.

B. Subsistem ini terdiri atas :


a. Lingkungan
- Penerangan yang digunakan yaitu lampu dan jendela yang biasa dibuka sehingga udara
biasa masuk pada siang hari
- Sirkulasi dalam keadaan baik dengan adanya dua buah jendela dan beberapa ventilasi
- Keadaan got penuh saat turun hujan
- Keadaan taman disekitar ruangan/ wisma kurang terawat
- Fasilitas kamar mandi/WC licin
b. Pendidikan
- Pendidikan keagamaan yang biasanya didapatkan oleh siswa SLB meliputi ceramah
agama. Biasanya disampaikan oleh penceramah atau Ustadz yang sengaja didatangkan
oleh pihaksekolah. Bahasa yang digunakan: bahasa isyarat.
c. Keamanan dan Transportasi

- Keamanan dan keselamatan: keamanan terjaga dengan adanya tembok pembatas, pos
satpam yang dijaga 24 jam

- Halaman dan lantai di ruangan licin, banyak ditumbuhi lumut

- Di ruangan tidak ada keset

- Transportasi: mobil dan angkutan kota

d. Pelayanan Kesehatan yang Tersedia

- Pelayanan kesehatan: terdapat poliklinik yang mengadakan pemeriksaan kesehatan setiap


satu bulan sekali.

e. Sistem Komunikasi

- Beberapa siswa yang mengalami keterbatasan komunikasi karena keterbatasan yang


mereka alami.

- Sarana komunikasi: telepon, surat kabar, fax, dan email

f. Sistem Ekonomi
19
20

- Tidak ada sistem ekonomi yang berlangsung di sekolah

- Tidak terdapat fasilitas ekonomi di sekolah.

g. Rekreasi

- Rekreasi yang biasa dilakukan di sekolah adalah bermain bersama di lapangan sekolah

- Fasilitas rekreasi: lapangan dan bola-bola.

C. ANALISA DATA
No Analisis Data Etiologi Diagnose
Keperawatan
1. DS: Ketidak efektifan Perilaku Kesehatan
- Anak mengatakan Cenderung Beresiko
memelihara kesehatan
jarang mencuci
tangan sebelum
Kurangnya upaya
makan saat selesai
perubahan perilaku
beraktivitas
kesehatan
disekolah.
DO:
Kurang pengetahuan
- Lingkungan terlihat
kotor.
Perilaku kesehatan
- Masalah kesehatan
rendah
yang lebih banyak
di derita di SLB
Perilaku kesehatan
adalah diare 46,6%,
cenderung beresiko
kemudian ISPA
33,3% dan
20
21

Dermatitis 20%.
- Keadaan got tampak
penuh saat turun
hujan.
- Terdapat poliklinik
yang mengadakan
pemeriksaan
kesehatan setiap
satu bulan sekali.

2. DS: Anak kebutuhan khusus Risiko Jatuh


-
DO:
- Lingkungan terlihat Gerak aktif/aktivitas
basah, licin, dan
banyak barang yang Lingkungan kurang
disimpan tidak pada aman
tempatnya.
- Terdapat anak Resiko jatuh
berkebutuhan
khusus dengan
rentang umur 9-12
tahun.
- Keadaan taman
disekitar ruangan/
wisma kurang
terawa
- Fasilitas kamar
mandi/WC licin

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perilaku kesehatan cenderung beresiko di SLB Bahagia berhubungan dengan pemilihan
gaya hidup tidak sehat dan kurangnya informasi.
2. Risiko Jatuh di SLB Bahagia berhubungan dengan berhubungan dengan lingkungan
tidak aman, gangguan mental, pendengaran dan penglihatan

E. PERENCANAAN

21
22

Data Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
Kode Diagnosis Kode Hasil K Kode Intervensi
Data pendukung masalah kesehatan : populasi difabel
A. Akses terhadap D.000 Perilaku Prevensi Prevensi
pelayanan 3 kesehatan Primer Primer
27L.1210 I.1348
kesehatan cenderung Perilaku Modifikasi
7 4
B. Nakes terlatih beresiko Kesehatan Perilaku
yang masih
terbatas
Prevensi Prevensi
C. Dukungan
L.12104 Sekunder Sekunder
sosial khasus I.14502
2 Manajemen Identifikasi
yang tidak
Kesehatan Resiko
adekuat
D. Stigma
masyarakat
terhadap
populasi
difabbel

Risiko Jatuh L Prevensi Prevensi


D.014
L.14138 Primer Primer
3 I.1451
Tingkat Manajemen
3
Jatuh Kesehatan
Lingkungan

BAB 4
PENUTUP

22
23

A. Kesimpulan

Berdasar analisis kelompokkami diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat faktor umum
yang menjadi kendala pemberdayaan penyandang cacat. Faktor pertama merupakan faktor
dari dalam diri penyandang cacat meliputi derajad kecacatan, pendidikan, dan kemiskinan,
sementara dari luar diri penyandang cacat meliputi keluarga dan diskriminasi masyarakat.
Dalam rangka mengatasi kendala yang ada untuk memenuhi hak penyandang
cacat/disabilitas maka upaya yang dapat dilakukan adalah mensosialisasikan dan
menyadarkan keluarga penyandang disabilitas agar mau membantu keluarganya yang
menyandang disabilitas, menyadarkan penyandang disabilitas punya hak dan memerlukan
pendidikan juga, melakukan upaya pemberdayaan dan pelatihan.

B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat
jauh dari kesempurnaan. Tentunya penulis akan terus memperbaikki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

Daftar Pustaka

23
24

Millati, Sofiana.(2016) Social-Relational Model Dalam Undang-Undang P Penyandang


Disabilitas Sofiana Millati .Journal Of Disability Studies, Vol. 3, No. 2,Jakarta. Salim, I.
(2016).
Perspektif Disabilitas Dalam Pemilu 2014 Dan Kontribusi Gerakan Difabel Indonesia Bagi
Terbangunnya Pemilu Inklusif Di Indonesia. The Politics : Jurnal Magister Ilmu Politik
UniversitasHasanuddin, 1(2), 127—156.
Sugiono, Ilhamuddin, dan Arief Rahmawan, Klasterisasi Mahasiswa Difabel
Indonesia Berdasarkan Background Histories dan Studying Performance‟ (2014) 1
Indonesia Journal of Disability Studies 20, 21

No :FRM-
SKP/047
Tanggal
SEKOLAH TINGGI ILMU
Revis : 00
KESEHATAN i
Hala . 1 dari 1
MUHAMMADIYAH man
GOMBONG

Nomor
Nama /Kode Mata Kuliah Keperawatan Komunitas
Bobot SKS 3 sks
Tgl/ Semester 23 Juni 2021/6
Dosen /Tutor/Fasi1itator/CI Rina Saraswati, M. Kep., Ns

FORM PENILAIAN
SEMINAR

TOPIK KELOMPOK/NAMA : Asuhan Keperawatan Difabel / Kelompok 3


Hasna Veranita Dwi Pawestri (A11801762)
Heddiyanty Roffiqoh Sa’adah (A11801763)
Hollin Sulistyorini (A11801764)
Ida Ayu Warnilah (A11801765)
Iis Nunu Latifah (A11801766)
Iis Purnamasari (A11801767)
Ilham Bachtiar (A11801768)
Ilham Sudrajat (A11801769)
Iman Arif Aji Widodo (A11801770)

24
25

Petunjuk

Berikan Nilai yang sesuai dengan penampilan presentasi individu/kelompok pada kolom!

Dengan kriteria •

4 = Sangat baik 3 = Baik 2 = Cukup 1 = kurang 0 = sangat kurang

N Aspek yang 4 3 2 1 0
o dinilai
I Makalah
Sistimatika sesuai dengan petunjuk
Kelengkapan isi
Kejelasan keseluruhan materi
Sumber yang digunakan
I Presentasi
I Ketetapan waktu (15 menit)
Kejelasan penyajian (intisari materi)
Efektivitas alat bantu
I Tanya jawab/diskusi/masukan (35 menit)
I Ketepatan menjawab
I
Kemampuan berargumentasi
Kemampuan mengkoordinasi
Penampilan profesional dan meyakinkan
dalam tanya jawab
Jumlah

Nilai akhir :

25
26

Rekap Nilai
N NAMA MAHASISWA JUMLAH NILAI SCORE
O AKHIR
1
2
3
4
5

7
8
9
1
0
1
1
1
2

PENAMPILAN DISKUSI

N Petugas Ke NAMA MAHASISWA NIL


AI
O
1 Presenter Heddiyanty Roffiqoh Sa’adah (A11801763) 6

Hollin Sulistyorini
(A11801764)

2 Moderator Indah Isnandari 4


3 Sekretaris Ida Ayu Warnilah 2
(A11801765)

Penanya dan pertanyaan :


N NAMA PERTANYAAN NIL
O AI
1. Khusnul Bagaimana agar perilaku resiko tersebut bisa diminimalisir? apakah
Dwi Haytani perlu adanya proses promotif, preventif, maupun kuratif?
1

26
27

Jawaban Penyaji/Anggota Kelompok Lain:


N NAMA URAIAN NIL
O JAWABAN AI
1. Ilham Betul dalam menangani masalah tersebut perlu adanya tindakan 2
Bachtiar promotif, preventif, dan kuratif salah satunya dengan promosi
(A11801768) perilaku upaya kesehatan dengan melakukan penkes atau
edukasi kesehatan berkaitan dengan PHBS yaitu cuci tangan,
edukasi pola dan perilaku untuk meningkatkan perilaku hidup
sehat, selain itu perlu adanya tindak lanjut berupa scrining
kesehatan bila ditemukan masalah kesehatan pada siswa yang
berkitan dengan masalah yang ada di sekolah tersebut.

Kesimpulan :

Terdapat faktor umum yang menjadi kendala pemberdayaan penyandang cacat. Faktor
pertama merupakan faktor dari dalam diri penyandang cacat meliputi derajad kecacatan,
pendidikan, dan kemiskinan, sementara dari luar diri penyandang cacat meliputi keluarga
dan diskriminasi masyarakat. Dalam rangka mengatasi kendala yang ada untuk memenuhi
hak penyandang cacat/disabilitas maka upaya yang dapat dilakukan adalah
mensosialisasikan dan menyadarkan keluarga penyandang disabilitas agar mau membantu
keluarganya yang menyandang disabilitas, menyadarkan penyandang disabilitas punya hak
dan memerlukan pendidikan juga, melakukan upaya pemberdayaan dan pelatihan.

27

Anda mungkin juga menyukai