Anda di halaman 1dari 27

BAB I

KONSEP DASAR

A. ANATOMI FISIOLOGI

1. Vital Statistic Bayi Baru Lahir


Berat badan bayi baru lahir tergantung dari faktor nutrisi, genetik, dan
faktor intrauterin selama kehamilan. Pengelompokan berat badan bayi baru
lahir membantu dalam mengidentifikasi risiko terhadap neonatus karena
berat badan yang kecil kemungkinan memiliki masa gestasi yang kecil. Bayi
matur memiliki berat badan kira-kira 3,4 kg pada perempuan dan 3,5 kg pada
laki-laki. Batas berat badan terendah bagi bayi matur adalah 2,5 kg. Bayi
dengan berat badan lahir sekitar 4,7 kg harus dicurigai terhadap adanya
diabetes militus pada ibunya. Sekitar 75%-90% berat badan bayi merupakan
cairan tubuhnya. Bayi akan kehilangan cairan sekitar 5%-10% pada
beberapa hari pertama setelah kelahiran. Setelah mengalami kehilangan
cairan yang inisial, maka bayi akan mengalami berat badan yang stabil dalam
waktu 10 hari. Kemudian akan bertambah sebanyak 6-8 ons/ minggu pada 6
bulan pertama kelahiran. Panjang badan bayi baru lahir kira-kira 53 cm pada
perempuan dan pada bayi laki-laki memiliki panjang badan 54 cm. Lingkar
kepala bayi baru lahir adalah 34-35 cm. Bayi baru lahir dengan lingkar
kepala lebih dari 37 cm atau kurang dari 33 cm harus diidentifikasi mengenai
adanya kelainan neurologi. Pengukuran lingkar kepala menggunakan pita
pengukur yang dilakukan pada tengah-tengah dahi sehingga kepala belakang
dapat terukur. Lingkar dada pada bayi baru lahir adalah 2 cm kurang dari
lingkar kepala. Pengukuran dilakukan tepat di atas nipple (Mansjoer, A dkk.
2007).
2. Tanda Vital
a. Temperatur
Suhu tubuh bayi baru lahir adalah 37,2° C, suhu tubuh ini dapat menurun
dengan cepat karena kehilangan panas. Kehilangan panas pada bayi baru
lahir melalui 4 cara, yaitu
1) Konveksi
Adalah kehilangan panas dari permukaan tubuh menuju udara sekitar
yang lebih dingin.
2) Konduksi
Adalah transfer panas pada objek/ benda yang lebih dingin melalui
kontak dengan tubuh bayi.
3) Radiasi
Adalah transfer panas pada objek yang lebih dingin tanpa kontak
dengan tubuh bayi.
4) Evaporasi
Adalah kehilangan panas karena ada penguapan. Bayi mampu
menghemat panas dengan melakukan kontriksi vaskuler. Lemak
coklat adalah jaringan khusus yang ditemukan pada bayi matur yang
berfungsi memproduksi panas tubuh. Proporsi lemak coklat paling
banyak ditemukan pada daerah intraskapula, thorax dan area
perineal.
b. Nadi
Tekanan nadi fetus yang masih dalam kandungan adalah 120-160 bpm.
Segera setelah lahir, dimana bayi akan berjuang untuk bernafas, maka
denyut jantung menjadi cepat sekitar 180 bpm. Beberapa jam setelah
lahir, denyut jantung akan stabil sekitar 120-140 bpm. Denyut jantung
pada bayi baru lahir biasanya irregular karena cardio-regulator di medula
belum matang. Murmur biasa terjadi akibat penutupan inkomplet pada
sirkulasi. Pada saat menangis, denyut jantung menjadi 180 bpm dan pada
saat tidur 90-110 bpm.
c. Pernafasan
Pernafasan pada bayi baru lahir adalah 80 x/menit setelah beberapa menit
kehidupan. Setelah aktivitas pernafasan dipertahankan, maka menjadi
stabil sekitar 30-60 x/menit dalam keadaan istirahat. Kedalaman rhitme
masih irregular dan terjadi apnea yang singkat tanpa sianosis yang disebut
pernafasan periodik dan merupakan keadaan normal. Reflek batuk dan
bersin pada bayi baru lahir dilakukan untuk membersihkan saluran nafas.
d. Tekanan Darah
Tekanan darah bayi baru lahir adalah 80/46 mmHg. Setelah 10 hari akan
meningkat sekitar 100/50 mmHg. Tekanan darah akan meningkat ketika
bayi menangis.
3. Fungsi Fisiologis
1) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada bayi baru lahir sangatlah
penting karena darah yang teroksigenasi melalui plasenta, maka ketika
sudah lahir harus memperoleh oksigen dari paru-paru. Pada saat paru-
paru di pompa untuk pertama kali tekanan di dalam dada secara
keseluruhan akan menurun dan tekanan pada arteri pulmonal menurun
sebagian. Penurunan tekanan pada arteri pulmonalis menyebabkan
menutupnya duktus arteriosus, ketika tekanan pada ruang kiri jantung
meningkat karena peningkatan volume darah maka foramen ovale
menutup yang disebabkan oleh tekanan yang berlawanan dengan struktur
katub berfungsinya sirkulasi pada bayi menyebabkan vena umbilicus,
arteri umbilicus dan duktus venosus tidak mendapat pasokan darah dan
mengalami atropi dalam beberapa minggu.
2) Sistem Pernafasan
Pernafasan pertama kali pada bayi baru lahir disebabkan oleh adanya
kombinasi dari reseptor dingin, tekanan PO2 rendah ( PO2 menurun dari
tekanan 80 mmHg menjadi 15 mmHg), dan peningkatan
PCO2 (meningkat menjadi 70 mmHg). Adanya cairan pada paru-paru
mempermudah tegangan permukaan dinding alveolar dan memudahkan
pernafasan untuk pertama kalinya. Cairan tambahan tersebut akan
diabsorbsi dengan segera oleh pembuluh darah paru dan limfatik setelah
pernafasan pertama dalam waktu 10 menit bayi akan memiliki volume
residual yan baik dan dalam waktu 12 jam maka kapasitas vital terpenuhi.
Organ jantung pada bayi baru lahir memiliki ukuran yang lebih besar dari
pada orang dewasa sehingga ekspansi paru terbatas.
3) Sistem Pencernaan
Saluran gastrointestinal pada bayi baru lahir biasanya steril, bakteri akan
dikultur dari intestinal dalam waktu 5 jam setelah kelahiran. Bakteri
masuk ke saluran pencernaan melalui mulut dan beberapa bakteri tersebut
menyebar melalui udara. Bakteri lain mungkin berasal dari secret vagina,
tempat tidur di rumah sakit dan kontak saat menyusui. Akumulasi bakteri
pada saluran pencernaan penting untuk digesti dan untuk sintesis vitamin
K karena ASI yang diberikan pada 1 tahun pertama memiliki kandungan
vitamin K yang rendah sehingga sintesis vitamin K sangat diperlukan
untuk koagulasi darah walaupun saluran pencernaan memiliki kapasitas
60-90 ml tapi bayi memiliki kemampuan terbatas utuk mencerna lemak
dan pati karena defisiensi enzim pankreas, limpase dan amylase pada
beberapa bulan pertama kehidupan. Bayi baru lahir akan mengeluarkan
mekonium melalui anus dalam waktu 24 jam yang berwarna hijau
kehitaman, lengket, berbau yang berasal dari mucus, vernikkaseosa,
lanugo, hormon dari ibu dan karbohidrat selama kehidupan intra uteri.
Setelah 2 atau 3 hari kehidupan, BAB bayi akan berubah warna menjadi
hijau yang disebut transisionalstool, setelah 4 hari maka akan menjadi
kuning muda dan berbau asam laktat karena mengkonsumsi ASI.
4) Sistem Urinaria
Pengosongan kandung kemih pada bayi baru lahir terjadi dalam waktu 24
jam. Adanya obstruksi saluran perkemihan dapat diobservasi melalui
pancaran urin, pada bayi perempuan memiliki pancaran yang kuat dan
pada bayi laki-laki memiliki pancaran yang kecil. Ginjal pada bayi baru
lahir tidak mampu memekatkan urin dengan baik sehingga warna urin
agak pucat dan sedikit berbau. Jumlah urin yang pertama pada bayi baru
lahir adalah 15 ml dengan berat jenis 1,008-1,010 dalam 1 minggu
volume total harian urin adalah 300 ml yang berwarna merah muda
karena adanya kristal asam yang dibentuk pada kandung kemih selama
dalam kandungan.
5) Sistem Autoimun
Bayi baru lahir sangat sulit untuk membentuk anti bodi untuk melawan
antigen pada 2 bulan pertama kehidupan. Karena alasan tersebut
imunisasi untuk melawan penyakit anak, tidak diberikan pada bayi yang
lebih muda 2 bulan.
B. DEFINISI
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan kurang
dari 2.500 gram pada saat lahir (Mitayani, 2009).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan bayi yang lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan (Pantiawati, 2010).
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. (Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI, 2014).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa BBLR
adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram
tanpa memandang masa kehamilannya.

C. EPIDEMIOLOGI
Setiap tahun di dunia diperkirakan lahir sekitar 20 juta bayi berat lahir
rendah. Dalam laporan WHO yang dikutip dari State of the world’s mother 2007
(data tahun 2000-2003) dikemukakan bahwa 27% kematian neonatus
disebabkan oleh bayi berat lahir rendah. Namun demikian, sebenarnya jumlah
ini diperkirakan lebih tinggi karena sebenarnya kematian yang disebabkan oleh
sepsis, asfiksia dan kelainan kongenital sebagian juga adalah BBLR (Depkes
RI, 2008).
Berat lahir merupakan faktor risiko utama untuk mortalitas neonatal. Oleh
karena itu, angka mortalitas neonatal sangat ditentukan oleh distribusi berat
lahir dan angka mortalitas yang spesifik untuk berat lahir. Pada tahun 2000 di
Amerika Serikat terdapat 7,6 % bayi berat badan lahir rendah dengan angka
mortalitas neonatal 48 per 1.000 kelahiran hidup pada kelompok khusus
(Lissauer dan Fanaroff, 2009).
Kasus BBLR masih terjadi 12,4% kelahiran kulit hitam dan 5,4%
kelahiran kulit putih. Ras menjadi faktor penentu kuat, tetapi faktor penentu ini
tampat diperantarai oleh masalah status sosioekonomi yang umumnya lebih
rendah dan masa pendidikan yang lebih singkat (Picket dan Hanlon, 2009).
D. ETIOLOGI
Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir rendah (Almazini,
2012).
1. Faktor ibu
a. Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20
tahun atau
b. lebih dari 35 tahun.
c. Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
d. Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
e. Penyakit
1) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung.
3) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
f. Keadaan sosial ekonomi
Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan :
1) keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
2) Aktivitas fisik yang berlebihan.
3) Perkawinan yang tidak sah.
2. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar
3. Faktor plasenta
Plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta,
sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini
4. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi,
terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah
(Mitayani, 2009):
a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm,
lingkar dada kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.
d. Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
e. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.
f. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan
sering mendapatkan serangan apnea.
g. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan belum
sempurna.

F. PATOFISIOLOGI
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang
belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas.
Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan
(BB) lahirnya lebih kecil dari masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500
gram. Masalah ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu
dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan
plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan
suplai makanan ke bayi jadi berkurang.
Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin
tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat
badan lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal,
tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun
saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu
dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi
kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah
dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Ibu hamil umumnya mengalami deplesi atau penyusutan besi sehingga
hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme
besi yang normal. Kekurangan zat besi dapat menimbulkangangguan atau
hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi
dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat
bawaan, dan BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan
kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi, sehingga kemungkinan
melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar (Nelson, 2010).

G. PATHWAY
Terlampir

H. KLASIFIKASI
Bayi berat lahir kuang dari 2500 gram diklasifikasikan menjadi:
1. BBLR yaitu, berat lebih dari 1500 gram sampai dengan kurang dari 2500
gram.
2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birth weight
(VLBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 1500
gram.
3. Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) atau extremely low birth
weight (ELBW) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang
dari 1000 gram (Proverawati, 2010).

I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi dengan berat lahir rendah
(Mitayani, 2009) :
a. Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium adalah gangguan pernapasan pada bayi baru
lahir yang disebabkan oleh masuknya mekonium (tinja bayi) ke paru-paru
sebelum atau sekitar waktu kelahiran (menyebabkan kesulitan bernafas
pada bayi).
b. Hipoglikemi simptomatik
Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glokosa serum yang
rendah. Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa dibawah 40
mg/dL. Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa
rendah ,terutama pada laki-laki.
c. Penyakit membran hialin yang disebabkan karena membran surfaktan
belum sempurna atau cukup, sehingga alveoli kolaps.
Sesudah bayi mengadakan aspirasi, tidak tertinggal udara dalam alveoli,
sehingga dibutuhkan tenaga negative yang tinggi untuk pernafasan
berikutnya.
d. Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
e. Hiperbilirubinemia (gangguan pertumbuhan hati)
Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning.
Berat badan lahir rendah berakibat jangka panjang terhadap tumbuh
kembang anak di masa yang akan datang. Dampak dari bayi dengan berat badan
lahir rendah ini adalah pertumbuhannya akan lambat, kecendrungan memiliki
penampilan intelektual yang lebih rendah daripada bayi yang berat lahirnya
normal. Selain itu bayi BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada
usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan
yang tinggi (Sistriani, 2008).
Menurut Proverawati (2010) dampak yang akan terjadi karena BBLR
adalah gangguan perkembangan dan pertumbuhan lebih lanjut berkaitan
dengan maturitas otak, selain itu suplai zat-zat gizi ke janin yang sedang
tumbuh tergantung pada jumlah darah ibu yang mengalir ke plasenta dan zat-
zat makanan yang diangkutnya. Pada ibu hamil yang anemia, masukan oksigen
dan nutrisi berkurang sehingga akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan
dan perkembangan janin. Dampak yang lainnya yaitu gangguan bicara dan
komunikasi, penelitian longitudinal menunjukkan perbedaan kecepatan bicara
yang menarik antara BBLR dengan berat lahir normal. Pada bayi BBLR
kemampuan bicaranya akan terlambat dibandingkan bayi dengan berat lahir
normal sampai usia 6,5 tahun.
BBLR juga berdampak pada gangguan belajar atau masalah pendidikan,
kelahiran BBLR menurunkan IQ sampai 5 poin. Sulit menilai pada Negara
berkembang karena faktor kemiskinan berperan pada kinerja sekolah. Suatu
penelitian longitudinal di Negara maju (UK dan Eropa) menunjukkan bahwa
lebih banyak anak BBLR dimasukkan ke sekolah khusus (Grantham et al,
2009).
J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR (Mitayani, 2009) :
a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12- 24gr/dL), Ht
(normal: 33 -38% ) mungkin dibutuhkan.
b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).
c. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres
pernafasan bila ada. Rentang nilai normal:
1) pH : 7,35-7,45
2) TCO2 : 23-27 mmol/L
3) PCO2 : 35-45 mmHg
4) PO2 : 80-100 mmHg
5) Saturasi O2 : 95 % atau lebih

d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.


e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia. Bilirubin normal:
1) bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.
2) bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
f. Urinalisis: mengkaji homeostatis.
g. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter): Trombositopenia
mungkin menyertai sepsis.
h. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau komplikasi.

K. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi berat lahir rendah
(BBLR) yaitu:
1. Pemberian vitamin Kı
Pemberian vitamin Kı diberikan secara Injeksi 1 mg IM, atau 2 mg secara
oral sebanyak 3 kali (lahir usia 3-10 hari, usia 4-6 minggu) (Tanto,
Liwang, 2014).
2. Pengaturan suhu lingkungan
Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi baru lahir dapat
dilakukan dengan lima cara yaitu kontak kulit dengan kulit, kangaroo
mother care (dada dan perut bayi kontak kulit dengan dada ibu dengan
kepala bayi sedikit ditengadahkan, posisi dipertahankan dengan
gendongan kain dan pakaian ibu), pemancar panas, inkubator (alat yang
berfungsi membantu terciptanya suhu lingkungan yang cukup dengan
suhu normal), dan ruangan yang hangat (Putra, 2012) dan (Tanto, Liwang,
2014). Bayi dimasukkan dalam inkubator dengan suhu yang diatur :
a. Bayi berat badan dibawah 2000 gram 35° C.
b. Bayi berat badan 2000 gram sampai 2500 gram 34° C.
c. Suhu inkubator diturunkan 1°C setiap minggu sampai bayi dapat
ditempatkan pada suhu lingkungan sekitar 24–27°C (Mochtar, 2012).
3. Diatetik (pemberian nutrisi yang adekuat) pada bayi baru lahir dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), yaitu :
a) Apabila daya isap belum baik, bayi dicoba untuk menetek sedikit
demi sedikit.
b) Apabila bayi belum bisa meneteki pemberian ASI diberikan melalui
sendok atau pipet.
c) Apabila bayi belum ada reflek mengisap dan menelan harus dipasang
sonde fooding.
Bayi dengan berat badan lahir rendah mempunyai masalah
menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk itu
sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan
pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala
dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara
ASI yang telah dikeluarkan diberikan dengan pipet atau selang kecil yang
menempel pada putting. ASI merupakan pilihan utama :
a) Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang
cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai
kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
b) Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik
20g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi minimal 2 kali
seminggu (Pantiawati, 2012).
4. Pemantauan (monitoring)
a. Pemantauan saat dirawat
1) Terapi
a) Terapi untuk penyulit tetap diberikan apabila diperlukan.
b) Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2
minggu.
2) Tumbuh kembang
Memantau berat badan bayi secara periodik. Perubahan berat
badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan erat
kaitannya dengan daya tahan tubuh bayi tersebut.
a) Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama
(sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir ≥ 1500 gram dan
15% untuk bayi dengan berat lahir <1500 gram.
b) Apabila bayi sudah mendapatkan ASI secara putih (pada
semua kategori besar lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari
harus diperhatikan, antara lain :
(1) Meningkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari
(2) sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari.
(3) Meningkatkan jumlah ASI sesuai dengan
(4) peningkatkan berat badan agar jumlah pemberian ASI
tetap 180 ml/kg/hari.
3) Bayi dengan kenaikan berat badan tidak adekuat, jumlah
pemberian ASI harus ditingkatkan hingga 200 ml/kg/hari.
4) Mengukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar
kepala setiap minggu.
b. Pemantauan setelah pulang
Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui
perkembangan bayi dan mencegah atau mengurangi kemungkinan
untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut :
1) Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30 dan dilanjutkan
setiap bulan.
2) Menghitung umur koreksi.
3) Pertumbuhan : berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.
4) Tes perkembangan, Denver Development Screening Test
(DDST).
5) Mengawasi adanya kelainan bawaan.
6) Mengajarkan ibu/orang tua cara :
a) Membersihkan jalan nafas
b) Mempertahankan suhu tubuh
c) Perawatan bayi sehari-hari meliputi : memandikan, perawatan
tali pusat, pemberian ASI.
7) Menjelaskan pada ibu (orang tua) mengenai :
a) Pemberian ASI
b) Makanan bergizi bagi ibu
c) Mengikuti program KB segera mungkin.
8) Observasi keadaan umum bayi selama 3 hari, apabila tidak ada
perubahan atau keadaan umum semakin menurun bayi harus
dirujuk ke rumah sakit (Pantiawati, 2010).
BAB II
KONSEP TUMBANG DAN HOSPITALISASI

A. Konsep Pertumbuhan Usia


1. Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh
dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel tubuh
dan juga karena bertambah besarnya sel yang berarti ada pertambahan secara
kuantitatif seperti bertambahnya ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar
kepala.
Secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke
kaki.Kematangan pertumbuhan tubuh pada bagian kepala berlangsung lebih
dahulu, kemudian secara berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian
bawah.Pada masa fetal pertumbuhan kepala lebih cepat dibandingkan dengan
masa setelah lahir, yaitu merupakan 50 % dari total panjang badan.
Selanjutnya, pertumbuhan bagian bawah akan bertambah secara teratur.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang teori-teori
pertumbuhan dan perkembangan anak.
a. Kartini Kartono membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak
menjadi 5, yaitu:
1) 0 – 2 tahun adalah masa bayi
2) 1 – 5 tahun adalah masa kanak-kanak
3) 6 – 12 tahun adalah masa anak-anak sekolah dasar
4) 12 – 14 adalah masa remaja
5) 14 – 17 tahun adalah masa pubertas awal
b. Aristoteles membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi
3, yaitu :
1) 0 – 7 tahun adalah tahap masa anak kecil
2) 7 – 14 tahun adalah masa anak-anak, masa belajar, atau masa sekolah
rendah
3) 14 – 21 tahun adalah masa remaja atau pubertas, masa peralihan dari
anak menjadi dewasa (IDAI, 2008).
2. Ciri-ciri Pertumbuhan
Bahwa seseorang dikatakan mengalami pertumbuhan bila terjadi
perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan,
tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada,
perubahan proporsi yang terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang
muncul mulai dari masa konsepsi sampai dewasa, terdapat ciri baru yang secara
perlahan mengikuti proses kematangan seperti adanya rambut pada daerah
aksila, pubis atau dada, hilangnya ciri-ciri lama yang ada selama masa
pertumbuhan seperti hilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu, atau
hilangnya refleks tertentu (Hidayat ,2008)

Periode Pertumbuhan
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu:
a. Faktor Internal (Genetik)
Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan
yang normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku
bangsa. Apabila potensi genetik ini dapat berinteraksi dengan baik dalam
lingkungan maka pertumbuhan optimal akan tercapai.
b. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain
keluarga, kelompok teman sebaya, pengalaman hidup, kesehatan
lingkungan, kesehatan prenatal, nutrisi, istirahat, tidur dan olah raga, status
kesehatan, serta lingkungan tempat tinggal (Supariasa,2011).

B. Konsep Perkembangan Usia


1. Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan
dan berlanjut di sepanjang rentang kehidupan individu. Perkembangan
sebagian besar melibatkan pertumbuhan, namun juga melibatkan kemunduran
akibat adanya proses penuaan (Santrock, 2007).
Perkembangan merupakan bertambahnya struktur dan fungsi tubuh
yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan
bahasa, serta sosialisasi dan kemandirian pada individu (Fida & Maya, 2012).
2. Tahap-Tahap Perkembangan Anak
Hockenberry dan Wilson (2009) mengelompokkan anak menurut fase
perkembangannya. Fase perkembanan anak terdiri dari fase prenatal, fase
neonatal, fase infant, fase toddler, fase prasekolah, fase sekolah dan fase
remaja.
Fase prenatal mencakup masa kehamilan sampai anak dilahirkan. Fase
neonatal merupakan masa saat bayi lahir sampai usia 28 hari. Fase infant adalah
fase saat bayi berusia 1 bulan sampai 12 bulan. Fase toddler merupakan saat
anak berusia 1-3 tahun. Setelah fase ini akan memasuki fase pra sekolah yaitu
saat anak memasuki usia 3-6 tahun. Fase sekolah merupakan fase anak berusia
6-12 tahun, dan terakhir fase remaja yaitu saat anak memasuki memasuki usia
13-18 tahun (Hockenberry & Wilson 2009)

3. Aspek-Aspek Perkembangan
Ada beberapa aspek perkembangan, yaitu:
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik sering dikaitkan dengan perkembangan motorik
sehingga dikenal dengan perkembangan fisik motorik. Tetapi, antaranya
keduanya terdapat berbeda. Perkembangan fisik lebih menunjukkan kepada
perubahan yang terjadi pada fisik secara keseluruhan atau tubuh dan fisik
sebagai bagian-bagian, misalnya anggota gerak (tangan, kaki) yang semakin
besar atau panjang. Perkembangan motorik merupakan suatu penguasaan
pola dan variasi gerak yang telah bisa dilakukan anak. Perkembangan
motorik sebagai gerakan yang terus bertambah atau meningkat dari yang
sederhana ke arah gerakan yang komplek.
Perkembangan motorik terdiri dari dua macam, yaitu perkembangan
motorik kasar dan motorik halus.
1) Perkembangan Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan bergerak dengan
menggunakan otot – otot tubuh khususnya otot besar seperti otot di kaki
dan tangan. Gerakan yang tergolong motorik kasar, misalnya merayap,
merangkak, berjalan, berlari, dan melompat.
2) Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan dalam motorik halus adalah kemampuan bergerak
dengan menggunakan otot kecil, seperti yang ada di jari untuk
melakukan aktivitas, seperti mengambil benda kecil, memegang sendok,
membalikan halaman buku dan memegang pensil atau krayon.
3) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah suatu proses pembentukan kemampuan
dan keterampilan menggunakan alat berpikir. Perkembangan kognitif
berkaitan dengan aktivitas berpikir, membangun pemahaman dan
pengetahuan, serta memecahkan masalah.
4) Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa adalah suatu proses pembentukan kemampuan
dan keterampilan untuk menyampaikan ide, perasaan dan sikap kepada
orang lain. Perkembangan bahasa meliputi mendengar, berbicara,
membaca, dan menulis.
5) Perkembangan Sosial – Emosi
Perkembangan Sosial – Emosional merupakan gabungan dari
perkembangan sosial dan emosi. Perkembangan adalah suatu proses
pembentukan kemampuan dan keterampilan untuk bersosialisasi.
Sedang perkembangan emosi berkaitan dengan kemampuan memahami
hal-hal yang berkaitan dengan perasaan-perasaan yang ada pada diri
sendiri, seperti perasaan senang ataupun sedih, apa yang dapat ia
lakukan, apa yang ingin ia lakukan, bagaimana ia bereaksi terhadap hal-
hal tertentu, hal-hal yang mana yang perlu dihindari, dan hal-hal yang
mana yang didekati, kemandirian dan mengendalikan diri.
Perkembangan sosial-emosional merupakan proses pem-bentukan
kemampuan dan keterampilan mengendalikan diri dan berhubungan
dengan orang lain (Desmita, 2009)

C. Konsep Hospitalisasi Usia


1. Pengertian
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan
dirawat di rumah sakit.Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga
kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak
maupunorang tua dan keluarga (Wong, 2009).
Hospitalisasi adalah suatu proses saat masuknya seseorang penderita ke
dalam suatu rumah sakit dan selama masa dirawat di rumah sakit (Dorlan,
2012).
Supartini (2004) dalam Jurnal Ilmiah WIDYA menjelaskan bahwa
hospitalisasi merupakan suatu proses dimana karena alasan tertentu atau
darurat mengharuskan anak untuk tinggal di RS, menjalani terapi perawatan
sampai pemulangannya kembali ke rumah (Utami, 2014)

2. Reaksi anak terhadap Hospitalisasi


Hospitalisasi bagi anak dianggap sebagai pengalaman yang mengancam
dan stresor, sehingga anak akan mudah mengalami krisis karena: (1) mengalami
stres akibat perubahan baik terhadap status kesehatannya maupun
lingkungannya dan (2) anak memiliki sejumlah keterbatasan dalam mekanisme
koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat
menekan (Nursalam, 2008).
Wright (2008) dalam penelitiannya tentang efek hospitalisasi pada
perilaku anak menyebutkan bahwa reaksi anak pada hospitalisasi secara garis
besar adalah sedih, takut dan rasa bersalah karena menghadapi sesuatu yang
belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman, rasa tidak nyaman,
perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialami dan sesuatu yang dirasakan
menyakitkan.
Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan timbulnya kecemasan pada
semua tingkat usia. Wong (2008) mengatakan reaksi anak terhadap krisis-krisis
saat hospitalisasi dipengaruhi oleh usia perkembangan, pengalaman
sebelumnya dengan penyakit, perpisahan, keterampilan koping yang mereka
miliki, keparahan diagnosis, dan sistem pendukung yang ada. Berikut ini reaksi
anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan tahapan
perkembangan anak (Wong, 2008) :
1) Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)
Masalah yang utama terjadi adalah sebagai dampak dari perpisahan dengan
orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih
sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan dapat mengalami stranger
anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak
dikenalnya. Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah
menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger
anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasakan cemas dan
ditunjukkan dengan menangis keras. Munculnya perilaku menangis juga
merupakan respon terhadap nyeri atau adanya perlukaan. Perilaku lain
yang dapat diamati adalah adanya pergerakan tubuh yang banyak dan
ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.
2) Masa Toddler (2 sampai 3 tahun)
Anak usia toddler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber
stresnya. Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon
perilaku anak terdisi dari beberapa tahapann, yaitu tahap protes, putus asa,
dan pengingkaran (denial). Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan
adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak
perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang
ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang
menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis. Pada
tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mulai
menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal dan anak mulai
terlihat menyukai lingkungannya. Anak juga akan kehilangan
kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada
lingkungan oleh karena adanya pembatasan terhadap pergerakannya.
Akhirnya, anak akan kembali mundur pada kemampuan sebelumnya atau
regresi. Reaksi lainnya yang ditunjukkan anak usia toddler terhadap
perlukaan yang dialami atau nyeri yang dirasakan oleh karena
mendapatkan tindakan invasif seperti injeksi, infus, pengambilan darah
dapat berupa meringis, menggigit bibirnya, memukul, menunjukkan lokasi
rasa nyeri dan mengomunikasikan rasa nyerinya.
3) Masa prasekolah (3 sampai 6 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari
lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang serta
menyenangkan, seperti lingkungan rumah, permainan dan teman
sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia
prasekolah seperti menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun
secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.
Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktivitas
sehingga membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan merasa
kehilangan kekuatan diri. Perawatan yang dijalani sering kali dipersepsikan
anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu,
bersalah, bahkan takut. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena
anak menganggap tindakan dan prosedur yang dilakukan mengancam
integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif
dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata–
kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan
pada orang tua.
4) Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan
lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok
sosialnya. Hal ini dapat menimbulkan kecemasan pada anak usia sekolah.
Kehilangan kontrol juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena
adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak pada
perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya
karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial,
perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap
perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara
verbal maupun nonverbal karena anak sudah mampu
mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol
perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan memegang
sesuatu dengan erat.
5) Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)
Anak usia remaja mempersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan
timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya.
Anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena
perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat anak
kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada keluarga
atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang sering muncul terhadap
pembatasan aktivitias ini adalah dengan menolak perawatan atau tindakan
yang dilakukan padanya, anak tidak mau kooperatif dengan petugas
kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas
kesehatan (isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan
menimbulkan respons anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan
atau menolak kehadiran orang lain.
3. Dampak Hospitalisasi
Anak yang dirawat di rumah sakit akan muncul tantangan-tantangan yang
harus dihadapinya seperti perpisahan, penyesuaian dengan lingkungan yang
asing baginya dan tenaga kesehatan yang menanganinya, pergaulan dengan
anak-anak yang sakit serta pengalaman mengikuti terapi yang menyakitkan
(Wong, 2009).
Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan,
bergantung pada institusi, sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis
penerimaan masuk rumah sakit (Stuart, 2007).
Hospitalisasi pada anak banyak menyebabkan pengalaman yang
menimbulkan trauma. Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya juga
mengalami stres akibat perubahan terhadap status kesehatan dan lingkungannya
(Wong, 2009). Keadaan stres yang dialami anak akan menimbulkan reaksi
tubuh dalam menghantarkan rangsangan ke otak dan mempengaruhi
hipotalamus. Hipotalamus akan merangsang kelenjar hipofisis anterior
melepaskan Adreno Cortico Tropic Hormone (ACTH) yang berperan dalam
pelepasan kortisol secara cepat yang menyebabkan rangsangan susunan saraf
pusat otak dan berakibat tubuh menjadi waspada dan sulit tidur (Guyton & Hall,
2008).

4. Pencegahan Dampak Hospitalisasi


a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan
psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan
ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak
mampu mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal.
Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam
mengawasi perawatan anak.
c. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa
dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik
misalnya distraksi, relaksasi, imaginary.
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang
sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam
proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan
terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak
dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak.
e. Modifikasi Lingkungan Fisik
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak
sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya
(Supartini, 2007)
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas bayi: Nama, jenis kelamin, BB, TB, LK, LD.
b. Identitas orang tua: Nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat.
c. Keluhan utama: BB :< 2500 GR,TB < 45 cm, LD < 30 cm, LK < 33
cm, hipotermi.
d. Riwayat penyakit sekarang.
Awal mulanya penyakit sehingga masuk rumah sakit, keluhan utama
yang sering terjadi pada BBLR BB < 2500 GR, TB< 45 cm, LD < 30
cm LK < 33 cm, Hipotermi
e. Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat anemia,Hipertensi, Hipoglikemi, penyakit jantung.
f. Riwayat penyakit dahulu.
Mengakaji penyakit apa yang pernah diderita klien sebelumnya
2. Pemeriksaan fisik biologis
a. Ibu
1) Riwayat kehamilan dan umur kehamilan.
2) Riwayat persalinan dan proses pertolongan persalinan yang
dahulu dan sekarang.
3) Riwayat fisik dan kesehatan ibu saat pengkajian.
4) Riwayat penyakit ibu.
5) Psikososial dan spiritual ibu.
6) Riwayat perkawinan.
b. Bayi
Keadaan bayi saat lahir; BB < 2500 gr, PB < 45 cm, LK 33 cm, LD <
30 cm.
1) Sistem Integumen
a) Perubahan warna kulit
b) Perubahan tekstur kulit (tipis, transparan)
c) Turgor kulit
d) Hipotermi, permukaan tubuh luas dan lemak subkutan tipis
e) Hipertermia, mekanisme keringan belum efektif
2) Sistem Imunitas
Bayi BBLR biasanya peka terhadap infeksi, karena imatur/ rendah
sebab prematur dam mal nutrisi
3) Sistem Pernafasan
a) Struktur Alveoli belum lengkap
b) Koordinasi faring belum sempurna sehingga menimbulkan
aspirasi
4) Sistem Pencernaan
a) Reflek menelan dan menghisap rendah
b) Lambung kecil, tonus spingter esofagus lemah
c) Absorbsi berkurang
d) Otot dinding usus besar lemah
5) Cardiovaskuler
a) Tekanan darah naik
b) Nadi cepat
6) Ginjal
a) Aliran darah keginjal rendah
b) Ekskresi usus menurun
c) Kemampuan menahan air menurun
d) Filtrasi asam amino, natrium dan glukosa rendah

B. DIAGNOSA
1. Ketidakefektifan pola nafas b/d imaturitas otot-otot pernapasan dan
penurunan ekspansi paru.
2. Hipotermia berhubungan kontrol vaskular tidak efektif.
3. Ketidakefektifan thermoregulasi berhubungan dengan kegagalan
mempertahankan suhu tubuh, penurunan jaringan lemak subkutan
4. Ketidakefektifan pola makan bayi berhubungan dengan
prematuritas, keterlambatan neurologis
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan menerima nutrisi, imaturitas peristaltic
gastrointestinal
6. Kerusakan Integritas Kulit b/d usia yang ekstrim
7. Resiko infeksi b/d pertahanan imunologis tidak adekuat
(Herdman, T. Heather, 2015).
D. EVALUASI
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi
menunjukkan tercapainya tujuam dan kriteria hasil, klien bisa keluar
dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk
kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang
(reassesment). Secara umum, evaluasi ditujukan untuk:
1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
3. Mengkaji peneyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
(Asmadi, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

.
Almazini, P. (2012). Buku Ajar Keperawatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Depkes RI. (2008). Perawatan BBLR Dengan Metode Kanguru. Jakarta.

Dorlan. (2012). Kamus Saku Kedokteran Dorlan Edisi 28. Jakarta: EGC.

Fida & Maya. (2012). Pengantar Ilmu Perkembangan Anak. Jogjakarta: D-Medika.

Guyton & Hall. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

Herdman, T. Heather. (2015). Nanda International Inc. Nursing Diagnoses : Definition


& Classification 2015 – 2017. Jakarta : EGC.

Hidayat, A. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Hockenberry, M.J & Wilson, D. (2009). Essential of Pediatric Nursing. Canada:


Mosby Elsevier. Accessed June 20, 2016.
https://books.google.co.id/books?isbn=0323429904

Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2014). Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Cetakan II.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

Johnson, M., Moorhead, S., Bulechek, G., Butcher, H., Maas, M., & Swanson, E.
(2013). NOC and NIC linkages to NANDA-I and Clinical conditions : Supporting
critical reasoning and quality care (3rd ed.). St. Louis : Elsevier Mosby.

Lissauer,Tom.,Fanaroff,A.A.,Rodriguez, R.J., Weindling, Michael. (2009). At a


Glance Neonatologi.Jakarta : Erlangga.

Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.

Mitayani.(2009). Asuhan Keperawatan Maternitas dan Anak. Jakarta : Salemba


Medika.

Nelson,Behrmen, Kliegman,dkk. (2010). Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 vol 2.


Jakarta : EGC.

Pantiawati. (2010). Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

Pickett, George. dan Hanlon, J.J. (2009). Kesehatan Masyarakat Administrasi dan
Praktik. Cetakan I. Jakarta : EGC.

Proverawati,A dan Ismawati, C. (2010). Bayi Berat Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Sistriani. (2008) Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Berat Badan Lahir
Rendah. Malang: Hak Terbit UMM Press.

Stuart, G., W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.

Supariasa, dkk. (2011). Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Kedokteran EGC.

Supartini.(2007. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta. EGC.

Tanto, C. Liwang, F., dkk. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.

Utami, Y. (2014). Dampak Hospitalisasi terhadap Perkembangan Anak. Jurnal Ilmiah


WIDYA, 2(2), 9-20.

Wong, D.L., Marilyn, H.E., David W., Marilyn, L.W., Patricia, S. (2008). Buku Ajar
Keperawatan Pediatric Volume 1 Edisi 6. Jakarta: EGC.

Wong, D.L., Marilyn, H.E., David W., Marilyn, L.W., Patricia, S. (2009). Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik Volume 2. Jakarta: EGC.

Wright, M.C. (2008). Behavioural Effect of Hospitalization in Children. Journal of


Pediatric and Health, 31(3), 165-167.

Anda mungkin juga menyukai